Toleransi Imun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TOLERANSI IMUN • •



• • • • • • • •







Toleransi imun, atau toleransi imunologis, atau imunotoleransi, adalah keadaan tidak responsifnya sistem kekebalan terhadap zat atau jaringan yang memiliki kapasitas untuk memperoleh respons imun pada organisme tertentu. Toleransi diklasifikasikan menjadi toleransi pusat atau toleransi perifer tergantung pada tempat keadaan awalnya diinduksi — di timus dan sumsum tulang (pusat) atau di jaringan lain dan kelenjar getah bening (perifer). Mekanisme pembentukan bentuk toleransi ini berbeda, tetapi efek yang dihasilkannya serupa. Toleransi kekebalan penting untuk fisiologi normal. Toleransi sentral adalah cara utama sistem kekebalan belajar untuk membedakan diri dari yang bukan diri. Toleransi perifer adalah kunci untuk mencegah reaktivitas yang berlebihan dari sistem kekebalan terhadap berbagai entitas lingkungan (alergen, mikroba usus, dll.) Defisit pada toleransi pusat atau perifer juga menyebabkan penyakit autoimun, yang mengakibatkan sindrom seperti systemic lupus erythematosus, [3] rheumatoid arthritis, diabetes tipe 1, [4] autoimun polyendocrine syndrome tipe 1 (APS-1), [5] dan polyendocrinopathy regulasi imunodysulation enteropati Xlinked syndrome (IPEX), [6] dan berpotensi berkontribusi pada asma, alergi, [7] dan penyakit radang usus. [4] Dan toleransi imun dalam kehamilan adalah apa yang memungkinkan hewan induk untuk menghasilkan keturunan yang berbeda secara genetis dengan respons alloimun yang cukup diredam untuk mencegah keguguran. Definisi dan penggunaan Dalam Ceramah Nobel mereka, Medawar dan Burnet mendefinisikan toleransi kekebalan sebagai "keadaan acuh tak acuh atau tidak reaktif terhadap suatu zat yang biasanya diharapkan untuk membangkitkan respon imunologis." [1] Definisi lainnya yang lebih baru tetap kurang lebih sama. . Imunobiologi Janeway edisi ke-8 mendefinisikan toleransi sebagai "imunologis yang tidak responsif ... terhadap jaringan orang lain



Toleransi sentral Toleransi sentral mengacu pada toleransi yang dibuat dengan menghapus klon limfosit autoreaktif sebelum berkembang menjadi sel yang sepenuhnya imunokompeten. Ini terjadi selama pengembangan limfosit di timus [14] [15] dan sumsum tulang masing-masing untuk limfosit T dan B. Toleransi periferal Toleransi perifer berkembang setelah sel T dan B matang dan memasuki jaringan perifer dan kelenjar getah bening. [2] Hal ini dibentuk oleh sejumlah mekanisme yang tumpang tindih sebagian yang sebagian besar melibatkan kontrol pada tingkat sel T, terutama sel T helper CD4 +, yang mengatur respons imun dan memberi sel B sinyal-sinyal konfirmasi yang mereka butuhkan untuk menghasilkan antibodi



