System Thinking [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SYSTEMS THINKING



MAKALAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mata kuliah KEPEMIMPINAN STRATEGIS DAN BERPIKIR SISTEM KELOMPOK 2 Irfansyah Maulana



NPM. 2106676814



Nopianto Ricaesar



NPM. 2106677041



Sisca Rusmawati



NPM. 2106677211



Novrita Indra Tiara K



NPM. 2106677054



Ira Ayu Hastiaty



NPM. 2106676796



Yemima Irawanti



NPM. 2106677376



Afriani Tinurbaya



NPM. 2006505171



Deasy Apriyanah



NPM. 2106676524



PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA 2021



A. BERPIKIR SISTEM Menurut Peter Senge organisasi pembelajar adalah organisasi dimana orang terusmenerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara menyeluruh. Untuk mencapai organisasi yang besar dan unggul dimasa depan, maka organisasi harus menemukan cara memanfaatkan komitmen dan kapasitas orang untuk belajar disemua tingkatan dalam organisasi. Organisasi pembelajaran sangat dimungkinkan karena bukan hanya sifat kita untuk belajar tetapi kita juga senang belajar. Kegagalan dalam belajar merupakan hal yang selalu dihindari oleh manusia termasuk oleh organisasi pembelajar. Kegagalan ini disebut juga Learning Disability. Senge (1990) mengidentifikasi tujuh ciri-ciri yang menunjukkan organisasi gagal dalam pembelajaran, yakni: 1.



Anggota kelompok hanya memikirkan tugas dan tanggung jawab dirinya sendiri Menurut Senge (1990) kondisi ini dianalogikan dengan ungkapan “i am on my position”. Setiap orang dalam organisasi dituntut untuk dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri. Namun organisasi tidak mungkin menghindar dari perubahan di luar dirinya. Sehingga menurut prinsip viablity dalam sistem (Hester & Kevin, 2014), setiap sistem dan subsistem dalam organisasi harus bergabung dengan sistem dan subsistem lain untuk mencapai tujuan. Dengan demikian organisasi yang gagal menjadi pembelajar anggotanya sebagian besar anggotanya tidak mau memikirkan tujuan perusahaan yang lebih luas.



2.



Menganggap orang-orang di luar kelompok sebagai “musuh” Organisasi pembelajar merupakan sistem yang terbuka dan dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Dengan demikian, orang-orang yang berada di luar organisasi dengan berbagai perilakunya (ada yang berkontribusi positif dan negatif) tidak bisa diabaikan. Organisasi pembelajar berupaya mendapatkan kontribusi positif dari orangorang di luar atau lingkungan sekitarnya. Pada organisasi yang tidak melakukan pembelajaran, sebagian anggotanya hanya berfokus pada posisi mereka sendiri, tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya bisa mempengaruhi orang lain di luar kelompoknya. Kemudian ketika apa yang dilakukan mereka memberi dampak negatif bagi diri mereka sendiri, hal itu menurutnya disebabkan Kepemimpinan pada Organisasi Pembelajar. Senge menganalogikan kondisi ini dengan sebutan “the enemy out there” yang merupakan konsekuensi dari sikap “i am on my position”. Seringkali anggota kelompok membentuk 2



“benteng” untuk melindungi dirinya dan kelompok dari orang luar yang mereka anggap musuh. Paradigma ini menyebabkan organisasi menjadi sekumpulan orang-orang yang secara eksklusif hanya menerima masukan dari dalam kelompoknya saja. Orang-orang yang ada di luar kelompok harus dikalahkan dan mengikuti “permainan” mereka yang ada dalam kelompok. Banyak organisasi dan perusahaan yang akhirnya tidak mampu bertahan karena melihat organisasi/perusahaan lain sebagai musuh bukan sebagai mitra. 3.



