Tugas 1 - Kelompok 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PROSES INDUSTRI KIMIA PROSES PEMBUATAN CRUMB RUBBER OLEH PT. SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO)



DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Renita Manurung, MT. NIP 196812141997022002



DISUSUN OLEH: 1. Yesi Yuliantika /180405016 2. Nisa Indriani /180405021 3. Muhammad Ikhsan /180405024 4. Zulfadli Arafat /180405028 5. Azmilia Dwirahma/180405088



DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatNya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Proses Industri Kimia dengan judul makalah “Proses Pembuatan Crumb Rubber Oleh PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO)”. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen mata kuliah Proses industry Kimia



Ibu Prof. Dr. Ir. Renita



Manurung M.T. yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.



Medan,



2020



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................2 1.3 Tujuan ....................................................................................................2 BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................3 2.1 Sejarah PT Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih .................................3 2.1.1 Ruang Lingkup Perusahaan .........................................................3 2.2 Crumb Rubber .....................................................................................4 2.3 Bahan ....................................................................................................4 2.4 Uraian Proses Produksi ........................................................................7 2.5 Identifikasi Aliran Dari Material, Energi Dan Waste Pada Setiap Tahapan Proses Produksi ...................................................................17 2.5.1 Identifikasi Material ..................................................................18 2.5.2 Identifikasi Energi .....................................................................19 2.5.3 Waste .........................................................................................20 2.6



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Setiap Tahapan Proses



Produksi .......................................................................................................22 BAB III PENUTUP ..............................................................................................29 3.1 Kesimpulan .........................................................................................29 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................30



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai



sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Karet diperoleh dari lateks yang diproduksi sel latisifer di kulit batang tanaman karet. Karet alam dalam prakteknya diperoleh dengan melakukan penyadapan pada panel batang karet. Lateks tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah. Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu karet remah didasarkan pada penilaian sifat-sifat teknis dinana wama atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mufu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat dan crumb rubber. Karet alam merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Luas lahan perkebunan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 3,4 juta hektar area. Sebagiaan besar hasil produksi karet yang diekspor berupa karet mentah. Industri karet hulu, mengolah karet alam menjadi karet mentah seperti bokar (bahan olahan karet), kayu karet, crumb rubber, sheet, dan crepe. Sementara pada industri hilir, hasil produksi berupa ban kendaraan, bahan tahanan dudukan mesin, penahan getaran, peralatan kesehatan, peralatan laboratorium, peralatan rumah tangga, dan peralatan industri lainnya. Perbaikan lingkungan yang terkait dengan proses manufaktur berupa pengurangan emisi, penggunaan kembali, daur ulang dan remanufaktur. Pabrik zero emission (yaitu, loop tertutup) memandang sistem manufaktur sebagai ekosistem industri, dan membutuhkan penggunaan kembali limbah atau produk sampingan dalam sistem manufaktur. Dengan demikian, manufaktur zero emission membutuhkan kemampuan untuk pencegahan polusi (misalnya, substitusi) dan penggunaan kembali limbah. Manufaktur juga membutuhkan kemampuan fleksibilitas material, dan peralatan manufaktur yang bisa



1



mengakomodasi



variasi



dalam



aliran material dapat



membantu



dalam



meningkatkan keberlanjutan dan mempertahankan daya saing Pemodelan aliran proses dapat menjadi dasar untuk menemukan pendekatan yang sesuai dengan melakukan pemetaaan siklus material, energi, dan waste (MEW). Material flow analysis dilakukan untuk memonitor dan menganalisa aliran dari bahan, yang masuk dan keluar dari sebuah sistem. Material flow analysis menggunakan prinsip material balance untuk mengetahui bagaimana bahan yang masuk sebagai input, kemudian diproses lalu bertransformasi menjadi output. Analisa ini berhubungan dengan aliran bahan, energi, lingkungan, dan aktivitas manusia termasuk dari segi ekonomi. PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO) merupakan perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet, serta produksi benih unggul kelapa sawit. Salah satu anak perusahaan yang mengolah karet alam menjadi crumb rubber terletak di Tanah Besih, Serdang Bedagai dengan nama PT Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih. Jumlah produksi crumb rubber pada perusahaan ini berkisar 2.300.000 ton / tahun. PT Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih melakukan rekapitulasi data produksi secara umum seperti input yang diolah, output yang dihasilkan dan limbah yang dihasilkan pada setiap tahapan proses produksi. Perusahaan belum mengidentifikasi aliran material, energi dan waste pada setiap tahapan proses produksi crumb rubber. Makalah ini dibuat untuk menganalisa aliran material pada proses produksi crumb rubber di PT Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan crumb rubber? 2. Bagaimana proses pembuatan crumb rubber? 3. Bagaimana kebutuhan energi dalam proses pembuatan crumb rubber? 1.3 Tujuan Makalah 1. Mengetahui tentang crumb rubber 2. Mengetahui proses pembuatan crumb rubber 3. Mengetahui kebutuhan energi dalam proses pembuatan crumb rubber



