TCSP (Nazwa Syalsabilla Lubis) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kata Pengantar Segala puji bagi Allah karena berkat rahmat dan karuniaNya, maka novel sejarah yang berjudul “Ku Ukir di Sini” mampu terselesaikan sesuai dengan deadline yang sudah ditentukan dan disepakati. Kami pun tak lupa berdoa semoga shalawat serta selam akan selalu tercurahkan kepada Nabi terakhir yang memiliki tugas mulia yaitu untuk menyempurnakan akhlaq, yakni Nabi Muhammad Shallahu Alaihi Wasallam dan semoga kita semuanya akan mendapatkan syafaat beliau serta masuk surga bersama-sama dengan beliau. Adapun novel sejarah ini sudah dibuat semaksimal dan sebaik mungkin agar supaya mampu menjadi pelepas dahaga bagi para pembaca yang budiman yang memang memiliki ketertarikan untuk membaca novel sejarah ini. Meskipun



begitu,



penulis



sangat



menyadari



bahwa



karangan penulis masih jauh dari kata sempurna karena memang manusia merupakan tempatnya salah dan lupa. Oleh karena itu, penulis berharap agar supaya para pembaca berkenan agar memberikan kritik dan saran karena berkat masukan-masukan yang berasal dari pembaca inilah, akan membuat penulis semakin berkembang



sehingga



mungkin



dikemudian



menghasilkan novel sejarah yang lebih baik lagi.



hari



mampu



Demikian novel dibuat, semoga dapat memberikan manfaat serta menambah wawasan para pembaca. Terimakasih.



Binjai, 28 Oktober 2020



Penulis 2



Daftar Isi Prolog : Awal segala awal.................................................... 4 Bab 1 : Bermula disini ........................................................ 6 Bab 2 : Mendapat banyak pelajaran................................... 9 Bab 3 : Kenangan termanis................................................. 19 Epilog : Pada akhirnya......................................................... 37



3



Awal dari segala awal Nazwa Syalsabilla Lubis atau yang biasa dikenal dengan nama Nazwa ,lahir 21 Oktober 2003. Aku lahir dari pasangan Achirsan Lubis dan Syarifah Hanum Dalimunthe. Aku merupakan anak keenam dari enam bersaudara. Atau yang sekarang sering disebut dengan sebutan anak bungsu. Aku mempunyai seorang kakak dan empat orang abang. Pada tahun 2009, tepatnya pada saat aku berumur 6 tahun, aku mulai belajar di TK asbaluna, yang berlokasi di samping mesjid Agung Binjai, yang kebetulan tidak jauh dengan rumahku. Pada saat Tk, pada hari pertama aku diantar oleh ibuku dan ayahku. “Udah siap untuk sekolah hari ini jagoan ayah?” tanya ayah sambil mengusap kepalaku “Belum Ayah takut gurunya galak, jawabku sambil menunduk tidak menatap ayah.” “Loh kenapa takut, kamu tidak akan dimarahin, kalau kamu menjaga sikap saat di sekolah.” Jelas ayah sembari memakai sepatu. “Aku harus menjadi anak yang baik ya ayah?” tanyaku sambil berjalan mendekati ayah lalu duduk disebelahnya.



4



“Iya, karena itu harus semangat ya.” Kata ayah dengan penuh semangat seakan mengirimkan dorongan semangatnya juga untukku. “Baik ,ayah “,jawabku.



5



I.



Bermula di sini Hari pertama Tk mungkin hari pertama siswa ditemani



belajar oleh orangtua, tapi tidak denganku. Aku juga ingat dulu saat aku Tk aku tidak bisa menggunakan kaos kaki dengar benar, yang dimana aku harus memakai kaus kaki dalam keadaan terbalik. Dan juga dulu saat aku Tk, ibuku menemani ku belajar di dalam kelas sampai hari ketiga. Guru dan teman-temanku heran melihatku. Banyak guru yang berusaha membujukku agar mamaku pulang saja, tetapi aku bersikekeh untuk menyuruh mamaku menemaniku. “Ibu pulang dulu ya dek.” Pamit ibu kepadaku sembari menyodorkan tangannya. “Jangan pulang bu , temani syalsa aja disini.” Ucapku sambil menahan tangan ibu pagi ini seperti biasanya. “Loh tidak bisa gitu dek.” Temannya saja tidak ada yang ditemani ibunya, ucap ibu sambil menunjuk sekelilingku. “Harini aja temani nazwa, besok_besok ibu boleh pulang.” Jawabku dengan tatapan memohon. “Oke, Hari ini aja tapi ya, besok-besok tidak lagi, harus berani seperti temanmu yang lain.“ Jawab Ibu yang akhirnya mengiyakan permintaanku.



6



Kalau diingat-ingat aku malu juga saat kejadian itu, kenapa aku dulu harus takut, tapi yasudahlah. Hari kedua aku mulai berbaur dengan teman- temanku. Ada kejadian menarik menurutku, pada saat aku Tk seluruh bagian mukaku dipenuhi oleh bisul. Waktu dirumah aku sempat bernegosiasi kepada ibu untuk tidak sekolah, karna wajahku yang dipenuhi bisul dan tentu saja aku takut akan mendapat ejekan dari teman sekelasku. “Hari ini nazwa tidak usah sekolah dulu ya bu , malu dilihat teman-teman.” Ucapku dengan tatapan memohon pada Ibu agar sekiranya ibu luluh dengan tatapanku dan mau mengindahkan permohonanku. “Loh kenapa harus malu, lagian bisulan mu juga ibu oles salep.” Kata ibu padaku. “Tetap aja malu bu, harini tidak sekolah dulu ya.” Mohonku lagi pada ibu. “Harus sekolah, cepat berangkat sana, tukang becak sudah menunggu itu.” Suruh ibu sambil menyerahkan tasku. Aku merengut begitu keinginanku ditolak mentah-mentah oleh ibu. Dengan berat hati aku pun pergi juga ke sekolah pada hai itu. Sesampainya aku disekolah, seperti yang sudah kuduga semua orang menatap kearahku.



