Tahap Dan Proses Konseling [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TAHAP DAN PROSES KONSELING (UMUM) Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Bimbingan Konseling Keluarga Dosen Pengampu: Hj.Mahmudah. S.Ag., M.Pd.



Disusun oleh : 1. Muthoharoh



(121111070)



2. Nafatya Nazmi



(121111071)



3. Nasyikhatul Khoiriyah



(121111072)



4. Nur Azizah



(121111073)



FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2014 I.



PENDAHULUAN



Proses konseling adalah suatu proses bersifat sistematis yang dilakukan oleh konselor dan klien untuk memecahkan masalah klien. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intake interview adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya II.



RUMUSAN MASALAH A. Apa pengertian dari proses dan tahapan konseling? B. Bagaimana proses dan tahapan konseling secara umum? C. Bagaimana pula tahapan pelaksanaan konseling keluarga?



III.



PEMBAHASAN A. Pengertian Dari Proses dan Tahapan Konseling Proses adalah peristiwa yang sedang berlangsung. Sedangkan tahapan adalah



langkah-langkah



yang



berkesinambungan



dalam



suatu



peristiwa/kejadian. Tahapan proses konseling adalah urutan atau fase yang digunakan dalam proses konseling yang bukan Client-Centered atau konseling yang difokuskan kepada klien saja, tahapan atau proses konseling ini digunakan oleh konseli atau biasa kita sebut klien dan juga konselor sehingga keduanya sama-sama aktif dalam kegiatan konseling. Tidak hanya konselor ataupun sebaliknya.1 Proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut Brammer (1979) dalam bukunya “konseling individual” oleh Sofyan S. Willis, proses konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi para peserta konseling tersebut (konselor dan klien). Setiap



tahapan



proses



konseling



membutuhkan



ketrampilan-



ketrampilan kusus. Namun ketrampilan-ketrampilan tersebut bukanlah yang utama jika hubungan konseling tidak mencapai raport. Dinamika hubungan konseling ditentukan oleh penggunaan ketrampilan yang bervariatif, sehingga 1



Prof.Dr.Sofyan S. Willis,Konseling Individual,2013,Bandung:Alfabeta,hal.50



1



dalam proses konseling tidak merasa membosankan, akan tetapi sangat bermakna dan berguna. 2 B. Proses dan Tahapan Konseling Secara Umum Secara umum proses konseling individual terbagi atas tiga tahapan yaitu sebagai berikut: a. Tahap Awal Konseling Tahap awal ini terjadi sejak klien bertemu konselor hingga berjalan proses konseling dan menemukan definisi masalah klien. Tahap awal ini Cavanagh (1982) menyebutkan dengan istilah introduction and environmental support. Adapun yang dilakukan oleh konselor dalam proses konseling tahap awal ini adalah sebagai berikut: 



Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien yang mengalami masalah. Pada tahap ini konselor berusaha untuk membangun hubungan dengan cara melibatkan klien dan berdiskusi dengan klien. Hubungan tersebut dinamakan



a working relationship, yaitu hubungan yang



berfungsi, bermakna, dan berguna. Kunci keberhasilan tahap ini diantaranya ditentukan oleh keterbukaan konselor dan klien untuk mengungkapkan isi hati, perasaan dan harapan sehubungan dengan masalah ini akan sangat bergantung terhadap kepercayaan klien terhadap konselor. Pada tahap ini konselor hendaknya mampu melibatkan klien secara terus menerus dalam proses konseling. 



Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien, karena sering kali klien tidak mudah menjelaskan masalahnya hanya saja mengetahui gejala-gejala masalah yang dialaminya.







Membuat penjajakan alternatif bantuan untuk mengatasi masalah. Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang



bantuan



yang



mungkin



dilakukan,



yaitu



dengan



membangkitkan semua potensi klien, dan lingkungannya yang tepat untuk mengatasi masalah klien.



2



Ibid, Prof .Dr. Sofyan S. Willis,hal 50



2







Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.



b. Tahap Pertengahan Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya : 



Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah serta keperdulian klien. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai pemahaman dan alternatif pemecahan baru terhadap masalah yang sedang dialaminya. Konselor mengadakan penilaian kembali dengan melibatkan klien. Jika klien bersemangat, berarti klien sudah begitu terlibat dan terbuka dalam proses konseling.







Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara. Hal ini bisa terjadi jika : 1. Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya. 2. Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan memelihara keramahan, empati, kejujuran, serta keihlasan dalam memberikan bantuan konseling.







Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien. Karena kontrak dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling.3 3. Tahap Akhir Konseling Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu:



3



Prof .Dr. Sofyan S. Willis, hal.51



3



a. Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling. b. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya. c. Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera). d. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya Adapun tujuan-tujuan pada tahap akhir ini diantaranya : a.



Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadai Klien dapat melakukan keputusan tersebut karena dia sejak awal sudah menciptakan berbagai alternative dan mendiskusikannya dengan konselor, lalu dia putuskan alternative mana yang terbaik. Pertimbangan keputusan tersebut tentunya berdasarkan kondisi objektif yang ada pada diri dan diluar diri.



b.



Terjadinya transfer of learning pada diri klien Klien belajar dari proses konseling mengenai perilakunya dan hal-hal yang membuatnya terbuka untuk mengubah perilakunya diluar proses konseling. Artinya klien mengambil makna dari hubungan konseling untuk kebutuhan akan suatu perubahan.



c.



Melaksanakan perubahan perilaku Pada akhir konseling klien sadar akan perubahan sikap dan perilakunya. Sebab ia datang minta bantuan adalah atas kesadaran akan perlunya perubahan pada dirinya.



d.



Mengakhiri hubungan konseling Mengakhiri konseling harus atas persetujuan klien. Sebelum ditutup ada beberapa tugas klien yaitu : membuat kesimpulan-kesimpulan mengenai hasil proses konseling, mengevaluasi jalannya proses konseling, membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya.4 Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ;



a. Menurunnya kecemasan klien. Hal ini diketahui setelah konselor menanyakan keadaan kecemasannya. b. Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan dinamik. c. Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas. 4



Prof .Dr. Sofyan S. Willis, hal.52



4



d. Terjadinya perubahan sikap positif, yaitu mulai dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, guru, teman, keadaan tidak menguntungkan dan sebagainya.5 C. Tahapan Pelaksanaan Konseling Keluarga Kehadiran klien untuk pertama kalinya kepada konselor pada awalnya hanya untuk mengkonsultasikan masalah pribadinya dan biasanya dilakukan klien sendiri tanpa kehadiran anggota keluarga. Setelah konselor merasa bahwa permasalahan klien lebih sesuai ditangani dengan konseling kelurga, maka pada tahap penanganan (treatment), konselor dapat meminta persetujuan klien agar melibatkan anggota keluarganya. Sebelum melakukan tahapan penanganan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh konselor, yaitu: 1) Mempersiapkan anggota keluarga Konselor harus meminta persetujuan dari klien siapakah anggota keluarga yang dapat dilibatkan untuk menjalani proses konseling. hal ini perlu dilkaukan karena tidak semua klien yang menjalani konseling bersedia permasalahannya diketahui oleh semua anggota keluarga. 2) Menciptakan sekutu Konselor juga perlu membangun persekutuan yang konstruktif dengan anggota keluarga yang mungkin saja adalah sumber permasalahan klien. Melalui persekutuan ini, konselor dapat menggali permasalahan dan memahami klien. Selain itu, anggota keluarga akan merasa dilibatkan secara utuh sehingga dapat bekerja sama dengan konselor untuk mengatasi permasalahan klien. 3) Gunakan rasa takut/ancaman dengan tepat Apabila permasalahan klien terlalu berat sementara anggota keluarga menolak untuk menjalani proses konsleing, maka konselor dapat memberikan ancaman yang tepat dan logis untuk menenkankan bahwa permasalahan klien benar-benar serius dan membutuhkn bantuan mereka. Dengan tujuan bahwa anggota keluarga dapat bekerjasama dengan konselor dalam memahami dan mengatasi masalaha klien.6 Ibid, Prof .Dr. Sofyan S. Willis, hal.53 Mamat Supriatna,Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi,2011,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,hal.233-235