2



BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1



Sejarah PT Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO) merupakan perusahaan agribisnis yang



bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet, serta produksi benih unggul kelapa sawit. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 7 Desember 1930. Pada tahun 1965, PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO) dialihkan di bawah pengawasan pemerintah Indonesia berdasarkan peraturan Presiden No. 6 Tahun 1965. Pada tahun 1968, PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO) berubah menjadi perusahaan gabungan yang terdiri dari S.A.-Belgia (pemilik saham SOCFINDO) dan pemerintah R.I dengan nama PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO). Berdasarkan UU penanaman modal asing No. 01/196. perbandingan kepemilikan terhadap perusahaan adalah sebesar 60% saham S.A.-Belgia dan 40% saham pemerintah R.I. Kemudian pada 13 Desember 2001 terjadi perubahan kepemilikan saham SOCFINDO menjadi 90% saham S.A.-Belgia dan 10% saham pemerintah R.I. di bawah kementerian BUMN dan berlaku hingga saat ini. PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih berdiri sejak tahun 1993. Perusahaan ini menghasilkan crumb rubber. Pada tahun 2015 jumlah produksi crumb rubber mencapai 2.400.000 ton / tahun. Sejak tahun 2016 sampai sekarang, jumlah produksi crumb rubber hanya berkisar 2.300.000 ton / tahun. Penurunan jumlah produksi terjadi karena hasil perkebunan karet yang juga mengalami penurunan akibat faktor cuaca. 2.1.1 Ruang Lingkup Perusahaan PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih bergerak dibidang pengolahan latex dan coagulum menjadi crumb rubber SIR 3CV 50, SIR 3CV 60 dan SIR 10. Latex adalah getah yang dihasilkan pohon karet yang berbentuk cairan kental. Sementara coagulum adalah gumpalan getah karet yang ditampung pada wadah tertentu sehingga berbentuk padatan. Crumb rubber yang diproduksi PT Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih dikirimkan ke gudang pengiriman yang ada di Belawan. Dan kemudian, crumb rubber tersebut didistribusikan ke perusahaan-perusahaan manufaktur oleh kantor pusat.



3



2.2



Crumb Rubber Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai



sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Karet diperoleh dari lateks yang diproduksi sel latisifer di kulit batang tanaman karet. Karet alam dalam prakteknya diperoleh dengan melakukan penyadapan pada panel batang karet. Lateks tersebut kemudian dikumpulkan dan diolah. Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu karet remah didasarkan pada penilaian sifat-sifat teknis dinana wama atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan niufu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat dan crumb rubber. Karet alam berasal dari tumbuhan Hevea brasiliensis, merupakan polimer alam dengan monomer isoprene. Polimer karet alam terdiri dari 97% polimer cis1,4-polyisoprene dengan rumus empiris (C5H8)n. Hevea brasiliensis tumbuh paling baik di bawah ketinggian sekitar 300 m. Karet mengandung komposisi hidrokarbon, protein, karbohidrat, resin, garam mineral dan asam lemak. Karet alam merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Luas lahan perkebunan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 3,4 juta hektar area. Sebagiaan besar hasil produksi karet yang diekspor berupa karet mentah. Industri karet hulu, mengolah karet alam menjadi karet mentah seperti bokar (bahan olahan karet), kayu karet, crumb rubber, sheet, dan crepe. Sementara pada industri hilir, hasil produksi berupa ban kendaraan, bahan tahanan dudukan mesin, penahan getaran, peralatan kesehatan, peralatan laboratorium, peralatan rumah tangga, dan peralatan industri lainnya. 2.3



Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi crumb rubber terdiri dari



bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan: 1.



