Task 5 - Kelompok 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Subjek Hukum Internasional Lainnya (Insurgent/Belligerent, Individu, Multinational Corporations, ICRC dan Organisasi Internasional) Anggota : Najla Azzahra 110110210243



Kelas



: Hukum Internasional C4



Afiat Yudhistira 110110210244



Kelompok : 1



Kartika Eka Pertiwi 110110210245



Tugas



: Task 5



Azka Nabilah 110110210250



Dosen



: Imam Mulyana, S.H., M.H.



Belli Caroline 110110210253 Navila Putri 110110210256



1. Jelaskan mengenai subjek-subjek hukum internasional selain negara terkait definisi, syarat, dan hak serta kewajiban masing-masing subjek! (lihat: John R. Morss, The International Legal Status of the Vatican/Holy See Complex, European Journal of International Law, Volume 26, Issue 4, November 2015) Tahta Suci Vatikan Tahta Suci Vatikan memiliki sifat sui generis yaitu wilayah otonom untuk menjalankan kekuasaannya. Meskipun, ia bukan merupakan negara, dalam Pakta Lateran Tahun 1929 menyebutkan bahwa Tahta Suci memiliki kepemilikan penuh, kekuasaan eksklusif, dan yurisdiksi serta otoritas yang berdaulat atas negara kota vatikan serta kedudukannya yang sejajar dengan negara sehingga menjadikan Tahta Suci sebagai subjek hukum internasional.. Orientasi pengakuan hak Tahta Suci bertumpu pada kewenangan dalam hal keagamaan. Contohnya terkait perceraian suami istri harus atas izin dan persetujuan Paus lewat Deklarasi Nullitatis1. Insurgent dan Belligerent Sejatinya insurgent dan belligerent adalah kelompok pemberontak terhadap suatu negara yang dapat diakui menjadi subjek hukum internasional. Kata insurgent sendiri merujuk pada segala perbuatan pemberontak, kerusuhan hingga kejahatan makar yang dilakukan oleh warga negara yang ditujukan untuk pemerintahan negaranya sendiri. Insurgent memiliki personalitas hukum yang terbatas yang mana mereka dapat melakukan hubungan politik dengan negara-negara lain dan memiliki hak dan kewajiban. Status insurgent sebagai subjek hukum internasional tidak akan diberikan jika pemberontakannya berhasil secara cepat untuk menggulingkan pemerintahannya sendiri, akan tetapi kalau pemberontakannya berlangsung lama dan kedudukan antara pemberontak dan negara memiliki kekuatan yang sama sehingga muncul konflik yang tidak kunjung selesai maka pemberontak dapat mempertimbangkan status internasionalnya. Adapun, pemberontakan yang berhasil secara militer maupun 1



Yustinus Stevanus Yanubi1; Josina Augustina Yvone Wattimena2: Johanis Steny Franco Peilouw. Eksistensi Takhta Suci Vatikan: Relevansinya terhadap Penundukan Diri Suatu Negara. Vol. 3 No. 2 (2022): 136-157