7



“Ada hantu!” Seru mereka ketika melihatku. Sementara aku lansung



menundukkan



pandanganku.



Saat



ummi



(guruku)



melihatku. “Loh muka nazwa, kenapa?” Tanya ummi heran kepadaku. “Bisulan ummi.” Jawabku dengan padangan menunduk. “Oh gitu, yauda tidak apa-apa, tidak usah malu, ayo kita belajar.” Ajak ummi sambil mengantarkanku ke bangku. Teman teman menjauhiku disebabkan katanya takut melihat wajahku seperti hantu. Singkat cerita setelah kejadian bisulan itu, tak lama kemudian aku wisuda dan meninggalkan tk Asbyaluna.



8



II.



Mendapatkan banyak pelajaran Setelah menempuh pendidikan di Tk aku melanjutkan



pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 020260 (SDN 0202060). Di dalam perkarangan sekolah ku, ada dua sekolah, yang dimana satu tempatku bersekolah dan yang satunya lagi SDN 020264. Bedanya menurut orang- orang, SD tempatku lebih bagus dan lebih banyak diminati dari pada SD disebelah sekolahku. Waktu hari pertama SD aku lansung akrab dengan salah satu temanku ,yaitu Laily. “Hai, boleh aku duduk disini?” Tanya Laily padaku. “Boleh kok.” Jawabku sambil mempersilahkannya duduk di bangku sebelahku. “Makasih, nama kamu siapa? Aku Laily.” Tanya Laily sembari mengulurkan tangannya padaku dengan senyum manis terpatri di wajahnya. “Aku nazwa, salam kenal Laily.” Jawabku sambil membalas uluran tangannya. Dari kejadian kenalan itu, aku mulai akrab dengan Laily, kemanapun pergi selama masih di pekarangan sekolah kami selalu berdua. Pada tahun 2010, tepatnya pada saat aku kelas 1 SD semester dua, ayahku sudah dirawat dirumah sakit selama 3 bulan, 9



kata ibu ayah ku terkena penyakit diabetes. Yang dimana pada saat itu mamaku harus dirumah sakit menjaga ayahku, dan aku ditemani oleh kakak. Setiap hari minggu biasanya aku akan pergi kerumah sakit. Tapi pada saat hari minggu waktu itu , tepat ketika ayahku meninggal dunia , aku tidak bisa ke rumah sakit karena suatu alasan. “Assalamualaikum Nazwa, Nazwa tidak ke rumah sakit kah hari ini?” Tanya ayah saat menelponku. “Minggu ini nazwa tidak bisa pergi ke rumah sakit ayah, karena ada ujian di sekolah.” Jelasku dengan hati-hati. “Oh yaudah tidak apa- apa, harus semangat ujiannya ya besok, harus seratus nilainya.” Jawab ayah dengan nada sedikit kecewa. Aku memang sangat ingin datang saat itu, namun kuurungkan niatku agar aku bisa fokus belajar. Tidak lama kemudian pada saat sorenya aku mendapat kabar dari kakakku, bahwa ayahku meninggal dunia. “Dek, ayah meninggal tadi abang



menelpon kakak.”



Beritahu kakak padaku sambil memeluk Aku lansung terdiam pada saat itu. Penyesalan lansung datang kepadaku saat itu juga, kalau saja tadi aku datang kerumah sakit, aku masih bisa melihat ayahku tersenyum. Tak lama 10



ambulance datang di depan rumahku , semua keluarga menangis pada saat itu. Aku hanya diam melihat jasad ayahku. Aku masih berpikir bisa apa aku ini tanpa ayah. Tapi aku berusaha ikhlas. Aku tanamkan di hatiku aku harus bisa sukses



agar ayah bangga



kepadaku. Setelah ayah meninggal pada saat itu, selang beberapa waktu nenekku meninggal, disusul oleh kedua adik ayahku. Aku rasa pada bulan-bulan itu menjadi bulan terburukku. Tapi aku yakin semua ada jalannya. Tidak lupa pada saat itu ada Laily selalu menyemangati diriku. “Semangat nazwa, ada keluargamu, ada aku, jadi semangat ya.” Serunya sambil menepuk pundakku. Dalam batinku pada saat itu aku bergumam menunjukkan kekagumanku pada Laily, temanku ini padahal masih kelas 1 SD tapi bicaranya sudah seperti anak SMA. Pada saat aku kelas 4 SD , disekolahku kedatangan 3 siswa baru, dua laki-laki dan satu perempuan. Yang namanya Tridian, Karolus, dan Rika. Awal-awal mereka masuk pada jam istirahat, Si Tridian memberi kami jajanan sejenis coklat kepada seluruh teman sekelas. Satu Kelas terlihat bingung tetapi kebingungan kami terjawab setelah jam istirahat.



