Thyristor Buku [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Thyristor Thyristor merupakan salah satu tipe devais semikonduktor daya yang paling penting dan telah digunakan secara ekstensif pada rangkaian elektronika daya. Thyristor biasanya digunakan sebagai saklar, beroperasi pada keadaan non konduksi ke konduksi. Pada banyak aplikasi, thyristor dapat diasumsikan sebagai saklar ideal akan tetapi dalam prakteknya thyristor memiliki batasan dan karakteristik tertentu.



Thyristor adalah semikonduktor daya yang tersusun dari 4 lapis P-N-P-N, seperti gambar di bawah ini.



Gambar 1. Thyristor 4 lapis



Gambar 2. bentuk beberapa komponen thyristor



Gambar 3. SCR (Thyristor) tipe packages Thyristor semula disebut silicon controlle rectifier (SCR) tetapi beberapa tahun lalu istilah thyristor telah disetujui secara internasional. Kurva karakteristik thyristor dapat dilihat seperti gambar 3, yang mempunyai tiga bagian: 1. karakteristik reverse bloking 2. karakteristik keadaan off 3. karakteristik keadaan on



Gambar 3.kurva karakteristik V-I thyristor Untuk mengkonduksikan thyristor dapat dilakukan dengan memberikan tegangan anode (Va) lebih besar dari pada tegangan (Vk), kemudian baru diberi arus pemicu pada gerbangnya. Arus yang mengalir dari anode ke katode harus lebih besar dari pada arus latching thyristor tsb, bila tidak, pada saat arus pemicu dihilangkan maka thyristor kembali pada keadaan off lagi. Perubahan dari karakteristik keadaan off ke karakteristik keadaan on juga dapat terjadi tanpa pemberian arus pemicu pada gerbangnya, bila tegangan puncak keadaan off yang diijinkan dilampaui atau laju kenaikan tegangan melampaui harga kritisnya. Tegangan maju keadaan off dari thyristor dengan arus gerbang nol, berubah dari keadaan off ke keadaan on disebut tegangan nol break over. Tegangan yang melebihi tegangan balik puncak yang diijinkan pada karakteristik balik mengakibatkan rusaknya thyristor. Thyristor tidak dapat off dengan cara diberi pemicuan pada gerbangnya, hanya akan off bila arus yang mengalir dari anode ke katode (Iak) turun sampai di bawah arus holdingnya (Ih). Keuntungan penting thyristor adalah tegangan balik puncak berulang dan arus rated (In) yang harga rata-ratany dari arus keadaan on secarakontinyu. Arus keadaan on kontinyu saat di bebani dengan arus sinusoida setengah siklus disebut maksimum rata-rata arus keadaan on.



Gambar 4. Proses turn-on Thyristor Setelah arus pemicuan (Igt) diberikan, waktu tunda gate-controler



Gambar. Contoh aplikasi thyristor pada pengaturan kecepatan motor dc



2.3



Thyristor Thyristor berakar kata dari bahasa Yunani yang berarti ‘pintu’. Dinamakan



demikian karena sifat dari komponen yang mirip dengan pintu yang dapat dibuka dan ditutup untuk melewatkan arus listrik. Ciri - ciri utama dari sebuah thyristor adalah komponen yang terbuat dari bahan semiconductor silicon. Komponen thyristor yang digunakan yaitu SCR (silicon controlled rectifier). 2.3.1 SCR (Silicon Controlled Rectifier) [2] [16] [19] SCR (Silicon Controlled Rectifier) merupakan komponen elektronika daya yang dapat digunakan sebagai sistem saklar. Salah satu keuntungan dari SCR adalah mampu mengalirkan daya ratusan watt dan hanya membutuhkan mili watt sinyal pemicuan. Struktur dasar thyristor adalah struktur 4 layer P-N-P-N, jika dipilah, struktur thyristor dapat dilihat sebagai dua buah struktur junction P-N-P dan N-P-N yang tersambung ditengah seperti pada gambar 2.5(b). Yang menyerupai dua buah transistor PN-P dan N-P-N dan tersambung pada masing - masing kolektor dan basis. Jika digambarkan sebagai transisitor Q1 dan Q2, maka stuktur thyristor dapat diperlihatkan seperti pada gambar 2.5(c).



