Transdermal Rangkuman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RANGKUMAN SPOP TRANSDERMAL



Hambatan dalam penghantaran transdermal : Masalah utama dalam sistem penghantaran transdermal adalah penetrasi senyawa yang lambat melalui kulit. Kulit memiliki permeabilitas yang sangat rendah, molekul yang sangat besar tidak bisa dengan mudah melewati lapisan kulit Stratum korneum. Stratum corneum terdiri dari beberapa lapisan sel tanduk mati, yang dipadatkan, pipih, mengalami dehidrasi dan mengandung keratin. Berbeda dengan jaringan lain di dalam tubuh, stratum corneum terdiri dari corneocytes (terutama terdiri dari keratin terbungkus dalam bungkusan yang dikelilingi oleh lingkungan lipid ekstraseluler yang diatur sebagai lapisan tipis multipel bilayer). Lipid terstruktur ini mencegah hilangnya air secara berlebihan pada tubuh dan juga memblokir masuknya sebagian besar obat yang dioleskan, lainnya dibandingkan yang larut dalam lemak dan berat molekul rendah. Sifat fisikokimia dan sifat biologi obat-obat yang bisa diberikan secara transdermal: -



Sifat fisikokimia :



a) Obat harus memiliki bobot molekul kurang dari 500 dalton. b) Obat memiliki afinitas baik pada fase lipofilik maupun hidrofilik. c) Obat harus memiliki titik lebur yang rendah yaitu kurang dari 200ºC. d) Obat dengan koefisien partisi terlalu rendah atau tinggi akan sulit mencapai sirkulasi sistemik, sehingga obat yang diberikan secara transdermal umumnya memiliki nilai log P1 sampai 3. -



Sifat Biologi :



a) Obat tersebut harus memiliki konsentrasi yang cukup untuk dosis harian. b) Waktu paruh obat yang pendek. c) Obat tidak menimbulkan respon alergi dan iritasi. d) Obat yang terdegradasi di dalam saluran cerna dan di-inaktivasi oleh first pass effect di hati, cocok untuk diberikan secara transdermal. Syarat penggunaan sediaan transdermal : a) Tidak dekat dengan mukosa b) Bukan bagian lipatan / pada bagian tebal / terlalu tipis c) Bagian kulit yang sehat d) Bagian yang tidak mempengaruhi organ lainnya.



Rute transportasi senyawa melalui kulit : Terdapat tiga jalur/rute yang dapat dilalui oleh molekul obat agar dapat melintasi stratum corneum :



a. Appendage route / Rute Apendageal Rute apendageal merupakan rute yang sedikit digunakan untuk proses transport molekul obat karena memiliki area yang relatif kecil, sekitar 0,1% dari luas kulit keseluruhan. Namun pada rute ini dapat bermanfaat bagi obat dengan molekul besar yang bersifat polar, memiliki tingkat hidrofilik yang tinggi seperti kafein dan elektrolit, dengan koefisien difusi yang kecil atau rendah. b. Transcellular route / Rute Transeluler Obat yang memasuki kulit dengan rute transelular yaitu melalui corneocytes. Corneocytes mengandung keratin yang terhidrasi tinggi yang menyediakan lingkungan aqueous sehingga obat yang bersifat hidrofilik dapat melewatinya. Rute transelular tidak hanya membutuhkan partisi dan difusi melalui keratin tetapi juga ke dalam dan melintasi lipid interseluler. c. Intercellular route / Rute Interseluler Pada jalur intersaluler pengangkutan molekul dilakukan dengan melewati ruang sempit di sekitar atau antara sel-sel. Terdapat tiga variabel yang mempengaruhi kecepatan permeasi obat melewati kulit yaitu konsentrasi obat dalam pembawa, koefisien partisi obat, dan



difusi obat dalam stratum korneum. Partisi obat yang bersifat hidrofilik masuk ke dalam jalur rute transeluler, sedangkan obat dengan sifat lipofilik akan melewati stratum korneum melalui rute interseluler. Kebanyakan obat menembus stratum korneum melalui kedua rute ini. Namun, jalur interseluler memiliki karaketristik berliku-liku dan secara umum dianggap menjadi penghalang utama untuk penetrasi sebagian besar obat.



