5 0 199 KB
TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN PADA KASUS MASSA NASOFARING DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD IR.SOEKARNO SUKOHARJO Laporan Kasus Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi Tugas Praktek Kerja Lapangan III
Oleh : Munyati Nur Azizah NIM : 17.01.052
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK RONTGEN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG 2019
HALAMAN PENGESAHAN Telah diperiksa dan disahkan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktik Kerja Lapangan III pada Progam Studi Diploma III Teknik Rontgen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Husada Semarang. Nama
: Munyati Nur Azizah
NIM
: 17.01.052
Judul Laporan Kasus
:“TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN PADA KSUS MASSA NASOFARING DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO”
Sukoharjo, Desember 2019
Kepala Ruang,
Pembimbing,
Slamet Maryono, Amd.Rad,SE NIP.196907051994031013
Ibnu Rosyid Iriawan,S.Kom,S.ST,Msi NIP. 197804041999031007
KATA PENGANTAR Puji hanya kepada Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Lporan Kasus ini sebagai syarat untuk memenuhi Tugas Praktek Kerja Lapngan III berjudul “Teknik Pemeriksaan Ct-Scan Pada Kasus Massa Nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo ”. Shalawat dan salam atas junjungan nabi besar kita Muhammad SAW, nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam terang benderang. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan proposal karya tulis ilmiah ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, melalui
kesempatan ini
dengan
segala
kerendahan
hati
penulis
ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Ibu Nanik Suraningsih, S.ST, M.Kes selaku Ketua Prodi D III Teknik Rontgen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Husada Semarang, 2. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi DIII Teknik Rontgen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Husada Semarang, 3. Drg. Gani Suharto, Sp.KG., selaku direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Sukoharjo 4. Bapak Slamet Maryono,Amd.Rad,SE., selaku Kepala Ruangan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo 5. Bapak Ibnu Rosyid Iriawan,S.Kom,S.ST,M.Si., selaku pembimbing sekaligus Clinical Instruktur di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo
6. Seluruh radiografer dan staf karyawan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo 7. Kedua orang tua yang selalu memberikan kekuatan, semangat serta dukungan baik moril maupun materiil Penulis menyadari bahwasanya proposal karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, besar harapan penulis kepada pembaca atas kontribusinya baik berupa saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan proposal karya tulis ilmiah ini. Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada kita semua dan apa yang disajikan dalam proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.
Sukoharjo, Desember 2019
Penulis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Massa yang terdapat di nasofaring adalah tumor nasofaring. Tumor nasofaring dibagi menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Tumor ganas daerah kepala leher yang banyak ditemukan adalah karsinoma nasofaring (Primadina, 2017). Karsinoma nasofaring (KNF) adalah kanker yang berada di daerah nasofaring, yang terletak di atas tenggorokan dan dibelakang hidung. Karsinoma jenis ini kebanyakan adalah tipe sel skuamosa (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015). Di Indonesia karsinoma nasofaring merupakan urutan keempat terbanyak setelah kanker serviks, kanker payudara dan kanker kulit (Adham et al., 2012). Pada tahun 2002, ditemukan sekitar 80.000 insiden kanker nasofaring di seluruh dunia, dan diperkirakan menyebabkan kematian pada 50.000 penderita. Prevalensi kanker nasofaring di Indonesi aadalah 6.2/100.000, dengan hampir sekitar 13.000 kasus baru, namun itu merupakan bagian kecil yang terdokumentasikan (Kemenkes, 2017). Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Ir. Soekarno Sukoharjo ditemukan .. kasus nasofaring pada periode 9 November 2019 - 19 Januari 2020. Sarana
penunjang
radiologi
yang
menjadi
standar
dalam
mendiagnosis tumor yaitu pemeriksaan Computerized Tomography (CT) Scan. Pemeriksaan CT Scan ini dapat membantu dalam menentukan lokasi, karakteristik dan stadium pada pasien-pasien dengan tumor.