Bersifat seolah-olah proaktif, namun sebenarnya reaktif Seolah olah ingatan anda kuat, ide itu harus diendapkan Proaktif merupakan prasyarat yang harus dimiliki organisasi pembelajar. Proaktif berbeda dengan reaktif yang lebih bersifat pasif. Namun bila proaktif dilakukan karena untuk menjatuhkan orang lain (“enemy out there”) maka hal ini bisa dikatakan sebagai reaktif. Pengertian reaktif adalah keinginan orang untuk beraksi namun tanpa disadari membiarkan masalah menjadi sulit ditangani. Reaktif dianggap juga memiliki kesamaan dengan defensif atau cenderung bertahan dan menolak segala masukan. Organisasi yang bersifat reaktif hanya akan menghabiskan energi dan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai kesia-siaan. Senge menganalogikan kondisi ini dengan ungkapan “the illusion taking charge”.



4.



Hanya memikirkan kejadian jangka pendek Kita merasa kejadian terus berulang dan sama, “mama tu udah pengalaman, bapak tu udah tau” Organisasi pembelajar yang berlandaskan pemikiran sistem menyadari bahwa setiap kejadian tidak datang dengan sendirinya, melainkan timbul karena ada kejadian sebelumnya. Prinsip circular causality pada sistem menyatakan bahwa setiap sistem akan memberikan dampak kepada sistem lainnya. Sistem A akan berdampak pada sistem B. Sistem B akan berdampak pada sistem C. Sistem C akan berdampak pada sistem A dan seterusnya. Organisasi yang tidak melakukan pembelajaran, sebagian anggotanya hanya memikirkan masalah jangka pendek. Disamping itu bila ada permasalahan, tidak mau memikirkan akar penyebabnya. Senge menganalogikan kondisi ini dengan ungkapan “the fixation of event”.



5.



Terlena dengan zona nyaman “Kaget dengan perubahan yang cepat (shoking) orang bereaksi, kalo perubahan yang lambat orang cenderung tidak bereaksi” Prinsip dynamic equilibrium pada sistem menjelaskan bahwa setiap organisasi akan mengalami “gangguan” dari luar dan akan kembali ke kondisi stabil. Meski dalam 3



kondisi stabil, kondisi di luar sistem tetap dinamis dan akan terus mengalami perubahan. Organisasi pembelajar berusaha melakukan inovasi dan keluar dari kondisi stabil atau “zona nyaman”. Kita bisa belajar dari kondisi yang dihadapi katak. Seekor katak akan lompat ketika dimasukkan ke dalam panci berisi air panas. Namun katak akan terlena ketika dimasukkan ke dalam panci berisi air dingin, kemudian dipanaskan di atas kompor. Katak yang nyaman dengan air dingin tidak menyadari bahwa air tersebut lamakelamaan mendidih dan akhirnya tidak sanggup untuk melompat. Katak ini terjebak dalam zona nyaman. Sehingga Senge menganalogikan kondisi ini dengan ungkapan “the parable of boiled frog”. 6.



Delusi pengalaman kebiasaan belajar dari pengalam, Dimensi pengalaman Pengaman bersifat personal, masa lalu, kondisinya berbeda dengan yg saat ini Prinsip information redundancy pada sistem menyatakan bahwa organisasi akan “dibanjiri” dengan duplikasi informasi yang bisa memberi dampak negatif dan positif. Jika bisa dikelola dengan baik maka informasi ini akan membawa pengaruh positif bagi organisasi. Informasi-informasi tersebut timbul akibat adanya kegiatan yang dilakukan organisasi, yang disebut dengan pengalaman. Organisasi pembelajar berusaha mendapatkan pembelajaran dari pengalaman yang didapat dan diupayakan diperolah secara langsung. Namun demikian, tidak selamanya tindakan yang dilakukan berdasarkan pengalaman akan membawa dampak yang baik bagi orang lain. Seringkali organisasi mengambil pelajaran dari pengalaman organisasi lainnya, bukan pengalaman secara langsung. Pemimpin kadang tidak mau atau malas melakukan kajian mendalam sebelum pengalaman orang lain diterapkan di organisasinya. Senge menganalogikan kondisi ini dengan ungkapan “the delussion of learning from experince”. Apa yang terbaik bagi organisasi lain, belum tentu baik bagi organisasi sendiri.



7.



