Tanggap Darurat 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN BENCANA KEBAKARAN DI PT MANDOM INDONESIA



NAMA : PATMASARI NIM : R0215078 KELAS B



PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015



MANAJEMEN BENCANA KEBAKARAN DI PT MANDOM INDONESIA A. Kasus : Kebakaran di PT Mandom Indonesia yang menewaskan 28 orang TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya akhirnya mengungkap penyebab kebakaran pabrik PT Mandom Indonesia di Cikarang, Bekasi, yang terjadi pada 10 Juli 2015. Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti berujar penyebab kebakaran pabrik yang baru pindah dari Sunter, Jakarta Utara, pada April 2015 tersebut karena bocornya flexible tube atau selang gas yang terpasang pada mesin deodorant parfum spray (DPS) filling line 2. "LPG yang bocor dari flexible tube tersulut oleh elemen pemanas mesin dryer yang terpasang di mesin DPS fillingtersebut," ujar Krishna di Polda Metro Jaya Rabu, 14 Oktober 2015. Menurut Krishna, berdasarkan hasil penyidikan yang telah dilakukan polisi sekitar dua bulan, pemasangan flexible tube yang dilakukan PT Iwatani Industrial Gas Indonesia tersebut menyalahi prosedur yang diminta PT Mandom Indonesia. "Dari delapan buah flexible tube, hanya empat buah yang diganti baru sedangkan empat buah lainnya bekas pindahan dari pabrik PT Mandom Indonesia yang dulunya berada di Sunter," ujar Krishna. Karena flexible tube bekas tidak dapat menahan tekanan gas pada pabrik yang baru, menurut Krishna, selang gas tersebut pun bocor sehingga mengakibatkan ledakan serta kebakaran. "Di sini, PT Iwatani bertanggung jawab. Mengapa? Karena perusahaan ini yang menjadi vendor atau rekanan untuk memasang instalasi pipa dan gas di pabrik PT Mandom," tutur Krishna. Pada 10 Juli 2015, terjadi kebakaran di ruang produksi deodorant parfum spray packing IV PT Mandom Indonesia di Kawasan Industri MM2100, Jalan Irian, Blok PP, Cikarang Barat, Bekasi, sekitar pukul 09.30. Akibat kelalaian tersebut, 28 orang pekerja PT Mandom Indonesia meninggal serta 31 orang pekerja mengalami luka bakar. Bangunan ruang produksi DPS packing IV PT Mandom juga terbakar. Hingga kini, polisi telah memeriksa 31 orang saksi. Selain itu, polisi juga telah menyita barang bukti berupa surat kontrak penjualan, delapan buah flexible tube atau selang gas, tiga buah dryer atau mesin pemanas serta rekaman CCTV.



B. Pencegahan 1. Pemasangan instalasi filling machine harus ada Hazard Operability Studies (HAZOPS) yang menginformasikan poin-poin keselamatan kerja yang adequate (mencukupi) dan reliable (handal). 2. Instrumen keselamatan kerja termasuk Shut Down Valve (SDV) dioperasikan secara manual, maka control panel harus ditempatkan di ruang yang ada administratornya atau sinyal peringatan harus sampai ke ruangan kantor 3. Identifikasi bahaya dengan menggunakan HAZOP wajib dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan 4. Detektor gas mudah meledak harus selalu menyala dan dipasang dengan tepat 5. Shut down valve harus dapat ditutup dengan mudah setelah sinyal penunjuk kandungan gas yang berlebih aktif 6. Blower dengan kapasitas yang cukup harus tersedia untuk menarik uap (vapor) yang mudah terbakar 7. Pengontrolan system ventilasi 8. Pengontrolan sumber-sumber api penyebabnya kebakaran dan ledakan 9. Sarana mencegah penyebaran kebakaran dan ledakan, diantaranya : 



Pengaliran air ke tempat potensi kebakaran atau ledakan







Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada tempat riskan



10. Aksi mencegah rusaknya akibat kebakaran dan ledakan : 



Pembelahan rute (jalur) ventilasi







Evakuasi, proteksi diri, system peringatan dini, dan penyelamatan secara tim



C. MITIGASI 1. Pelatihan kebakaran dan tanggap darurat 2. Memasang jalur evakuasi 3. Melakukan simulasi kebakaran kepada seluruh pekerja 4. Memasang rambu-rambu tanda mudah terbakar 5. Melakukan pengawasan agar pekerja melakukan pekerjaan dengan aman 6. Memasang detekotor gas



