Tinjauan Pustaka - Dakriosistitis - Delya Sukma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tinjauan Pustaka



Dakriosistitis Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Imu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin/RSUDZA Banda Aceh Disusun oleh : Delya Sukma



Pembimbing : dr. Harmaini, Sp.M



BAGIAN/SMF IMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2020



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan manusia dengan akal, budi, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul “Dakriosistitis”. Shalawat beriring salam kami sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan panutan bagi umatnya. Adapun tinjauan pustaka ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior pada bagian/SMF Imu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, RSUDZA Banda Aceh. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Harmaini, Sp.M yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini. Kami menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan kami terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa mendatang.



Banda Aceh, Juli 2020



Penulis



DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.........................................................................................2 DAFTAR ISI........................................................................................................3 DAFTAR GAMBAR...........................................................................................4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi 5 Anatomi 5 Epidemiologi..............................................................................................................8 Patofisiologi...............................................................................................................8 Manifestasi Klinis....................................................................................................10 Diagnosis Banding................................................................................11 Diagnosis 12 Penanganan..............................................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15 2



DAFTAR GAMBAR



Halaman



Gambar 1 kelenjar lakrimal...................................................................................6 Gambar 2 Sistem eskresi lakrimal.......................................................................8 Gambar 3 Mukokel kantong lakrimal.................................................................10 Gambar 4 Dakriosistografi...................................................................................13 Gambar 5 Dye disappearance test.........................................................................14 Gambar 6 Prinsip Jones test..................................................................................15 Gambar 7 Anel test..............................................................................................15



3



TINJAUAN PUSTAKA Definisi Dakriosistitis adalah merupakan penyakit sistem lakrimal yang sering ditemukan.1 Dakriosistitis biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus nasolakrimal. 2 Inflamasi pada sakus lakrimal yang dapat bersifat akut maupun kronis.3 Obstruksi duktus nasolakrimal dapat merupakan inflamasi stenosis idiopatik (obstruksi duktus nasolakrimal primer didapat) ataupun sekunder akibat trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma, ataupun obstruksi mekanik (obstruksi duktus nasolakrimal sekunder didapat).1 Obstruksi duktus nasolakrimal menyebabkan hambatan aliran air mata pada sistem aliran lakrimal sehingga menyebabkan dakriosistitis.4 Anatomi Apparatus lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air mata, yang disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis merupakan komponen ekskresi sistem ini yang mengalirkan sekret ke dalam hidung.5,6 Secara anatomis, apparatus lakrimalis terdiri dari a) Kelenjar lakrimal utama b) Kelenjar lakrimal aksesoris c) Bagian-bagian lain dari sistem lakrimalis yaitu: puncta, kanaliculi, sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis.5 Sistem sekresi air mata Kelenjar lakrimal utama Kelenjar lakrimal utama terletak di dalam fossa lakrimalis dalam orbit superotemporal dan terbagi atas; orbital dan bagian bawah; palpebra. Bagian orbital berukuran lebih besar, yaitu seukuran biji kacang almond dan terletak di dalam fossa lakrimalis di bagian luar orbital plate tulang frontal. Ukuran kalenjar lakrimal adalah sebesar 20x12x5 mm. Pada bagian orbital ini terdapat dua permukaan yaitu superior dan inferior. Permukaan superior berbentuk konveks dan berkontak langsung dengan bagian tulang manakala permukaan bagian inferior berbentuk



konkaf dan terletak di atas otot levator palpebra superior. Kelenjar lakrimal bagian palpebra berukuran kecil dan mengandung satu atau dua lobulus yang terletak di sepanjang perjalanan duktus bagian orbital yang dipisahkan oleh muskulus levator palpebra superior. Pada bagian posterior, kelenjar lakrimal bagian palpebra ini berhubungan dengan bagian orbital.7,8,9,10 Kelenjar lakrimal aksesoris 7,8,10 1. Kelenjar Krause. Merupakan kelenjar mikroskopis yang terletak dibawah konjunktiva palpebra antara forniks dan bagian tepi dari tarsus. Kelenjar ini berjumlah kira-kira 42 di bagian atas forniks dan 6-8 di bagian forniks bawah. 2. Kelenjar Wolfring. Kelenjar ini terdapat berdekatan dengan perbatasan atas bagian superior tarsal plate dan sepanjang batas bawah tarsus inferior



