TB Paru Relaps [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri TB tersebut dapat menyerang hampir seluruh organ tubuh manusia, tetapi sebagian besar menyerang organ paru. TB diperkirakan telah menginfeksi sekitar sepertiga penduduk dunia. Sebanyak 95% kasus dan 98% kematian akibat penyakit ini terjadi di negara-negara berkembang. Data WHO tahun 2009 menyebutkan bahwa, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di dunia. Belum ada satu negarapun yang berhasil bebas dari infeksi TB hingga saat ini. WHO dalam Global Tuberculosis Report 2012 melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat kelima dari 22 negara dengan masalah TB terbesar, dengan jumlah penderita TB paru sebesar 429.730 orang dan jumlah kasus baru 183.366 kasus. TB paru relaps atau TB paru kambuh adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB, dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan TB BTA positif berdasarkan pemeriksaan apusan atau kultur.Kasus relaps terjadi di beberapa negara di dunia, antara lain di India dengan jumlah kasus relaps sebanyak 106.463 kasus, Korea dengan jumlah kasus relaps sebanyak 6.701 kasus, Myanmar dengan jumlah kasus relaps sebanyak 4.558 kasus, dan Bangladesh dengan jumlah kasus relaps sebanyak 3.065 kasus. Jumlah kasus pengobatan ulang di Indonesia adalah sebanyak 8.542 kasus, dan 70% diantaranya merupakan kasus relaps. Profil Kesehatan Provinsi Riau menyebutkan bahwa, pada tahun 2009 terdapat 2.880 kasus baru TB paru dengan jumlah penderita TB paru relaps sebanyak 74 orang. Kota Pekanbaru merupakan pemegang jumlah penderita TB paru tertinggi di Provinsi Riau, yaitu sebanyak 904 kasus. Diantara 904 kasus tersebut terdapat 25 orang penderita TB paru relaps. Kejadian relaps TB merupakan kejadian yang cukup sering terjadi pada penderita TB. Adanya kejadian relaps ini dapat meningkatkan sumber penularan TB di lingkungan masyarakat, sehingga dapat menghambat tercapainya tujuan pengobatan dan pengendalian TB. 1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



1.



DEFINISI Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman



mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencangkup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman M.tuberculosis.(1,2,3) Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. 2.



EPIDEMIOLOGI Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak sampai



ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit ini dikenal sebagai penyebab kematian yang menakutkan. Sampai pada saat Robert Koch menemukan penyebabnya, penyakit ini masih termasuk penyakit yang mematikan. Istilah saat itu untuk penyakit yang mematikan ini adalah consumption. (1,2,3) Di Indonesia, TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5. TB menyerang sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah dilakukan, tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun. Dengan bertambahnya penduduk, bertambah pula jumlah penderita TB paru. Dengan meningkatnya HIV/AIDS di Indonesia, penderita TB akan meningkat pula.( 1,2,3) Jumlah kasus pengobatan ulang di Indonesia adalah sebanyak 8.542 kasus, dan 70% diantaranya merupakan kasus relaps. Profil Kesehatan Provinsi Riau menyebutkan bahwa, pada tahun 2009 terdapat 2.880 kasus baru TB paru dengan jumlah penderita TB paru relaps sebanyak 74 orang. Kota Pekanbaru merupakan pemegang jumlah penderita TB paru tertinggi di Provinsi 2



Riau, yaitu sebanyak 904 kasus. Diantara 904 kasus tersebut terdapat 25 orang penderita TB paru relaps. Karena diperkirakan seperempat penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis, pada tahun 1993 WHO merencanakan tuberkulosis sebagai kedaruratan global. (1,2,3) 3.



PATOGENESIS A. Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : (3,4) 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) (3,4) 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) (3,4) 3. Menyebar dengan cara : a.



Perkontinuitatum,



menyebar



ke



sekitarnya



Salah



satu



contoh



adalah



epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. (3,4) b.



Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan(3,4)



c.



Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, 3



penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan : (3,4) 



Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau







Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.