Sistem Patch Transdermal : Terdapat dua tipe dasar dari patch transdermal, yaitu liquid/gel reservoir dan solid matrix. Namun, terdapat juga yang menggunakan kombinasi antara sistem reservoir dan sistem dispersi matriks yang disebut dengan microreservoir system. a) Liquid/Gel Reservoir atau Reservoir System Likuid/gel reservoir sering disebut juga reservoir system. Dalam sistem transdermal ini, reservoir obat ditempatkan antara backing layer dan lapisan membran. Lapisan membran berpori dapat mengontrol pelepasan obat seiring berjalannya waktu. Keuntungan dari sistem ini yaitu memiliki laju pelepasan obat yang konstan karena mengikuti kinetika orde nol. Selain itu, tipe ini memiliki kemampuan untuk memisahkan antara fungsi penghantaran obat dan fungsi adhesi kulit. Namun sistem reservoir juga memiliki kekurangan yaitu membutuhkan ukuran patch yang lebih besar untuk mencapai tujuan penghantaran, dan potensi kebocoran dari penutup reservoir. Pelepasan obat yang tidak terkontrol dan potensi overdosis obat dapat timbul akibat kebocoran membran yang tidak disengaja.



b) Solid Matrix atau Matrix System Pada tipe ini, perekat dan obat dicampur dalam lapisan yang sama sehingga secara bersamaan dapat menghantarkan obat saat menempelkan patch ke kulit. Dalam sistem matriks, terdapat beberapa tipe patch transdermal yaitu drug-in-adhesive dan matrix dispersion. Keuntungan dari tipe ini yaitu lebih murah dibanding reservoir dan terhindar



dari kebocoran membrane, namun kerugiannya adalah pelepasan obat tidak dikendalikan membrane dan durasi penggunaan lebih singkat. -



Drug in adhesive : Pada tipe ini, reservoir obat dirancang untuk mendistribusikan obat pada polimer adesif. Matriks polimer obat ditempatkan pada backing layer yang bersifat impermeabel baik dengan pelarut atau dengan melelehkan bahan polimer perekat. Keuntungan dari tipe ini yaitu lebih murah dibanding reservoir dan terhindar dari kebocoran membrane, namun kerugiannya adalah pelepasan obat tidak dikendalikan membrane dan durasi penggunaan lebih singkat.



-



Matrix-Dispersion : Obat didispersikan secara homogen dalam matriks polimer lipofilik atau hidrofilik. Disk polimer yang mengandung obat ini kemudian menempel ke pelat dasar di kompartemen yang dibuat dari backing layer yang bersifat impermeabel terhadap obat.



c) Microreservoir system Tipe ini merupakan kombinasi dari sistem reservoir dan sistem dispersi matriks. Reservoir obat dibentuk dengan cara mensuspensikan obat dalam larutan polimer hidrofilik, kemudian suspensi obat didispersikan secara homogen pada polimer lipofilik. Dispersi ini membentuk ribuan reservoir obat yang mikroskopis . Keuntungan dari tipe ini yaitu profil pelepasan obat mengikuti kinetika orde nol sehingga konsentrasi obat dalam plasma terjaga dengan konstan, namun kerugian dari tipe ini yaitu membutuhkan energi dispersi yang tinggi untuk mendispersikan mikro partikel dalam polimer.



Chemical enhancer (Peningkat penetrasi kimia) : Peningkat penetrasi kimia atau chemical enhancer merupakan zat-zat yang dapat berpenetrasi dan berinteraksi dengan komponen yang ada di dalam stratum corneum yang dapat meningkatkan permeabilitas kulit secara sementara atau reversible. Kriteria peningkat penetrasi kimia : a) Tidak mengiritasi kulit, tidak toksik, dan tidak menimbulkan alergi b) Dapat bekerja dengan cepat, efeknya dapat diprediksi, dan reprodusibel c) Tidak memiliki aktivitas farmakologis d) Bekerja satu arah, yaitu dapat meningkatkan penetrasi zat aktif ke dalam tubuh, tetapi menghalangi hilangnya zat-zat endogen dari dalam tubuh . e) Ketika enhancer dihilangkan dari kulit, kulit dapat kembali ke keadaan semula dengan cepat dan menyeluruh f) Kompatibel dengan obat dan eksipien lain dalam formulasi.