A



A



G



P



P N P N



G



PNP



N P



N P



G



N



K (a)



A



A



NPN



K



G



K (b)



(c)



K (d)



Gambar 2.5 Silicon Controlled Rectifier .



Gambar 2.5(a) merupakan struktur dasar SCR, gambar 2.5(b) merupakan struktur SCR yang didekatkan pada dua transistor, gambar 2.5(c) merupakan lambang SCR yang dibentuk oleh dua transistor dan gambar 2.5(d) merupakan lambang SCR. Pada gambar 2.5(c), kolektor transistor P-N-P tersambung pada basis transistor N-P-N dan sebaliknya kolektor transistor N-P-N tersambung pada basis transistor P-N-P. Rangkaian transistor



yang demikian menunjukan loop penguatan arus dibagian tengah. Dimana diketahui bahwa Ic = β Ib, yaitu arus kolektor adalah penguatan dari arus basis. Apabila ada arus sebesar Ib yang mengalir pada base transistor N-P-N, maka akan ada arus Ic yang mengalir pada kolektor N-P-N. Arus kolektor merupakan arus base Ib pada transistor P-N-P, sehingga akan muncul penguatan pada arus kolektor transistor PN-P. Arus kolektor transistor P-N-P adalah arus base bagi transistor N-P-N. Sehingga makin lama sambungan P-N dari thyristor dibagian tengah akan mengecil dan hilang. Yang tertinggal hanyalah lapisan P dan N di bagian luar. Jika keadaan tersebut telah tercapai, maka struktur yang demikian tidak lain merupakan struktur dioda P-N (anoda katoda). Pada saat yang demikian, dapat disebut bahwa thyristor dalam keadaan ON dan dapat mengalirkan arus dari anoda menuju katoda seperti sebuah dioda. Pada kondisi tersebut SCR akan terkunci (latch) untuk terus ON dengan sekali picu. Dua transistor yang dirangkai seperti pada gambar 2.5(c) diatas akan tidak bekerja walaupun pada kaki anoda SCR dan kaki Katoda SCR diberi beda potensial (pada kaki anoda diberi beda potensial positif dan pada kaki katoda diberi beda potensial negatif) SCR akan tetap dalam keadaan OFF apabila tidak ada arus yang diberikan pada kaki gate. Pada beberapa keadaan SCR hidup dengan beberapa cara sebagai berikut : 1. Beda Potensial SCR telalu besar antara kaki katoda dengan kaki anoda. 2. Dengan temperatur yang tinggi. 3. Kaki gate SCR dipicu oleh pulsa dari luar. Dari ketiga macam cara untuk menghidupkan SCR diatas point tiga merupakan cara menghidupkan SCR secara normal. SCR dapat dimatikan dengan dua cara yaitu mengurangi arus maju (Forward) yang mengalir sampai dibawah arus holding SCR dan cara kedua dengan membias balik arus SCR, dengan membalik beda potensial pada kaki anoda dan katoda. Gambar 2.6 merupakan karakteristik dari SCR.



+IA Tegangan jatuh



Latching Current Holding Current IG1



IG2



IG0



Tegangan breakdown balik



- VAK



+ VAK Daerah penahan tegangan maju



Arus bocor balik



Tegangan maju maksimum



-IA



Gambar 2.6 Karakteristik SCR V- I 2.3.2 Penyulutan SCR Terdapat dua macam cara untuk memicu / menyulut SCR sekaligus mengisolasi antara tegangan pengendali dengan tegangan jala-jala pada rangkaian daya yaitu dengan menggunakan transformator pulsa dan optoisolator. SISTEM TEGANGAN DC (TEGANGAN RENDAH) PULSA GERBANG DARI AT89S51



SISTEM TEGANGAN AC (TEGANGAN TINGGI)



RANGKAIAN PEMISAH OPTOISOLATOR



RANGKAIAN PENGUAT ARUS



RANGKAIAN PENGAMAN



KE GATE SCR



Gambar 2.7 Blok diagram penyulut SCR (SCR drives).