B. Tuberkulosis Post Primer Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :(5) 1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. (5) 3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi: (5) 



Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas 4







Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi







Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).



4.



KLASIFIKASI TUBERKULOSIS A. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura. (5) 1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak  (BTA)     TB paru dibagi atas: a.



Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: 



Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak  menunjukkan hasil BTA positif(5)







Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif







Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan biakan positif(5)



b.



Tuberkulosis paru BTA (-) 



Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif







Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis



(5)



2. Berdasarkan tipe pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu: (5) a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.



5



b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali  lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif/ perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : 



Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)







TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis



c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. (5) d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan. e. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik. f. Kasus Bekas TB: 



Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung







Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi



B. Tuberkulosis Ekstraparu Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. (5) 6



Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.(5) 5.



DIAGNOSA Diagnosis



tuberkulosis



dapat



ditegakkan



berdasarkan



gejala



klinis,



pemeriksaan



fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. (1-6) A. Gejala klinik  Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah  paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) (1-6) 1.



Gejala respiratorik     



batuk > 2  minggu







batuk darah dapat terjadi akibat banyak hal yaitu: tuberculosis, brokkiektasis, abses paru, Ca paru, dan bronchitis kronik. Namun diantara banyak penyebab, yang paling sering adalah tuberculosis. Adanya infeksi pada paru dapat menyebabkan nekrosis pada parenkim paru yang akan menimbulkan proses perkejuan. Apabila dibatukkan, bahan cair dari perkejuan tersebut akan keluar dan meninggalkan lubang yang disebut kavitas. Kavitas ini lama-lama akan menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar dan terjadilah sklerotik. Jika terjadi peradangan arteri di dinding kavarne akan mengakibatkan pecahnya vasa darah. Jika vasa darah pecah maka darah akan dibatukkan keluar dan terjadilah hemoptisis. (1-6)







sesak napas







nyeri dada Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala



yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien 7



mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. (1-6) 2.



Gejala sistemik     



Demam merupakan salah satu tanda inflamasi. Demam pada penyakit tuberculosis biasanya hilang timbul, biasanya muncul pada sore hari. Mekanisme demam sendiri yaitu mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah memfagositosis, sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1 menginduksi pembentukan prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai pusat termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadi demam atau panas. (1-6)







gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun(1-6) o Keringat malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena kuman yang menginfeksi



penderita,



misalnya



kuman



Mycobacterium



Tuberculosis,



mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh penderita sehingga terjadilah manifestasi keringat. Sebenarnya, keringat yang disebut disini tidak hanya terjadi pada malam hari saja tetapi juga terjadi setiap saat. Namun, pada pagi dan siang hari umumnya penderita melakukan aktivitas fisik jadi keringat akibat metabolisme kuman tersebut menjadi samar. 3.



Gejala tuberkulosis ekstraparu  Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. (1-6)



B.



Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan Fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.



Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan



struktur paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau 8



sulit sekali) menemukan kelainan.  Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6).  Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. (1-6) Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”. (1-6) C. Pemeriksaan Bakteriologik 1. Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.  Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). (6) 2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): 



Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)







Pagi ( keesokan harinya )







Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3  hari berturut-turut. (6) Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung



dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau 9



untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. (6) Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. (6) 3. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring: 



Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak +  1 ml.







Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak.







Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil.







Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.







Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium



4. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.     Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, fases dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara. (6) a. Mikroskopik(6) 



Biakan Pemeriksaan mikroskopik: 10



Mikroskopik biasa



:



pewarnaan Ziehl-Nielsen



Mikroskopik fluoresens



:



pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya



untuk screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila: o 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif o 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian o bila 1 kali positif, 2 kali negatif ®  BTA positif o bila 3 kali negatif ® BTA negatif Interpretasi



pemeriksaan



mikroskopis



dibaca



dengan



skala



IUATLD



(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) : o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+) Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara : o Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh o Agar base media : Middle brook. Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide  serta melihat pigmen yang timbul. 11



D. Pemeriksaan  Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). (6) Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: o



Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.



o



Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak milier.



o



Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)    



Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif: o



Fibrotik



o



Kalsifikasi



o



Schwarte atau penebalan pleura



Luluh Paru  (destroyed Lung ) : Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit. (6) Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :



12



o



Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti



o



Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.