Gambar 1 : Diagram frontal yang menggambarkan kelenjar lakrimal di superotemporal. Aspek orbit dengan lobusnya meliputi sebagian besar lebar terbesar aponeurosis palpebra levator superioris.11



(Dikutip dari buku penyakit system lakrimalis)16



Sistem ekskresi air mata Sebagian air mata hilang oleh penguapan dan beberapa oleh reabsorpsi melalui jaringan konjungtiva, tapi kira-kira 75% melewati sistem drainase nasolakrimal. 6,12 Sistem drainase lakrimal terdiri dari puncta, kanalikuli, sakus lakrmal , and duktus nasolakrimal yang mengalir ke kavum nasal.13 



The puncta Dua bukaan berbetnuk bulat atau oval pada kelopak mata atas dan bawah kira-kira 6 dan 6.5 mm masing-masing, terletak temporal terhadap kantus dalam. Setiap punctum terletak di atas elevasi yang dinamakan lakrimal papilla yang akan kelihatan ketara pada usia lanjut. Normalnya, puncta akan memasuki bagian lakus lakrimalis.7







Kanalikulus Bagian ini menghubungkan puncta dengan sakus lakrimal. Setiap kanalikulus ada 2 bagian: vertikal (1-2 mm) dan horizontal (6-8mm) yang terletak di sudut kanan antara satu sama lain. Bagian horizontal menyatu dengan bagian dalam kantus untuk membuka sakus. Lipatan mukosa pada titik ini membentuk katup Rosenmuller yang menghalang refluks air mata. 7







Sakus lakrimal. Ukuran total sakus sepanjang 12-15 mm vertikal dan 4-8 mm anteroposterior. Bagian fundus dari sakus memanjang 3-5mm diatas tendon kantal medial dan badan dari sakus berukuran 10mm . Sakus lakrimal terletak di fossa lakrimal dengan aspek medial melekat dengan pinggir periosteal fossa.12







Duktus nasolakrimal Bagian ini memanjang dari sakus lakrimal ke meatus inferior. Ianya berukuran sepanjang 15-18 mm dan terletak di dalam tulang kanal yang dibentuk oleh maksila dan turbinate inferior. Bagian ujung atas duktus nasolakrimal adalah bagian yang paling sempit. 7



Gambar 2: Sistem eskresi lakrimal (Dikutip dari buku Comprehensive Ophthalmology 4th edition. .Chapter 15. Diseases of the lacrimal system. 4th edition)7



Epidemiologi Dakriosistitis dapat dijumpai pada semua usia.1 Usia dan jenis kelamin merupakan faktor yang berhubungan erat dengan dakriosistitis.14 Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dakriosistitis lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria, dengan kelompok usia lebih banyak pada bayi dan dewasa usia lebih dari 40 tahun.1 Data di India menunjukkan puncak terjadinya dakriosistitis berada pada rentang usia 30-60 tahun.15 Salah satu penelitian di Indonesia di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung didapatkan hasil dominan perempuan dan rentang usia yang sama yaitu 31-60 tahun. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan penyakit genetik hiperlipidemia familial.14 Patofisiologi Patofisiologi dakriosistitis adalah adanya sumbatan pada sakus lakrimal atau duktus nasolakrimal sehingga menyebabkan bendungan air mata pada sakus tersebut dan biasanya diikuti oleh infeksi sekunder. Faktor risiko yang terbesar terjadinya dakriosistitis adalah obstruksi duktus nasolakrimalis. Faktor risiko lain seperti umur, wanita, ras (kulit hitam lebih sering dikarenakan ostium nasolakrimal lebih besar, sedangkan kanal lakrimal lebih pendek dan lurus), abnormal nasal seperti deviasi septum, rhinitis, hipertrofi