Pada gambar 2.7, keluaran pulsa gerbang dari mikrokontroler sebagai masukan kaki gate SCR dimasukkan menuju rangkaian pemisah optoisolator, yang kemudian arus keluaran dari optoisolator dikuatkan dengan rangkaian penguat arus yang terdiri dari dua buah transistor, optoisolator sendiri berfungsi sebagai rangkaian pemisah antara rangkaian sistem kontrol (tegangan rendah DC) dengan rangkaian sistem daya (tegangan tinggi AC). Kemudian pulsa gerbang menuju ke gate SCR melalui dioda. Dioda



digunakan untuk meneruskan sinyal picu positif pada kaki gate SCR dan juga dimaksudkan sebagai pengaman apabila ada tegangan dan arus balik dari SCR, karena SCR bekerja pada tegangan tinggi AC.



2.4



Rangkaian Kontrol Penyulut SCR (Mikrokontroller) Pengendalian penyulutan SCR dirancang menggunakan mikrokontroller. Maksud



dari penggunaan pengendalian penyulutan adalah untuk mendapatkan pengaturan penyulutan (pulsa gerbang) penundaan dan penyulutan SCR sesuai dengan yang diharapkan sehingga tujuan soft starting dapat tercapai. Dengan rangkaian kontrol mikrokontroler dan pembuatan program yang tepat dapat dicapai pengendalian arus motor yang diharapkan, yaitu dengan mengenakan pulsa gerbang penundaan dan penyulutan ke SCR pada waktu yang berbeda dalam setiap setengah siklus tegangan fasa, Jika pulsa gerbang dikenakan lebih awal dalam setengah siklus keluran tegangan SCR tinggi. Jika pulsa gerbang dikenakan agak lambat dalam setengah siklus, keluaran tegangan SCR rendah. Sehingga tegangan masukan ke motor dapat diubah dari nol sampai penuh selama periode pengasutan, dan diperoleh arus motor mulai dari nol sampai pada arus pengasutan nominal. Mikrokontroler merupakan sebuah piranti yang dapat menjalankan perintah perintah yang diberikan dalam bentuk baris - baris program. Program adalah kumpulan perintah yang diberikan pada sistem mikrokontroler, untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Mikrokontroler terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian memori, bagian pemroses utama (CPU), dan bagian masukan/keluaran (I/O). Bagian pemroses utama (CPU/Central



Processing



Unit)



merupakan



bagian



utama



dari



suatu



sistem



mikrokontroler. CPU berisi rangkaian pengontrol, register-register, dan ALU (Arithmetic Logic Unit) yaitu bagian yang bertugas melakukan proses aritmetika dan logika. Bagian memori terdiri dari ROM (Read Only Memory), yaitu memori yang hanya dapat dibaca, RAM (Random Access Memory), yaitu memori yang dapat dibaca dan ditulis secara acak. Memori digunakan untuk menyimpan semua program yang akan dieksekusi, data yang akan diproses, dan data hasil proses.



Bagian I/O (masukan/keluaran) dari sistem mikrokontroler adalah bagian yang menghubungkan antara mikrokontroler dengan luar sistem. Mikrokontroler menerima data dari luar, berupa data masukan dari keypad atau data masukan yang lain melalui bagian masukan (port input) dan akan mengirimkan data keluar yang telah diolah melalui bagian keluaran (port output).



2.4



Thyristor Thyristor adalah komponen yang prinsip kerjanya mirip dengan dioda namun



dilengkapi dengan gate untuk mengatur besarnya fasa yang dilalukan. Simbol thyristor dan struktur dasar thyristor terdapat pada gambar 2.12



(a)



(b)