11



“Anak-anak berhubung hari ini teman kalian ulang tahun, ayo ucapkan selamat ulang tahun kepadanya.” Pinta Ibu guru kepada kami. “Siapa bu?” Tanya Laily kepada ibu guru. “Tridian, Laily.“ Jawab ibu guru sambil melihat ke arah Laily. ‘Oh gara-gara itu dia kasih ini.’ ucapku di dalam batinku sambil melihat jajanan di depanku. Hari berikutnya pada saat jam pertama, aku ingat Tridian memanggil Laily kakak. “ Kak, Laily pinjam penghapus.” Pinta Tridian kepada Laily. Aku dan Laily spontan tertawa ,dia ini sekali bicara lansung manggil kakak. Eh tapi waktu aku dulu waktu pertama kali jumpa Laily, juga manggil kakak karena badannya yang tinggi. “Panggil, Laily aja jangan panggil kakak”, seru Laily sambil memberikan penghapus. “Oh, oke Laily.” Jawabnya Pada saat itu, Tridian ini atau kami sering memangginya Kiel termasuk anak yang pintar apalagi dalam matematika. Aku baru sadar setelah beberapa hari ternyata Kiel satu lingkungan dengan rumahku. 12



Singkat cerita pada Saat kels 5 SD, aku memulai serius belajar. Dari awalnya aku yang mulai benci terhadap matematika, tetapi lama kelamaan mulai suka, karena suatu kejadian. Pada malam hari, kebetulan aku ada tugas sekolah yaitu matematika, aku meminta abangku untuk mengajariku. “Bang, ajari aku matematika boleh?”,tanyaku kepada abang. “Materinya tentang apa dek ?” Tanya abangku. “Himpunan



bang,



ini



soalnya.”



Kataku



sembari



menyodorkan buku kepada abangku. Abangku mulai menjelaskannya padaku, sampai tiga kali tetapi aku tidak mengerti juga. Sampai pada akhirnya abangku mulai kesal sendiri kepadaku. “Selama ini, disekolah tidak memperhatikan guru saat mengajar dek?” tanya abangku dengan nada sedikit dongkol. Aku hanya diam saja tidak mejawab pertanyaan abangku, abangku mulai memberiku nasehat dengan memelankan nada suaranya. “Lain kali, kalau guru sudah menjelaskan didengarkan. Jangan masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Walaupun tidak suka dengan pelajarannya, berusahalah untuk bisa, tidak ada yang susah kalau kamu mau mencoba.” Ujarnya memberi nasihat kepadaku. 13



Mulai dari situ aku belajar matematika. Berusaha untuk belajar sendiri, awalnya memang sulit karena dari awal aku sudah tidak paham dasarnya, tapi lama kelamaan aku lumayan mengerti. Dari



perjuangan ku ini juga aku belajar, usaha tidak akan



mengkhianati hasil. Dari yang dulunya aku tidak pernah mendapat sepuluh besar, tapi pada saat kelas 5 Aku mulai mendapat sepuluh besar. Semangatku semakin bertambah, aku ingin terus berusaha sebisaku. Pada saat aku kelas 6 SD, aku lebih fokus untuk belajar. Dikarenakan menurut abangku, sudah mulai sulit pelajarannya, aku pun mendapat bimbingan belajar tambahan di Primagama. Bimbingan belajar saat itu menurutku sangat membantuku. Awalawal bimbingan belajar kelas kami menjadi kelas paling senyap, karena tidak ada yang saling kenal satu sama lain. “Hai teman-teman, ayo kita berkenalan, namaku Wahyu.” Ajak salah satu anak laki-laki dikelasku dengan riangnya. “Halo, namaku Corady.” Ujar anak laki-laki di sampingnya sambil tersenyum ramah. “Halo, namaku Dwi.” Sahut anak perempuan disamping Corady. “Halo, namaku Ajeng.” Kata anak perempuan di belakang Dwi. 14



“Halo, namaku Nazwa, salam kenal semua.” Ujarku sembari senyum melihat mereka. Pada saat itu hanya ada 5 siswa di kelas kami. Kelas yang awalnya senyap ,menjadi sedikit ribut, semua saling mengobrol. Hingga pada akhirnya kembali senyap, saat kegiatan belajar dimulai. Pada hari hari selanjutnya kami disibukkan oleh kegiatan les tambahan di sekolah. Aku dan Laily pada saat jam istirahat menyempatkan belajar sembari mengobrol akan melanjutkan sekolah di smp mana. “Naz, sepertinya aku mau melanjutkan sekolah di SMPN 1 Binjai deh.“ Ujar Laily sambil meletakkan penanya di atas meja. “Loh, iya ? bukannya kemarin kamu bilang ingin melanjutkan di SMPN 2 Binjai.” Tanyaku bingung kepada Laily. “Aku baru tau, ternyata sekolah kita nggak rayon dengan SMPN 2 Binjai.” Jelasnya kepadaku “Oo gitu, aku dari awal emang berencana melanjutkan sekolah ke SMPN 1 juga.” Jawabku kepadanya. “Semoga kita bisa bersekolah disana ya Naz.” Katanya sambil merapalkan tangannya. “Aamiin.” Ucapku sambil berdoa. 15



Pada saat Ujian Nasional dimulai, aku optimis aku pasti bisa mengerjakan soalnya, karena didukung oleh les tambahan di sekolah dan di Primagama. Pada saat membuka soal, aku mulai membaca soalnya, kebetulan soal ujian nasional pada jam pertama adalah Bahasa Indonesia. Menurutku soalnya hampir mirip dengan yang aku pelajari beberapa bulan ini. “Ini soal nomor 7, sama dengan soal Un tahun 2011 kemarin.” Ucapku dalam batin. Selama ujian berlansung, pengawas sangat ketat. Tetapi tiba-tiba pada saat