inferior turbinate pada bagian yang infeksi. Walaupun prognosis dakriosistitis adalah baik, namun sering terjadi resistansi terhadap antibiotika sehingga masih berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga prognosisnya adalah buruk. Pada dakriosistitis akut biasanya terjadi setelah adanya obstruksi total maupun sebagian duktus nasolakrimal. Pada penderita bayi angka kejadiannya 1 dari 100 bayi baru lahir, obstruksi ini terjadi pada bayi yang lahir prematur. Obstruksi tersebut 90% disebabkan oleh sisa-sisa epitel yang tertinggal di dalam duktus dan sisanya karena epitel tidak membuka secara sempurna dan karena kelainan pembentukan tulang hidung. Kejadian dakriosistitis akut pada anak-anak dan dewasa biasanya timbul segera setelah obstruksi yang didapat pada duktus nasolakrimal atau eksaserbasi akut dari dakriosistitis kronis. Penyebab obstruksi yang didapat ini antara lain oleh: trauma, infeksi sinus, tuberkolusis, atau tumor hidung. Infeksi yang terjadi ratarata karena kuman pneumokokus, streptokokus viridans, basillus influenza, dan stafilokokus. Sedangkan dakriosistitis kronis rata-rata penyebab oleh: 1. oklusi kongenital dari duktus nasolakrimal; 2. oklusi yang didapat dari duktus nasolakrimal dengan penyebab yang belum diketahui; 3. infeksi jamur, biasanya disebabkan oleh aspergillus dan candida; 4. tumor jinak atau ganas; 5.



kelainan intra/paranasal, seperti: polip sakus, infeksi kronis dari hidung ataupun sinus paranasal; dan



6. dakriosistitis akut yang menahun. Bendungan air mata pada sakus biasanya terkontaminasi oleh kuman-kuman konjungtiva, seperti: pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, tuberkolusis, dan candida.



Manifestasi Klinis Dakriosistitis akut ditandai dengan pasien yang mengalami nyeri, eritema, dan edema tiba-diatas wilayah kantung lakrimal. Gejala yang paling dominan pada dakriosistitis kronis adalah lakrimasi yang berlebihan disertai dengan tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang disertai nyeri.14 Gejala klinis dakriosistitis akut pada bayi di antaranya: munculnya eksudat purulen pada konjungtiva bulbi bagian medial dan pembengkakan pada medial palpebra inferior yang kemerahan. Jika tidak ada terapi maka proses keradangan akan memasuki fase kronis. Pada anak-anak dan dewasa biasanya muncul gejala epifora yang diikuti oleh adanya pembengkakan yang berwarna merah, indurasi, dengan konsistensi lunak, serta rasa nyeri di daerah atas sakus lakrimal. Konjungtiva kemerahan di area bawah dan kadang tertutup oleh sekret yang purulen.16,17



Gambar 3. Mukokel kantong lakrimal (Dikutip dari buku penyakit system lakrimalis)16 Penekanan pada area sakus akan menyebabkan regurgitasi pus melalui pungtum. Pada beberapa kasus kadang muncul adanya kejadian ruptur spontan dari dinding sakus yang menyebabkan terjadinya selulitis atau abses yang menyebar dan pecah melalui kulit. Selain itu gejala umum yang sering muncul adalah menggigil, demam, dan gejala umum akibat adanya infeksi.16,17 Dakriosistitis kronis juga memiliki gejala klinis berupa epifora. Gejala ini akan meningkat pada keadaan dingin, paparan debu, dan kebiasaan merokok. Apabila sakus ditekan maka cairan pus yang keluar bersifat mukoid, encer, berwarna kehijauan atau kekuningan. Jika keadaan ini tidak diterapi maka akan