Lingkungan mikro tumor Toleransi kekebalan adalah cara penting untuk pertumbuhan tumor, yang telah bermutasi protein dan mengubah ekspresi antigen, mencegah eliminasi oleh sistem imun inang. Telah diketahui bahwa tumor adalah populasi sel yang kompleks dan dinamis yang terdiri dari sel yang ditransformasikan serta sel stroma, pembuluh darah, makrofag jaringan, dan infiltrat imun lainnya. [9] [31] Sel-sel ini dan interaksinya semuanya berkontribusi pada perubahan lingkungan mikro tumor, yang sebagian besar dimanipulasi tumor untuk menjadi imunotolerant untuk menghindari eliminasi • Reaksi alergi dan hipersensitif pada umumnya secara tradisional dianggap sebagai reaksi yang salah arah atau berlebihan oleh sistem kekebalan tubuh, kemungkinan karena mekanisme toleransi perifer yang rusak atau terbelakang. • Biasanya, sel Treg, sel TR1, dan Th3 pada permukaan mukosa menekan sel helper CD4 tipe 2, sel mast, dan eosinofil, yang memediasi respons alergi. Defisit dalam sel Treg atau lokalisasi mereka ke mukosa telah terlibat dalam asma dan dermatitis atopik. [28] Upaya telah dilakukan untuk mengurangi reaksi hipersensitivitas dengan toleransi oral dan cara lain paparan berulang. Pemberian alergen berulang-ulang dalam dosis yang meningkat perlahan, secara subkutan atau sublingual tampaknya efektif untuk rinitis alergi. [29] Pemberian antibiotik berulang-ulang, yang dapat membentuk haptens menyebabkan reaksi alergi, juga dapat mengurangi alergi antibiotik pada anak-anak. [ Toleransi Imunologik dan Autoimnitas • 1. PENDAHULUAN • • Normal : sistem imun dapat bereaksi terhadap banyak sekali mikroba tetapi tidak bereaksi terhadap antigen diri sendiri (self) - - Toleransi Imunologik. • • Autoimmunitas : Kegagalan tubuh dalam membedakan antigen diri dan bukan diri -- sistem imun dapat menyerang sel dan jaringan sendiri. • Penyakit Autoimun : Penyakit yang disebabkan oleh proses autoimmunitas TOLERANSI IMUNOLOGIK •







: • Toleransi imunologik -- tidak adanya respons terhadap antigen yang dicetuskan oleh terpaparnya limfosit pada antigen tersebut. • Imunogenik : Limfosit dapat diaktifkan sehingga berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan memori, menghasilkan respons imun yang produktif; • Tolerogenik: respons seperti itu disebut imunogenik. Limfosit dapat secara fungsional tidak aktif atau dibunuh, sehingga timbul toleransi



3. TOLERANSI IMUNOLOGIK : • • Toleransi limfosit T sentral : Mekanisme utama toleransi sentral pada sel T adalah kematian sel T imatur dan pembentukan sel T regulator CD4. • Toleransi limfosit T perifer : Dipicu ketika sel T matur mengenali antigen diri di jaringan perifer, menimbulkan inaktivasi fungsional (anergi) atau kematian sel tersebut, atau pada waktu limfosit reaktif terhadap antigen diri ditekan oleh sel T regulator •