Gambar 2.12 (a) Simbol thyristor (b) Struktur dasar thyristor



2.4.1 Karakteristik Thyristor



+IA tegangan jatuh Latching Current Holding Current IG2



IG1



IG0



Tegangan Breakdown balik - VAK



+ VAK Daerah penahan tegangan maju



Arus bocor balik



Tegangan maju maksimum



-IA



Gambar 2.13 Karakteristik thyristor Dari gambar 2.12.b dapat dipelajari sistem operasi thyristor. Ketika katoda thyristor lebih positif daripada anoda maka sambungan J1 dan J3 terbias mundur dan thyristor akan berusaha memblok aliran arus namun demikian arus bocor balik (reverse leakage current) akan tetap muncul walau kecil sekali, kecuali bila tegangan yang diberikan lebih besar dari tegangan tembus balik (reverse breakdown voltage) sehingga timbul arus bocor balik yang sangat besar yang dapat merusakkan thyristor. Ketika anoda lebih positif daripada katoda, sambungan J1 dan J3 dibias maju. Selama J2 terbias balik, maka thyristor masih dalam kondisi memblok tegangan maju. Supaya arus dapat mengalir dari anoda ke katoda maka potensial J2 harus diperkecil yaitu dengan cara memberi arus pada P-nya melalui gate, sehingga bias balik pada J2 dapat berlangsung pada tegangan yang rendah. Dalam penggunaannya diketahui berbagai cara mengoperasikan thyristor, yaitu metoda membuat thyristor dalam kondisi menghantar (trigger methods) atau penyulutan dan metoda membuat thyristor dalam kondisi tidak menghantar (commutation methods) atau komutasi. Terdapat beberapa metoda membuat thyristor dalam kondisi menghantar, yaitu :



a. Radiasi Thyristor ditembaki dengan foton sedemikian rupa sehingga pasangan holeelectron semakin banyak dan menurunkan nilai hambatan, sehingga arus dapat mengalir. b. Tegangan Tegangan maju thyristor diperbesar diatas tegangan tembusnya, sehingga arus dapat mengalir. c. Suhu (temperature) Setiap thyristor dibuat dengan batas suhu kerja dalam beberapa puluh bahkan ratus derajat Celcius, bila thyristor dikenakan pada suhu diatas batas tersebut maka resistansi pada sambungannya (junction) akan mengecil sehingga dapat dilalui arus.



d. Gate



Thyristor AC



Vac



0



Igate



0



















VR



0



















VT



0



















IR R



 



Gambar 2.14. (a) Rangkaian pemicuan sederhana (b) Bentuk gelombang Vac, Igate, VR, dan VT



Pemicuan atau penyulutan melalui gate adalah yang umum digunakan, dengan tegangan kecil saja pada gate-cathode (tergantung spesifikasi produk) arus gate dapat



mengalir. Pada saat arus gate mengalir blok tegangan pada J2 menurun dikarenakan J3 potensial tegangannya menjadi lebih rendah dibandingkan J1. Sehingga arus dapat mengalir dari anoda ke katoda. Karena daerah kerja thyristor adalah 00 hingga 1800 (sifat umum dioda bila bekerja pada tegangan arus bolak balik) maka hanya pada daerah tersebut pengontrolan fasa dapat dilakukan. Proses ini dapat diperhatikan pada gambar 2.14. Gambar 2.14 menunjukkan bahwa thyristor dipicu pada sudut 0 arus akan melalui thyristor secara penuh dari perioda 0 hingga 1800. Pada perioda 1800 hingga 3600 thyristor akan mengalami bias mundur sehingga arus akan ditahan, pada perioda ini pemicuan tidak berguna karena fenomena bias mundur merupakan fenomena dasar thyristor (dioda) dimana hanya akan melakukan bias maju. Jadi pada thyristor bila ingin dalam keadaan menghantar maka pemicuan lewat gate harus dilakukan setiap perioda 00 hingga 1800. Dalam pembuatan tugas akhir ini digunakan metoda penyulutan melalui terminal gate. Setelah thyristor dalam kondisi terpicu maka thyristor dalam kondisi menghantarkan arus listrik, untuk pengaturan fasa atau menghentikan arus listrik maka diperlukan metoda komutasi. Pada intinya metoda komutasi pada thyristor adalah mengusahakan tegangan pada thyristor adalah nol, sehingga arus tidak mengalir. Pada saat itu dapat dipastikan thyristor akan dalam kondisi tidak dapat menghantarkan arus listrik dari anoda ke katoda hingga pemicuan dimasukkan kembali. Dan beberapa metoda membuat thyristor tidak menghantar atau komutasi, yaitu : a. Komutasi alami (natural commutation) Dalam pembuatan modul ini, teknik alami yang digunakan, karena tegangan kerja yang digunakan adalah AC. Pada tegangan arus bolak balik setiap satu perioda akan melewati dua kali titik nol volt yaitu 00 dan 1800. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.14.b, setelah tegangan melewati titik-titik tersebut maka thyristor secara otomatis akan mengalami komutasi. Inilah salah satu keuntungan bila menggunakan thyristor pada tegangan kerja arus bolak balik. b. Komutasi yang dipaksakan (Forced commutation) Komutasi jenis ini tidak dibahas secara mendetail, karena tidak digunakan dalam pembuatan modul.