Mekanisme kerja peningkat penetrasi kimia : Berikut beberapa efek pada Lipid Stratum Corneum setelah paparan enhancer kimia : 



Melibatkan interaksi pada dua situs, yaitu pada bagian ekor yang bersifat lipofilik dari lipid interseluler dan pada bagian kepala yang bersifat hidrofilik.







Mengekstraksi lipid stratum corneum (contoh Menthol dan menthone, 1,8-cineole, 1,4cineole, rose oxide, safranal, valence)







Fluidisasi lipid stratum corneum (Nerolidol)



a) Modifikasi Lipid : Enhancers akan merubah struktur lapisan lipid bilayer di Stratum corneum. Contoh : Azone, terpen, asam lemak, alkohol, menthol.



Terpen : Mekanisme utama terpen sebagai peningkat penetrasi yaitu dengan modifikasi lipid intraseluler. Seperti pada menthol, gugus hidroksi pada menthol membentuk ikatan hidrogen dengan amida pada ceramide dengan lebih mudah dibandingkan dengan gugus keton pada menthone.



b) Modifikasi Protein : -



Enhancer berinteraksi desmosome → gangguan pada desmosome → pemisahan lapisan stratum corneum.



-



Enhancer berinteraksi dengan filament korneosit → denaturasi keratin atau perubahan konformasi → vakuola terbentuk → difusi obat meningkat



-



Contoh : DMSO, surfaktan ionic, urea, asam oleat.



DMSO : mendenaturasi struktur protein antar sel dari stratum corneum → permerabilitas meningkat → obat dapat berpenetrasi ke dalam lapisan kulit Asam oleat : Mengganggu sementara dan reversibel dari lipid stratum korneum, meningkatkan fluidisasi dan difusivitas kulit dengan cara : 



Asam lemak diketahui memasuki ekor hidrofobik dari bilayer lipid stratum korneum, mengganggu bilayer stratum korneum, meningkatkan fluiditasnya, dan selanjutnya, mengurangi resistensi difusi terhadap penetrasi.







Mengurangi suhu transisi lipid, dan dengan meningkatkan "kebebasan konformasi rantai alkil lipid" lebih tinggi. Asam lemak dapat menyebabkan beberapa jenis permeable defect dalam stratum korneum yang meningkatkan difusi permeants. Ini mengarah pada peningkatan permeabilitas dan koefisien difusi dalam hukum Fick.



Surfaktan : mengikat protein pada permukaan kulit → mendenaturasi protein pada permukaan kulit → melarutkan atau mengacaukan lipid antar sel dari kulit → menembus penghalang lipid epidermis yaitu stratum corneum → berinteraksi dengan sel hidup. c) Peningkatan Partisi Obat : Beberapa pelarut misalnya etanol, propilen glikol, dll dapat mengubah kondisi stratum korneum dan dapat meningkatkan partisi (K) molekul obat melalui lapisan stratum korneum.



Etanol : Etanol membantu obat menembus SC dengan meningkatkan kelarutan dalam formulasi dan dengan mengubah struktur SC → Peningkatan partisi obat. Vesikel sebagai penetration enhancer : a) Liposom Liposom adalah vesikel berukuran mikro yang terdiri dari kompartemen hidrofilik yang dikelilingi oleh satu atau lebih lapisan fosfolipid. Lokasi zat aktif yang terjerap didalam vesikel liposom tergantung pada sifat fisikokimia zat aktif. Senyawa hidrofilik (dalam rongga berair), dan senyawa hidrofobik (dalam membran lipid) dan suatu senyawa amfifilik bergabung dalam vesikel ini untuk meningkatkan aplikasi potensial. Keuntungan : Dapat digunakan dalam beberapa rute administrasi (iv, dan inhalasi), dapat digunakan sebagai sistem enkapsulasi yang dapat meningkatkan stabilitas, dapat memodifikasi permukaan dengan ligan (tertarget) dan fleksibel untuk berikatan dengan ligan spesifik untuk mencapai target aktif, dapat meningkatkan efikasi dan indeks terapi obat, dan dapat berakumulasi dengan jaringan target dan menurunkan paparan obat terhadap jaringan yang sehat (tidak toksik). Kerugian : Strukturnya rigid sehingga mempersulit penetrasi pada penghantaran transdermal, waktu paruh cepat, terkadang fosfolipid mengalami reaksi oksidasi dan hidrolisis, molekul obat yang dienkapsulasi dapat mengalami kebocoran, serta biaya produksi yang mahal. Penyusun liposom : 