4. Toleransi sentral dan perifer terhadap autoantigen. a. Toleransi sentral: limfosit imatur spesifik untuk autoantigen



dapat bertemu dengan autoantigen tersebut di dalam organ limfoid generatif (sentral) lalu didelesi; limfosit B mengubah spesifisitasnya (receptor editing); dan sebagian sel T berkembang menjadi sel T regulator. Sebagian limfosit autoreaktif mungkin menyelesaikan maturasinya dan keluar menuju jaringan perifer. • b. Toleransi perifer: limfosit autoreaktif matur dapat diinaktivasi atau didelesi setelah bertemu dengan autoantigen di jaringan perifer atau ditekan oleh sel T regulator. • 5. Anergi Sel T • Jika sel T mengenali antigen tanpa kostimulasi yang kuat, reseptor sel T dapat kehilangan kemampuan untuk memberikan sinyal aktivasi, atau sel T mengikat reseptor penghambat, misalnya cytotoxic T lymphocyte-associated protein 4 (CTLA-4). yang menghambat aktivasi. MENGAPA TOLERANSI IMUNOLOGIK PENTING UNTUK DIPELAJARI ? • 6. • Antigen diri biasanya menginduksi toleransi, dan kegagalan toleransi-diri adalah penyebab yang mendasari timbulnya penyakit autoimun. • • Dengan mempelajari bagaimana cara menginduksi toleransi pada limfosit yang spesifik untuk antigen tertentu, kita mungkin dapat menggunakan pengetahuan ini untuk mencegah atau mengontrol reaksi imun yang tidak diinginkan. . TOLERANSI LIMFOSIT T • TOLERANSI LIMFOSIT T SENTRAL Mekanisme Utama :  Kematian Sel T Imatur  • Limfosit yang belu menyelesaikan maturasinya dan berikatak kuat dengan antigen diri yang ditampilkan sebagai peptida yang terikat oleh molekul diri major histocompatibility complex (MHC) -- Apoptosis.  • Belum diketahui : Faktor apa yang menyebabkan sel T CD4+ Timus akan mati atau menjadi TReg  Pembetukan Sel T Regulator (TReg)  Sebagian sel T CD4+ imatur yang mengenali antigen diri dalam Timus dengan afinitas tinggi akan menjadi TReg -- memasuki jaringan perifer • Toleransi Sel T Sentral Pengenalan yang kuat terhadap autoantigen oleh sel T imatur di timus dapat menyebabkan kematian sel tersebut (seleksi negatif atau delesi), atau berkembangnya sel T regulator yang memasuki jaringan perifer. • TOLERANSI LIMFOSIT T PERIFER “ Toleransi perifer dipicu ketika sel T matur mengenali antigen diri di jaringan perifer, menimbulkan inaktivasi fungsional (anergi) atau kematian sel tersebut, atau pada waktu limfosit reaktif terhadap antigen diri ditekan oleh sel T regulator “ • Toleransi Sel T Perifer A. Respons sel T normal memerlukan pengenalan antigen dan kostimulasi. B. Tiga mekanisme utama toleransi sel T perifer digambarkan disini: anergi intrinsik-sel, penekanan oleh sel T regulator. dan delesi (kematian karena apoptosis). MEKANISME UTAMA TOLERANSI LIMFOSIT T PERIFER •Anergi Intrinsik Sel •Regulasi Respons Sel T oleh reseptor Penghambatan •Penekanan Imun oleh Sel T Regulator •Delesi : Apoptosis Limfosit Matur ANERGI “ Anergi sel T menunjukkan pada ketidak tanggapan fungsional yang berlangsung lama yang dipicu ketika selsel ini mengenali antigen diri MEKANISME ANERGI • Ketika sel T mengenali antigen tanpa kostimulasi, kompleks TCR mungkin kehilangan kemampuannya untuk mengirimkan sinyal aktivasi. Dalam beberapa kasus, hal ini berkaitan dengan aktivasi enzim (ligase ubiquitin) yang memodifikasi protein sinyal dan menjadikan mereka sasaran untuk penghancuran intraseluler oleh protease. • Pada saat pengenalan antigen diri, sel T dapat mernilih untuk mengikat salah satu reseptor penghambatan yang merupakan keluarga CD28, yaitu cytotoxic T lymphocyte-associated antigen 4 (CTLA-4, atau CD152) atau programmed death protein 1 (PD-1 ) Anergi Sel T Jika sel T mengenali antigen tanpa kostimulasi yang kuat, reseptor sel T dapat kehilangan kemampuan untuk memberikan sinyal aktivasi, atau sel T mengikat reseptor penghambat, misalnya cytotoxic T lymphocyte-associated protein 4 (CTLA4). yang menghambat aktivasi. REGULASI RESPON SEL T OLEH RESEPTOR PENGHAMBATAN Respon Imum dipengaruhi oleh keseimbangan antara reseptor aktivasi dan inhibisi. Reseptor penghambatan : Cytotoxic T Lymphocite-associated Antigen 4(CTLA -4) Fungsi CTLA-4 adalahuntuk menghentikan aktivasi sel T yang memberikan respons dan juga memperantarai fungsi supresif sel T regulator. Programmed Death 1 (PD-1) PD-1 memiliki immunoreceptor tyrosinebased inhibitory motif (ITIM) khas untuk reseptor yang memberikan sinyal penghambatan. PENEKANAN IMUN OLEH SEL T REGULATOR • Sel T regulator berkembang di timus atau di jaringan perifer setelah mengenali antigen diri dan menekan aktivasi limfosit spesifik untuk antigen diri tersebut yang dapat berbahaya. Mekanisme : • Sebagian sel regulator memproduksi sitokin (misalnya, IL-10, TGF-~) yang menghambat aktivasi limfosit, sel dendritik, dan • makrofag. • Sel regulator mengekspresikan CTLA-4, yang, seperti yang dibahas sebelumnya, dapat menghambat atau menghilangkan molekul B7 yang ctibuat oleh APC sehingga APC ini tidak mampu memberikan kostimulasi melalui CD28 dan mengaktifkan sel T. • Sel T regulator, berdasarkan tingginya ekspresi reseptor IL-2, dapat mengikat dan memakai faktor pertumbuhan sel T yang penting ini, sehingga mengurangi ketersectiaan sitokin tersebut untuk sel T yang memberikan merespons.