Bahan baku Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan



sebuah produk. Bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi di PT. 4



Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih adalah latex. Latex adalah getah yang dihasilkan pohon karet yang berbentuk cairan kental. Latex didapatkan dari perkebunan karet milik PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih yang berlokasi di Tanah Besih, Tanjung Maria, dan Lima Puluh. Saat ini perkembangan dunia industri semankin maju, hal itu terbukti dengan banyaknya industri - industri yang tumbuh dan berkembang dengan pesat. Persaingan antar perusahaan akan semakin ketat. Dengan adanya persaingan ketat ini setiap perusahaan harus bisa mengoptimalkan semua aspek yang bisa mendorong terciptanya kesuksesan dalam perusahaan. Salah satunya adalah masalah persedian bahan baku. Adanya persedian bahan baku yang terlalu besar dibandingkan kebutuhan perusahaan akan menambah beban bunga, biaya pemeliharaan, biaya penyimpanan bahan baku didalam gudang, dan kerugian akibat dari penyusutan baik kuantitas dan kualitas bahan baku, sehingga akan mengurangi keuntungan perusahaan. Demikian pula sebaliknya, persedian bahan baku yang terlalu kecil



dalam



perusahaan



akan



mengakibatkan



terhentinya



ataupun



berkurangnya hasil produksi, yang akan berdampak pada kesempatan memperoleh keuntungan karena permintaan konsumen tidak dapat terpenuhi. Jumlah atau tingkat persedian yang dibutuhkan oleh perusahaan berbeda-beda untuk setiap perusahaan, pabrik, tergantung dari volume produksinya, jenis pabrik dan prosesnya.



2. Bahan penolong Bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi, namun tidak tampak pada hasil akhir produk. Bahan penolong yang digunakan adalah sebagai berikut: a.



Sodium Metabisulfite (SMBS) Sodium Metabisulfite (SMBS) digunakan untuk mengawetkan latex



grade. SMBS digunakan dengan takaran minimum 0,6 kg/ton karet kering dengan konsentrasi 2,5% untuk SIR 3CV. b.



Hydroxylamine Ammonium Sulphate (HAS) 10% Hydroxylamine Ammonium Sulphate (HAS) 10% digunakan untuk



mengawetkan dan mempertahankan constant viscosity karet selama



5



proses pengeringan pada suhu tinggi. Hydroxylamine Ammonium Sulphate (HAS) digunakan dengan takaran 1,2 – 1,7 kg/ton karet kering untuk SIR 3CV 60 dan 1,5 – 2,0 kg/ton karet kering untuk SIR 3CV 50. Sebelum digunakan Hydroxylamine Ammonium Sulphate (HAS) ditimbang sebanyak 1,5 kg (untuk SIR 3CV 60) atau 1,8 kg (untuk SIR 3CV 50). Kemudian, dicampur dengan air sebanyak 15 liter (untuk SIR 3CV 60) atau 18 liter (untuk SIR 3CV 50) untuk mendapatkan Hydroxylamine Ammonium Sulphate (HAS) dengan konsentrasi 10%. c.



Formic Acid 10% Formic



Acid



10%



adalah



larutan



ini



berfungsi



untuk



menggumpalkan latex dalam coagulating pits. Sebelum digunakan untuk kegiatan produksi, larutan Formic Acid dicampurkan dengan air terlebih dahulu. Larutan Formic Acid ditimbang sebanyak 25 kg dan dimasukkan dalam tangki pencampuran. Kemudian, tangki tersebut ditambahi air sebanyak 1000 liter. Pelarutan tersebut dilakukan agar mendapatkan Formid Acid dengan konsentrasi 2,5%. Larutan tersebut kemudian dialirkan ke coagulating pits. Banyaknya larutan yang dialirkan disesuai dengan latex yang digumpalkan dengan perbandingan 3,3-4 kg/ton karet kering. d.



Air Air digunakan untuk pelarutan, pencuci, memperlancar aliran



produksi dan pencampuran zat-zat kimia. Air pabrik berasal dari sumber mata air dalam tanah. Air tersebut disaring terlebih dahulu agar air menjadi lebih jernih. Setelah disaring, air disimpan dalam tangki penyimpanan



yang



diletakkan



pada



ketinggian



5



m,



untuk



mempermudah distribusi air ke setiap stasiun produksi. 3.



Bahan tambahan Bahan Tambahan merupakan bahan yang digunakan untuk menunjang



kegiatan produksi sehingga dapat memberikan nilai tambah pada produk. Bahan tambahan yang digunakan antara lain:



6



a.