terjadi atrofi pada mucus membran yang khas dengan ditandai oleh adanya peregangan dinding sakus karena dinding tersebut menjadi atonik. Sekret yang menumpuk akan menjadi lebih cair dan kadang telah terkontaminasi oleh mikroba. Isi dari sakus ini tidak pernah kosong dan inilah yang disebut dengan mukokel. Mukokel ini jika menetap dapat berkembang menjadi abses lakrimal yang kadang menjadi fistula.16,17 Diagnosis Banding 1. Glaukoma Infantil. Pada glaukoma infantil selain kornea keruh, ada rasa nyeri pada mata juga terjadi epifora akan tetapi tidak diikuti oleh regurgitasi pus dari pungtum lakrimal. 2. Erisipelas. Pada erisipelas terjadi reaksi radang di daerah sakus lakrimal tetapi pada penekanan sakus tidak keluar pus. 3. Meningokel. Epifora pada kasus ini terjadi karena penekanan sakus dari luar. 4. Tumor sakus lakrimal. Pada kasus ini penekanan di daerah sakus tidak keluar secret dari pungtum lakrimal. 5.



Amniotokel. Pada bayi yang baru lahir sakus penuh dengan cairan amnion. Pembengkakan ini berwarna kebiruan pada jaringan lunak di bagian medial hingga kantus medial, tetapi bukan reaksi radang. Dakriosistografi adalah tindakan pemberian kontras radioopak melalui



injeksi (ethiozed oil) ke kanalikuli lalu dilakukan pengambilan gambar. Tindakan ini diindikasikan untuk mengonfirmasi ketepatan lokasi obstruksi drainase lakrimal untuk dilakukan pembedahan. Tindakan ini tidak dapat dilakukan apabila terdapat infeksi akut. Gambaran dakriosistogram normal dapat terlihat pada keluhan epifora dengan kegagalan pompa lakrimal. Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dipilih sebagai pemeriksaan tambahan pada obstruksi lakrimal jika diduga adanya kelainan pada sinus paranasal atau pun sakus lakrimal.16,17



Gambar 4. Dakriosistografi. A. dakriosistografi konvensional menunjukkan gambaran normal; B. tampak obstruksi pada sakus dan duktus nasolakrimal kanan; C. gambaran dakriosistogram substraksi pada objek B ((Dikutip dari buku penyakit system lakrimalis)16



Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang teliti dan baik. Diagnosis klinis pada dakriosistitis akut secara fisik dapat dilakukan dengan penekanan pada daerah sakus lakrimal dan penderita akan mengeluh nyeri disertai keluarnya cairan di pungtum lakrimal. Pada dakriosistitis kronis dengan keluhan utama epifora. Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta pada duktus nasolakrimal adalah dye disappearance test, fluorescence clearance test, dan Jones dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluoresin 2% sebagai indikatornya. Untuk memeriksa letak obstruksinya menggunakan probing test dan anel test. Pengujian dye disappearance test ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluoresin 2% pada kedua mata sebanyak 1 tetes dan dilihat menggunakan slit lamp. Jika terdapat obstruksi atau epifora pada salah satu atau kedua mata maka zat warna tersebut akan bertahan di kantong konjungtiva setelah 3 menit, sebaliknya jika tidak terdapat obstruksi maka zat warna tersebut akan menghilang. Fluorescence clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluoresin 2% pada mata yang dicurigai mengalami obstruksi duktus lakrimalis. Kemudian pasien diminta berkedip beberapa kali dan diminta untuk bersin/beringus pada tisu. Jika pada tisu tersebut terdapat zat warna, maka duktus nasolakrimal tidak mengalami obstruksi.