Memposisikan tim manajemen secara berlebihan Dalam pendekatan sistem, terdapat prinsip yang disebut dengan suboptimization. Menurut prinsip ini meskipun organisasi memiliki tim yang dianggap optimal, namun hasilnya belum tentu maksimal. Sebuah organisasi yang berisi jajaran manajemen yang cerdas, berpengalaman, dan ahli di bidangnya sering dianggap sebagai “dream team”. Kenyataannya ini adalah mitos yang menyesatkan. Senge menganalogikan kondisi ini dengan ungkapan “the myth of management team”. Peter Senge meyakini terdapat lima disiplin yang secara berkala dapat merubah



organisasi menjadi organisasi belajar, diantaranya adalah: 4



1.



Systems Thinking (Berpikir Sistem)



2.



Personal Mastery (Penguasaan Pribadi)



3.



Mental Models (Pola Mental)



4.



Building Shared Vision (Membangun Visi Bersama)



5.



Team Learning (Pembelajaran Tim) Systems Thinking (berpikir sistem) merupakan suatu disiplin untuk melihat



keutuhan, mengintegrasikan disiplin, menggabungkannya ke dalam tubuh teori dan praktik yang koheren. Berpikir sistem memerlukan keempat disiplin lainnya. Membangun visi bersama menumbuhkan komitmen untuk jangka panjang. Model mental berfokus pada keterbukaan yang diperlukan untuk menggali kekurangan dalam cara kita melihat dunia saat ini. Pembelajaran tim mengembangkan keterampilan kelompok orang untuk mencari gambaran yang lebih besar di luar perspektif individu. Dan penguasaan pribadi menumbuhkan motivasi pribadi untuk terus belajar bagaimana tindakan kita mempengaruhi dunia kita. Tanpa penguasaan pribadi, orang begitu tenggelam dalam pola pikir reaktif bahwa mereka sangat terancam oleh perspektif sistem. Sudiro (2008) mengemukakan bahwa proses berpikir sistem didasarkan pada cara berpikir manusia pada umumnya. Cara berpikir selama ratusan tahun yang menjadi dasar perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu: 1.



Membelah sistem yang “besar” menjadi bagian “kecil” yang bisa dikuasai



2.



Melakukan deduksi berdasarkan pengalaman yang dipunyainya atau induksi untuk mengerti mekanisme bagian yang kecil itu



3.



Kompilasi hasil analisis sehingga mengerti bagian kecil tersebut



4.



Mulai lagi dengan bagian kecil yang lain



Sehingga menurut Sudiro (2008), berpikir sistem dapat dikembangkan melalui proses sebagai berikut: 1.



Meletakkan elemen dalam konteks sebuah sistem



2.



Mempelajari elemen untuk mengerti elemen (level 1) melihat puskesmas untuk mengerti puskesmas



3.



Mempelajari hubungan antar elemen untuk mengerti sistem (level 2) melihat puskesmas untuk mengamati program puskesmas



4.



Mempelajari hubungan sistem sebagai elemen dalam sistem yang lebih besar (level 3) melihat puskesmas sebagai system pelayanan kesehatan Hidayatno, Akhmad (2013) menjelaskan bahwa untuk permasalahan kompleks, kita



tidak lagi bisa mengandalkan pemecahan masalah berbasis hanya kepada komponennya, 5



namun juga mempertimbangkan hubungan antarkomponen. Sehingga untuk ini ada 3 tahap yang harus bisa kita mulai untuk mengubah fokus permasalahan: 1.



Tahap pertama adalah mengubah fokus yang tadinya dari output kejadian kepada proses Tahap pertama adalah untuk mendorong analisa kita untuk melihat apa yang ada di belakang layar. Ketika kita melihat masalah kita tidak terjebak hanya untuk melihat masalahnya 5 saja, tapi proses penyebab dari permasalahan tersebut. Banyak sekali di antara kita yang biasanya lebih berfokus kepada output, tanpa mau mengeksplorasi bagaimana proses yang mengakibatkan output tersebut.



2.



Tahap kedua adalah mengubah fokus proses kepada pola Tahap kedua melanjutkan tahap pertama, karena seiring dengan fokus kita melihat dan memahami proses maka kita bisa mendapatkan dan memprediksi adanya pola output kejadian seiring dengan berjalannya proses.