E. Pemeriksaan khusus Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. (6,7) o Pemeriksaan  BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya  oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT). (6,7) o Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. (6,7) Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar  internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai



13



pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan  organ yang terlibat. (6,7) o Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda: 



Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. (6,7)







ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. (6,7)







Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah. (6,7) 14







Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. (6,7)







Uji serologi yang baru / IgG TB Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik  untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa  dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat  sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis  TB pada anak(6,7). Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis. (6,7)



F. Pemeriksaan Penunjang lain o Analisis Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. (6,7) o Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu : (6,7) 



Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)







Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)







Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka). 15







Otopsi Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi. (7,8)



o Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis.  Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik. (7,8) o Uji tuberkulin Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa.  Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif. (7,8)



16



Gambar 1.  Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa(7,8)



6. PENGOBATAN TUBERKULOSIS Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.  Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.(9) A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) Obat yang dipakai: (9) 1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: (9) 



INH







Rifampisin







Pirazinamid







Streptomisin







Etambutol



2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) (9) 17







Kanamisin







Amikasin







Kuinolon







Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat.







Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : (9) o Kapreomisin o Sikloserino o PAS (dulu tersedia) o Derivat rifampisin dan INH o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)



B. DOSIS OBAT Tabel 1. Dosis OAT(9) JENIS OAT Isoniazid (H) Rifampisin (R) Pyrazinamide (Z) Steptomycin (S)



SIFAT Bakterisid Bakterisid Bakterisid Bakterisid



DOSIS (MG/KG)



DOSIS (MG/KG)



HARIAN



3 X SEMINGGU



5



10



(4-6)



(8-12)



10



10



(8-12)



(8-12)



25



35



(20-30)



(30-40)



15



-



(12-18) Ethambutol (E)



Bakteriostatik



15



30



(15-20)



(20-35)



Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO 18



menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain: (9) a. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal b. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja c. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar d. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit e. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi Tabel 2. Dosis obat anti-tuberkulosis kombinasi dosis tetap(9)



BB



FASE INTENSIF 2 BULAN HARIAN HARIAN 3X/MINGG



FASE LANJUTAN 4 BULAN HARIAN 3X/MINGGU



U RHZE



RHZ



150/75/400/275 150/75/400



RHZ



RH



RH



150/150/500



150/75



150/75



30-37



2



2



2



2



2



38-54



3



3



3



3



3



55-70



4



4



4



4



4



>71



5



5



5



5



5



Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. (9) 19



Kombinasi obat TBC di atas harus menggunakan standar nasional berdasarkan rumus yang direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) berikut ini: 



Kategori 1: 2(HRZE) / 4(HR)3







Kategori 2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3







Kategori anak: 2(HRZ) / 4(HR) atau 2HRZA(S) / 4-10HR



Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya. (9) 



Kategori 1 OAT Kategori 1 diberikan pada pasien baru, yaitu pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis, TB paru terdiagnosis klinis, dan pasien TB ekstra paru. OAT kategori 1 diberikan dengan cara RHZ diberikan selama 2 bulan, dilanjutkan dengan RH 4 bulan. [1]







Kategori 2 OAT Kategori 2 diberikan pada pasien BTA positif yang sudah diberikan tatalaksana sebelumnya, yaitu pada pasien kambuh, pasien gagal pengobatan dengan kategori 1, dan pasien yang diobati kembali setelah putus obat. [1]







Terapi MDR-TB Gunakan sedikitnya 4-5 obat yang tidak pernah diberikan sebelumnya, dimana obatobat tersebut masih sensitif secara in vitro. Jangan gunakan obat yang sudah resisten. Ada baiknya mengonsultasikan pasien dengan MDR-TB kepada spesialis penyakit paru. Berikut ini adalah pilihan obat yang dapat diberikan pada pasien dengan MDR-TB, dengan catatan bahwa obat-obat ini masih sensitif : Grup 1: first- lineterapi oral, misalnya: pirazinamid, etambutol, rifampisin