Plastik Pembungkus Plastik digunakan untuk membungkus produk crumb rubber.



Plastik dipilih sebagai pembungkus karena dapat melindungi crumb rubber dari kontaminasi oleh air. Jika produk terkontaminasi, maka akan menurunkan kualitas dari crumb rubber. Plastik pembungkus dapat dibagi dua berdasarkan ketebalannya, yaitu plastik normal dengan ketebalan 0,035 mm dan plastik tebal dengan ketebalan 0,11mm. Menurut Standart Indonesian Rubber (SIR), plastik pembungkus memiliki spesifikasi, yaitu berjenis polietilen transparan dengan titik leleh 1080ºC dan berat jenis : 0,98 gr/cm3. 2.4



Uraian Proses Produksi Pengendalian kualitas dimulai dari saat penerimaan bahan baku, proses



maturasi, proses pembentukan Crumb, standar produk, pendeteksian metal sampai dengan finishing product. Perusahaan sudah melakukan pengendalian kualitas untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, namun nyatanya produk yang dihasilkan dari proses produksi tidak selalu menghasilkan kualitas yang seragam dan terkadang keluar dari spesifikasi. Jenis produk defect atau produk cacat yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu terdapat White Spot (bercak putih) pada bagian dalam produk dan kontaminasi (serpihan kayu, tanah, plastik, benang, dan cat metal box) pada produk yang dihasilkan.



Gambar 2.1 Skema proses produksi crumb rubber 7



Berikut diuraikan proses pembuatan crumb rubber di PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih: a.



Proses pencampuran dan penggumpalan Pada proses pencampuran dibutuhkan air untuk melarutkan



latex.



Jumlah air yang dicampurkan bergantung pada kadar DRC (Dry Rubber Concentrate). Setelah truck angkut latex tiba, maka akan dilakukan penimbangan terhadap tangki latex. Kebun Tanah Besih memiliki tangki latex dengan volume 600 liter, sedangkan Kebun Lima Puluh dan Kebun Tanjung Maria memiliki tangki latex dengan volume 1200 liter. Selanjutnya akan diperiksa kadar kering (DRC) dari latex tersebut dengan menggunakan metrolak/lactometer berdasarkan nilai DRC yang diperoleh maka, dapat ditentukan air yang akan ditambahkan ke bulking tank sesuai dengan DRC dan mutu yang diinginkan. Nilai DRC yang berada diantara 25-29% maka termasuk mutu SIR 3CV 60, sementara jika DRC berkisar 24-25% maka termasuk 3 CV 50. Sementara jika nilai DRC kurang dari 24%, maka akan tergolong reject. Rumus perhitungan jumlah air yang akan ditambahkan adalah sebagai berikut:



Keterangan : Vc : Jumlah air yang akan ditambahkan Do : DRC awal latex pada bulking tank Di : DRC latex yang diinginkan Vo : Jumlah latex awal dalam bulking tank Latex yang telah diperiksa kemudian dialirkan ke bulking tank. Kemudian dicampurkan Hydroxylamine Ammonium Sulphate (HAS) dengan takaran 1,2 – 1,7 kg/ton karet kering untuk SIR 3CV 60 dan 1,5 – 2,0 kg/ton karet kering untuk SIR 3CV 50. Setelah itu ditambahkan dengan Sodium Metabisulfite (SMBS) dengan takaran minimum 0,6 kg/ton karet kering dengan konsentrasi 2,5% untuk SIR 3CV. Pengadukan dilakukan selama 5 – 10 menit dengan menggunakan stirrer. Penggunaan stirrer dimaksudkan agar pencampuran yang dilakukan menjadi lebih homogen.



8



Setelah latex tercampur secara merata di bulking tank, latex dialirkan ke coagulating pits. Coagulating Pits adalah wadah untuk menampung Latex yang mengalami penggumpalan (coagulum). Latex dari bulking tank dialirkan menggunakan pipa bersamaan dengan formid acid 2,5%. Banyaknya larutan yang dialirkan disesuaikan dengan latex yang digumpalkan dengan perbandingan 3,3-4 kg/ton karet kering. Pengadukan dilakukan dengan cara manual maju dan mundur sehingga merata dan homogen. Latex yang telah bercampur, didiamkan selama 8-48 jam sampai menggumpal. Berikut ini adalah data yang dibutuhkan untuk perhitungan jumlah air yang dibutuhkan untuk proses pencampuran. Do : 33% (berasal dari rata-rata DRC selama 1 tahun) Di : 27% (standar yang telah ditetapkan perusahaan. Vo : 14457,53 kg (rata-rata per hari latex yang diproduksi selama 1 tahun) Maka, jumlah air yang dibutuhkan pada proses pencampuran ini adalah;