Pada kasus karsinoma nasofaring, CT Scan dapat memberikan informasi tentang penyebaran kelenjar getah bening, infiltrasi jaringan sekitarnya, dan destruksi tulang-tulang terutama pada basis krani (Ruslim, 2016) Gambaran CT Scan yang baik tergantung kualitas gambar yang dihasilkan. Kualitas gambar pada CT Scan dinilai dari
beberapa
komponen dan masing-masing dipengaruhi oleh beberapa parameter teknik salah satunya pemilihan slice thickness. Pada pencitraan CT Scan, slice thickness merupakan salah satu scan parameter yang cukup signifikan dalam menghasilkan informasi diagnostik citra yang optimal (Seeram, 2001). Menurut Ballinger (2010), pada pemeriksaan CT Scan nasofaring dewasa menggunakan slice thickness 5 mm. Menurut Seeram (2001) untuk
melihat
massa
jaringan
(soft
tissue)
pada
nasofaring
menggunakan slice thicknes syang tipis yaitu 3 mm. Pada pemeriksaan nasofaring di Rumah Sakit Umum Daerah Ir. Soekarno Sukoharjo menggunakan 5 mm dan 7 mm. Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk menulis laporan kasus tentang “Teknik Pemeriksaan Ct-Scan Pada Kasus Karsinoma Nasofaring Di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo” 1.2. Rumusan Masalah .2.1.
Bagaimna teknik pemeriksaan Ct-Scan pada kasus masa nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo”?
.2.2.
Kenapa Teknik Pemeriksaan CT-Scan pada kasus karsinoma nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo menggunakan variasi slice thickness yang berbeda dengan teori?
1.3. Tujuan Penulisan .3.1.
Untuk memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan III di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
.3.2.
Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Ct-Scan pada kasus massa nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
.3.3.
Untuk mengetahui alasan Teknik Pemeriksaan CT-Scan pada kasus massa nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo menggunakan variasi slice thickness yang berbeda dengan teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .1. Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan bagian dari faring, yang berhubungan dengan cavitas nasi dan telinga tengah masing-masing melalui koana dan tuba auditiva (Paulsen Fet al.,2012). Nasofaring berhubungan dengan fungsi respiratorik. Nasofaring berada dibelakang rongga hidung dan diatas dari soft palate memiliki diameter anteroposterior 2-4 cm dan tinggi 4 cm. Kebanyakan sel-sel karsinoma nasofaring berasal darifossa rosenmuller yang berhubungan dengan banyak organ seperti tuba eustachius, otot levator veli palatine, retropharyngeal space, foramen laserum, apeks petrosus,foramen ovale, otot tensor veli palatine, pharyngeal space dan otot konstriktor superior. Vaskularisasi dari nasofaring yaitu diperdarahi dari cabang arteri karotis eksternal dan untuk vena melalui pleksus faring ke vena jugular internal. Inervasi dari nasofaring berasal dari cabang saraf kranial V2 (Maxillaris), IX (Glosofringeal)dan X (Vagus), serta saraf simpatik (Putri, 2011).
1
2 3 4
5 6 7
Gambar 1.1 Anatomi Nasofaring (Putri,2011)
Keterangan gambar : 1. Sphenoid sinus 2. Foramen ovale 3. Foramen lacerum 4. Cilvus 5. Opening of eustachian tube 6. Torus tubarius 7. Rosenmuller’s fossa .1.1. Sistem limfatik nasofaring Dileher kita banyak mengandung jaringan limfatik, yang dapat berefek terhadap metastasis dari suatu kanker (Putri, 2011). Kelenjar limfe leher terdiri dari kelenjar limfe oksipital, aurikularis posterior, servikalis posterior, servikalis superfisial dan profunda,
tonsilaris, submaksilaris, submental, aurikularis anterior dan supraclavikularis. .3. Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu bentuk keganasan kepala dan leher yang mempunyai karakteristik yang khas baik secara histologi, epidemiologi dan biologi, yang berbeda dari karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. KNF adalah tumor yang berasal dari sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. KNF merupakan keganasan yang mempunyai predisposisi rasial yang sangat mencolok. KNF disebabkan oleh interaksi dari kerentanan genetik, faktor lingkungan (misalnya, paparan karsinogen kimia) dan infeksi dengan virus Epstein-Barr (Hermansyah, 2017) .4.