3.



Tahap ketiga adalah mengubah fokus pola ke struktur yang menimbulkan pola dan kejadian tersebut Tahap ketiga adalah berarti proses tidak cukup, karena kita perlu mengidentifikasikan perubahan yang mungkin terjadi kepada proses, artinya perlu diidentifikasikan input yang dibutuhkan, serta bagaimana semua terhubung melalui umpan balik. Karena setiap proses tentu akan membutuhkan input, dan yang akan mengontrol jalannya input dan proses adalah sebuah mekanisme umpan balik dari output maupun dari proses. Peter M. Senge memaparkan bahwa ada 11 dasar sistem berpikir dimana sebuah



organiasi dapat menjadi sebuah organiasi pembelajar yaitu : 1.



Masalah Hari Ini Datang dari “Solusi” Masa Lalu Terkadang masalah-masalah yang kita hadapi adalah hasil dari solusi yang pernah kita temukan dimasa lalu. Solusi-solusi yang kita gunakan hanya memindahkan masalah ke tempat lain.



2.



Semakin Keras Anda Menekan, Semakin Kencang Sistem Mendorong Kembali Semakin banyak intervensi dan usaha yang kita lakukan untuk menyelesaikan sebuah masalah, maka akan semakin banyak intervensi yang kelihatannya harus dilakukan. Dan inilah yang disebut sebagai “compensating feedback”.



3.



Perilaku Tumbuh Lebih Baik Sebelum Tumbuh Lebih Buruk Hal yang perlu dilakukan dalam hukum ini adalah dengan tetap melakukan proses berpikir sistem dengan beradaptasi dengan segala persoalan yang dihadapi. Tidak hanya berhenti di situ, seseorang juga harus secara generatif (proaktif) menumbuhkan perilaku 6



yang baik secara kontinuitas sehingga tidak akan tumbuh perilaku yang buruk di kemudian hari. Sederhananya, sesuatu perilaku tumbuh dengan baik diharapkan akan selalu tumbuh perilaku yang baik untuk masa yang lebih lama. Untuk menumbuhkan perilaku tersebut, maka berpikir sistem harus mewadahi keinginan-keinginan untuk memecahkan masalah yang ada. 4.



Cara yang Mudah Biasanya akan Membawa Kita kembali kepada Permasalahan Solusi bukanlah sesuatu hal yang mudah dilihat oleh semua orang. Kita terbiasa hanya untuk mengambil solusi yang sudah bias kita lakukan. Solusi-solusi yang mudah seperti itu sebenarnya tidak akan menyelesaikan masalah, tapi hanya berputar ke permasalahan awal.



5.



Obatnya Bisa Lebih Buruk daripada Penyakitnya Solusi yang umum (nonssitemik) untuk sebuah masalah terkadang hanya akan menimbulkan permasalah lain yang membutuhkan solusi lain pula. Ini yang dipandang sebagai solusi yang mudah adalah yang “adiktif” dan berbahaya. Solusi yang mudah hanya akan memperbaiki masalah jangka pendek, dan memperburuk masalah jangka Panjang.



6.



Semakin Cepat Justru Semakin Lambat Untuk menyelesaikan sebuah masalah, kita tidak bisa begitu saja dating dan langsung dengan segera menyelesaikan masalah. Semakin kita tergesa dalam menyelesaikan masalah, justru akan semakin lambat masalah itu selesai.



7.



Sebab dan Akibat tidak Muncul Berdampingan Suatu masalah dan solusi terkadang bukan hal yang selalu datang bersamaan di tempat yang sama. Sebuah masalah di bagian manufaktur, bukan berarti solusinya ada di bagian manufaktur juga. Kita harus melihat lagi permsalahan yang ada dan tidak beranggapan bahwa solusi selalu datang bersama masalahnya.



8.