Gambar 2.14 adalah rangkaian sederhana thyristor yang dipicu sebesar α serta bentuk gelombang yang dihasilkan. SCR (Silicon Controlled Rectifier) adalah suatu komponen elektronika yang biasanya digunakan sebagai saklar. Salah satu keuntungan dari komponen ini adalah kemampuannya dalam mengalirkan daya ratusan watt hanya membutuhkan mili bahkan mikro watt sinyal picu Struktur SCR , pendekatan struktur PNPN terhadap transistor, susunan transistor yang membentuk SCR dan lambang dari SCR dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini A



A



A A PNP



P



G



P N P N



N P G



N P



G



N K



G



NPN



K K



a)



b)



c)



K



d)



Gambar 2.1 Silicon Controlled Rectifier . (b) Struktur dasar (c) Struktur SCR yang didekatkan pada dua transistor. (d) Lambang dua transistor yang dibentuk oleh dua transistor . (e) Lambang SCR Kerja dari SCR dapat dijelaskan dengan mengasumsikan SCR sebagai dua transistor yang dirangkai seperti terlihat pada gambar 2.1 c diatas. Seperti pada umumnya transistor bipolar adalah komponen elektronik yang akan mengalirkan arus pada kaki kolektor dari atau ke kaki emitor bila ada arus yang mengalir pada kaki basis dari atau ke kaki emitor, Oleh karena itu dua transistor yang di rangkai seperti pada gambar 2.1.c diatas akan tidak bekerja walaupun pada kaki Anoda(di SCR) dan kaki Katoda(di SCR) diberi beda potensial (pada kaki Anoda diberi beda potensial positif dan pada kaki Katoda diberi beda potensial negatif ) SCR akan tetap mati bila tidak ada arus yang diberikan pada kaki gate-nya . Untuk mengaktifkan SCR kaki gate harus diberi sumber



arus sehingga akan menghidupkan transistor NPN hal ini dikarena terjadi aliran arus dari kaki basis ke kaki emitor , dengan hidupnya transistor NPN akan menarik arus dari kaki emitor pada kaki transistor PNP ke kaki basis hal ini akan menghidupkan transistor PNP yang selanjutnya transistor PNP ini akan mengalirkan arus dari kaki emitornya ke kaki kolektornya yang kemudian akan diteruskan ke kaki basis menuju kaki kolektor pada transistor NPN sehingga setiap transistor ini akan menahan kedaan ini sehingga SCR akan terkunci (latch) untuk terus hidup dengan sekali picu. Pada beberapa keadaan SCR hidup dengan beberapa cara sebagai berikut : 1. Beda Potensial SCR telalu besar antara kaki Katoda dengan kaki Anoda 2. Bila arus maju (Forward) berlangsung sangat cepat 3. Dengan Temperatur yang tinggi 4. Kaki SCR dipicu oleh pulsa dari luar 5. Energi Cahaya yang mengenai lapisan pada SCR Dari kelima macam cara untuk menghidupkan SCR diatas hanya point keempatlah cara menghidupkan SCR secara normal. SCR dapat dimatikan dengan dua cara yaitu mengurangi arus maju (Forward) yang mengalir sampai dibawah arus holding-nya, cara kedua dengan cara membias balik arus SCR , dengan membalik beda potensial pada kaki Anoda dan Katoda Karakteristik SCR dapat dilihat gambar 2.2 dibawah ini +IA tegangan jatuh Latching Current Holding Current IG 2