Parameter CT-Scan CT-Scan
merupakan
perpaduan
antara
teknologi
sinar-X,
komputer dan televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh dalam manusia dalam bentuk irisan atau slice (Rasad, 2018). Pada CT-Scan prinsip kerjanya hanya dapat men-scanning tubuh dengan irisan melintang tubuh (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat kembali sehingga didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk dimensi dari objek tersebut (Tortorici, 1995). Gambar pada CT-Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkasberkas sinar-X yang mengalami perlemahan setelah menembus objek, ditangkap detector, dan dilakukan pengolahan dalam komputer.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam CT-Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal. .4.1. Slice Thickness Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 mm – 10 mm sesuai dengan keperluan klinis. Pada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah sebaliknya ukuran yang tipis akan menhasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Jika ketebalan irisan semakin tinggi maka gambaran akan cenderung terjadi artefak dan jika ketebalan irisan semakin tipis maka gambaran cenderung akan menjadi noise. .4.2. Range Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness. .4.3. Volume investigasi Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang diperiksa. Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek hingga batas akhir objek yang akan diiris semakin besar. .4.4. Faktor eksposi Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu eksposi (s).
.4.5. Field of View (FOV) Field of View adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada
pada
rentang
12-50
cm.
FOV
yang
kecil
akan
meningkatkan resolusi gambaran karena dengan FOV yang kecil maka akan mereduksi ukuran pixel. Sehingga dalam proses rekonstruksi matriks hasil gambarannya akan menjadi lebih teliti. .4.6. Rekonstruksi Matriks Rekonstruksi Matriks adalah deretan baris dan kolom dari pixel dalam proses perekonstruksian gambar. .4.7. Rekonstruksi Algorithma Rekosntruksi
Algorithma
adalah
prosedur
matematis
(algorithma) yang digunakan dalam merekosntruksi gambar. Sebagin besar CT-Scan sudah memiliki standar algorithma tertentu untuk pemeriksaan kepala, abdomen dan lain-lain .4.8. Gantry Tilt Gantry Tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertical dengan gantry (tabung sinar-X dan detector). Rentang penyudutan antara -25° sampai +25°. Penyudutan ini bertujuan untuk keperluan diagnosa dan untuk mereduksi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif seperti contohnya mata. .4.9. Window Width Window Width adalah rentang nilai computed tomography yang dikonversi menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam tv monitor.
.4.10.
Window level Window level adalah nilai tengah dari window yang
digunakan untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik perlemahan dari struktur objek yang diperiksa. Window level ini menentukan densitas gambar yang dihasilkan .5. Kualitas Citra CT Scan Kualitas citra dalam radiologi menurut Bushberg (2003) dan Neseth (2000) harus dapat memperlihatkan citra anatomi yang sesuai dan dapat memberikan nilai akurasi diagnostik yang tinggi. Sedangkan menurut Bontrager (2001) kualitas citra meliputi semua faktor yang berhubungan dengan akurasi dengan menampakkan struktur dan jaringan kedalam radiograf atau citra. Menurut Seeram (2001) komponen yang mempengaruhi kualitas citra CT Scan adalah spasial resolusi, kontras resolusi, noise, dan artefak. .6. Teknik Pemeriksaan CT Scan Nasofaring .6.1. Pengertian Teknik pemeriksaan CT Scan nasofaring adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan sinar- X dan komputer sebagai pengolahan data untuk memperoleh gambaran nasofaring. .6.2. Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2010) a. Trauma b. Infeksi c. Tumor di nasofaring, urofaring, laring
d. dan kelenjar karotis .6.3. Persiapan Pemeriksaan a. Persiapan Pasien Tidak ada persiapan khusus bagi pasien, hanya instruksiinstruksi yang menyangkut prosedur pemeriksaan dan posisi penderita harus diberitahukan dengan jelas. Benda benda aksesoris seperti gigi palsu, anting-anting, kaca mata, rambut palsu, kawat gigi, dan alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan. Untuk kenyamanan pasien dan agar tidak kedinginan maka pasien diberi selimut (Broker cit. Isma 2005). b. Persiapan Alat dan Bahan (Nesseth,2002) Peralatan Non Steril 1
Pesawat CT-Scan
2
Tabung oksigen
c. Teknik Pemeriksaan 1
Posisi Pasien Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat gantry (head first).