Perubahan Kecil Dapat Menghasilkan Hasil yang Besar Permasalahan yang besar dan rumit, terkadang hanya membutuhkan solusi yang ringan dan tidak rumit. Sedikit perubahan kecil akan berdampak pada sesuatu permasalahan yang besar. Untuk dapat seperti itu maka kita harus melihat struktur dasar dari sebuah peristiwa terlbih dahulu.



9.



Anda Bisa Memiliki Kue Anda dan Memakannya Juga, tetapi Tidak Sekaligus Untuk menyelesaik sebuah permasalahan, kita tidak perlu melakukan semua solusi yang mungkin bisa dilakukan secara bersamaan. Mungkin kita bisa melakukannya secara



7



bersamaan, dengan seumber daya yang ada, tetapi itu akan menjadi hal yang tidak efektif. Lebih baik kita focus pada satu solusi yang mendasar. 10. Membelah Seekor Gajah Menjadi Dua Tidak Menghasilkan Dua Ekor Gajah Kecil Untuk menyelesaikan sebuah permassalah besar, kita tidak dapat serta mera membaginya menjadi permasalah-permasalahan kecil dan menyelesaikan masalahnya. Contohnya sebuah masalah perusahaan, tidak bisa hanya diselesaikan dimasing-masing departemen saja. Kita mungkin melihat sebuah permasalah perusahaan yang besar, tapi tidak melihat permasalhan itu sebagi sebuah hasil interaksi antar departemen atau bagian. 11. Tidak Menyalahkan Permasalahan yang ada bukan merupakan kesalahan orang lain. Dalam pemikiran system, orang lain, kita dan semua merupakan sebuah kesatuan sistem. Dan bahkan mungkin solusi atas permasalahan kita ada di massalah itu sendiri. Berpikir sistem adalah disiplin untuk melihat struktur yang mendasari situasi kompleks, dan untuk membedakan perubahan pengaruh dari yang tinggi ke yang rendah. Inti dari berpikir sistem terletak pada pergeseran pikiran: 



Melihat hubungan timbal balik daripada rantai sebab akibat







Melihat proses perubahan daripada gambaran Praktik berpikir sistem dimulai dengan memahami konsep umpan balik yang



menunjukkan bagaimana tindakan dapat memperkuat atau melawan satu sama lain, membentuk bahasa yang kaya untuk menggambarkan beragam hubungan timbal balik dan pola perubahan, sehingga dapat membantu kita melihat pola yang lebih dalam dibalik peristiwa dan detailnya. Berpikir sistem terletak pada kemampuan untuk mengenali sistem yang semakin kompleks. Berpikir sistem mengatur kompleksitas detail menjadi cerita yang koheren yang menjelaskan penyebab masalah dan bagaimana mereka dapat diperbaiki dengan cara yang bertahan lama. Berpikir sistem membuat aspek paling halus dari sebuah organisasi pembelajaran dapat dipahami, yaitu cara baru individu memandang diri mereka dan lingkungan sekitar. Inti dari organisasi pembelajar adalah perubahan pikiran dari melihat diri kita terpisah dari dunia hingga terhubung kedunia, dari melihat masalah yang disebabkan oleh seseorang atau sesuatu hingga melihat bagaimana tindakan kita sendiri menciptakan masalah yang kita alami. Dalam video Systems Thinking for a Better World diceritakan lebih lanjut apa itu sistem, bagaimana proses saling ketergantungan akan mempengaruhi kehidupan, apa itu



