Tak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) TERAPI OKUPASI DAILY ACTIVITY Topik



: Terapi Okupasi Daily Activity



Sasaran



:



Lansia yang berada di Wisma Himawari PSTW



Yogyakarta Unit Budhi Luhur. Hari/Tanggal



: Selasa, 20 November 2012



Jam



: 09.30 Wib s/d selesai



Tempat



: Ruang tamu wisma Himawari



A. LATAR BELAKANG Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009). Salah satu kegagalan berkaitan dengan fungsi penurunan daya kemampuan pada lansia adalah penurunan fungsi kognitif yaitu demensia. Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan



kemampuan bersosialisasi (Arif Mansjoer, 2010). Saat ini kasus demensia telah melonjak tajam dengan semakin besarnya jumlah lansia di Indonesia. Bahkan demensia diperkirakan akan melonjak dalam beberapa dekade mendatang, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hingga kini saja terdapat 35,6 juta orang yang hidup dengan demensia pada 2010. Angka itu berpotensi meningkat hingga dua kali lipat menjadi 65,7 juta pada 2030 (menurut WHO di Swiss). Pada 2050, kasus demensia bisa meningkat tiga kali lipat hingga mencapai 115,4 juta (menurut WHO di Swiss). Saat ini jumlah penyandang demensia di Indonesia hampir satu juta orang. Sebagian besar demensia tipe Alzheimer yang gejala dininya berupa pelupa dan kesulitan visuospasial sering terlewatkan sehingga sulit mengetahui waktu pasti munculnya penyakit. Biasanya penyandang dibawa ke rumah sakit (RS) atau ke dokter karena penyakit lain, seperti stroke, diabetes, depresi, hipertensi, atau kolesterol. Ketika diperiksa dokter baru disadari telah ada proses demensia. Angka kejadian demensia di Asia Pasifik adalah 4,3 juta per tahun (2005) yang akan meningkat menjadi 19,7 juta per tahun pada 2050. Artinya, laju demensia adalah 1 kasus baru setiap 7 detik. Menurut penelitian Graff et al (2007), salah satu cara untuk mengoptimalkan fungsi kognitif lansia adalah dengan menggunakan terapi okupasi. Terapi okupasi merupakan suatu bentuk psikoterapi suportif berupa aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif, dan edukasional untuk penyesuaian diri dengan lingkungan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik dan mental pasien. Terapi okupasi bertujuan mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan atau mengupayakan kompensasi / adaptasi untuk aktifitas sehari-hari, produktivitas dan luang waktu melalui pelatihan, remediasi, stimulasi dan fasilitasi. Terapi okupasi meningkatkan kemampuan individu untuk terlibat dalam bidang kinerja berikut: (1) aktivitas hidup sehari-hari (misalnya makan, mandi, toileting, mobilitas fungsional) dan kegiatan instrumental hidup sehari-hari (misalnya makan



persiapan, belanja, keuangan salah satu pelaksana) , (2) pekerjaan dan kegiatan produktif (misalnya mengurus orang lain, kegiatan pendidikan dan kejuruan), dan (3) luang untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang secara budaya berarti bagi individu dan orang lain yang signifikan mereka. Dalam rangka untuk menentukan etiologi disfungsi dalam satu atau lebih bidang kinerja, terapis okupasi menilai komponenkomponen berikut kinerja: sensorimotor, neuromusculoskeletal, motorik, kognitif, dan psikososial. Dengan diterapkannya terapi okupasi pada lansia diharapkan dapat mempertahankan fungsi kognitif lansia dengan mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi atau mengupayakan adaptasi aktifitas sehari-hari sehingga tercapainya kemandirian dan kesejahteraan lansia. Sengaja Co-ners mengambil jurnal ini karena setelah melihat kasus di lapangan, terutama di PSTW, khususnya wisma H, tempat Co-ners praktik, sudah banyak simbah-simbah yang mengalami demensia. Demensia yang dialami pun beragam mulai dari yang ringan hingga berat. Co-ners berharap dengan adanya jurnal ini dan bisa diaplikasikan, sehingga dapat menurunkan gejala psikologis pada klien di Wisma H. B. PENGERTIAN/ LANDASAN TEORI 1. DEMENSIA a. Definisi Dimensia Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi,



perhatian



dan



konsentrasi,



penyesuaian,



dan



kemampuan



bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 2010) Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009).



Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari (Nugroho, 2008). Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan. b. Etiologi Dimensia Yang paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer. Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik, karena penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu. Pada penyakit Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel danberkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak. Penyebab ke-2 tersering dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark.



Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak. Tiap penyakit yang melibatkan otak dapat menyebabkan demensia, misalnya: gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, gangguan metabolic, penyakit degenerative. Semua hal ini harus ditelusuri. Gejala atau kelainan yang menyertai demensia kita teliti. Sering diagnose – etiologi dapat ditegakkan melalui atau dengan bantuan kelainan yang menyertai, seperti : hemiparese, gangguan sensibilitas, afasia, apraksia, rigiditas, tremor. c. Klasifikasi 1. Klasifikasi Menurut Umur: a) Demensia senilis (>65th) b) Demensia prasenilis (