Maka, Vc = 3.477,10 kg = 3.477,10 dm3 Proses ini juga membutuhkan energi listrik, dengan rara-rata daya yang dibutuhkan adalah 1,40 kwh. Pada kuantifikasi terdapat emission factor dari penggunaan listrik yaitu 0,417 kgCO2/kwh. Perhitungan limbah gas CO2 dapat dihitung menggunakan rumus berikut. E = A x EF Dimana : E



: Emisi



A



: Aktivitas



EF : Emission factor Maka jumlah CO2 yang dihasilkan adalah sebagai berikut. E = A x EF



9



E = 0,58 kg Berikut



adalah



Transformasi



pada



Proses



Pencampuran



dan



Penggumpalan



Gambar 2.2 Proses Pencampuran dan Penggumpalan b.



Proses Penggilingan (Coagulum Trough) Sebelum dilakukan penggilingan, coagulating pits diisi dengan air



sampai penuh. Kemudian dialirkan air melalui selang menuju mobile crusher. Air tersebut berguna membersihkan coagulum latex dari kemungkinan kontaminan sekaligus mempertahankan volume air pada coagulating pits. Latex yang telah menggumpal, dikeluarkan dari pits. Kemudian latex digiling menggunakan mesin mobile crusher hingga mencapai ketebalan 8-10 cm menjadi coagulum latex. Penggilingan coagulum latex dilakukan untuk mengurangi kadar air dan persiapan peremahan pada prebreaker. Pada proses penggilingan, air dijadikan sebagai media transportasi untuk mengalirkan coagulum latex ke mesin mobile crusher. Jumlah air yang dibutuhka pada proses ini diketahui berdasarkan debit air yang mengalir pada saluran coagulum latex tersebut. Diketahui debit air yang mengalir pada saluran tersebut adalah lebih kurang 3,08 m3/jam. Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengisi dan mempertahankan volume pada saluran tersebut adalah 7,23 jam. Maka volume air yang dibutuhkan dapat diketahui dengan menggunakan rumus di bawah ini.



Maka V = 44,467 m3= 44.467 dm3 = 44.467 kg



10



Limbah Gas CO2 yang dihasilkan dari penggunaan listrik dengan ratarata daya yang dibutuhkan 59,32 kwh dan



emission



factor 0,417



kgCO2/kwh.adalah sebagai berikut. E = A x EF



Berikut adalah Transformasi pada Proses Penggilingan



Gambar 2.3 Proses Penggilingan c.



Proses Pencacahan Hasil penggilingan kemudian dibawa menggunakan belt conveyor ke



prebreaker (Twin Screw Breaker Latex). Pada tahap ini Coagulum Latex dicincang hingga berdiameter 28 mm. Selanjutnya masuk ke wash blending tank untuk dibersihkan dan diseragamkan. Hal yang mempengaruhi hasil remahan yakni ketajaman cutter dan permukaan working die plate sehingga secara rutin harus sering diasah. Selain itu perlu juga diperhatikan kondisi scroll dan keausannya yang dapat mengakibatkan kemacetan. Pada proses pencacahan, air digunakan untuk mencuci remahan latex. Proses pencucian dilakukan pada wash blending tank. Diketahui debit air yang mengalir pada tank tersebut adalah lebih kurang 7,02 m3/jam. Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengisi dan mempertahankan volume pada saluran tersebut adalah 12,05 jam. Maka volume air yang dibutuhkan dapat diketahui dengan menggunakan rumus di bawah ini.



Maka, V = 84,612 m3= 84.612 dm3= 84.612 kg Limbah Gas CO2 yang dihasilkan dari penggunaan listrik dengan ratarata daya yang dibutuhkan



398,46



kwh dan



kgCO2/kwh.adalah sebagai berikut. E = A x EF 11



emission



factor 0,417



Maka, E = 166,22 kg Berikut adalah Transformasi pada Proses Pencacahan



Gambar 2.4 Proses Pencacahan d.