8



berpikir sistem, contoh berpikir sistem, dan manusia sebagai spesies cerdas dengan pemikiran sistem dan penuh kasih. Peter Senge dalam kesempatannya saat itu ingin mengajak para audiens untuk melihat segala sesuatunya secara komprehensif dan sistematik, tidak hanya menggunakan pikiran tapi juga welas asih, empati, penghargaan, kepedulian, untuk secara bersama-sama membangun dunia yang lebih baik pada waktu mendatang. Bermula dari cerita dimana terjadi perubahan besar pada lingkungan dan alam sekitarnya menjadi perumahan-perumahan, pusat perdagangan, yang telah merusak alam, menggangu keseimbangan cuaca, mencemari udara dan hutan-hutan hilang, Peter Senge menyadari akan sebuah dinamika yang terjadi di seluruh dunia, bahwa sesuatu terjadi karena ada proses saling ketergantungan antara satu hal dengan hal lainnya, yang membentuk suatu sistem. Sistem itu kehidupan, yang pada dasarnya bersifat sistemik, saling bergantung, saling berhubungan, terus menerus berkembang, dan terus menerus mengalami perubahan. Hal ini memberikan kesadaran bahwa di dunia ini, kita akan membentuk suatu jaringan saling ketergantungan yang luar biasa dan kompleks. Memahami keterkaitan dan kompleksitas ini adalah inti dari berpikir sistem, yang memandang sistem secara keseluruhan, dengan mempertimbangkan sistem perilaku dari waktu ke waktu, dan dengan kemampuan melihat dunia sebagai sistem yang kompleks. Peter Senge memberikan contoh hubungan saling ketergantungan pada sebuah pengisi daya baterai (charger). Manusia membutuhkannya untuk melakukan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan alat elektronik, seperti mengerjakan tugas melalui laptop. Sedangkan bagaimana proses charger tersebut dapat melakukan pengisian daya baterai merupakan suatu sistem kompleks lainnya yang melibatkan hubungan antara pemakaian bahan bakar fosil dan kelistrikan, yang pada akhirnya dapat berdampak pada lingkungan. Dampak lingkungan tersebut kemudian akan mempengaruhi kehidupan sosial manusia. Hal tersebut merupakan suatu dilema, karena dengan meningkatnya jumlah manusia dan kebutuhan manusia, secara tidak sadar akan merusak ‘sistem global yang sangat kompleks’. Hal ini disebut ketidaktahuan sistem (system ignorance), dimana kita tidak memahami saling ketergantungan dari sistem yang kita jalani. Oleh karena itu, kita cenderung dengan mudah membuat pilihan yang tidak bermanfaat bagi jangka panjang. Dengan kata lain, saling ketergantungan semakin tumbuh tetapi kesadaaran bahwa kita saling ketergantungan menurun. Oleh sebab itu, Peter Senge kembali menekankan pentingnya suatu pemikiran, kepercayaan, etos, beberapa ide, suatu cara menyeluruh dari berpikir dan berbicara yang memungkinkan kita hidup di tempat tersebut. 9



Lebih lanjut Peter Senge mencontohkan suatu penyelesaian masalah dengan menggunakan cara berpikir sistem, yaitu seperti apa yang dilakukan lembaga biologi kelautan NOS (Nor-Este Sustainabilidad) dalam memperbaiki ekosistem laut di wilayah La Paz, Meksiko. 75-80 % perikanan liar diseluruh dunia telah rusak. Hal pertama yang dilakukan NOS adalah menempatkan kantor mereka di tengah komunitas nelayan dan membangun hubungan yang baik dengan warga sekitar, dengan membangun lapangan sepak bola bagi anak-anak di wilayah tersebut. Selanjutnya strategi kedua adalah pertanian organik untuk menyediakan kebutuhan para warga, menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan beberapa usaha keuangan mikro, sehingga aktivitas memancing dihentikan sementara waktu untuk pemulihan biota laut. Dengan cara ini, perikanan masyarakat pulih, sehingga pada akhirnya para nelayan mendapatkan tiga juta kerang setelah proses konservasi tersebut. Pada akhirnya Peter Senge juga menerangkan bahwa manusia memiliki kecerdasan bawaan, dimana semua orang memiliki kapasitas untuk belajar. Manusia juga secara biologis, dilahirkan sebagai spesies yang mengasihi. Sehingga pertanyaan Senge “bagaimana kita jatuh cinta sekali lagi dengan hidup dan dengan dunia?” dapat dengan optimis dijawab dimulai dengan cinta dan berpikir sistem. Dan hal ini perlu ditanamkan kepada anak-anak sebagai generasi penerus kita. B. PENERAPAN BERPIKIR SISTEM DALAM PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT Tidak sedikit organisasi atau rumah sakit dalam melaksanakan tugas organisasinya mengalami hambatan bahkan mengancam kehidupannya. Penyebabnya di samping faktor intern juga ekstern ikut andil dalam peristiwa itu. Faktor intern sekurang-kurangnya seperti ketidakmampuan manajemen dalam mengelola rumah sakit dengan kualitas pelayanan yang kurang memadai sehingga ditinggalkan pelanggannya, termasuk ketidakberdayaan rumah sakit untuk memenuhi tuntutan akuntabilitas publik yang terlalu besar. Kemudian munculnya pesaing-pesaing baru dengan kelengkapan sarana dan prasarana beserta teknologi canggih di bidang