berpotensi berhasil, kelompok pemberontakan itu dapat menjadi negara dan berpindah status menjadi belligerent. Mengenai pengakuan status hukum internasional insurgent yang penjelasannya belum terperinci dengan jelas, Higgin dan Greenspan menyatakan bahwa status kelompok pemberontak akan keluar dari hukum negaranya akibat dari pemberian status insurgent yang menjadi bagian dari hukum internasional. Namun, Castren memiliki pandangan yang berbeda yang menyatakan bahwa kelompok pemberontak adalah kriminal yang tidak akan menjadi bagian dari hukum internasional dan pemberian status insurgent tidak akan mempengaruhi kelompok pemberontak dalam menjalani hak dan kewajibannya. Syarat pengakuan insurgent sebagai subjek hukum internasional, sebagai berikut : 1. Pemberontak perlu memiliki kendali atas sebagian besar wilayah. 2. Sebagian besar orang yang tinggal di wilayah tersebut harus mendukung pemberontak atas kemauan sendiri. 3. Pemberontak harus dapat dan mau mematuhi kewajiban internasional. Belligerent artinya kelompok pemberontak yang berpotensi menaklukan pemerintahan yang telah diakui oleh negara secara sah, pengakuan status belligerent telah dijelaskan lebih rinci dalam hukum internasional, yang mana seluruh hak dan kewajibannya harus tunduk pada hukum perang. Syarat pengakuan belligerent meliputi, sebagai berikut: 1. Terorganisir secara rapi dan teratur dibawah kepemimpinan yang jelas. 2. Harus memiliki, dan menggunakan tanda pengenal yang jelas yang dapat menunjukan identitasnya. 3. Harus sudah menguasai secara efektif sebagian wilayah sehingga wilayah tersebut benar-benar telah berada di bawah kekuasaannya. 4. Harus mendapatkan dukungan dari rakyat di wilayah yang didudukinya. Individu Individu sebagai subjek hukum internasional sudah diakui sejak dalam perjanjian versailes. Dimana dalam perjanjian itu, individu dapat mengajukan perkara dalam mahkamah arbitrase internasional. Pada tahun 1922, dalam perjanjian Upper Silesia antara Jerman dan Polandia terdapat kasus yaitu Danzig Railway Officials Case yang mana dalam keputusannya perjanjian internasional dapat memberikan hak kepada perorangan dan penegakan nya melalui hukum nasional, seperti service contract sehingga hal tersebut memberikan perkembangan bagi individu sebagai subjek hukum internasional. Individu dapat diakui sebagai subjek hukum internasional karena memenuhi hal ini, antara lain : 1. Individu dapat melakukan kejahatan internasional 2. Dapat memiliki kekayaan yang dilindungi hukum internasional 3. Dapat meminta kompensasi atas tindakan terkait kontrak ataupun delik 4. Setiap individu bertanggung jawab atas kejahatan internasional yang dilakukannya 5. Hak Asasi Manusia dilindungi oleh hukum internasional Hak dan kewajiban individu memiliki keterbatasan. Dalam Pasal 3 Draft Code of Crimes Against Peace and Security of Mankind Tahun 1987, keterbatasan hak individu, antara lain : 1. Tidak dapat menuntut atau menguasai wilayah 2. Tidak dapat membuat perjanjian internasional



3. Tidak dapat memiliki belligerent right 4. Dapat menuntut hak di mahkamah internasional Multinationals Corporations Multinational Corporations atau MNCs menurut Nancy L. Mensch adalah entitas suatu negara yang melakukan kegiatan usaha di beberapa negara dengan membentuk cabang-cabang dan anak perusahaannya di seluruh dunia khususnya negara-negara berkembang dan kantor pusatnya berada dalam negara maju2. Nancy juga berpendapat bagaimana MNCs dapat diadakan pembebanan tanggung jawab hukum, yakni ada dua alasan. Pertama, kekuatan yang kuat yang dimiliki oleh MNCs dalam mempengaruhi perekonomian suatu negara. Kedua, MNCs mempunyai banyak hubungan dan kegiatan usaha dalam negara-negara3 berkembang yang secara tidak langsung kewenangan negara di beberapa negara berkembang jatuh kepada MNCs. Pengakuan status MNCs sebagai subjek hukum internasional mempengaruhi pembebanan dalam pemberian hak dan kewajibannya. Namun, MNCs masih belum mendapatkan pengakuannya karena pengakuan yang dibebani menyimpan banyak pertimmbangan. Jika MNCs membuat kerugian dalam suatu negara, maka negara dapat memaksa dan meminta pertanggung jawaban ,namun sebelum itu negara harus memberikan pengakuan terhadap legal personality atau pemberi hak dan kewajiban bagi MNCs sebagai entitas yang setara dengan negara. Pemberian legal personality bagi MNCs akan memberikan lingkup yang lebih luas terhadap aturan-aturan hukum untuk melawan negara dalam hukum internasional4.



ICRC dan Organisasi Internasional International Committee Of The Red Cross (ICRC) atau Komite Internasional Palang Merah adalah lembaga kemanusiaan internasional yang bermarkas besar di Jenewa, Swiss. Melalui Konvensi Jenewa tahun 1949 dan kedua buah Protokol Tambahan tahun 1977, telah disepakati untuk memberikan ICRC mandat untuk memberikan perlindungan terhadap para korban konflik bersenjata, meliputi korban luka dalam peperangan, tawanan perang, para pengungsi, warga sipil, dan non kombatan lainnya. Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa subjek Hukum Internasional memiliki tempat yang terpisah dari organisasi internasional bagi ICRC. Palang Merah Internasional (ICRC) secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek Hukum Internasional walaupun dengan ruang lingkup yang terbatas. Headquarter Agreement atau Seat Agreement sebagai manifestasi dari dimensi internasional ICRC yang mana dengan adanya perjanjian ini, negara mengakui ICRC sebagai suatu kesatuan hukum dan menjamin hak-hak istimewa serta kekebalannya seperti anggota korps diplomatik.