Proses Pencacahan kembali Remahan latex dicacah kembali untuk diperkecil ukurannya sehingga



dari ukuran 22 mm hingga menjadi 2,5 mm menggunakan mesin extruder. Pencacahan dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) unit high speed cutter sehingga



akan



menghasilkan



pengeringan



yang



sempurna



dan



mempersingkat waktu pemasakan. Pengasahan pisau dan working die plate dilakukan secara teratur. Hasil dari mesin extruder dibawa ke Static Screen untuk dipisahkan antara air dan remahan menggunakan Pump transport. Pada Static Screen remahan akan masuk ke feeding box, sementara air dibawa ke penampungan limbah. Pada Static screen terdapat plat berlubang 5 mm untuk memisahkan air dan butiran latex. Static screen memiliki kapasitas 1200-1500 kg/jam. Setelah dilakukan pencacahan, maka selanjutnya remahan latex dicuci dan diangkut menuju proses berikutnya menggunakan bucket elevator. Pada proses pencacahan, air digunakan untuk mencuci remahan



latex.



Proses pencucian dilakukan pada wash blending tank. Diketahui debit air yang mengalir pada tank tersebut adalah lebih kurang 7,02 m3/jam. Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengisi dan mempertahankan volume pada saluran tersebut adalah 12,05 jam. Maka volume air yang dibutuhkan dapat diketahui dengan menggunakan rumus di bawah ini.



Maka, V = 84,612 m3= 84.612 dm3 = 84.612 kg



12



Limbah Gas CO2 yang dihasilkan dari penggunaan listrik dengan ratarata daya yang dibutuhkan



114,51



kwh dan



emission



factor 0,417



kgCO2/kwh.adalah sebagai berikut. E = A x EF = Berikut adalah Transformasi pada Proses Pencacahan Kedua



Gambar 2.5 Proses Pencacahan Kedua e.



Proses Pengisian Box Feeding Box / Box Dryer Latex adalah wadah penampung butiran Latex



yang keluar dari static screen kemudian akan dikeringkan dengan mesin dryer. Waktu pengisian box dryer untuk latex maksimal 5 menit per box. Box dryer mampu menampung sebanyak 120-140 kg karet kering. Pada saat pengisian tidak boleh dilakukan pemadatan, hal ini dihindari agar saat pemanasaan panas yang diberikan mengalir ke seluruh celah feeding box. Proses pengisian box dilakukan dengan bantuan operator. Operator mengawasi, menyeleksi dan menyusun remahan latex yang diisikan ke dalam box. Remahan latex yang terkontaminasi atau tidak tercuci dengan bersih dipisahkan dari remahan lainnya dan dijadikan scrap. Berikut adalah Transformasi pada Proses Pengisian Box



Gambar 2.6 Proses Pengisian Box f.



Proses Pemanasan Setelah box penuh maka akan dilakukan pengeringan menggunakan



mesin single dryer, dimana butiran latex basah akan dimasak menjadi karet kering yang disebut crumb rubber. Berat masing-masing box sebesar 130 –



13



140 kg/box. Setelah keluar dari mesin single dryer, crumb rubber didinginkan. Mesin Single Dry`er memiliki kapasitas 15 box ditambah 2 box di bawah cooling fan dan satu box yang sedang dibongkar. Temperatur pengeringan harus diatur sesuai jenis mutu produksi yang diolah, untuk SIR 3CV 60 temperaturnya 128-130ºc dan untuk SIR 3CV 50 temperatur yang dibutuhkan adalah 130-134ºC. Pada proses pemanasan, remahan latex yang berada di dalam box dimasak di dalam mesin single dryer. Pada proses ini limbah yang dihasilkan berupa gas emisi CO2 yang berasal dari penggunaan listrik, SMBS, dan formid acid. Perhitungan emisi CO2 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Perhitungan Emisi CO2



Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa total gas emisi CO2 yang dihasilkan adalan 170,18 kg. Berikut adalah sistem input output pada proses pemanasan. Berikut adalah Transformasi pada Proses Pemanasan



Gambar 2.7 Proses Pemanasan g.



Penimbangan Pada kegiatan penimbangan, crumb rubber ditimbang sehingga massa



per produknya mencapai 30 kg. Pada proses ini operator tidak hanya bertugas untuk menimbang. Namun operator juga melakukan pengecekan 14



terhadap produk. Jika terdapat bagian yang rusak, kotor, atau terkontaminasi pada produk, maka bagian tersebut akan dipotong dan disisihkan untuk diproses kembali. Bagian yang mengalami kecacatan tersebut disebut dengan reject dan digolongkan menjadi limbah padat. Berikut adalah Transformasi pada Proses Penimbangan



Gambar 2.8 Proses Penimbangan h.