30 menit terakhir, kelas mendadak ricuh



dikarenakan lembar jawaban masih beberapa yang terisi. Sontak saja wali kelas lansung menegur kami dan kelas menjadi hening kembali. “Loh ini beneran hampir sama dengan yang aku sudah pelajari di les. Ternyata tidak sia-sia aku belajar selama seminggu ini.” Pekikku senang dengan pelan takut menarik perhatian yang lainnya. Setelah melewati Ujian Nasional , aku masih optimis akan mendapatkan nilai yang bisa membawaku melanjutkan sekolah ke SMPN 1 Binjai. Tak lama hasilnya pun keluar, aku hanya mendaptkan nim sebesar 25,65. Aku yang melihat hasilnya kecewa, kenapa hanya segini yang bisa aku dapat, padahal aku sudah 16



bersungguh-sungguh belajar. Aku sudah tidak percaya diri untuk mendaftarkan diri ke SMPN 1 Binjai. Sesampai dirumah, aku lansung ditanya abangku mengenai hasilnya. “Gimana hasilnya dek? Memuaskan?” Tanya abangku dengan sedikit desakannya. “Maaf bang mengecewakan, aku hanya bisa mendapat 25,65. Padahal aku sudah berjanji akan mendapatkan nim sebesar 27,00.” Ujarku seraya menundukkan kepalaku. “Oh , yauda tidak apa-apa dek, abang juga lihat adek sudah berusaha kok, perbanyak bersyukur aja, ini jalan terbaik.” Ujar abangku sembari memberi semangat. “Tapi nazwa mau sekolah di SMPN 1 Binjai, Bang.” Ujarku kepada abangku “Alasan nazwa kenapa harus sekolah disitu?” Tanya abangku bingung. “SMPN 1 Binjai, SMP terfavorit di Binjai, di sana juga katanya kita bisa mendapatkan peluang lebih besar untuk melanjutkan ke SMA favorit.”



Jelasku memberi alasan kepada



abang.



17



“Sekolah di manapun kamu, belajar di manapun kamu, kalau kamu sungguh-sungguh kamu pasti bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan. Sekolah tidak menjamin kamu untuk bisa sukses, tapi sekolah hanya membantu kamu untuk sukses. Semua tergantung kepada diri kamu, bersekolah di sekolah yang tidak favorit, bukan berarti kamu tidak bisa sukses, bukan berarti kamu bodoh.” Terang abang kepadaku. Dikarenakan nasehat abangku, pola pikirku mulai berubah. Aku hanya perlu berusaha lebih giat lagi, agar impian ku tercapai. Pada akhirnya aku mendaftarkan diri ke SMPN 3 Binjai. Mengenai Laily nim nya lumayan tinggi, yakni 26,90. Dia memberitahuku, bahwa dia akan tetap mendaftar di SMPN 1 Binjai.



18



III.



Kenangan Termanis Pada hari jumat, yang di mana merupakan hari pendaftaran



terakhir, aku menyerahkan berkas ke SMPN 3 Binjai. Aku berjumpa dengan Tridian saat itu. Dia tidak temani oleh siapapa pun. “Loh Kiel, kamu mendaftarkan diri juga ke SMPN 3 Binjai? Kenapa gak SMA 1 Binjai?” Tanyaku bertubi-tubi dengan heran. “SMPN 3



Binjai lebih dengan rumahku, lagian mamaku



menyuruh untuk bersekolah di sini agar sama seperti abangku.“ Jelasnya dengan sabar. “Loh nim mu yang 27,00 sia- sia dong?” Tanyaku dengan kesal. “Kok kamu yang kesal? Kan aku yang bersekolah bukan kamu” Jawabnya yang juga kesal. Setelah itu aku tidak melanjutkan pembicaraan, aku lansung pergi begitu saja meninggalkan Kiel. Setelah berkasku sudah aku serahkan, aku bergegas pulang ke rumah. Mengenai lulus atau tidak akan diumumkan dalam 3 hari ke depan. Pada saat hari pengumuman tiba, aku dinyatakan lulus di SMPN 3 Binjai. Rata-rata paling rendah yang diterima di SMPN 3 Binjai yaitu 24,20. Di bawah itu terpaksa mengikuti ujian tulis. 19



Saat hari pertama sekolah, SMPN 3 Binjai mengadakan Masa Orientasi Siswa atau biasa dikenal dengan sebutan MOS. Para siswa diwajibkan menggunakan topi kerucut yang dibuat dengan karton dan dilapisi dengan kertas manila, lengkap dengan nama yang digantung di leher. Aku saat itu berada di gugus 5 yang dibina oleh Kak Amel , yang merupakan anggota Pramuka. Tidak ada yang aku kenal di gugus 5, sampai kak Amel masuk kelas. “ Halo adik- adik salam kenal, nama kakak Amel, selama MOS saya akan membimbing kalian dibantu oleh guru-guru.” Selama MOS kami hanya keliling sekolah dan diberitahu mengenai tata tertib di sekolah tersebut. “ Adik-adik setelah berkeliling sekolah kakak ingin memberi waktu untuk minum.” Ujar kak Amel sambil memegang botol minuman hijau. Saat seorang siswi hendak minum, dengan sangat tiba- tiba Kak Amel menahannya. “Eh sebentar dulu ya dek, kalian boleh minum dengan syarat meminum air yang ada yg di botol hijau ini secara bergiliran .” ujar kak Amel sembari memberi botol minum ke siswa yang duduk di bangku pertama pojok kanan. “Serius ini kak satu botol? Tidak ada syarat lain kah kak?” Tanyaku dengan nada kurang yakin 20