7. Meyediakan hydrant dan APAR 8. Memasang blowup yang memadai 9. Meningkatkan ketahanan terhadap kebakaran dengan menggunakan material bangunan ataupun peralatan yang tahan api 10. Membangun daerah penyangga atau penghalang api serta penyebaran asap/pengurai asap 11. Perencanaan kesiapsiagaan dalam peningkatan kemampuan pemadaman kebakaran dan penanggulangan asap, tanggap darurat dan evakuasi bagi pegawai serta penduduk disekitar. 12. Mensosialisasikan rencana penyelamatan kepada pegawai dan masyarakat sekitarnya bekerja sama dengan instansi terkait. 13. Meningkatkan Kemampuan pertahanan sipil dan otoritas kedaruratan. 14. Membatasi dan kurangi kapasitas penampungan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan mudah terbakar. 15. Meningkatkan standar keselamatan di pabrik dan desain peralatan 16. Mengantisipasi kemungkinan bahaya dalam desain pabrik 17. Membuat prosedur operasi penyelamatan jika terjadi kecelakaan teknologi. 18. Memindahkan bahan/material yang berbahaya dan beracun 19. Proaktif melakukan monitoring tingkat pencemaran sehingga standar keselamatan tidak terlampaui. 20. Mempersiapkan rencana evakuasi pekerja ke tempat aman D. PERINGATAN DINI 1. Bunyi alarm ketika terjadi kebakaran 2. Memberitahukan kepada seluruh pekerja sedang terjadi kebakaran , agar meninggalkan lokasi kerja 3. Memberi tahu masyarakat sekitar agar menjauhi area pabrik 4. Desain pabrik/industri harus dilengkapi dengan system monitoring dan sistem peringatan akan bahaya kebakaran, kerusakan komponen/peralatan dan terjadinya kondisi bahaya lainnya. E. TANGGAP DARURAT 1. Evakuasi pekerja dalam pabrik menuju master point (juga tempat yang aman) melakukan penyelamatan korban 2. Pemberian pertolongan pertama pada korban



dan



3. Setiap karyawan yang mengetahui adanya keadaan darurat harus melaporkannya kepada team penanganan keadaan darurat. 4. Team penanggulangan keadaan darurat bertanggungjawab menangani keadaan darurat yang ada. Menggunaan alat pemadam mengikuti standar penggunaan APAR, hydrant dan APAB. 5. Team penanggulangan keadaan darurat, menghubungi pihak luar yang terkait untuk meminta bantuan (Pemadam kebakaran, Rumah Sakit, dll ) F. REHABILITASI 1. Perbaikan Lingkungan Daerah Bencana Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan lingkungan fisik untuk kawasan pabrik. 2. Perbaikan Prasarana dan Sarana Umum Prasarana umum atau jaringan infrastruktur fisik disini mencakup : jaringan jalan/ perhubungan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan sanitasi dan limbah. 3. Pemberian Bantuan Pekerja yang mengalami kerugian 4. Pemulihan Sosial Psikologis Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar pekerja mampu melakukan tugasnya seperti sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari mengalami dampak psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan kesehatan mental. 5. Pelayanan Kesehatan bagi pekerja yang mengalami luka-luka. 6. Pemulihan Fungsi Organisasi Perusahaan 



Keaktifan kembali manajemen perusahaan







Terselamatkan dan terjaganya dokumen-dokumen perusahaan.







Konsolidasi dan pengaturan tugas pokok dan fungsinya.







Berfungsinya kembali peralatan pendukung pekerjaan.



G. REKONTRUKSI 1. Program Rekonstruksi Fisik Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik melalui pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana perusahaan (kesehatan), prasarana dan sarana ekonomi (jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan drainase, , listrik dan telekomunikasi



dan lain-lain), prasarana dan sarana sosial (ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar kembali ke kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana. Pembangunan kembali bangunan pabrikyang rusak, memperbaiki dan mengganti alat-alat yang rusak 2. Program Rekonstruksi Non Fisik Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau memulihkan kegiatan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan masyarakat, antara lain sektor kesehatan, perekonomian, pelayanan kantor perusahaan peribadatan dan kondisi mental/sosial pekerja yang terganggu oleh bencana, kembali ke kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelumnya. Cakupan kegiatan rekonstruksi non-fisik di antaranya adalah: Kegiatan pemulihan kegiatan perekonomian perusahaan dengan melakukan kegiatan produksi seperti sedia kala.