Proses Pengepressan Crumb rubber kemudian ditekan dengan menggunakan mesin press



sampai berbentuk balok. Crumb rubber dibentuk menyerupai balok untuk menyeragamkan bentuk dan memudahkan dalam penyusunan saat pengemasan. Pada proses pengepressan, limbah Gas CO2 yang dihasilkan dari penggunaan listrik



rata-rata daya yang dibutuhkan 33,70



kwh dan



emission factor 0,417 kgCO2/kwh.adalah sebagai berikut. E = A x EF



Berikut adalah Transformasi pada Proses Pengepressan



Gambar 2.9 Proses Penimbangan i.



Proses Pemeriksaan Kadar Besi Crumb rubber kemudian dilakukan pengujian menggunakan metal



detector. Alat ini berguna untuk mendeteksi keberadaan logam yang



15



terdapat pada produk. Jika produk telah terkontaminasi maka produk akan dipisahkan dan dicatat pada form khusus. Pada pemeriksaan kadar besi, limbah Gas CO2 yang dihasilkan dari penggunaan listrik dengan rata-rata daya yang dibutuhkan 2,23 kwh dan emission factor 0,417 kgCO2/kwh.adalah sebagai berikut. E = A x EF



E = 0,93 kg Berikut adalah Transformasi pada Proses Pemeriksaan Kadar Besi



Gambar 2.10 Proses Pemeriksan Kadar Air j.



Packing Crumb rubber kemudian dibungkus dengan menggunakan plastik. Tipe



pembungkusan yang dilakukan tergantung dari permintaan pelanggan. Prinsip utama dari pembungkusan ialah mempertahankan kualitas dan kuantitas dari produk sampai ke pelanggan tetap dalam kondisi baik. Pada proses packing, limbah Gas CO2 yang dihasilkan berasal dari penggunaan plastik dengan rata-rata penggunaan plastic per hari adalah 9,86 kg. Nilai emission factor untuk plastic adalah 2 kgCO2/kwh.adalah sebagai berikut. E = A x EF



Berikut adalah Transformasi pada Proses Packing



Gambar 2.11 Proses Packing 16



Skema proses produksi diilustrasikan melalui flowchart pada Gambar 1. Gambar berikut juga menunjukkan proses yang digolongkan proses basah. Proses basah yang dimaksud adalah proses-proses yang membutuhkan atau membuang air selama proses tersebut berlangsung. 2.5



Identifikasi Aliran Dari Material, Energi Dan Waste Pada Setiap Tahapan Proses Produksi Identifikasi aliran dari material, energi dan waste pada setiap tahapan



proses produksi dilakukan menggunakan brainstorming. Hasil brainstorming material flow pada produksi crumb rubber pada dilihat pada gambar 2 berikut:



Gambar 2.12 Brainstorming pada Pembuatan Crumb Rubber 17



Dari hasil brainstorming dapat diketahui elemen dari setiap kategori pada material flow analysis. Elemen dari material, energi dan waste dapat dilihat pada Tabel 1. Berikut; Tabel 2. Elemen Material, Energi dan Waste



2.5.1 Identifikasi Material Material yang dimaksud adalah input yang berupa bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan yang dibutuhkan untuk proses produksi. Data dapat dilihat pada Tabel 3. Berikut; Tabel 3. Material



18



2.5.2



Identifikasi Energi Industri pengolahan karet remah merupakan industri yang banyak



mengkonsumsi energi, dimana total kosumsi energi sebesar 26.257.005 kWh dengan produksi sebesar 45.240 ton. Potensi penghematan energi yang dapat dilakukan, diantaranya adalah efisiensi pada peralatan utama pengguna energi, efisiensi pada peralatan utilitas dan pelaksanaan sistem manajemen energi. Selain itu, konversi bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan juga dapat diterapkan dalam rangka konservasi energi. Kuantifikasi energi diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu sumber energi dan konsumsi energi. Pembagian dan penjelasan mengenai energi dapat dilihat sebagai berikut. 1.