“Kakak serius, ayo dimulai dari kamu.” Ujar Kak Amel sambil menunjuk salah satu siswa. Akhirnya semua siswa di dalam kelas hanya bisa pasrah, dan melakukannya, termasuk aku, saat botol itu berada pada siswa terakhir, Kak Amel berbicara lagi. “Buat adik yang terakhir isi botolnya harus diminum sampai habis ya, kalau tidak, nanti Adik nyanyi di depan kelas.” Ujar Kak Amel. Sontak saja aku mengucapkan syukur dalam hati, untung aku tidak duduk dibangku terakhir, kalau tidak aku terpaksa menghabiskan minuman tersebut. Tiba- tiba Kak Amel berbicara lagi “Ada yang tau kenapa kakak menyuruh kalian minum dengan botol yang sama?“ Tanya Kak Amel menatap kami. “Agar minuman kami tetap terisi penuh, dan bisa dibawa pulang kak?” Ujar salah satu siswa laki- laki dengan polos. Semua siswa- siswi



di kelas secara spontan lansung



tertawa. “Eh bukan itu yang kakak maksud, ada yang mau memberi pendapat lain?” Tanya Kak Amel dengan antusias.



21



Semua



siswa-



siswi



menundukkan



pandangannya,



dikarenakan takut disuruh untuk menjawab. Kak Amel yang mengerti situasi pun kembali berbicara. “Oke biar kakak jelaskan.” Kata Kak Amel dengan nada lembut. Semua perhatian fokus ke arah Kak Amel “Kakak ingin melatih solidaritas kalian, kekompakan kalian, walaupun kalian belum mengenal satu sama lain, bukan berarti kalian tidak berbaur, kakak berusaha mengajarkan kalian bagaimana yang disebut kekeluargaan, kebersamaan, bisa saja ada yang tidak membawa minum , maka dari itu harus saling berbagi dan peduli satu sama lain.” Ujar kak Amel sambil tersenyum ramah kepada kami. Setidaknya melalui kejadian waktu MOS aku mendapat pelajaran yang sangat aku butuhkan untuk memperbaiki tingkah lakuku. Omong- omong mengenai Laily kami bertukar pesan terakhir satu minggu yang lalu, dia lulus di SMPN 1 Binjai. Semenjak pesan terakhirku nomor Laily sudah tidak aktif. Pada hari keempat bersekolah di SMAN 3 Binjai, yaitu hari setelah MOS, sekolahku mengadakan Ujian Tulis untuk menentukan kelas. Aku sangat berharap dapat masuk ke kelas ungggulan. Sehingga sebelum itu, aku sudah mempersiapkan diri untuk 22



mengikuti tes. Ternyata aku lihat soal- soal ujiannya dibuat oleh lembaga Primagama. Sontak saja aku senang , karena soalnya hampir 50 persen sama dengan ujian bulananku saat les di Primagama. “Alhamdulillah, semoga saja hasilnya memuaskan dan aku dapat masuk ke kelas unggulan.” Ucapku dalam hati seraya berdoa. Besoknya hasilnya keluar, Alhamdulillah aku mendapat juara 7 dari 450 siswa. Dengan langkah penuh semangat aku masuk ke kelas VII-1 dan duduk di meja ketiga. Tak lama aku melihat seorang yang Aku kenal, yaitu Kiel. Lagi dan lagi aku sekelas dengannya. “Loh kita satu kelas lagi Kiel”, ujarku kepadanya. “Eh iya.” Tanggapnya dengan wajah sedikit terkejut. Hari pertama di kelas VII-1 , hanya memperkenalkan diri masing-masing. Menurutku suasananya



sedikit tegang, semua



murid tidak ada yang berani bercanda tawa, mungkin dikarenakan hari pertama di kelas yang berisi orang- orang baru. Aku duduk dengan salah satu siswi yang tidak aku kenal sama sekali. “Boleh duduk disini.” Tanyanya dengan nada canggung kepadaku. “Eh boleh kok.” Jawabku seraya pindah kursi. 23



“Namaku Anissa Ajenia, kamu siapa?” Tanyanya sembari menjulurkan tangannya. “Namaku Nazwa Syalsabilla, salam kenal Annisa.” Jawabku sambil menjabat tangannya. Dengan berjalan nya waktu aku semakin dekat dengan Anissa. Kemana- mana selalu berdua. Awal awal semester aku masih tetap belajar dengan giat karena tujuanku yang ingin masuk ke SMAN 2 Binjai. Semester pertama kelasku lumayan sudah bisa berbaur, walaupun yang perempuan masih berkubu-kubu. HariHariku masih sama seperti waktu sd saat itu, pulang sekolah lansung menuju les, walaupun kadang- kadang merasa bosan tetapi aku harus tetap semangat. Pada ujian semster aku berniat ingin masuk 10 besar, dikarenakan karena abangku akan memberikan hadiah jika aku masuk 10 besar. “Ujian semester udah belajar dek?” Tanya abangku sembari mengajakku duduk santai. “Udah lumayan mengulang bang, cuman hapalan seperti biologi belum ada aku kerjain.” Jelasku kepada abangku dengan jujur.