Gambar 5. Dye disappearance test menunjukkan marginal tear strip dan hiperlakrimasi di konjungtiva margin (Dikutip dari buku penyakit system lakrimalis)16 Selain itu uji Jones dye test dapat dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Jones dye test ini terbagi menjadi dua, yaitu Jones dye test I dan Jones dye test II. Jones dye test I berfungsi untuk mengetahui kelainan fungsi ekskresi sistem lakrimal dan merupakan satu-satunya pemeriksaan yang dapat membuktikan epifora yang disebabkan oleh hipersekresi kelenjar lakrimal. Dalam keadaan normal fluoresin pada konjungtiva fornik sampai di hidung dalam waktu 2 menit. Bila setelah 3 menit muncul zat warna pada tisu, maka tes ini menunjukkan hasil positif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat penyumbatan pada duktus lakrimal dan epifora disebabkan karena hipersekresi kelenjar lakrimal. Sedangkan Jones dye test II bertujuan untuk mengetahui kelainan fungsi ekskresi sistem lakrimal. Zat warna fluoresin diteteskan pada konjungtiva dan dilihat hasil ekskresi pada tisu yang diletakkan pada hidung. Bila fungsi sistem ekskresi normal maka terdapat zat warna setelah 2 menit. Tes ini juga menunjukkan obstruksi lakrimal bersifat parsial atau total. Bila keluarnya zat warna tersebut sedikit pada hidung dan lebih dari 5 menit maka kemungkinan ada obstruksi parsial. Bila tidak terdapat zat warna yang keluar di hidung dan cenderung hiperlakrimasi di konjungtiva maka kemungkinan terjadi obstruksi total atau complete obstruction. Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi lakrimal ke dalam rongga hidung. Tes ini dilakukan dengan induksi anestesi lokal. Kemudian pungtum mata diperlebar menggunakan dilatator lalu cairan garam fisiologis (NaCl) diinjeksikan dengan jarum anel melalui kanalis lakrimalis hingga ke dalam sakus lakrimal. Tes ini positif jika terdapat reaksi menelan pada pasien. Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi lakrimal dengan cara memasukkan sonde/probe ke dalam saluran lakrimal. Pungtum lakrimal dilebarkan dengan



dilatator dan mata diteteskan anestesi lokal.



Sonde lalu dimasukkan ke dalam sakus lakrimal. Jika sonde yang masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti kanalis lakrimal dalam keadaan normal, tetapi jika yang masuk kurang dari 8 mm berarti terdapat obstruksi.16,17



6



7



Gambar 6..Prinsip Jones test. Gambar 7. Anel test



(Dikutip dari buku penyakit system lakrimalis)16 Penanganan Penanganan dakriosistitis akut dengan cara pengurutan sakus sehingga pus bersih dari dalam sakus, lalu diberi antibiotik local dan sistemik. Penggunaan antibiotik parenteral untuk kasus berat disarankan. Bila terlihat fluktuatif dengan abses pada sakus maka perlu dilakukan insisi. Bila sakus terlihat tenang dan bersih maka lakukan pemasokkan pelebaran duktus nasolakrimal. Bila tetap meradang dengan



adanya



obstruksi



duktus



maka



lakukan



tindakan



pembedahan



dakriosistorinostomi atau operaasi Toti.18 Penatalaksanaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi.



2



Tatalaksana dakriosititis dapat diberikan antibiotik seperti amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500 mg per oral tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Beberapa antibiotik yang dapat digunakan seperti amoxicilin dan clavulanat, ampicilin dan sulbactam, levofloxacin, trimetropim atau polimiksin B tetes, gentamisin, tobramisin tetes, deksametason.2 Pada anak lakukan pengurutan sakus kearah pangkal hidung. Dapat diberikan antibiotik atau tetes mata, sulfonamide 4-5 kali sehari. Bila perlu lakukan probing ulangan. Dakriosistitis merupakan kontraindikasi dilakukan tindakan bedah membuka bola mata seperti katarak, glaucoma karena dapat menyebabkan infeksi intraocular seperti panoftalmitis maupun endoftalmitis.18



DAFTAR PUSTAKA 1.