Perkembangan dan fungsi sel T regulator. SelT CD4+yang mengenali autoantigen dapat berdiferensiasi menjadi sel regulator di timus atau di jaringan perifer, dalam proses yang tergantung faktor transkripsi FoxP3. (Anak panah yang lebih besar berasal dari timus, dibandingkan dengan yang dari jaringan perifer, menunjukkan bahwa sebagian



SISTEM IMUN, MALNUTRISI DAN INFEKSI IMUNITAS Difinisi : Kekebalan atau imunitas berasal dari bahasa latin immunis yang berarti bebas dari beban. Kekebalan atau imunitas adalah adanya mekanisme fisiologis dari tubuh untuk mampu mengingat, mengenal zat (protein) yang asing bagi tubuh untuk kemudian mampu menetralisasi, memetabolisasi dan memusnahkannya, tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan tubuh itu sendiri. REAKSI IMUN (IMMUNE REACTION) Pertahanan tubuh terhadap invasi patogen dapat dibagi dalam tiga tahap yang utama : 1. Pertahanan tingkat pertama (first line of Defence) terdiri atas faktor – faktor non spesific yang menghalangi masuknya patogen/antigen ke dalam tubuh : - Barier alami (natural barrier) dari kulit dan selaput lendir - Efek mikrobisidal dari sekresi – sekresi - Mekanisme mukociliair pada paru – paru - Efek dari populasi komensal yang normal dari organisme mikro. 2. Pertahanan tingkat kedua (second line of Defence), tingkat di sini juga non spesifik : - Efek bakterisidal alami dari serum - Leukosit polimorfonuklear - Aktivasi komplemen melalui alternate pathway - Macrophage jaringan dan alveoli 3. Pertahanan tingkat ketiga (third line of Defence),merupakan respon imun yang spesifik yang membutuhkan pembentukan antobodi. Mekanisme ini biasanya merupakan peningkatan efektifitas pertahanan non spesifik. INFEKSI Hasil invansi oleh mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan jaringan (Barbara A. Bannister : Infectius disease) 



Contoh Infeksi Virus  HIV/AIDS, Polio Bakteri  TBC Parasit  Malaria Jamur  Panu Keadaan Infeksi Scrimshaw et.al, (1959) : ada hubungan yang sangat erat antara infeksi dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanisme patologisnya dapat bermacam – macam, baik secara sendiri – sendiri maupun bersamaan, yaitu : 1. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi. 2. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual muntah dan perdarahan yang terus menerus. 3. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh. Reaksi Kekebalan Tubuh pada Kondisi PEM Kekebalan Seluler  Thymus kecil dan beratnya kurang, di daerah korteks terdapat penurunan jumlah limfosit, dalam keadaan luar biasa menjadi fibrotik.  Kelenjar limfe, limpa menunjukkan perubahan dan penurunan jumlah sel yang selektif Kematangan kandungan dan diferensiasi dari T limfosit dirangsang oleh hormon thymus, ternyata pada PEM keaktifan hormon ini juga menurun Zat Antibodi o Zat antibody dibentuk sebagai reaksi tubuh terhadap zat asing oleh B sel dibawah pengaruh T limfosit dan makrofag. o Diketahui 5 macam Ig dengan keaktifan antibody yaitu : IgG, IgA, IgM, IgD, IgE. o Pada PEM didapatkan gangguan produksi IgA : masuknya kuman gram negatif ke dalam dinding usus dan memudahkan terjadinya septikimia, dan atropi dinding usus, penurunan enzim pencernaan. Phagositosis Pertahanan tubuh terhadap jasad renik pada anak-anak dengan PEM tergantung dari kemampuannya melakukan phagositosis. Pada PEM semua tahapan phagositosis menurun (khemotaksis, pembentukan vacuola, terbunuhnya kuman dan pengeluaran sisa-sisa) Sistem Komplemen o Yang termasuk dalam unsur komplemen adalah netralisasi virus, sifat kemotaksis dari lekosit PMN, monosit, eosinofil, opsonisasi, dll o Perkembangan terakhir menyebutkan pengaruh dari kekurangan vitamin-vitamin dan trace elemen misalnya vitamin B kom, Fe, Zn dan Cu.