2



Nancy L. Mensch, Codes, Lawsuits or International Law: How should The Multinational Corporation be Regulated with Respect to Human Rights?, 14 U. Miami Int’l & Comp. L. Rev. 243, hal. 2. 3 Ibid, hal. 3. 4 Ahmad M. Ramli, Status Perusahaan dalam Hukum Perdata Internasional: Teori dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 47



Organisasi internasional adalah organisasi yang muncul dalam hubungan internasional dengan menyesuaikan dengan keinginan banyak negara. Melalui organisasi ini, bangsa-bangsa akan berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan kepentingan bersama yang menyangkut wilayah kehidupan internasional yang sangat luas dan oleh karena itu diperlukan peraturan-peraturan internasional untuk menjaga kepentingan masing-masing bangsa. Diakuinya Organisasi Internasional sebagai subjek hukum berarti organisasi ini memiliki hak dan kewajiban menurut hukum internasional, setiap subjek memiliki tingkatan hak dan kewajiban yang berbeda-beda, untuk menentukan hak dan kewajiban dapat dilihat dalam indikator sebagai berikut 1. Suatu subjek dapat dan memiliki hak untuk membuat suatu perjanjian internasional. 2. Suatu subjek memiliki hak mengirim atau menerima suatu perwakilan. 3. Subjek yang bersangkutan dapat mengajukan dan menerima tuntutan internasional. Pertanyaan mengenai Hukum Organisasi internasional sebagai suatu objek hukum muncul dalam The reparation For injuries suffered in the service of the united nations5. Dalam kasus ini Hukum Organisasi internasional sebagai kepribadian hukum di bawa ke Mahkamah internasional. Konveksi pasal 1 (1) tentang kekebalan PBB sebagai suatu organisasi internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa . Dalam kasus seperti ini 1946 menyatakan bahwa: “PBB akan memiliki personalitas yuridis yang akan memungkinkan kapasitas untuk membuat perjanjian, untuk memperoleh dan mengesampingkan harta benda baik yang bergerak maupun tidak bergerak, dan termasuk kapasitas dalam melaksanakan proses Hukum”



Reparation of injuries suffered in the service of united nations (Advisory Opinion), 1949 ICJ Report 175, hal5; 3 Reparation case,, ibid, hal-12 5



2. Bagaimana Reparation for Injuries Suffered in the Service of the United Nations Advisory Opinion menilai personalitas hukum suatu entitas agar dapat dipandang sebagai subjek hukum internasional? Apa signifikansi advisory opinion tersebut terhadap pandangan bahwa organisasi internasional merupakan subjek hukum internasional? Jawaban: Sejatinya Advisory Opinion yang menilai personalitas hukum suatu entitas agar dapat dipandang sebagai subjek hukum internasional berawal dari Reparation for Injuries Suffered in the Service of the United Nations kasus. Oleh karenanya, patut dipahami mengenai Reparation for Injuries case terlebih dahulu. Reparation for injuries case merupakan kasus yang melahirkan penegasan terhadap personalitas yuridis (Legal Personality) organisasi internasional.6 Kasus ini terjadi pada tahun 1948, yakni terbunuhnya mediator PBB yang bernama Count Folke Bernadotte (warga negara Swedia) dan ajudannya dalam perjalanan dinas ke Yerusalem. Mereka dibunuh oleh kelompok organisasi radikal zionis.7 Berdasarkan kasus tersebut, Sekjen PBB Trygve Lie mempersiapkan memorandum yang disampaikan pada Sidang Majelis Umum PBB 1948, yang berisi:8 1. Apakah suatu negara mempunyai tanggung jawab terhadap PBB terhadap PBB atas musibah atau kematian dari salah seorang pejabatnya? 2. Kebijaksanaan secara umum mengenai kerusakan dan usaha-usaha untuk mendapatkan ganti rugi 3. Cara-cara yang akan ditempuh untuk penyampaian dan penyelesaian mengenai tuntutan-tuntutan. Setelah mendengarkan memorandum dari sekjen PBB, Majelis Umum kemudian meminta pendapat dari ICJ, dengan mengajukan permasalahan hukum sebagai berikut: I. In the event of an agent of the IJnited Nations in the performance of his duties suffering .injury in circumstances involving the responsibility of a State, has the United Nations, as an Organization, the capacity to bring an international claim against the responsible de jure or de facto government with a view to obtaining the reparation due in respect of the damage caused (a) to the United Nations, (b) to the victim or to persons entitled through him? 11. In the event of an affirmative reply on point I (b), how is action by the United Nations to be reconciled with such rights as may be possessed by the State of which the victim is a national?" Artinya: 1. Apakah PBB sebagai sebuah organisasi mempunyai kapasitas untuk dapat mengajukan gugatan terhadap pemerintah de jure maupun de facto untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh: a. PBB 6