24



“Ada perubahan selama ikut bimbingan belajar di Primigama?” Tanya abangku dengan raut penasaran. “Ya pasti adala bang, sangat membantu aku dalam hitunghitungan seperti matematika.” Ujarku kepada abangku dengan bersemangat. “Oo, kalau ujian semester ini, abang kasih tantangan mau gak?” Tanya abangku menawarkan seseuatu yang membuatku tertarik. “Eh tantangan apa bang?” Tanyaku penasaran. “Gimana kalau misalnya adik masuk 10 besar ,abang akan beri hadiah?” Tanya abangku dengan raut wajah yang tak bisa diartikan. “Sepertinya sulit bang, teman- temanku pintar semua.” Keluhku pada abangku. “Loh belum dicoba kok udah nyerah? Tidak ada yang sulit kalau mau berusaha.” Terang abangku padaku. “Oke-oke akan aku coba.” Ucapku seraya menganggukan kepala. Sebenarnya aku merasa kurang yakin karena berdasarkan yang aku lihat, banyak teman-temanku yang memiliki kecerdasan yang luar biasa. Contohnya Fairuz, Aditya, Juni, Adila , Karina, dan 25



lain lain. Tapi seperti kata abangku, aku pasti bisa kalau mau berusaha. Tibalah saatnya ujian semester



pertamaku di SMPN 3



Binjai. Saat aku masuk kelas, kulihat sudah banyak yang membuka buku. Tepat saat bel pertama dibunyikan, ujian pun dimulai. Ujian kami pada hari pertama adalah PPKN dan Agama. Selama enam hari aku ujian, soal- soalnya lumayan mudah asal dipelajari sebelum ujian. Selama ujian Aku juga melihat beberapa temanku menggunakan Handphone untuk mencari jawaban. Tetapi tidak masalah bagiku, itu urusan mereka masingmasing. Saat pembagian rapot pun tiba. Aku masih percaya diri pasti akan masuk 10 besar. “Gimana yakin akan dapat 10 besar?” Tanya abangku sembari bersiap- siap untuk mengambil raportku di sekolah. “Yakin, aku pasti mendapat 10 besar.“ Ujarku dengan nada sedikit ragu. “ Oke akan kita buktikan di sekolah.” Ujar abangku sambil mengajakku pergi ke sekolah. Sesampainya aku di sekolah, sesuai dugaan ku aku mendapat 10 besar. Yaitu juara 7 di kelas. Aku belum puas dengan hasilnya, Aku ingin berusaha lebih giat lagi. 26



“Nah betul kan aku bilang, aku pasti bias.” Ujarku saat abangku menghampiriku “Iya-iya, yaudah abang beli KFC mau kan?” Tanya abangku memberi penawaran. “Boleh, tetapi yang paket yang berisi 7 ayam ya?”, pintaku kepada abangku. “Oke, baiklah.“ Katanya padaku Kegiatanku selama semester dua sama seperti semester satu. Selesai sekolah, lansung pergi menuju bimbingan belajar di Primagama. Pada saat 17 Agustus pertamaku di SMP, tepatnya pada saat semester dua, setiap kelas diwajibkan untuk mengikuti perlombaan. Yang terdiri dari dekorasi kelas, tarik tambang, dan joget balon. Kelas kami



dengan semangatnya mengikuti



perlombaan tersebut. “Siapa



yang



berminat



untuk



berpartisipasi



dalam



perlombaan ini?” Tanya salsa yang merupakan ketua kelas di kelasku pada saat itu. Tidak ada seorang pun yang mengangkat tangan.



27



“Pertama-tama aja bersorak- sorak karena ada perlombaan, giliran ditanya tidak ada yang mau berpartisipasi.” Katanya dengan nada kesal. “Oke, Aku saja yang memilih siapa yang ikut berpartisipasi dalam perlombaan ini,. Gimana kalian setuju?” Tanyanya lagi memberi usul. “Setuju.” Ucap kami serentak “Untuk mendekorasi kelas semua wajib ikut serta, untuk tarik tambang putri



yaitu aku, Adila, Karina, Indah, Nazwa, dan



Putri. Untuk tarik tambang putra yaitu Pedro, Fairuz, Fauzan, Tridian , Aditya, dan Zicko. Untuk lomba joged balon yaitu wahyudi dan Fauzan. Gimana, sepakat?” Tanyanya kepada kami meminta persetujuan. “Sepakat!!” Ucap kami dengan berapi- api. Selama 3 hari kami mendekorasi kelas, ada yang membuat hiasan



menggunakan kertas minyak yang bewarna merah dan



putih, ada yang membersihkan kelas, semuanya berjalan dengan harapan kami, semua turut berpartisipasi. Dan perjuangan kami pun tak sia-sia, kami mendapatkan juara 2 dalam mendekorasi kelas, dan juara 2 tarik tambang putri. Selama semester dua kelas VII , aku mendapat juara 5 di kelas. 28



Selama kelas VIII, kegiatanku masih sama seperti kelas VII sebelumnya.