2
Posisi Obyek Mid sagital plane (MSP) tubuh pasien berada di pertengahan meja, lampu indikator horisontal tepat pada axillary line.
3
Parameter CT Scan Nasofaring (Ballinger,2010) a) kV : 120
b) mAs : 150 c) Slice Thickness : 5 mm d) FoV : 20 e) Gantry tilt : 0 derajat f)
Recont kernel : Medium
g) Recont slice thickness : 2.5 mm h) Media kontras : Ya i)
Delay: 15 s
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN .1. Profil Kasus .1.1. Identitas pasien a. Nama
: Tn. Y
b. Umur
: 30 Tahun
c. Jenis Kelamin
: Laki-laki
d. No. Reg
: 4100**
e. Bangsal/Poliklinik
: THT
f.
: Kedoya Kebon jeruk, jakarta barat
Alamat
g. Pemeriksaan
: MSCT Nasofaring non kontras
h. Tanggal pemeriksaan
: 28 Desember 2019
i.
Diagnosa klinis
: Massa nasofaring
j.
Dokter pengirim
: dr. Nurmala Shofiati, SP.THT
.1.2. Riwayat pasien Pada hari Sabtu, tanggal 28 Desember 2019, pasien bernama Tn. Y datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo bagian Poli THT. Pasien menceritakan pernah terdapat tumor di bagian leher sebelah kanan dan mengeluh pusing pada mata
dan
penglihatanya
sedikit
kabur,
kemudian
dokter
melakukan biopsi. Dokter mendiagnosa terdapat massa nasofaring dan memberi saran untuk dilakukan CT-Scan nasofaring non kontras. Kemudian pasien datang ke Instalasi Radiologi Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo untuk mendaftar dan dilakukan CT-Scan nasofaring. .1.3. Prosedur pemeriksaan a. Persiapan alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan CTScan nasofaring di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo adalah sebagai berikut : 1
Pesawat CT-Scan siap pakai dengan spesifikasi data adalah sebagai berikut: a) Merek
: CT-Scan Hitachi ECLOS 16
b) No Tipe Tabung
: G59570
c) Tegangan
: 135 KV
d) Kuat Arus
: 500 mA
e) Tahun Keluaran
: Juni 2012
f)
: Baik
Kondisi
g) Printer
: Carestream Kodak dryview 5800
h) Oksigen i)
Selimut
j)
Head holder
k) Head strap (pengikat kepala) l) 2
Film
Persiapan Pasien Pemeriksaan CT-Scan nasofaring non kontras di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo tidak memerlukan persiapan khusus. Pasien
hanya diberi instruksi untuk melepas benda-benda logam yang berada di sekitaran obyek kepala dan leher yang bertujuan agar tidak mengganggu gambaran radiograf. 3
Teknik Pemeriksaan a) Posisi pasien Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry (head first) b) Posisi objek 1. Kepala ditempatkan di head holder dengan posisi yang nyaman 2. Mid Sagital Plane (MSP) kepala sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan Mid Coronal Plane (MCP)
tubuh
sejajardengan
lampu
indikator
horizontal 3. Kedua tangan pasien berada disamping tubuh pasien 4. Tubuh pasien difiksasi dengan body trap (pengikat tubuh) yang ada di meja pemeriksaan 5. Kepala
pasien
difiksasi
dengan
head
strap
(pengikat kepala) pada daerah dahi. 6. Atur ketinggian pasien dengan menekan tombol pada gantry “IN” untuk masuk, “OUT” untuk keluar, “UP” untuk naik dan “DOWN” untuk turun. 7. Atur batas pada orbita, batas bawah pada jugular notch.