kedokteran



yang tidak



dianggap



enteng



merupakan



faktor



ekstern



yang



cukup bermakna. Ketidakmampuan mengenali ancaman yang timbul terhadap sebuah organisasi dimungkinkan orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak secara terus menerus meningkatkan kapasitasnya untuk mencapai tujuan organisasi. Pengertian organisasi pembelajaran-learning organization- yang



menurut



Senge



dimana orang-orangnya



menerus



memperluas



secara



terus



artinya



adalah “ organisasi kapasitasnya



untuk 10



menciptakan tujuan yang mereka dambakan, dengan pola pikir baru yang lebih luas harus dipelihara, dan aspirasi kolektif dibiarkan bebas, serta orang-orang secara berkesinambungan belajar untuk bagaimana belajar bersama-sama”. Belajar dari pengalaman, agar sebuah rumah sakit dapat bertahan hidup dari hambatan atau tantangan memerlukan persyaratan seperti luwes / fleksibel,  menyesuaikan / adaptif, generatif /memperbaiki kapasitas untuk mencipta dan produktif  dapat bertahan pada situasi yang cepat berubah. Dan untuk mewujudkan itu diperlukan kemampuan untuk mengidentifikasi komitmen dan kapasitas orang-orang yang terlibat di dalamnya guna secara terus menerus belajar di semua unit/tingkatan. Namun tidak kalah pentingnya diperlukan juga perubahan cara berpikir-shift of mind-yang mendasar di antara personil yang ada.



Lima Disiplin Organisasi Pembelajar Resep bagi perbaikan sistem organisasi pembelajar, menurut Senge ada 5 (lima) disiplin, yaitu berpikir sistemik, keahlian pribadi, model-model mental, membangun visi bersama, dan pembelajaran tim. Berpikir sistemik/systems thinking, adalah cara berpikir dan memahami bahwa kita sendiri adalah sistem. Dalam berpikir sistem lebih memfokuskan perhatian pada hubungan atau relasi dibandingkan individu-individu secara terpisah. Salah satu syarat seseorang dapat berpikir sistemik adalah kesediaan untuk menyadari adanya perubahan, kompleksitas dan kesalingketergantungan. Keberhasilan rumah sakit dalam mengemban misinya untuk mencapai tujuan bersama itu karena adanya saling berhubungan, ketergantungan dan berinteraksi antar tenaga atau karyawan , serta tidak ada seorangpun yang merasa paling berjasa. Selanjutnya usaha yang harus dilakukan rumah sakit yaitu dengan menyadarkan kepada karyawan atau orang yang terlibat di dalamnya melalui kontemplasi atau perenungan dan dialog intens serta pelibatan mereka dalam kegiatan yang diselenggarakan yang kemudian direfleksi diambil pelajarannya. Dalam berpikir sistem kita mengenal istilah balikan/feedback, dan ketertundaan/delay terutama kalau diamati dalam jangka panjang. Keahlian pribadi/personal mastery, adalah kompetensi dan keahlian yang lebih dekat dengan bakat seseorang atau kemampuan khusus. Seseorang dengan personal mastery yang tinggi akan sadar kekurangan kemampuan pengetahuannya, sehingga yang 11