20



Grup 2: injeksi, misalnya: kanamisin, amikasin, capreomycin, streptomisin Grup 3: golongan fluoroquinolon, misalnya: levofloksasin, moxifloksasin, ofloksasin Grup 4: second- lineterapi oral bakteriostatik, misalnya: cycloserine, terizidone, asam para aminosalisilat (PAS), etionamide, protionamide Grup 5:



obat-obat ini tidak dianjurkan oleh WHO untuk penggunaan rutin karena



efektifitasnya masih belum jelas. Namun diikutsertakan dengan alasan bahwa bilamana ke 4 grup obat tersebut diatas tidak mungkin diberikan kepada pasien, seperti pada XDRTB. 



Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin dan kanamisin yang bersifat ototoksik pada janin. Pemberian kedua obat tersebut akan menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan pada bayi ketika lahir. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi OAT, dianjurkan pemberian piridoksin 50 mg/hari. Vitamin K juga dianjurkan diberikan dengan dosis 10 mg/hari jika rifampisin digunakan pada trimester ketiga. [1]







Ibu Menyusui Pada prinsipnya, pengobatan OAT pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman bagi ibu menyusui. Tatalaksana OAT yang adekuat akan mencegah penularan TB ke bayi. Untuk bayi yang menyusu dari ibu penderita TB, terapi profilaksis isoniazid dapat diberikan. [1]



Tabel 3. Efek samping OAT(9) Efek samping



Penyebab 21



Penatalaksanaan



Tidak ada nafsu makan



Rifampisin



Semua



OAT



diminum



Nyeri sendi Kesemutan



Pyrazinamid INH



malam sebelum tidur Beri aspirin Beri vitamin



B6



(piridoxin) 100 mg per Warna kemerahan pada Rifampisin



hari Tidak perlu diberikan apa-



urine



apa,



Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT



penjelasan pada pasien Ikuti petunjuk



kulit Tuli Gangguan keseimbangan



penatalaksanaan Streptomisin dihentikan Streptomisin dihentikan



Ikterus



tanpa



Streptomisin Streptomisin



tapi



berikan



penyebab Hampir semua OAT



ganti dengan etambutol Hentikan semua OAT



Hampir semua OAT



sampai ikterus menghilang Hentikan semua OAT,



lain Mual dan muntah



segera lakukan tes fungsi hati Hentikan etambutol Hentikan rifampisin



Gangguan penglihatan Etambutol Purpura dan renjatan Rifampisin (syok)







Kriteria Sembuh Seseorang pasien Tuberkulosis paru (TB Paru) dianggap sembuh apabila memenuhi



kriteria: o BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat o Pada foto toraks, gambaran radiologik tetap sama atau menunjukkan perbaikan o Apabila dilakukan biakan, ditemukan biakan negatif



22



7.



KOMPLIKASI Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau



dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah : 



Batuk darah







Pneumotoraks







Gagal napas







Gagal jantung







Efusi pleura



23



BAB III LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama



: Tn. Rivaldi Londa



Jenis kelamin



: Laki-laki



Umur



: 26 tahun ( 07-12-1994)



Pekerjaan



: Wiraswasta



Alamat



: Liwutung



No. RM



: 103668



Tanggal MRS



: 9 – Maret – 2021



Keluhan Utama



: Sesak yang dirasakan memberat dalam beberapa hari terakhir.