Fosfolipid : Gliserol yang mengandung fosfolipid adalah yang paling sering digunakan untuk formulasi liposom, senyawa ini merupakan derivat dari phosphatidic acid. Contoh lain dari fosfolipid adalah fosfatidil kolin (lecithin) atau PC, fosfatidil etanolamin (PE), fosfatidil serin (PS), fosfatidil inositol (PI), fosfatidil gliserol (PG).







Sterol : Kolesterol dan derivatnya juga sering digunakan di liposom untuk meningkatkan fluiditas atau mikroviskositas dari bilayer, mengurangi permeabilitas membran untuk molekul yang larut air, dan menstabilkan membran dalam aliran plasma biologis.







Fosfolipid Sintetis : contoh senyawa fosfolipid sintetis yang biasa digunakan dalam pembuatan liposom adalah fosfolipid tersaturasi, yakni: Dipalmitoyl phospatidyl choline (DPPC), Dipalmitoyl phospatidyl ethanolamine (DPPE), Dipalmitoyl phospatidyl serine (DPPS)







Polimer : Fosfolipid sintetis dapat membentuk polimer ketika terekspos UV, dan menyebabkan bentuk liposom terpolimerisasi yang memiliki barrier permeabilitas tinggi untuk membungkus larutan obat. Contohnya konjugat diena dan metakrilat.







Lipid kationik : contoh, dimetil ammonium bromide atau klorin (DOBAC/C).







Polimer Pembantu Lipid / co-polimer



Mekanisme penghantaran obat pada sistem Liposom : 



Menyediakan lingkungan fisikokimia yang sesuai agar memungkinkan mentransfer obat dalam lipid bilayer liposom pada stratum korneum kulit dan selanjutkan akan berdifusi melalui kulit.







Liposom berpenetrasi ke dalam kulit dan juga terdeposit pada lapisan epidermis dan dermis sehingga mereka dapat berfungsi sebagai sistem pelepasan tertunda.



b) Transfersom Transfersom adalah suatu sistem penghantaran obat yang potensial berupa vesikel fosfolipid terdiri dari lipid dan surfaktan yang dapat bepenetrasi ke dalam lapisan stratum korneum. Transfersom dapat berpenetrasi melewati stratum corneum melalui rute penetrasi intraseluler. Penyusun transfersom : Kandungan utama pada transfersom adalah fosfolipid dan surfaktan, dimana fosfolipid merakit diri menjadi lipid bilayer pada lingkungan berair dan menutup membentuk vesikel atau gelembung. Surfaktan berperan sebagai pelembut struktur lipid bilayer dan meningkatkan fleksibilitas dan permeabilitas bilayer pada lipid.



Jenis Bahan



Contoh



Fungsi



Fosfolipid



Fosfatidilkolin kedelai Dipalmitoil fosfatidilkolin



Membentuk vesikel



Surfaktan 10-25%



Sodium cholate Tween -80 Span-80



Memberikan fleksibilitas



Alkohol Pendapar Pewarna



Etanol, metanol PBS (Phospate Buffer Saline) Rhodamin, Fluorescein, Nile red



Pelarut Media hidrasi vesikel Untuk pewarnaan uji in vitro menggunaka CLSM



Mekanisme penghantaran obat pada sistem Transfersom : Karena keberadaan surfaktan dalam formulasi transfersom, transfersom memiliki kemampuan deformabilitas yang tinggi, sehingga mampu berubah bentuk mengikuti celah antar sel dan berdifusi pada stratum korneum. Keberadaan surfaktan juga memberikan kondisi lingkungan yang terhidrasi akibat mekanisme surfaktan dalam melarutkan lipid bilayer pada stratum corneum, sehingga meningkatkan fungsi gradien hidrasi saat melintasi epidermis, stratum korneum, dan lingkungannya.