Kekurangan Gizi di Dalam Rahim  Bayi KMK menunjukkan kelainan-kelainan anatomis yang khas seperti thymus yang kecil, jumlah limfosit lebih rendah.  Pada BLR darah talipusat, menunjukkan kadar IgG lebih rendah, kadar ini jauh lebih rendah pada bayi KMK.  Bayi KMK menunjukkan penurunan kemampuan bakterisid, kadar yang rendah dari komplemen, keaktifan opsonisasi menurun. Pengaruh Gizi Terhadap Faktor Imunitas Tubuh Umum : PEM Sinergis penyakitnya lebih parah (umumya bakteri & virus measle/campak) Antagonis (Parasitik) Contoh : Virus  Zat makanan intraseluler tidak cukup, memperlambat pertumbuhan virus. begitu pula parasit yang harus memperoleh zat mak. dari tubuh tuan rumah.  Bakteri mempunyai mekanisme reproduksi sendiri & kebut. zat makanannya pada umumya dipenuhi cairan dari jaringan tubuh yg malnutrisi. Khusus : < 1 Zat Makanan Fe, Zn, Vit.E, Vit. A, Pridoksin, Folic Acid



ANTIBODI DAN ANTIGEN ANTIGEN       



Antigen merupakan penyebab inflamasi yang bisa menjadi kronis dengan papara yg kronis. Saat assessmen terjadinya inflamasi pada individu, yang perlu diperhatikan adalah the “antigenic load”. Antigen biasanya berasal dr makanan yang bisa menimbulkan reaksi alergi/hipersensitif, selain itu dapat juga dari lingkungan (kosmetik, baju, furniture, debu, dan spora). Antigen dari makanan umumnya berjumlah lebih banyak pada orang yang kehilangan integritas dan permeabilitas gut barrier, disebut dengan “leaky gut”. Probiotik (pada yogurt/suplemen) dapat memperbaiki integritas dan permeabilitas gut barrier. Antigen tertentu diakui oleh dua kelas molekul: antibodi, hadir sebagai larut protein atau sebagai molekul transmembran pada permukaan sel B; dan reseptor sel T, hadir sebagai molekul transmembran pada permukaan sel T.



Antigen : epitop antibodi : paratop adaptiveimun sistem : B,T, NKT Unspesifik : NK limfoid, Makrifak, Dendrit, Polymorp:myeloid ANTIBODI  Antibodi mengenali bentuk molekul (epitop) pada antigen.  Umumnya, semakin baik epitop (dalam hal geometri dan karakter kimia) untuk antibodi tergabung, maka terbentuk interaksi yanglebih menguntungkan antara antibodi dan antigen, serta afinitas antibodi untuk antigen lebih tinggi. Afinitas antibodi untuk antigen adalah salah satu faktor paling penting dalam menentukan khasiat antibodi dalam in vivo.  Antibodi mengenali Antigen di luar patogen atau bahan larut seperti racun, sedangkan reseptor sel T αβ mengenali peptida pada permukaan sel inang.  Antibodi dapat dianggap sebagai penanda langsung untuk Benda asing sedangkan T-sel (terutama sitotoksik T-sel) penanda untuk sel yang terinfeksi patogen. IMUNOGLOBULIN  An immunoglobulin (Ig), also known as an antibody (Ab), is a large, Y-shaped protein produced mainly by plasma cells. BILE: Bile contains immunoglobulins that support the integrity of the intestinal mucosa. SERUM GLOBULIN  Alpha1 and alpha2-globulins are synthesized in the liver;  levels increase with chronic liver disease;  limited diagnostic use in hepatobiliary disease although the pattern may suggest underlying cause of liver disease (e.g., elevated immunoglobulin [Ig]G suggests autoimmune hepatitis, elevated IgM suggests primary biliary cirrhosis, elevated IgA suggests alcoholic liver disease) (Krause 14th ed, 2017) FUNGSI IMUNOGLOBULIN 1.



IgA terletak di saluran pernapasan dan pencernaan, hidung, telinga, mata, dan vagina. IgA bertanggung jawab untuk melindungi tubuh dari penyerbu luar. Tingginya kadar IgA dapat menunjukkan adanya penyakit liver karena alkohol dan immunoglobulin A nephropathy.