IG 1



IG 0



Tegangan Brekdown balik



- VAK



+ VAK Daerah penahan tegangan maju



Arus bocor balik



-IA



Gambar 2.2 Karakteristik SCR V-I



Tegangan maju maksimum



Pada prakteknya ada dua macam cara untuk memicu SCR sekaligus mengisolasi antara tegangan pengendali dengan tegangan jala-jala yaitu dengan menggunakan transformator pulsa atau optocoupler . Pada gambar 2.3 dapat dilihat SCR



dipicu oleh transformator dengan cara



memberikan suatu pulsa picu dengan tegangan yang cukup pada kaki basis sehingga transistor akan mengalami saturasi



sehingga ada aliran arus pada lilitan primer



transformator menyebabkan lilitan sekunder pada transformator juga akan mengalirkan arus hasil induksi magnetik . Dioda d1 digunakan untuk mengamankan transistor dari arus balik yang dihasilkan oleh transformator, resistor 1 digunakan membatasi arus yang mengalir pada basis sehingga transistor, transistor digunakan untuk memperbesar arus yang mengalir ke transformator, dioda d2 dan digunakan untuk mencegah tegangan negatif pada kaki basis transistor sehingga transistor hanya dipicu oleh tegangan positif saja. +Vcc +Vcc d1 d1 d2



d2 tegangan keluaran



Gambar 2.3 Rangkaian pemicu SCR



Sedangkan rangkaian pengaman untuk SCR dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini.



d1 r1 G



G



rg K



cg



G rg



K



(a)



cg



K dg



(b)



(c)



(d)



Gambar 2.4 Rangkaian pengaman dari SCR



dg



Pada gambar 2.4.a resistor rg digunakan untuk meningkatkan kemampuan dv/dt, meningkatkan arus holding dan latching. Pada gambar 24.b kapasitor Cg digunakan untuk menghilangkan komponen noise frekuensi tinggi serta meningkatkan kemampuan dv/dt. Pada gambar 24.c dioda dg digunakan untuk melindungi SCR dari tegangan negatif . Pada gambar 24.d adalah rangkaian gabungan dari ketiga pengaman sebelumnya ditambah d1 dan r1 , d1 berguna untuk meneruskan sinyal picu positif saja sedangkan r1 digunakan untuk meredam sembarang osilasi transient.



2.2.



Thyristor Thyristor[7][8] adalah komponen yang prinsip kerjanya mirip dengan dioda namun dilengkapi



dengan gate untuk mengatur besarnya fasa yang dilalukan. Simbol thyristor dan struktur dasar thyristor terdapat pada gambar 2.4.



(a)



(b)



Gambar 2.4. (a) Simbol thyristor (b) Struktur dasar thyristor Thyristor (SCR) adalah komponen semikonduktor yang terbentuk dengan struktur empat lapis, yaitu P-N-P-N, dengan tiga lapis sambungan P-N dengan cara penggabungan difusi (diffusion). Thyristor memiliki tiga terminal yaitu : anoda (anode), katoda (cathode), dan gate. Dimana arah arus tetap dari anoda ke katoda bila telah tersulut (triggering). Sambungan P-N (P-N junction) berturut-turut dari anoda ke katoda diberi notasi J1, J2, dan J3. Pada arus searah setelah thyristor tersulut maka thyristor selalu akan dalam kondisi on atau menghantar, dan setelah menerima komutasi (commutation) thyristor akan off atau dalam keadaan tidak menghantar. Peristiwa ini dapat digambarkan dengan rangkaian ekivalen dengan menghubungkan transistor secara sedemikian rupa, seperti pada gambar 2.5.



Gambar 2.5. Pemodelan thyristor dengan menggunakan dua buah transistor



Pada gambar ekivalen tersebut transistor T2 dianggap sebagai transistor P-N-P dan transistor T1 dianggap sebagai transistor N-P-N. Arus kecil yang mengalir masuk di sambungan anoda harus mengalir keluar dari katoda. Untuk T1 arus emitor (I) adalah jumlah arus basis dan arus collector ditambah kebocoran yang ada, yaitu :



I  hFB1  hFB 2  hCB 0



(2.15)



Dalam persamaan diatas ICB0 adalah arus bocoran, selanjutnya persamaan dapat disederhanakan menjadi :



I  I hFB1  hFB2   I CB 0



I



I CB 0 1  hFB1  hFB 2 



(2.16)



Pada persamaan diatas penguatan arus tunggal basis suatu transistor, hFB sangat tergantung pada nilai arus collector. Bila arus yang mengalir melalui transistor-transistor tetap rendah, jumlah kedua penguatan arus (hFB1 + hFB2) tetap kurang dari satu, sebagai contoh :



h FB1 hFB2   0,9 maka I  10  I CB 0



(2.17)