8. Tidak lupa untuk mengunci pintu sebelum dilakukan pemeriksaan 4
Proses Pemeriksaan Proses scanning pemeriksaan CT-Scan nasofaring dengan kasus massa nasofaring di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo adalah sebagai berikut : a) Pilih “Registration” pada monitor kemudian masukkan data pasien meliputi : 1. No. RM 2. Nama dan Umur Pasien 3. Jenis Kelamin 4. Patient Coment 5. Nama Dokter Pembaca 6. Operator b) Pilih protocol “RSUD Ir Sukoharjo”, region pilih “Neck Nasopharing” c) “Proceed”
lalu
“Confirm”,
tunggu
hingga
tombol
“START” berkedip lalu tekan “START” untuk memulai scanning scanogram. d) Buat scout dari orbita sampai jugular notch, atur FOV hingga memenuhi seluruh area objek. e) Lalu confirm, tunggu hingga tombol “MOVE” berkedip f)
Tekan “MOVE” untuk memasukkan pasien ke gantry, tunggu tombol “START” berkedip
g) Tekan “START” untuk memulai scanning. h) Setelah scanning selesai, cek kembali hasil scanning apa ada image yang blur akibat pergerakan objek. i)
Pilih
“Exam
End”
untuk
mengakhiri
proses
pemeriksaan. j)
Turunkan pasien dari meja pemeriksaan dengan menekan tombol “OUT” dan “DOWN”, serta melepas body strap dan head strap yang terpasang.
c) Scan Parameter a) Scanogram
:
Menggunakan
I
range
dengan batas atas orbita dan batas bawah jugular notch b) Slice thickness
:
7
mm
(axial),
5
mm
(axial),
5
mm
(coronal) c)
Slice Pitch
:
d) e) f) g) h)
Gantry Window width Window level FOV kV dan mAs
: : : : :
7
mm
(coronal) Tanpa penyudutan 351 170
d) Scanogram Gambar 3.1 Scanogram Tn. Y 5
Teknik Filming
Setelah
proses
scanning
selesai,
selanjutnya
proses editing untuk dilakukan rekonstruksi gambar. Ada beberapa tahapan dalam merekostruksi gambar yaitu MPR, 3D dan ROI. Rekonstruksi mengunakan MPR berfungsi untuk mengatur kesimetrisan gambar, slice thickness, slice pitch dan FOV. Setelah mendapatkan hasil gambar yang diinginkan kemudian di save. Setelah kemudian
rekonstruksi
menggunakan
MPR,
Rekonstruksi ROI dilakukan untuk menghitung
HU (Hunstild Unit). Jika pada hasil scan didapatkan adanya massa, perdarahan, infark atau hal yang tidak sesuai anatomi, kita bisa menggunakan ROI. e) Hasil Radiograf Gambar 3.2 Hasil radiograf .2. Pembahasan .2.1. Teknik Pemeriksaan CT-Scan pada Kasus Massa Nasofaring Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo a. Tata laksana awal pemeriksaan Pertama petugas/radiografer memepersiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan
untuk
pemeriksaan seperti
Head holder, head claim, baju dan selimut pasien. Kemudian petugas
mempersilahkan
pasien untuk masuk kedalam
ruang pemeriksaan, kemudian
petugas mencocokan data
pasien
dan memperkenalkan diri sembari menjelaskan
tentang pemeriksaan yang akan di lakukan. Sebelum scanning di lakukan, radiografer memasukan data-data
pasien
kedalam
komputer
sebagai
registrasi
pasien. Terdiri atas nama pasien, umur pasien, nomor registrasi,
dokter
pengirim,
asal
ruangan,
dan
nama
radiografer yang mengoperasikan. Data-data yang dimasukan sesuai dengan lembar pennintaan foto yang di bawah pasien. b. Persiapan pasien Tidak ada persiapan khusus bagi pasien, hanya saja instruksi-instruksi yang prosedur
pemeriksaan
menyangkut harus
posisi pasien
diketahui dengan
dan jelas.