Waktu kelas VIII, saat kelas kami kebanjiran, Aku



melihat beberapa temanku yang datang lebih awal, sudah mengepel ruangan kelas. “Eh, kelas kita banjir ya?” Tanya pedro dengan nada girang. “Iya, Dro.” Balas Fauzan sambil tersenyum. “Ayok Zan, ngambil air ke kamar mandi!” Ajak pedro sambil menarik tangan fauzan. “Loh untuk apa? Udah mau bersih ini, udah di pel lantainya.” Kata fauzan dengan raut wajah bingung. “Lihat tuh, anak kelas lain aja belum pada bersih.” Ucap Pedro seraya menujuk ke arah kelas XIII-2. “Ya, terus kenapa?” Tanya Fauzan masih bingung. “Kita siram lagi lantainya, agar bersih-bersihnya lama, terus kita enggak belajar.” Ujar Pedro. “Boleh juga idemu Dro.” Sambung Frans dengan tiba-tiba. Kami pun menyetujui ide Pedro. Pada akhirnya kami pun tidak belajar sampai jam istirahat, dikarenakan harus membersihkan ruangan kelas. Pada hari-hari berikutnya semanjak insiden itu, kami semakin dekat di kelas, saling melempar lelucon. 29



Pada saat aku kelas IX ,awal pertama kami masuk kelas yang di mana hari pertama bertemu dengan wali kelas kami langsung mendapat masalah. Saat kami membersihkan kelas pada hari itu, besoknya wali kelas datang kepada kami dengan raut wajah marah. “Saat kita membersihkan kelas semalam, adakah yang melihat tupperware ibu yang bewarna ungu?” Tanya wali kelas kami dengan nada tak bersahabat. Kami semua menggelengkan kepala, menatap takut wali kelas kami. “Dari 36 siswa di kelas ini, tidak ada yang melihat seorang pun?” Tanya wali kelas kami lagi dengan nada sedikit tinggi. “Kemarin, Ibu sudah membawanya keluar, Bu.” Ucap Nabila dengan takut- takut. “Seingat Ibu, Ibu meletakkkannya di atas meja ini.” ucap wali kelas kami sembari menunjuk ke arah meja guru. “Pokoknya, Ibu tidak mau tau, besok tupperware Ibu sudah ada.” Ujarnya seraya meninggalkan kelas. Setelah wali kelas kami meninggalkan kelas, kami mulai diskusi. “Sekarang jawab dengan jujur, di antara ada yang mengambil tupperware Ibu?” Tanya Pedro dengan tegas. 30



“ Enggak ada Do , aku juga lihat Ibu sudah membawa tupperware saat hendak keluar kelas”, ujar Tridian menjelaskan “Kan gak mungkin tupperware itu hilang tiba- tiba!” Ujar Pedro dengan sedikit intonasi yang tinggi. Saat kami sibuk berdebat, salah seorang siswa kelas 10 menghampiri. “Permisi kak.“ Ucapnya sembari mengetuk pintu. “Oh iya kenapa dek?” Tanyaku seraya menuju ke arahnya. “Ini Kak, mau ngasih ini, kemarin Ibu Ros masuk ke kelas kami, tupperwarenya ketinggalan kak.” Ujarnya sembari memberi botol ungu itu kepadaku. “Oh iya makasih banyak ya dek.” Ujarku kepadanya lalu berbalik untuk masuk kembali ke kelas karena adik kelas itu yang berbicara denganku di depan pintu kelas. Semua siswa di kelas secara spontan melihat ke arahku. “Eh bentar- bentar, jangan marah dulu, tadi adik kelas ngasih botol ini samaku, katanya ketinggalan di kelas mereka.” jelasku kepada mereka dengan hati –hati. “Tuh kan, apa aku bilang, enggak mungkin kita yang ambil.” Seru nabila dengan berapi- api. 31



Besoknya wali kelas kami datang ke kelas kami “Gimana, udah ketemu botol minum ibu?” Tanya wali kelas kami kepada kami. “Ini bu.” Ujar Pedro sembari menyerahkan botol ungu itu. “ Loh, di mana ini kalian temukan?” Tanya wali kelas kami kepada kami. “Di kelas sebelah bu, siswa kelas 10 yang memberinya.“ Jawab Pedro. “Oo, oke, terima kasih.” Ujar wali kelas kami seraya meninggal kelas. Kami semua menatap kepergian Bu Ros dengan kompak. Begitu tak kelihatan lagi sosoknya beberapa orang kudengar menghela nafasnya. “Untung ga kena marah kita kan.” Fauzan menghela nafas. “Aku kesal.” Teriak teman semejaku. Karin. Ia lumayan pintar walau kadang memang nakal dan sering blak-blakan. “Iya woi. Mau protes Cuma gimana ya. Bu Ros wali kelas kita.” Balas puput yang duduk tak jauh dari tempatku.



32



“Udah lah. Seenggaknya kesan kita dimata Ibu Ros kan udah ga jelek sih.” Adila yang duduk di depanku bersuara yang disetujui oleh semua penghuni kelas. Di kelas akhir selama masa SMP ini sepertinya temantemanku sudah tak terlalu tampak bersaing dalam pelajaran. Bahkan beberapa menjadi sedikit nakal walau itu tidak mengurangi kadar kepintaran mereka. Karin, Durrah, Putri, dan Elsaz misalnya. Tiada hari tanpa melihat keributan yang mereka ciptakan di kelas. Karin dan Putri yang sering berteriak dengan suara mereka yang kuat, ada Elsaz yang selalu tertawa kapanpun dan dimanapun, lalu ada Durrah yang selalu mendukung apapun yang dilakukan teman-temannya yang berakhir 1 kelas menjadi ricuh dengan suara tawa melihat tingkah mereka yang selalu melakukan hal aneh bahkan kadang cenderung ekstrim. Hari ini untuk yang terakhir kalinya kami mengikuti lomba 17 Agustus di tahun ketigaku di SMP. Walau bukan yang pertama tentu saja perasaan gugup selalu menghantuiku. Kembali berjuang untuk mendapat gelar pemenang bersama teman-teman yang sudah bersamaku sejak kelas pertama atau bahkan yang baru saja bergabung dengan kami. Berbeda dengan interaksi saat kelas VII, walau baru mengenal pun tampaknya tak ada kecanggungan diantara kami. 33



Semuanya seakan sudah mengenal sejak lama baik laki-laki maupun perempuan.