5 6



5



Selain tahapan diatas, Collins menetapkan tujuh langkah-langkah dalam konseling keluarga, yaitu: Langkah 1: menanggapi keadaan darurat Klien yang meminta bantuan konselor pada dasarnya berada dalam keadaan krisis/darurat. Konselor diharapkan mampu memberikan ketenangan, dan menunjukan kesediaan untuk membantu klien. Selain itu, mintalah keluarga klien untu terlibat dalam proses konseling Langkah 2: memberikan fokus pada anggota keluarga Kadang kala, anggota keluarga cenderung untuk menyalahkan satu orang yang menjadi sumber dari permasalahan keluarga. Oleh karena itu, konselor harus dapat memberikan fokus pada anggota keluarga bahwa permasalahan keluarga adalah permasalahan bersama sehingga tidak hanya disebabkan oleh satu pihak. Langkah 3: menetapkan krisis Saat konselor mendengarkan penjelasan masalah yang diisampaikan keluarga, konselor harus dapat menangkap inti permasalahhan keluarga tersebut sehingga konselor dapat menetapkan sumber krisis klien. Hal ini dapat dilakukan melalui bentuk pertanyaan “Coba ceritakan lebih



jelas



mengenai hal yang Anda sampaikan tadi?” atau dalm bentuk pertanyaan lain “Apa yang menyebabkan masalah itu terjadi?”, “Apakah hal ini pernah terjadi sebelumnya?”. Langkah 4: menenangkan anggota keluarga Konselor dapat memberikan kesimpulan awal tentang penyebab masalah yang muncul dalam keluarga. Yang perlu diperhatikan konselor dalam hal ini adalah konselor diharapkan dapat menenangkan anggota keluarrga yang dapat saja mengalami kecemasan setelah mengetahui permasalahan keluarga mereka. Langkah 5: menyarankan perubahan Langkah ini terdiri dari pemberian saran dan arahan yang dapat membantu anggota keluarga untuk memutuskan perubahan apa yang harus dilakukan. Konselor dapat merundingkan beberapa perjanjian yang akan disetujui atau mempertimbangkan kembali peraturan, peran, harapan yang tidak realistis, batasan atau cara untuk melakukan komunikasi antar anggota keluarga. 6



Langkah 6: menghadapi sikap menolak perubahan Setelah konselor menyarankan perlu adanya perubahan, maka konsleor harus memperhatikan siapakah anggota keluarga yang bersedia bekerjasama dan siapakan yang menolak perubahan cenderung untuk menarik diri dan memanipulasi anggota keluarganya untuk menghambat terjadinya perubahan. Biasanya pihak yang menolak perubahan bukanlah klien. Oleh karena itu konselor harus memberikan pemahaman bahwa dengan sikap menolak perubahan akan menyulitkan terjadinya kemajuan dalam konseling. Langkah 7: menghentikan konseling Setelah kemajuan dalam konseling diperoleh dan anggota keluarga dapat bekerjasama dan belajar untuk menghadapi krisis, maka konseling dapat diakhiri. Konselor dapat pula mengakhiri konseling apabila merasa tidak ada kemajuan



karena



apabila



proses



konseling



dilanjutkan



tidak



akan



menghasilkan apapun. Tetapi konselor seyogyanya tetap berpikir terbuka untuk dapat menerima kembali keluarga tersebut dan membantu mengatasi masalahnya di masa akan datang.7 IV.



KESIMPULAN Proses konseling individu secara umum terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1) tahap awal (tahap definisi masalah), 2) tahap pertenggahan (tahap kerja), 3) tahap akhir (tahap tindakan). Sedangkan proses konseling keluarga diawali dengan kedatangan klien secara pribadi kemudian mendatangkan anggota keluarga yang lain bila memang dibutuhkan. Sebelum proses konseling keluarga dimulai, perlu memperhatikan beberapa hal: 1) Mempersiapkan anggota keluarga, 2) Menciptakan sekutu, 3) Gunakan rasa takut/ancaman dengan tepat. Menurut Collins, ada 7 langkah-langkah dalam konseling keluarga, yaitu: 1) menanggapi keadaan darurat, 2) memberikan fokus pada anggota keluarga, 3) menetapkan krisis, 4) menenangkan anggota keluarga, 5) menyarankan perubahan, 6) menghadapi sikap menolak perubahan, 7) menghentikan konseling. 7



Namora Numongga Lubis,Memahami Praktek,2013,Jakarta:Kencana,hal.235-237



7



Dasar-Dasar



Konseling



dalam



Teori



dan



V.



PENUTUP Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan tentang “proses dan tahapan Konseling (Umum)”. Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Dan tentunya makalah ini tidak terlepas dari kesalahan maupun kekurangan dalam pengisian materi. Oleh karena itu, kami selaku pemakalah mengharapkan kritikkan maupun saran guna memperbaiki makalah- makalah selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA



8



-



Lubis, Namora Numongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Kencana, 2013.



-



Sofyan S., Willis, Konseling Individual, Bandung: Alfabeta, 2013.



-



Supriatna, Mamat, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.



9