Yuen-Li Liang, “Reparation for Injuries Suffered in the Service of the United Nations”, The American Journal of International Law, Vol. 43, No.3, 1949, page 460. 7 International court of justice, overview of the case 1948, https://www.icj-cij.org/en/case/4 8 Summaries of Judgments, Advisory Opinions and Orders of the International Court of Justice 1949, https://www.icj-cij.org/en/case/4



b. Korban atau orang-orang yang menerima dampak dari kejadian yang menimpa korban. 2. Apabila pertanyaan 1(b) dapat diterima, apakah tindakan yang harus dilakukan PBB untuk mengembalikan hak Negara tempat korban menjadi warganya? Terhadap hal itu, ICJ memberikan jawaban sebagai berikut: 1. Untuk pertanyaan 1(a), ICJ secara mutlak sepakat bahwa PBB dapat melakukan hal tersebut 2. Untuk pertanyaan 1(b), ICJ memberikan pendapat 11 melawan 4 bahwa apabila PBB membawa gugatan meskipun pemerintah yang diminta pertanggungjawabannya bukanlah anggota PBB. 3. Untuk pertanyaan 2, ICJ memberikan pendapat 10 melawan 5 bahwa apabila PBB membawa gugatan karena kerugian yang dialami pejabatnya, tindakan tersebut hanya dapat dilakukan apabila gugatannya didasarkan pada pelanggaran kewajiban kepada PBB. Advisory Opinion yang diberikan oleh ICJ membawa perubahan besar terhadap organisasi internasional karena menetapkan bahwa PBB dan organisasi internasional lainnya memiliki legal personality sehingga kedudukan organisasi internasional menjadi lebih kuat, yaitu sebagai subjek hukum internasional yang memiliki hak-hak sebagai subjek hukum internasional.



3. Mengapa ICRC dipandang memiliki personalitas hukum menyerupai organisasi internasional? ICRC merupakan organisasi kemanusiaan asal Swiss yang dibentuk pada tahun 1863. Geneva Convention (“Geneva”) pertama, artikel 9, berisi: “The provisions of the present Convention constitute no obstacle to the humanitarian activities which the International Committee of the Red Cross or any other impartial humanitarian organization may, subject to the consent of the Parties to the conflict concerned, undertake for the protection of wounded and sick, medical personnel and chaplains, and for their relief.”9 Keempat konvensi telah ditandatangani dan diratifikasi oleh 196 negara, termasuk semua anggota PBB, Observer PBB seperti Tahta Suci Vatikan dan Palestina, serta Cook Islands. Negara-negara yang telah menandatangani Geneva memberikan mandat kepada ICRC untuk membantu melindungi korban konflik internasional dan internal suatu negara, seperti korban perang, tawanan perang, pengungsi, warga sipil, serta non-combatant lainnya.



9



Article 9, Convention (I) for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field, Geneva, 1949.