c) Etosom Etosom adalah suatu vesikel yang lembut dan elastis mengandung fosfolipid, alkohol (konsentrasi tinggi 20-45%) dan air yang dapat menghantarkan suatu senyawa obat ke lapisan kulit lebih dalam dan atau ke sistem sistemik. Berdasarkan komponen penyusunnya, sistem etosom dibagi menjadi 3 tipe: 



Etosom klasik : Etosom klasik adalah modifikasi dari liposom yang terdiri dari fosfolipid, air dan etanol dengan konsentrasi tinggi hingga 45%.







Etosom Biner : Etosom biner adalah pengembangan dari etosom klasik, dimana propilenglikol atau isopropyl ditambahkan untuk meningkatkan penetrasi.







Transetosom : Transetosom adalah generasi terbaru dari etosom, sistem ini mengandung komponen seperti etosom klasik dan senyawa tabahan seperti peningkat penetrasi atau edge activator (surfaktan) dalam formulasinya



Penyusun Etosom : Obat, ethanol (10-45%), fosfolipid, propilenglikol, isopropil alkohol, edge activator (surfaktan + fosfolipid). Mekanisme penghantaran obat pada sistem etosom : 



Aksi etanol : Etanol akan bereaksi dengan bagian lipid multilayer yang bersifat polar, sehingga dapat meningkatkan fluiditas dan menurunkan kerapatan multilayer dari membran sel.







Aksi Etosom : Setelah terjadi peningkatan fluiditas serta menurunnya kerapatan lipid multilayer dari membran sel dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga vesikel etosom yang fleksibel dan lembut akan masuk ke dalam lapisan lipid multilayer dan menembus lapisan kulit yang lebih dalam.



d) Niosom Niosom merupakan suatu vesikel yang terbuat dari surfaktan non-ionik terhidrasi dan kolesterol ataupun turunannya, dapat berupa vesikel unilamellar atau multilamellar. Niosom dapat menjerap zat yang hidrofilik dan hidrofobik maupun amfifilik karena strukturnya membentuk lapisan bilayer tertutup. Zat yang hidrofilik dijerap pada bagian dalam yang berair sedangkan zat yang lipofilik pada bagian bilayer. Penyusun Niosom :







Surfaktan non ionik : Surfaktan non-ionik tidak memiliki muatan di ujung hidrofiliknya. Tanpa adanya muatan ini, surfaktan non-ionik mampu untuk membentuk struktur dengan ujung hidrofilik berada jauh dari lingkungan aqueous dan ujung hidrofiliknya berada jauh dari pelarut organik. Contoh : Alkil eter, alkil ester, alkil amida, asam lemak dan asam amino.







Kolesterol : Kolesterol mempengaruhi sifat fisik dan struktur niosom berdasarkan interaksinya dengan surfaktan. Kolesterol harus ditambahkan pada surfaktan dengan HLB > 6 agar dapat terbentuk vesikel bilayer namun jika HLB < 6, kolesterol berfungsi untuk menambah stabilitas dari vesikel..







Molekul Bermuatan : Salah satu metode yang digunakan untuk menstabilkan vesikel adalah penambahan molekul bermuatan pada bilayer untuk mencegah agregasi vesikel. Contoh : dicetylpospat dan asam pospatidat yang bermuatan negatif serta stearilamin dan setilpiridinium klorida yang bermuatan positif dengan konsentrasi sekitar 2,5-5 mol%.



Mekanisme sistem niosom sebagai peningkat penetrasi : 



Niosom memodifikasi stratum corneum dengan cara memodifikasi barrier lipid melalui jalur interselluler sehingga menjadi lebih permeabel. Kemungkinan lain adalah adsorpsi dan fusi niosom pada permukaan kulit yang menyebabkan gradien termodinamika obat yang tinggi pada antarmuka sehingga mendorong permeasi obat melintasi stratum corneum.