Arus dalam persamaan diatas menjadi kecil, karena resistansi antara anoda dan katoda sangat tinggi. Tetapi, bila T1 dibias maju oleh arus gate, maka peningkatan arus melalui T 1 menaikkan penguatan arus dan dengan cepat (hFB1 + hFB2) akan mendekati satu. Kemudian kedua transistor beralih kedalam keadaan menghantar. Transistor-transistor ini disambungkan dalam konfigurasi umpan-balik positif, arus collector setiap transistor mencatu arus basis ke yang lain. Selanjutnya arus gate dapat dihilangkan dan kedua transistor tetap menghantar, karena arus yang mengalir melaluinya cukup tinggi untuk menjamin jumlah hFB1 dan hFB2 melebihi satu. Gambar 2.6 menunjukkan karakteristik umum sebuah thyristor.



+IA tegangan jatuh Latching Current Holding Current IG 2



IG 1



IG 0



Tegangan Brekdown balik



- VAK



+ VAK Daerah penahan tegangan maju



Arus bocor balik



Tegangan maju maksimum



-IA



Gambar 2.6. Karakteristik thyristor



Dari gambar 2.4.b dapat dipelajari sistem operasi thyristor. Ketika katoda thyristor lebih positif daripada anoda maka sambungan J1 dan J3 terbias mundur dan thyristor akan berusaha memblok aliran arus namun demikian arus bocor balik (reverse leakage current) akan tetap muncul walau kecil sekali, kecuali bila tegangan yang diberikan lebih besar dari tegangan tembus balik (reverse breakdown voltage) sehingga timbul arus bocor balik yang sangat besar yang dapat merusakkan thyristor. Ketika anoda lebih positif daripada katoda, sambungan J1 dan J3 dibias maju. Selama J2 terbias balik, maka thyristor masih dalam kondisi memblok tegangan maju. Supaya arus dapat mengalir dari anoda ke katoda maka potensial J2 harus diperkecil yaitu dengan cara memberi arus pada P-nya melalui gate, sehingga bias balik pada J2 dapat berlangsung pada tegangan yang rendah. Dalam penggunaannya diketahui berbagai cara mengoperasikan thyristor, yaitu metoda membuat thyristor dalam kondisi menghantar (trigger methods) atau penyulutan dan metoda membuat thyristor dalam kondisi tidak menghantar (commutation methods) atau komutasi. Terdapat beberapa metoda membuat thyristor dalam kondisi menghantar, yaitu : e.



Radiasi Thyristor ditembaki dengan foton sedemikian rupa sehingga pasangan hole-electron semakin banyak dan menurunkan nilai hambatan, sehingga arus dapat mengalir.



f.



Tegangan Tegangan maju thyristor diperbesar diatas tegangan tembusnya, sehingga arus dapat mengalir.



g.



Suhu (temperature) Setiap thyristor dibuat dengan batas suhu kerja dalam beberapa puluh bahkan ratus derajat Celcius, bila thyristor dikenakan pada suhu diatas batas tersebut maka resistansi pada sambungannya (junction) akan mengecil sehingga dapat dilalui arus.



h.



Gate



Pemicuan atau penyulutan melalui gate adalah yang umum digunakan, dengan tegangan kecil saja pada gate-cathode (tergantung spesifikasi produk) arus gate dapat mengalir. Pada saat arus gate mengalir blok tegangan pada J2 menurun dikarenakan J3 potensial tegangannya menjadi lebih rendah dibandingkan J1. Sehingga arus dapat mengalir dari anoda ke katoda. Karena daerah kerja thyristor adalah 00 hingga 1800 (sifat umum dioda bila bekerja pada tegangan arus bolak balik) maka hanya pada daerah tersebut pengontrolan fasa dapat dilakukan. Proses ini dapat diperhatikan pada gambar 2.7. Gambar 2.7 menunjukkan bahwa thyristor dipicu pada sudut 0 arus akan melalui thyristor secara penuh dari perioda 0 hingga 1800. Pada perioda 1800 hingga 3600 thyristor akan mengalami bias mundur sehingga arus akan ditahan, pada perioda ini pemicuan tidak berguna karena fenomena bias mundur merupakan fenomena dasar thyristor (dioda) dimana hanya akan melalukan bias maju. Jadi pada thyristor bila ingin dalam keadaan menghantar maka pemicuan lewat gate harus dilakukan setiap perioda 00 hingga1800.