Riwayat Penyakit Sekarang : Dialami sejak 2 bulan lalu, awalnya pasien merasa kadang-kadang sesak, tapi berapa hari terakhir semakin sesak dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pasien masih bisa tidur dengan menggunakan satu bantal, memberat saat pasien batuk dan melakukan aktivitas, batuk dialami sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, memberat dalam 1 minggu ini, ada lendir berwarna kuning kehijauan, tidak ada darah, nyeri dada ada bila batuk sangat keras saja. Ada demam saat malam hari saja, sejak 1 minggu terakhir, berkeringat banyak terutama pada malam hari. Nyeri kepala tidak ada, pusing tidak ada, nyeri menelan tidak ada, Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, nyeri perut tidak ada. Nafsu makan tdak terganggu, ada penurunan berat badan sejak 2 bulan ini. BAB: biasa BAK: kesan lancar warna kuning Riwayat penyakit sebelumnya: Riwayat TB paru dengan OAT tuntas sejak 2020 tapi tidak pernah kontrol lagi, riwayat merokok tidak ada, riwayat kontak dengan perokok ada.



24



PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik Umum Keadaan Umum



: Tampak sakit Sedang



Kesadaran



: Compos mentis



TD



: 104/72 mmHg



Nadi



: 104 x/menit



Pernapasan



: 32 x/menit; tipe: thoracoabdominal



Suhu



: 360C



Saturasi Oksigen



: 99%



Kepala



: Normocephal, simetris



Mata



: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)



Leher



: Pembesaran KGB (-), trakea letak tengah, benjolan (-)



Thorax



: Inspeksi: Simetris Palpasi : Stem Fremitus Kiri = Kanan Perkusi : Sonor Kiri = Kanan Auskultasi: Paru



: Suara Pernapasan Vesikular, rhonki +/+, wheezing -/-



Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen



: Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi



Ekstremitas



: Datar : Bising usus (+) normal : Nyeri tekan (-), : Timpani



: Akral hangat, CRT ≤ 2 detik.



Pemeriksaan Penunjang: Hasil Laboratorium 15/11/2017 



Leukosit 12.380 /uL







Eritrosit 5.62 x 106



25







Hemoglobin 16.7 g/dL







Hematokrit 45.6 %







Trombosit 389.000







MCH 29.7 pg







MCV 81.1 fL







MCHC 36.6 g/dL







SGOT 76 U/L







SGPT 42 U/L







Ur 19 mg/dL







Cr 1.2 mg/dL







GDS 109 mg/dL







Cl 105 mEq/L







K 4.2 mEq/L







Na 137 mEq/L



X Foto Thorax 15/11/2017 : Tampak bercak Infiltrat pada lapang paru sinistra



26



Diagnosis Kerja : Tb Paru Relaps + secondary infection Diagnosis Banding: Pneumonia Plan



:-



Edukasi mengenai faktor-faktor yang perlu dihindari untuk mencegah



Penularan dan perburukan penyakit



Prognosis



-



02 via nasal kanul 2-4L



-



IVFD NaCl 0,9% 14 tpm



-



Inj. Omeprazole 40mg/12jam/IV



-



Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv/ST



-



N-asetil systein 3x200mg



: Dubia ad Malam.



Resume Seorang laki-laki berumur 26 tahun datang IGD RSUD Noongan dengan keluhan Sesak yang dirasakan memberat dalam beberapa hari terakhir. Sesak sudah dialami sejak 2 bulan lalu, awalnya pasien merasa kadang-kadang sesak, tapi berapa hari terakhir semakin sesak dan 27



mengganggu aktivitas sehari-hari, pasien masih bisa tidur dengan menggunakan satu bantal, memberat saat pasien batuk dan melakukan aktivitas. Batuk dialami sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, memberat dalam 1 minggu ini, ada lendir berwarna kuning kehijauan, tidak ada darah, nyeri dada ada bila batuk sangat keras saja. Ada demam saat malam hari saja, sejak 1 minggu terakhir, berkeringat banyak terutama pada malam hari. Nyeri kepala tidak ada, pusing tidak ada, nyeri menelan tidak ada, Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada, nyeri perut tidak ada. Nafsu makan tdak terganggu, ada penurunan berat badan sejak 2 bulan ini. Pasien memiliki riwayat TB paru dengan OAT tuntas sejak 2020 tapi tidak pernah kontrol lagi, riwayat merokok tidak ada, riwayat kontak dengan perokok ada. Pemeriksaan Fisik Umum Keadaan Umum