Sakit R, Cicendo M, Dahlan MR, Boesoirie K, Kartiwa A, Boesoirie SF, et al. Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Pusat Mata Nasional Characteristics of Dacryocystitis Patients in National Eye Center of Cicendo Eye Hospital. J Dep Ilmu Kesehat Mata Fak Padjadjaran Pus Mata Nas Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. 2017;49(4):281–5.



2.



Ekananda N, Raswita A, Himayani R, Kedokteran F, Lampung U. Dakriosistitis Kronis Post Abses Sakus Lakrimalis dengan Fistula Sakus Lakrimalis Chronic Dacryocystitis Post Abscesses Lacrimal Sac With Fistul Lacrimal Sac. Fajultas Kedokt Univ Lampung. 2017;7:57–61.



3.



Yandi N. laporan kasus : Operasi Operasi Dakriosistorhinostomi (DCR) pada pasien dengan Dakriosistitis Kronis. J Dep Ilmu Kesehat Mata Fak Padjadjaran Pus Mata Nas Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. 2019;(April):1–10.



4.



Indrajati C, Handojo ND. Perbandingan Efektifitas Kloramfenikol dan Gentamisin pada Dakriosistitis Bayi Effectiveness of Gentamicin and Chloramfenicol for Infant Dacryocistitis. Ilmu Kesehat Mata Fak Kedoktran Univ Diponegoro. 2016;105–11.



5.



Eva, P.R., Whitcher J. Vaughan & Asbury: Oftamologi umum. Edisi ke-17. Chapter 4. Lensa. Edisi ke-1. Jakarta: EGC Medical Publisher; 2015. 89–90 p.



6.



Lang G. Ophtalmology A Short Textbook. Chapter 3: Lacrimal System. New York: Thieme; 2015. 57 – 60 p.



7.



Khurana A. Comprehensive Ophthalmology 4th edition. .Chapter 15. Diseases of the lacrimal system. 4th editio. New Delhi: New Age International (P) Limited Publisher; 2017. 364 –375 p.



8.



Burkat CN W LA. Anatomy of the lacrimal system. In The Lacrimal System. New Delhi: Springer International Publishing; 2015. 1–14 p.



9.



Kanski J. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach 8th Edition. Chapter 2. Lacrimal System. Philadelphia: Elsevier; 2016. 73 p.



10.



Jogi R. Basic Opthalmology, Chapter 18. The Lacrimal Appparatus. New Delhi: Jaypee Brothers; 2015. 424–434 p.



11.



Lorber M. Gross Characteristics of Normal Human Lacrimal Glands. The Ocular Surface. Jakarta: EGC : Penerbit Buku Kedokteran; 2017. 13–22 p.



12.



Bye, LA., Modi, NC. Basic Science of Ophtalmology. London: Oxford Special Training; 2018. 39–41 p.



13.



Remington L. Clinical Anatomy of the Visual System. Philadelphia: Elsevier; 2015. 172–173 p.



14.



Purba, Dendy pRanata. Utari, Ni Made Laksmi. Sutyawan WE. Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Poliklinik Mata RSUP Sanglah Denpasar Periode Januari 2017- Oktober 2018. J Med Udayana. 2020;9(6):11–5.



15.



Bharathi, M. J., Ramakrishnan, R., Maneksha, V., Shivakumar, C., Nithya, V., & Mittal S. Comparative bacteriology of acute and chronic acryocystitis. Eye. Eye. 2017;953–60.



16.



Soebagjo HD. Penyakit Sistem Lakrimal. Airlangga University Press. 2019. 1–107 p.



17.



Suhardjo, Prof, dr, Sp.M(K). Sundari, Siti, dr, Sp.M M ke. Ilmu Kesehatan Mata. Suharjo dan Hartono, editor. yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada; 2017. 45 p.



18.



Ilyas SH. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2015. 65 p.