There is a higher incidence of immunoglobulin A (IgA) deficiency in patients with CD (celiac disease).



2.



IgG adalah bentuk terkecil dari immunoglobulin, dan terletak di semua cairan tubuh. Hal ini bertanggung jawab untuk memerangi infeksi bakteri dan virus, dan satu-satunya antibodi yang melintasi plasenta untuk melindungi janin selama kehamilan. Tingginya kadar IgG sering merupakan tanda adanya penyakit autoimun.



Rendahnya tingkat IgG dapat menunjukkan leukemia atau kerusakan ginjal. 4.



IgM adalah antibodi terbesar yang merespon pertama terhadap infeksi, dan terletak dalam darah dan cairan getah bening. Seiring dengan respon awal terhadap benda asing, IgM juga mendorong sel-sel sistem kekebalan lain untuk melawan infeksi. Peningkatan kadar IgM menunjukkan adanya sirosis



hepatis. Rendahnya tingkat IgM sering merupakan tanda masalah sistem kekebalan tubuh. 5.



IgD terletak di jaringan batang tubuh dan dada, dan peneliti belum menentukan fungsinya.



6.



IgE terletak di berbagai selaput lendir, di kulit, dan paru-paru. IgE bertanggung jawab untuk reaksi tubuh terhadap alergen seperti serbuk sari, jamur, bulu, dan spora. Hal ini juga dapat memicu reaksi alergi bila terkena susu (makanan), food additives (pewarna, perasa, emulsifier, asam), obat-obatan, dan racun. Orang-orang yang menderita alergi sering memiliki tingkat tinggi IgE. Tingginya kadar IgE menunjukkan alergi atau astma. Rendahnya tingkat IgE sering merupakan tanda kondisi otot yang diwarisi yang mempengaruhi koordinasi.



Respon inflamasi 



Peradangan adalah istilah yang diberikan untuk kondisi respon imun dan menampilkan sejumlah fitur karakteristik, termasuk pembengkakan lokal (edema), kemerahan (karena pelebaran kapiler), nyeri, dan panas.  Fitur-fitur ini adalah konsekuensi kolektif pelepasan sitokin, kemokin, dan amina vasoaktif dari makrofag dan sel mast pada pertemuan awal dengan patogen. Produk sampingan dari aktivasi komplemen (yaitu, C3a dan C5a), juga berkontribusi terhadap respon inflamasi melalui promosi neutrofil chemotaxis, serta aktivasi sel mast (Gambar 1.13). Sel-sel inflamasi  Sel T  Sel T helper  Sel B  Sel mast  NK cell  Dendrit cell  Makrofag  Monosit  Neutrofil  Keratinocytes (the predominant cell type in the epidermis, the outermost layer of the skin) Mediator inflamasi  Sitokin : suatu molekul protein yang dikeluarkan oleh sel ketika diaktifkan oleh antigen.  Interleukin (IL)  Transforming growth factor (TGF)  Interferon (IFN)  IFN menggambarkan keluarga sitokin, yang sangat penting terutama dalam infeksi virus.  Sistem IFN menjadi aktif dalam beberapa jam dari infeksi virus sistemik dan bertentangan dengan sebagian besar sel-sel lain dalam tubuh.  Aktifasi makrofag dapat disebabkan oleh beberapa mikroba patogen, serta virus untuk menghasilkan IFN-α dan IFN-β, dan bekerja sama dengan sel T dalam produksi IFN-γ.  IFN-γ secara dramatis meningkatkan kapasitas makrofag untuk menghasilkan ledakan pernapasan dimana intermediet oksigen reaktif (ROI) yang dihasilkan untuk menghancurkan bakteri.  Sitokin, seperti IL-1 dan IFN- γ meningkatkan ekspresi molekul adhesi, misalnya, adhesi antar molekul-1 (ICAM-1, CD54) oleh sel endotel dan memfasilitasi monosit marginasi dan migrasi ke situs peradangan. Cytokines: their origin and function Cytokine



Source



Effector function



IL‐1α, IL‐1β



Mono, Mϕ, DC, NK,



proinflammatory



B, Endo IL‐17



T



Proinflammatory;



IL‐17A



Th17, NK, Neutro



Proinflammatory; fibroblasts.