harus dilakukan oleh rumah sakit adalah secara terus menerus meningkatkan kapasitas mereka sesuai yang dibutuhkan untuk menjalankan roda rumah sakit. Senge juga menyatakan bahwa personal mastery bukan sekedar kompetensi dan keahlian semata dari seseorang, tetapi lebih dari itu bahkan melampaui keterbukaan spiritual. Karena spiritual berkaitan dengan penghargaan makna perilaku seseorang, maka setiap kompetensi dan keahlian dengan sendirinya harus didasari oleh value/nilai yang menjadi dasar tindakan dan perilaku seseorang. Dan nilai-nilai itu sesungguhnya berasal dari Allah Pencipta Alam Semesta yang kemudian ditiupkan kepada setiap manusia sebagai acuan dalam aktivitas kehidupannya. Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, kerjasama, adil, visioner dan peduli seharusnya sering diberikan atau dimantapkan oleh pimpinan rumah sakit melalui pertemuan atau pencerahan/pengajian yang diselenggarakan secara berkala, namun tidak kalah penting yaitu keteladanan dari para pemimpinnya. Personal mastery juga berkaitan dengan visi pribadi seseorang yang secara terus menerus harus diperjelas dan diperdalam, juga harus diupayakan adanya kesamaan visi pribadi dengan visi organisasi rumah sakit sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sebab ketidaksamaan visi sering menjadi permasalahan yang cukup merepotkan perjalanan sebuah rumah sakit. Mental models atau model-model mental adalah gambar atau bayangan yang mempengaruhi bagaimana kita memandang dunia dan bagaimana kita bertindak. Membangun mental models orang-orang yang terlibat dan beragam di rumah sakit adalah penting. Namun lebih penting lagi adalah bagaimana mengembangkan model mental bersama untuk mencapai tujuan organisasi/rumah sakit. Tindakan yang harus dilakukan membangun model mental secara efektif adalah dengan mengembangkan keterbukaan terhadap kritik dari sesama anggota organisasi. Keterbukaan terhadap kritik tidak hanya berlaku bagi pemimpin rumah sakit, tapi bagi seluruh anggota organisasi rumah sakit. Selain tiga disiplin yang telah disebutkan di muka, yaitu building shared vision atau membangun visi bersama. Untuk membangun visi bersama banyak ragam caranya. Tapi untuk membangun visi organisasi rumah sakit yang ideal adalah dengan melibatkan semua orang-orang yang terlibat di dalamnya. Usaha praktis yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan ketrampilan untuk menemukan gambaran masa depan bersama yang mendukung komitmen atau keterlibatan murni, dan ini bukan hanya sekedar kesepakatan atau kemufakatan. Kemudian disiplin yang terakhir dari lima disiplin adalah team learning atau pembelajaran tim. Untuk melakukan pembelajaran tim yang efektif adalah melalui dialog dan 12



diskusi. Pimpinan rumah sakit memberikan kesempatan dialog secara rutin dan berkala guna pembelajaran organisasi, misal satu minggu sekali dalam pertemuan manajemen atau satu bulan sekali dalam evaluasi pelaksanaan kegiatan rumah sakit yang bahannya dapat berasal dari kuesioner yang diisi pasien atau keluarganya. atau hasil dari riset pasar. Kegiatan dialog dilakukan bukan hanya saat memerlukan umpan balik dari kebijakan organisasi yang telah diambil atau saat menghadapi masalah saja, tapi secara periodik ditetapkan waktunya oleh pimpinan



rumah



sakit.



Juga



dihindarkan



dalam



dialog



pelaksanaanya



berubah



menjadi briefing yaitu pimpinan terlalu banyak pengarahan dan petunjuk kerja atau perdebatan yang hanya mencari kesalahan pimpinan. Agar dialog yang dilakukan secara periodik tidak sia-sia, maka pimpinan rumah sakit harus berusaha untuk menindaklanjuti dialog-dialog sebelumnya dengan tindakan nyata.



DAFTAR PUSTAKA Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline The Art & Practice of the Learning Organization (Vol. 148). Sudiro. 2008. Berpikir Sistem. http://eprints.undip.ac.id/6134/1/BERPIKIR_SITEM__sudiro.pdf Hidayatno, Akhmad. (2013). Pola Berpikir untuk Pemahaman Masalah yang Lebih Baik Aalto University. 2014, 15 Desember. Peter Senge: "Systems Thinking for a Better World" Aalto Systems Forum 2014. [Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch? v=0QtQqZ6Q5-o



13



14