Niosom dapat mengalami fusi dengan membran sel, sehingga menyebabkan niosom



bercampur



dengan



sitoplasma



dan



menyebabkan



terjadinya



endositosis oleh sel. Lisozim dalam sitoplasma akan menyebabkan struktur membran niosom rusak dan mengeluarkan zat aktif. Physical enhancer sebagai peningkat penetrasi : Peningkat penetrasi secara fisik terdapat beberapa metode, yaitu sonoforesis atau yang biasa disebut ultrasound, iontoforesis, dan elektroforasi. a) Sonoforesis Sonoforesis, fonoforesis atau ultrasound, adalam metode peningkatan transportasi molekul obat dalam suatu penghantaran dengan menggunakan energi ultrasonik / ultrasound. Gelombang ultrasonik dihasilkan oleh yang digunakan berada pada kisaran frekuensi 20kHz – 16MHz, namun peningkatan penetrasi transdermal yang signifikan terdapat pada frekuensi rendah atau < 100kHz dibanding pada frekuensi tinggi. Mekanisme kerja : 



Kavitasi : Kavitasi dapat terjadi akibat variasi tekanan yang diinduksi gelombang ultrasonik dalam medium dan mengacu pada penciptaan rongga dan ekspansi, kontraksi, dan distorsi gelembung gas yang ada dalam media cair (biologis). Ultrasound menghasilkan kavitasi yang dapat mengganggu susunan struktur lipid bilayer dan pembentukan saluran air dikulit dimana obat dapat berpenetrasi. Kavitasi terdapat 2 jenis : -



Kavitasi di dalam kulit: gelembung kavitasi dekat keratinosit antarmuka lipid bilayers menyebabkan osilasi pada bilayers lipid, sehingga menyebabkan gangguan struktural lipid SC.



-



Kavitasi di luar kulit: gelembung kavitasi dapat menyebabkan erosi kulit, karena timbulnya gelombang kejut, sehingga meningkatkan transdermal transport.



Prinsip dasar sonoforesis : Gelombang ultrasound disalurkan melalui probe pada kulit → gelombang ultrasound mengakibatkan pembentukan kavitasi → kavitasi menyebabkan fluidisasi lipid bilayer akibat gelembung yang disebabkan oleh kavitasi.







Pemanasan : Gelombang ultrasonik yang merambat melalui jaringan biologis akan meningkatkan suhu medium yang terpapar pada setiap penyerapan energi. Energi ultrasonik yang diserap oleh jaringan pada frekuensi ultrasonik menyebabkan peningkatan suhu lokal, peningkatan suhu tergantung pada frekuensi ultrasonik, intensitas, luas permukaan, lama paparan, dan laju konduksi atau koefisien penyerapan energi. Peningkatan suhu kulit yang dihasilkan dapat meningkatkan permeabilitas karena peningkatan difusivitas kulit.



b) Iontoforesis Iontoforesis merupakan metode dalam meningkatkan penetrasi transdermal dengan melibatkan aplikasi medan listrik untuk memfasilitasi transfer ion ke atau melalui jaringan biologis (stratum corneum). Transportasi molekul obat ditentukan oleh durasi, intensitas, dan profil arus yang diterapkan dan pada bidang kontak. Suatu larutan elektrolit diinfuskan dengan pemberian tegangan listrik rendah dan muatan yang dikendalikan oleh dua elektroda yang terhubung pada kulit, anoda untuk elektroda positif, dan katoda untuk elektroda negatif. Tegangan listrik rendah yang digunakan berkisar 3MHz) Intensitas ultrasonik : 0,1 – 3 watt/cm 2 Waktu pemakaian : menit hingga 4 jam Pulse duration : 100-400 ms dengan durasi Power supply : kontak listrik b) Iontoforesis Intensitas arus listrik : 0,5 mA/cm 2 Durasi pemakaian : hitungan menit hingga 24 jam. Tegangan listrik : < 10 volt Power supply : baterai



c) Elektroforasi Tegangan listrik : 50 – 1000 volt Durasi pemakaian : Tergantung pada jeda tiap pulse (misal selama 10 menit, 300 volt, jeda pulse tiap 30 detik) Pulse duration : < 1 detik (milisecond) Power supply : Kontak listrik