Ratifikasi dan pengakuan oleh Geneva inilah alasan mengapa ICRC, walaupun merupakan sebuah organisasi nasional, memiliki personalitas hukum menyerupai organisasi internasional. 4. Kriteria apa yang harus dipenuhi suatu kelompok agar dipandang memiliki personalitas hukum sebagai belligerent? (lihat: Rodenhäuser, Tilman, 'Of Rebels, Insurgents, and Belligerents: Non-State Parties in the History of Warfare', Organizing Rebellion: Non-State Armed Groups under International Humanitarian Law, Human Rights Law, and International Criminal Law (Oxford, 2018; online edn, Oxford Academic , 24 May 2018)) a. Insurgent ● Kelompok warga negara yang melawan pemerintah sah negaranya (pemberontak) ● Menguasai Sebagian wilayah ● Dapat didukung oleh orang di pemerintahan ● Memiliki personalitas hukum terbatas: - Memiliki hak dan kewajiban - Melakukan hubungan diplomatik dengan negara ● Jika secara militer berhasil, dapat menjadi negara (Bangladesh dari Pakistan, dibantu India 1971) ● Jika gagal: Kembali ke negara asal (Western Sahara- Maroko, 1991) ● Jika berpotensi berhasil : diberi status belligerent b. Belligerent Awal mula dari terciptanya “belligerent” atau kelompok pemberontak ini ialah adanya keinginan dari suatu kelompok masyarakat untuk menentang pemerintahan dari suatu negara berdaulat dikarenakan adanya perbedaan ideologi atau merasa tertindas oleh suatu sistem pemerintahan atau rezim dari negara berdaulat yang bersangkutan.10 Dalam hukum internasional kaum pemberontak/belligerency diberikan hak-hak sebagai subjek hukum, di mana hak-hak tersebut mencakup:11 A. Kewenangan dalam menentukan nasib; B. Kewenangan untuk memilih sistem ekonomi, sosial dan budaya; dan C. Kewenangan untuk menguasai sumber daya alam. Adapun syarat-syarat agar suatu kelompok tersebut dapat dianggap sebagai Belligerent adalah:12 10 Riska Nur Azizah, [eds.],”Pengakuan Eksistensi Belligerent Dalam Hukum Internasional (Studi Kasus OPM)“, Petitum, Vol 9, No,2, 2021, [26/09/2022] 11 Setyo Widagdo, [eds.], Hukum Internasional dalam Dinamika Hubungan Internasional, Malang: Universitas Brawijaya Press, 2019, hlm, 108. , [26/09/2022] 12 Ibid



A. Kaum Pemberontak tersebut memiliki angkatan bersenjata sah sesuai dengan hukum humaniter internasional (bukan para pembajak ataupun teroris); B. Peperangan harus berdasarkan hukum humaniter internasional C. Kapal-kapal perang yang digunakan merupakan kapal-kapal perang yang sah (bukan kapal bajak laut dan kapal nelayan); D. Perselisihan yang dilakukannya di laut harus dihormati oleh negara-negara netral; E. Menguasai teritorial di suatu negara; F. Adanya manajemen pemerintahan yang baik (merupakan tandingan terhadap pemerintah yang berkuasa); G. Mau dan mampu melindungi warga negara asing di wilayah yang mereka kuasai atau negara di tempat pemberontakan terjadi. Lauterpacht, mengatakan beberapa persyaratan untuk kaum Insurgent dapat diakui sebagai Belligerent diharapkan agar kaum Belligerent tidak diperlakukan seperti kriminal umum. Kaum pemberontak harus diperlakukan sesuai dengan hukum humaniter Internasional. Pengakuan yang diberikan oleh negara lain tidak dapat menghalangi pemerintah yang berkuasa dan pemerintah yang sah untuk membubarkan dan mengakhiri pemberontakan.



5. Mengapa individu dapat diberikan hak atas individual complaint terhadap pelanggaran HAM dan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas pelanggaran hukum internasional seperti di hadapan Mahkamah Pidana Internasional? (lihat: Martin Dixon & Robert McCorquodale, Cases & Materials on International Law, 4th edition, Oxford, Oxford University Press, 2003, hlm. 128 dan Andrew Clapham, The Role of the Individual in International Law, European Journal of International Law, Volume 21, Issue 1, February 2010, hlm. 25–30) oje - Subjek hukum internasional menurut pandangan kaum positivis adalah hanya negara. Namun melihat realitas dalam hubungan internasional bahwa individu sebagai natural person, diatur pula hak dan kewajibannya atau diberikan tanggung jawab sebagai pemangku hak dan kewajiban dalam hukum internasional. Maka dari itu, dimungkinkan bagi individu untuk dapat dikenakan sanksi apabila dianggap telah melanggar kewajiban internasional. Oleh karena itu, harus dijamin hak individu agar tidak menjadi korban dalam perang, kejahatan kemanusiaan, agresi, penyiksaan serta terorisme. Status individu sebagai subjek hukum internasional sudah ada sejak dahulu yaitu ketika berakhirnya PD 1 antara Jerman melawan Perancis dan Inggris di dalam Perjanjian Versailles 1919. - Sebagai seseorang yang bertindak atas nama suatu negara, secara tidak langsung individu akan memiliki tanggung jawab perdata internasional (Pasal 58 Draf ILC Artikel tentang Tanggung Jawab Negara). Individu dianggap tidak hanya bertanggung jawab terhadap hukum pidana tetapi juga hak di bawah hukum internasional. Disebutkan pula agar perkembangan hukum internasional tidak terus-menerus stagnan, maka setiap gagasan atau ide dari individu juga harus benar-benar disadari serta diakui eksistensinya sebagai bagian hukum internasional. Misalnya, peraturan