: Tampak sakit Sedang



Kesadaran



: Compos mentis



TD



: 104/72 mmHg



Nadi



: 104 x/menit



Pernapasan



: 32 x/menit; tipe: thoracoabdominal



Suhu



: 360C



Saturasi Oksigen



: 99%



Kepala



: Normocephal, simetris



Mata



: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)



Leher



: Pembesaran KGB (-), trakea letak tengah, benjolan (-)



Thorax



: Inspeksi: Simetris Palpasi : Stem Fremitus Kiri = Kanan Perkusi : Sonor Kiri = Kanan Auskultasi: Paru



: Suara Pernapasan Vesikular, rhonki +/+, wheezing -/-



Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen



: Inspeksi Auskultasi Palpasi



: Datar : Bising usus (+) normal : Nyeri tekan (-), 28



Perkusi Ekstremitas



: Timpani



: Akral hangat, CRT ≤ 2 detik.



Pemeriksaan Penunjang: Hasil Laboratorium 15/11/2017 



Leukosit 12.380 /uL







Eritrosit 5.62 x 106







Hemoglobin 16.7 g/dL







Hematokrit 45.6 %







Trombosit 389.000







MCH 29.7 pg







MCV 81.1 fL







MCHC 36.6 g/dL







SGOT 76 U/L







SGPT 42 U/L







Ur 19 mg/dL







Cr 1.2 mg/dL







GDS 109 mg/dL







Cl 105 mEq/L







K 4.2 mEq/L







Na 137 mEq/L



X Foto Thorax 15/11/2017 : Tampak bercak Infiltrat pada lapang paru sinistra Diagnosis Kerja : Tb Paru Relaps + secondary infection Diagnosis Banding: Pneumonia Plan



:Edukasi mengenai faktor-faktor yang perlu dihindari untuk mencegah Penularan dan perburukan penyakit Rawat inap.



29



Follow Up Irina A Atas (10/3/2021) pukul 09.00 Wita S: Sesak (-) Batuk (+)Pusing (+) O:



Keadaan Umum



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Compos mentis



Tekanan darah



: 100/70 mmHg



Nadi



: 90 x/m



Respirasi



: 26 x/m



Suhu badan



: 36,7°C



Saturasi Oksigen



: 99%



Thorax



: Inspeksi: Simetris Palpasi : Stem Fremitus Kiri = Kanan Perkusi : Sonor Kiri = Kanan Auskultasi: Paru



: Suara Pernapasan Vesikular, rhonki +/+, wheezing -/-



A: Tb Paru Relaps + secondary infection P: Edukasi mengenai faktor-faktor yang perlu dihindari untuk mencegah Penularan dan perburukan penyakit -



IVFD NaCl 0,9% 14 tpm



-



Inj. Omeprazole 40mg/12jam/IV



-



Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv/ST



-



N-asetil systein 3x200mg



-



Paracetamol 3x 500mg /KP



-



Betahistine 3x 6mg



-



Loratadine 0-0-1



Follow Up Irina A Atas (12/3/2021) pukul 09.00 Wita S: Sesak nafas berkurang, Batuk (+), susah tidur O:



Keadaan Umum



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Compos mentis



Tekanan darah



: 110/70 mmHg



Suhu badan



: 36,6°C 30



Saturasi Oksigen Thorax



: 98%



: Inspeksi: Simetris Palpasi : Stem Fremitus Kiri = Kanan Perkusi : Sonor Kiri = Kanan Auskultasi: Paru



: Suara Pernapasan Vesikular, rhonki +/+, wheezing -/-



A: Tb Paru Relaps + secondary infection P: -



IVFD NaCl 0,9% 14 tpm



-



Inj. Omeprazole 40mg/12jam/IV



-



Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv/ST



-



N-asetil systein 3x200mg



-



Paracetamol 3x 500mg /KP



-



Betahistine 3x 6mg



-



Cetirizine 0-0-1



Follow Up Irina A Atas (13/03/2021) pukul 09.00 Wita S: Sesak (-), Batuk (+), pusing O:



Keadaan Umum



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Compos mentis



Tekanan darah



: 110/80 mmHg



Suhu badan



: 36,7°C



Saturasi Oksigen



: 98%



Thorax



: Inspeksi: Simetris Palpasi : Stem Fremitus Kiri = Kanan Perkusi : Sonor Kiri = Kanan Auskultasi: Paru



: Suara Pernapasan Vesikular, rhonki +/+, wheezing -/-



A: Tb Paru Relaps + secondary infection P: 31



-



IVFD NaCl 0,9% 14 tpm



-



Inj. Omeprazole 40mg/12jam/IV



-



Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv/ST



-



N-asetil systein 3x200mg



-



Paracetamol 3x 500mg /KP



-



Betahistine 3x 6mg



-



Cetirizine 0-0-1



-



OAT kategori II



Follow Up Irina A Atas (15/03/2021) pukul 09.00 Wita S: Sesak (-), Batuk (+) O:



Keadaan Umum



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Compos mentis



Tekanan darah



: 100/80 mmHg



Suhu badan



: 36,6°C



Saturasi Oksigen



: 99%



Thorax



: Inspeksi: Simetris Palpasi : Stem Fremitus Kiri = Kanan Perkusi : Sonor Kiri = Kanan Auskultasi: Paru



: Suara Pernapasan Vesikular, rhonki +/+, wheezing -/-



A: Tb Paru Relaps + secondary infection P: -



IVFD Futrolit:NS (1:1) 14 tpm



-



Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam/iv/ST



-



Omeprazole 2 x 20mg kapsul



-



N-asetil systein 3x200mg



-



Betahistine 3x 6mg



-



Cetirizine 0-0-1



-



OAT kategori II



-



Curcuma 3x1 32



BAB IV PEMBAHASAN



Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak. Selain itu dari anamnesis didapatkan riwayat batuk berlendir kurang lebih 2 bulan, sering demam, menggigil dan berkeringat malam hari, disertai dengan penurunan berat badan. Berdasarkan dari keluhan pasien, gejala-gejala yang ada merupakan gejala pada infeksi TB paru sehingga dapat didiagnosis pasien ini mengalami infeksi TB paru. Pada pasien ini terdapat sesak yang berdasarkan teori merupakan late symptom dari proses lajut tuberculosis paru akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran napas serta loss of vascular bed/vascular thrombosis batuk berlendir. Berdasarkan dengan teori batuk berlendir terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.1 33



Gejala lain yang ada demam. Menurut teori Demam merupakan salah satu tanda inflamasi. Demam pada penyakit tuberculosis biasanya hilang timbul. Mekanisme demam sendiri yaitu mikroorganisme yang masuk ke dalam jaringan atau darah akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan sel mast. Setelah memfagositosis, sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1 menginduksi pembentukan prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai pusat termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadi demam atau panas. Sedangkan menggigil didapatkan terjadi saat suhu tubuh naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama.1 Pasien juga mengalami keringat pada malam hari, berdasarkan teori Keringat malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena bakteri yang menginfeksi penderita, yaitu bakteri Mycobacterium Tuberculosis, mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh penderita sehingga terjadilah manifestasi keringat.1 Penurunan berat badan disebabkan oleh peningkatan metabolisme pada infeksi TB, sehingga terjadi pemecahan pada cadangan makanan yang ada pada tubuh dikarenakan kebutuhan sel yang meningkat dan nutrisi yang kurang dari tubuh sehingga didiagnosis malnutrisi untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium Albumin untuk menunjang diagnosis pada pasien ini.1 Pasien memiliki riwayat TB paru dengan OAT tuntas sejak 2020 tapi tidak pernah kontrol lagi sehingga TB paru yang dialami pasien merupakan TB paru relaps (kambuh), sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ronkhi basah kasar pada lobus superior paru sinistra yang menandakan adanya kavitas/infiltrat Paru, sesuai dengan hasil foto rontgen dimana gambaran lapang paru sinistra terdapat bercak infitrat terutama pada daerah apex paru yang menandakan adanya infeksi yang khas disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa. Bagian teratas paru adalah yang paling kaya oksigen, daerah tersebut adalah daerah paling baik bagi bakteri tuberkulosis untuk hidup dan berkembang. 34



Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien juga didiagnosis banding sebagai Pneumonia karena memiliki gejala yang serupa dengan TBC. Berdasarkan teori yang ada TBC memang juga merupakan pneumonia karena pada TBC juga terjadi peradangan paru. Namun dalam prakteknya sehari-hari, diagnosis TBC paru dibedakan dengan pneumonia walau keduanya sama sama dapat ditandai dengan gejala batuk berdahak, demam dan sesak nafas. Pada umumnya gejala yang tampak pada pneumonia lebih cepat dan singkat yaitu kurang dari dua minggu. Sedangkan pada TBC gejalanya lebih dari tiga minggu. Selain itu pada TBC dapat terjadi keringat malam, penurunan berat badan, dan anemia. Oleh karena itu, memang pengobatanya berbeda jenis dan lamanya. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dapat diobati dengan antibiotik, sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya hanya disarankan untuk beristirahat, makan yang cukup dan banyak minum vitamin.1 Pasien diberikan terapi OAT kategori II karena pasien merupakan penderita TB paru relaps, sesuai dengan teori bahwa OAT Kategori II diberikan pada pasien BTA positif yang sudah diberikan tatalaksana sebelumnya, yaitu pada pasien kambuh, pasien gagal pengobatan dengan kategori 1, dan pasien yang diobati kembali setelah putus obat. BAB V KESIMPULAN



Telah dilaporkan suatu laporan kasus TB paru relaps. Penegakkan diagnosis didapatkan dari anamnesis perjalanan penyakit yang khas, gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gold standard untuk mendiagnosis TB paru adalah biakan/kultur. Terapi yang diberikan adalah terapi simtomatik dan OAT kategori II sesuai dengan penyakit yang diderita pasien yaitu TB Paru Relaps (kambuh). Prognosis pada kasus ini dubia at Malam. Mortalitas dan morbiditas dapat diturunkan jika dapat dideteksi lebih awal dan dilakukan penangan yang baik serta kontrol rutin pengobatan penyakit.



35



36



DAFTAR PUSTAKA



1.



Alsagaff H. Mukty HA, Infeksi tuberculosis paru dalam: Dasar-dasar ilmu penyakit paru, Surabaya: Airlangga University Press, 2006: 73-109.



2.



Amin Z. Bahar A, Tuberkulosis paru dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV, Jakarta, 2007: 988-93.



3.



Price SA. Standridge MP, Tuberkulosis Paru dalam: Patofisiologi Edisi VI, Jakarta : EGC, 2006: 852-62.



4.



Djojodibroto Darmanto, Tuberkulosis paru dalam: Respirologi respiratory medicine, Jakarta: EGC, 2007: 151-68.



5.



WHO Tuberculosis Fact Sheet no. 104., Available at: http//www.who.Tuberculosis.htm. Accesed on March 3, 2004.



6.



Soeroso Luhur, Tuberkulosis primer dengan infeksi sekunder dalam: Mutiara paru atlas radiologi dan ilustrasi kasus, Jakarta: EGC, 2005: 48-9.



7.



Setyanto DB, Tuberkulosis pada anak dalam: Manajemen kasus respirtorik anak dalam praktek sehari-hari, Jakarta, Yapnas sddhaprana, 2007: 61-81.



8.



Mansjoer A. Triyanti K. et all, Pulmonologi tuberculosis paru dalam: Kapita selekta kedokteran, Jilid I Edisi 3, Jakarta, Media Aesculapius, 2001: 472-6.



9.



Treatment of Tuberculosis. Guidelines for National Programmes 3rd ed. WHO – Geneva, 2003.



37