Benda aksesoris seperti gigi palsu, rambut palsu, anting, kalung. c. Posisi pasien Pasien tidur telentang (supine) diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry (head first) kepala hiperfleksi kemudian letakkan head holder. Kemudian lengan diletakkan disamping tubuh, kedua kaki lurus ke bawah, Mid Sagital Plane tubuh berada pada tengah meja pemeriksaan dan kepala sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan lampu indikator horizontal 2 jari di atas vertex. Batas atas pemeriksaan adalah orbita dan batas bawahjugular notch. Setelah itu pasien di informasikan supaya jangan bergerak selama pemeriksaan.
d. Posisi obyek Mid Sagital
Plane obyek berada pada pertengahan
head holder (tempat kepala). OML (Orbito Meatal line) tegak lurus dengan MAE (Meatus Acusticus Extema}. Pasien difiksasi dengan menggunakan head claim pada daerah kepala sebagai imobilisasi selama pemeriksaan. e. Input data Data pasien yang di input meliputi : No.Rekam Medik, Nama pasien, Umur pasien, Jenis kelamin, Dokter pengirim, Dokter radiolog yang bertugas membaca serta radiografer yang melakukan scanning. f.
Proses Scanning Kemudian setelah klik start dan didapatkan scannogram utama setelah itu atur batas
atas orbita sampai jugular
notch. Setelah itu di dapatkan irisan axial , selesai scanning kita cek kembali gambar scanning apakah ada yang perlu di ulang atau tidak, jika tidak klik perintah exam end untuk mengakhirinya. g. Prosesing gambar Setelah
dihasilkan
gambar
rekonstruksi, kita
dapat mengolah dengan scan parameter 1 range dengan slice thickness 7 mm untuk potongan coronal. Kemudian buat potongan axial dengan mengatur ketebalan slice thickness 5 mm. Setelah di dapatkan potongan axial maka kita dapat keluar dari file dengan cara klik close,
kemudian klik refresh untuk menampilkan data yang sudah di proses. Langkah selanjutnya adalah membuka file yang sudah di proses, Kemudian memberi tanda ROI pada bagian yang terdapat kelainan. Kemudian setelah setelah semua diatur dan cukup untuk memberikan informasi .3.3.
Alasan
Teknik
Pemeriksaan
CT-Scan
pada
kasus
massa
nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo menggunakan variasi slice thickness yang berbeda dengan teori Menurut Ballinger (2010), pada pemeriksaan CT Scan nasofaring dewasa menggunakan slice thickness 5 mm. Menurut Seeram (2001) untuk melihat massa jaringan (soft tissue) pada nasofaring menggunakan slice thickness yang tipis yaitu 3 mm. Slice thickness yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah, sebaliknya dengan slice thickness yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi (Seeram, 2001). Pada pemeriksaan nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo menggunakan slice thickness 5 mm dan 7 mm. Dasar penggunaan slice thickness 5 mm dan 7 mm di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo slice thickness 5 mm sesuai berdasarkan teori, sedangkan dasar penggunaan slice thickness 7 mm di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo berdasarkan dari radiografer dan SOP di Instalasi Radiologi RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo.
Slice thickness sangat penting untuk menampakkan kejelasan anatomi dan patologi organ dan khususnya pada organ nasofaring agar mendapatkan hasil citra yang informatif. Apabila menggunakan slice thickness yang terlalu tipis maka gambaran yang dihasilkan akan terdapat noise, sedangkan menggunakan slice thickness terlalu tebal maka ada informasi anatomis yang hilang dan gambaran citra kurang detail. Menurut penulis, pemilihan slice thickness 5 mm cukup dapat memperlihatkan struktur anatomi soft tissue dan tulang. Karena nasofaring kasus massa nasofaring memerlukan tingkat detail yang tinggi dan untuk memperlihatkan kualitas citra yang baik menggunakan slice thickness