-



dalam Konvensi Jenewa 1949 bukan hanya mengikat negara sebagai pihak yang menandatangani, tetapi juga mengikat tindakan yang dilakukan oleh individu, baik mengatasnamakan negara atau kelompok tertentu yang terpisah dari negara. Sudah banyak pengadilan pidana internasional yang dibentuk karena kasus-kasus kejahatan yang melanggar hak kemanusiaan. Individu dapat mengajukan kasus ke pengadilan internasional dengan syarat hukum nasional negara asalnya tidak melakukan apa-apa mengenai pelanggaran hak yang dialami oleh individu tersebut. Pengadilan internasional bagi individu dapat dilaksanakan sebab pada kenyataannya banyak kejahatan internasional yang diperbuat oleh suatu individu, maka harus ada pertanggung jawabannya. Mengapa individu harus mendapatkan hak individual complaint tersebut? Dalam hal hak yang dipegang, setiap individu berhak untuk mendapat kehormatan atas hidup, anggota tubuh serta martabatnya sebagai manusia. Sudah merupakan kewajiban negara dalam perlindungan Hak Asasi Manusia, dimana telah ditetapkan dalam tiga tingkatan, yaitu penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, perlindungan Hak Asasi Manusia, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia. Dengan diberikannya hak individual complaint bagi individu akan menjadi salah satu langkah konkrit dalam menjunjung perlindungan HAM bagi setiap orang tidak hanya dalam negaranya sendiri, namun juga di mata hukum internasional. Hak Asasi Manusia sebagai hak universal yang dimiliki individu sejak lahir. Dalam mengklaim “kepemilikan” HAM, individu diperbolehkan untuk mengajukan komplain terhadap kasus bilamana ada hak-hak yang terlanggar.



6. Mengapa timbul urgensi untuk mengenyampingkan national boundaries dalam menilai personalitas hukum multinational companies? (lihat: Kelly, Michael J., and Luis Moreno- Ocampo, 'The Corporation as a Subject of International Law' dalam buku Prosecuting Corporations for Genocide, Oxford, 2016, hlm. 49-72). Urgensi untuk mengenyampingkan national boundaries dalam menilai personalitas hukum perusahaan multinasional karena belum dibentuk oleh penerapan eksklusif satu warga negara hukum yang anggota dan direkturnya mewakili beberapa negara berdaulat yang kepribadian hukumnya tidak didasarkan, atau setidaknya tidak sepenuhnya pada keputusan otoritas nasional atau penerapan hukum nasional yang operasi akhirnya diatur setidaknya sebagian oleh aturan yang tidak berakar dari satu atau bahkan dari beberapa hukum nasional. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat sangat bervariasi dalam sifat konstitusional dan kompetensinya. Personalitas itu akan bergantung pada perbedaan antara kepribadian nasional dan internasional.



Daftar Pustaka Buku Widagdo, Setyo, et al. Hukum Internasional dalam Dinamika Hubungan Internasional. Universitas Brawijaya Press, 2019. Kelly, Michael J., and Luis Moreno- Ocampo, 'The Corporation as a Subject of International Law' dalam buku Prosecuting Corporations for Genocide, Oxford, 2016, hlm. 49-72 Jurnal Azizah, Riska Nur, Syamsuddin Muhammad Noor, and Zulkifli Aspan. "Pengakuan Eksistensi Belligerent Dalam Hukum Internasional (Studi Kasus OPM)." PETITUM 9.2 (2021): 151-160. Yustinus Stevanus Yanubi1; Josina Augustina Yvone Wattimena2: Johanis Steny Franco Peilouw. Eksistensi Takhta Suci Vatikan: Relevansinya terhadap Penundukan Diri Suatu Negara. Vol. 3 No. 2 (2022): 136-157



Sumber Lain Departemen Hukum Internasional FH Unpad. Subjek Hukum Internasional - Insurgent dan Belligerent, YouTube, 2020, https://youtu.be/7bk1kqlHzCM [26/09/2022]