Semuanya



bersatu menikmati



euforia



suasana



perlombaan ini walau ujungnya kami hanya memenangkan beberapa perlombaan saja. Berpindah dari masa saat kami berlomba. Kini keakraban semakin terasa kental di kelas kami. Menghadap berbagai macam guru dengan karakteristik dan cara mengajar yang berbeda merupakan suatu tantangan tersendiri bagi kami untuk tidak membuat mereka merasa kesal dengan tingkah kami walau terkadang hal aneh sering dilakukan untuk melepas penat. Hari ini tanggal 14 Februari. Hari yang biasa diperingati orang-orang sebagai hari valentine dengan memberikan coklat pada pasangannya. Berbeda dengan kami sekelas yang mayoritas lebih memilih belajar walau tak begitu fokus daripada berpacaran. Pagi ini seperti biasa kami semua kembali ribut. Putri tampak sedikit berdebat dengan Durrah untuk meminta minumnya. Walau dengan nada yang tampak kesal Durrah akhirnya mengijinkan juga. Saat itu juga, seorang temanku yang pindah kelas saat menginjak kelas IX ini datang dan langsung masuk ke dalam kelas hingga tak sengaja menyenggol Putri yang sedang memindahkan air. Indah Agustia namanya. Anak perempuan yang tomboi dan sangat berbakat di bidang olahraga juga pintar di pelajaran 34



akademis. “Eh Putri, maaf ya. Aku ga lihat.” Ucapnya meminta maaf sambil menunjukkan cengiran andalannya dan langsung lari keluar kelas. Putri mendengus kesal. Namun karena sifat jahil mungkin sudah mendarah daging padanya, air yang tumpah di atas meja saat itu dicipratkan ke beberapa orang teman yang duduk tak jauh darinya. Mereka protes namun hal itu tak membuat Putri berhenti, ia malah semakin semangat menggaggu kami. Cipratannya yang kesekian akhirnya mengenai aku dan Karin. “Ya tuhan, berikanlah Puput penerangan.” Ucapku masih mencoba melawak dengan gaya seperti orang berdoa walau sedikit kesal. Berbeda dengan Karin yang orangnya memang tak sabaran, ia langsung lari mengejar Putri hingga terjadilah kejar-kejaran di dalam kelas. Walau yang lain memperhatikan tampaknya mereka tak ada niatan berhenti hingga tak lama Karin memilih duduk di kursinya. Entah niat usil yang datang darimana aku mengambil selembar kertas yang tak terpakai lalu membersihkan tumpahan air tadi dan mengelapkan kertas itu ke wajah Karin. Tak tinggal diam, temanku ini langsung berteriak dan bersiap mengejarku juga Putri. Yang lainnya sudah tertawa terbahak-bahak melihat kami seperti kucing dan tikus yang sedang bertengkar. Di tengah aksi kejar-kejaran ini, Karin melepaskan 35



sepatunya dengan cepat lalu melemparkannya pada kami berdua. Keberuntungan berpihak pada kami karena bisa menghindari lemparannya. Naas, sepatu yang terlempar itu mendarat tepat di wajah Durrah yang sedari tadi tertawa dengan sangat terbahak-bahak melihat aksi kami. Ia terdiam sejenak menatap kami seiring dengan suara tawa teman yang lainnya yang semakin mengalun keras. Durrah bangkit, hendak membalas perbuatan kami namun aksinya terhenti karena bel sudah mengalun ditambah seorang guru yang tampak sudah dekat tengah berjalan menuju kelas. Suasana kelas tampak langsung senyap dalam sekejab.



36



Pada Akhirnya Aku merindukan momen seperti ini di hidupku. Saat kami antar sesama teman bisa tertawa dan beranda ria bersama tanpa ada sedikitpun kecanggungan diantara kami. Aku lulus dengan nim yang tak begitu memuaskan. Namun aku berhasil diterima di salah satu SMA favorit di kota ini. SMA N 2 Binjai. Dan kebetulannya lagi, beberapa orang teman sekelasku juga diterima di sekolah yang sama. Penerimaan murid baru berlangsung tak jauh berbeda dengan saat aku masih SMP. Di hari akhir masa orientasi kembali diadakan ujian untuk menenukan jurusan juga peringkat kelas. Aku kembali masuk ke kelas unggulan. Yang mengejudkan 4 orang teman sekelasku juga masuk di kelas yang sama. Mereka adalah Adila Khairani, Karina Adelia Pulungan, M. Zaki Zaini, dan Tridian Tambunan. Walau terpisah dengan yang lainnya setidaknya aku masih bisa sekelas dengan teman terdekatku hingga kelas 3 SMA. Banyak suka duka kulalui bersama mereka juga beberapa teman yang baru saja ku kenal saat baru saja masuk SMA ini. Semuanya meninggalkan kesan baik dan menyenangkan dimata dan lubuk hatiku. Walau tak ku sangkal beberapa peristiwa sempat membuatku sedih, marah, atau bahkan merasakan sakit hati. Namun aku percaya jikalau itu semua adalah proses dalam 37



kehidupan yang bisa membuatku menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dewasa dari yang sebelumnya. Segala suka dan duka berhasil menempa diriku menjadi Nazwa Syalsabilla yang saat ini kalian kenal.



38