IL‐20



Mono, keratinocytes



Regulation of inflammatory responses to skin



IL‐23



DC



Proliferation and IFNγ production by Th1; induces expansion and survival of Th17 cells. induction of proinflammatory cytokines such as IL‐1, IL‐6, TNF by macrophages



IL‐31



T



Promotes inflammatory responses in skin



IL‐32



NK, T



Promotes inflammation. Role in activation‐induced T‐cell apoptosis



IL‐36α IL‐36β IL‐36γ



Keratinocytes, Activates Mono, macrophages, keratinocytes to produce multiple proinflammatory cytokines. other Co‐stimulation of T‐cells barrier tissues, Neutro



TGFβ



Th3, B, Mϕ, MC Proinflammatory by, e.g., chemoattraction of Mono and Mϕ but also anti‐inflammatory by, e.g., inhibiting lymphocyte proliferation; induces switch to IgA; promotes tissue Repair



IFNγ



Neopterin



activated macrophages, and is closely associated with activation of the cellular immune system. Serum and urine levels are increased in a variety of infections, chronic inflammatory states, autoimmune disorders, and malignancies, and levels correlate with disease severity.



Reaksi inflamasi akut 



Peristiwa disamping merupakan mediator inflamasi yg membantu untuk merekrut neutrofil serta protein plasma ke tempat infeksi dengan menginduksi vasodilatasi pembuluh darah dekat dengan tempat infeksi dan bertindak sebagai faktor kemotaktik untuk neutrofil beredar dalam darah.







Sel-sel ekstra dan cairan yang berkumpul di lokasi infeksi (yang berkontribusi pada pembengkakan), peningkatan kemerahan dari warna kulit di daerah, dan tekstur terkait merupakan reaksi inflamasi klasik. Iritasi dari ujung saraf adalah konsekuensi lain dari pelepasan histamin dan bertanggung jawab untuk rasa sakit sering dikaitkan dengan peradangan, sebuah adaptasi evolusioner yang paling mungkin mendorong tuan rumah untuk melindungi daerah yang terinfeksi atau terluka untuk meminimalkan kerusakan lebih lanjut.







Aktivasi inflamasi oleh Sel T helper Sel T helper Mengaktivasi sel T sitotoksik dan makrofag  Sel T helper Memerintahkan sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma untuk mensekresi antibodi



Sumsum tulang belakang berperan dalam pembentukan makrofag oleh prekusor promonosit Terminasi respon perbaikan  1. bakteri dan patogen lain memasuki luka  2. platelet dari darah melepas protein pembekuan darah pada daerah luka  3. sel mast mensekresi factor yang menyebabkan vasodilatasi dan vasokontriksi. Pengiriman darah, plasma, dan sel ke area luka meningkat  4. neutrofil mensekresi faktor yang dapat membunuh dan mendegradasi patogen  5. neutrofil dan makrofag memakan patogen melalui fagositosis  6. makrofag mensekresi hormon (sitokin) yang dapat menarik sel imun ke daerah luka dan aktivasi sel yang terlibat dalam perbaikan jaringan  7. respon inflamasi berlanjut hingga benda asing hilang dan luka diperbaiki Penanda inflamasi •



Plasma protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP), 1- antichymotrypsin (ACT) dan 1-asam glikoprotein (AGP) adalah penanda pasti untuk memantau peradangan klinis dan subklinis.







Deteksi Peradangan dengan pengukuran sitokin inflamasi seperti IL-8. Gershwin M, Nestel P, Keen C, 2004.



Nekrosis vs Apoptosis Nekrosis Induksi : patologis, perluasan : kelompok sel, biokimia : keseimbangan ion, membran sel : hilang, morfologi : bengkak dan lisis, respon radang : biasa, sel yang mati; difagosit o/ neutrofil dan makrofag Apoptosis : induksi : fisiologis/patologis, perluasan: sel tunggal, biokimia : fragmentasi DNA o/ endonuklease, membran sel: utuh, morfologi : sel kisut, kromatin, tebal, fragmented, respon radang: seltdk ada, sel yg mati: difagosit o/ terdekat