Vac



0



Igate



0



















VR



0



















VT



0



















Thyristor AC



IR R (a)



 



(b)



Gambar 2.7. (a) Rangkaian pemicuan sederhana (b) Bentuk gelombang Vac, Igate, VR, dan VT Dalam pembuatan tugas akhir ini digunakan metoda penyulutan melalui terminal gate. Setelah thyristor dalam kondisi terpicu maka thyristor akan dalam kondisi menghantarkan arus listrik, untuk pengaturan fasa atau menghentikan arus listrik maka diperlukan metoda komutasi. Pada intinya metoda komutasi pada thyristor adalah mengusahakan tegangan pada thyristor adalah nol, sehingga arus tidak mengalir. Pada saat itu dapat dipastikan thyristor akan dalam kondisi tidak dapat menghantarkan arus listrik



dari anoda ke katoda hingga pemicuan dimasukkan kembali. Dan beberapa metoda membuat thyristor tidak menghantar atau komutasi, yaitu : c.



Komutasi alami (natural commutation) Dalam pembuatan modul ini, teknik alami yang digunakan, karena tegangan kerja yang digunakan adalah ac. Pada tegangan arus bolak balik setiap satu perioda akan melewati dua kali titik nol volt yaitu 00 dan 1800. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.7.b, setelah tegangan melewati titik-titik tersebut maka thyristor secara otomatis akan mengalami komutasi. Inilah salah satu keuntungan bila menggunakan thyristor pada tegangan kerja arus bolak balik.



d.



Komutasi yang dipaksakan (Forced commutation) Komutasi jenis ini tidak dibahas secara mendetail, karena tidak digunakan dalam pembuatan modul. Komutasi ini digunakan untuk aplikasi tegangan kerjanya adalah arus searah (linier), dikarenakan thyristor setelah dipicu akan melalukan arus arus searah secara terus menerus. Untuk mengkondisikan terjadinya tegangan nol pada thyristor maka perlu dibuat rangkaian khusus yang terdiri dari susunan kapasitor (capacitor) dan induktor (inductor) bahkan menggunakan thyristor lebih dari satu buah. Terdapat beberapa metoda komutasi, yaitu : a.



Komutasi sendiri (self commutation)



b.



Komutasi impuls (impuls commutation)



c.



Komutasi pulsa resonansi (resonant pulse commutation)



d.



Komutasi timbal balik (complementary commutation)



e.



Komutasi pulsa luar (external pulse commutation)



f.



Komutasi sisi beban (load side commutation)



g.



Komutasi sisi kirim (line side commutation)



Besarnya nilai kapasitor dan induktor sangat mempengaruhi perioda on-off yang diperoleh. Kutup pemicuannya adalah gate-cathode. Jadi pemicuan atau penyulutan (triggering) bertujuan untuk membuat thyristor dalam kondisi menghantarkan arus listrik dan sekaligus mengatur besarnya tegangan yang dilepaskan. Sedangkan tujuan komutasi adalah membuat thyristor dalam kondisi tidak menghantarkan arus listrik. Gambar 2.7 adalah rangkaian sederhana thyristor yang dipicu sebesar α serta bentuk gelombang yang dihasilkan.



Pada gambar 2.17 dapat dilihat SCR dipicu oleh transformator dengan cara memberikan suatu pulsa picu dengan tegangan yang cukup pada kaki basis sehingga transistor akan mengalami saturasi sehingga ada aliran arus pada lilitan primer transformator menyebabkan lilitan sekunder pada transformator juga akan mengalirkan arus hasil induksi magnetik . Dioda d1 digunakan untuk mengamankan transistor dari arus balik yang dihasilkan oleh transformator, resistor 1 digunakan membatasi arus yang mengalir pada basis transistor, transistor digunakan untuk memperbesar arus yang mengalir ke transformator, dioda d2 digunakan untuk mencegah tegangan negatif pada kaki basis transistor sehingga transistor hanya dipicu oleh tegangan positif saja.