Sumber energi Energi pada PT Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih berasal



dari PLN. Terdapat 1 unit gardu PLN berisi sebuah trafo dengan daya terpasang 555 KVA yang dilengkapi dengan KWH meter dan KVARH meter. Selain gardu PLN terdapat 1 unit Genset Dorman 500 KVA sebagai tenaga cadangan penggerak pada proses produksi saat arus dari PLN terputus. Spesifikasi genset adalah sebagai berikut. Merk



: Dorman



Type



: 6 QCTR



Daya



: 500KVA



RPM



: 1.500



Kebutuhan bahan bakar : 55 liter/jam 2.



Konsumsi energi Energi yang dibutuhkan pada proses produksi crumb rubber



dihitung berdasarkan penggunaan daya listrik.



Daya yang



dibutuhkan untuk mengoperasikan mesin produksi dan material handling berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh spesifikasi mesin dan waktu penggunaan mesin tersebut.



19



Contoh perhitungan konsumsi listrik pada mesin bulkin tank adalah sebagai berikut dengan beban yang dibutuhkan adalah 3HP (3HP = 2238 watt = 2,238 kw) dan waktu yang dibutuhkan adalah 37 menit (37 menit = 0,62 jam). Maka, W=PxT W = 2,238 watt x 0,62 jam W = 1,38 kwh Berikut ini adalah Energi Listrik yang Dibutuhkan pada setiap Tahap Produksi: Tabel 4. Energi Listrik yang Dibutuhkan pada setiap Tahap Produksi



2.5.3



Waste Waste terbagi atas 3 yaitu limbah padat, cair dan gas. Penjelasan



mengenai limbah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1.



Limbah padat Limbah padat yang dihasilkan pabrik crumb rubber terdiri



atas dua jenis yaitu scrap dan reject. Scrap merupakan sisa dari butiran latex yang telah terbuang atau terkontaminasi. Butiran



20



latex



tersebut kemudian akan dipisahkan dan menjadi limbah



padat. Sementara



reject



adalah produk akhir



yang tidak



memenuhi standar, atau memiliki kecacatan. Limbah padat yang dihasilkan, kemudian diolah kembali menjadi



crumb



rubber



dengan grade (standard) yang lebih rendah. 2.



Limbah Gas Limbah gas yang dihasilkan oleh pabrik diakibatkan oleh



penggunaan zat kimia seperti SMBS, formid acid dan LDPE (Plastik). Zat tersebut memiliki emission factor. Emission factor adalah nilai yang menyatakan seberapa banyak gas emisi



yang



akan dihasilkan setiap penggunaan zat kimia dalam satuan tertentu. Tak hanya zat kimia, penggunaan energi listrik juga menghasilkan gas emisi. 3.



Limbah Cair Proses produksi crumb rubber menghasilkan limbah cair



yang tidak sedikit. Limbah cair ini dikelola secara khusus oleh perusahaan. Limbah cair yang dihasilkan bergantung pada jumlah air yang digunakan pada proses produksi. Berikut Data limbah yang dihasilkan pabrik dapat dilihat pada Tabel 5. Taabel 5. Data limbah yang dihasilkan pabrik



21



Limbah yang dihasilkan PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih diproses kembali atau dilakukan proses daur ulang. Limbah cair dari proses produksi dinetralisir terlebih dahulu pada sistem waste water treatment, setelah diproses maka limbah cair dapat dibuang ke lingkungan. Limbah cair dialirkan ke kolam-kolam



waste water treatment



untuk diberikan



beberapa perlakukan yaitu netralisir, aerasi, sedimentasi, dan biokontrol. 2.6



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Setiap Tahapan Proses Produksi Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada pembuatan



crumb rubber di PT. Socfin Indonesia Kebun Tanah Besih oleh kelompok 1: a.



Analisa material, energi dan waste pada proses pencampuran dan



penggumpalan, Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses pencampuran dan penggumpalan:



Gambar 13. Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses pencampuran dan penggumpalan Analisa material pada proses pencampuran dan penggumpalan yaitu air yang dibutuhkan 3.477,10 kg, HAS yang dibutuhkan 22,66 kg, Latex yang dibutuhkan 14.457,53 kg, SMBS yang dibutuhkan 4,55 kg, dan Formid Acid yang dibutuhkan 63,80 kg. Analisa energi pada proses pencampuran dan penggumpalan yaitu hanya menggunakan energi Listrik. Daya yang dibutuhkan sebesar 1,40 kwh. Analisa waste



pada proses pencampuran dan penggumpalan yaitu



Limbah Cair berupa air sisa penggumpalan sebanyak 3.477,10 kg, dan Limbah Gas berupa Gas CO2 sebanyak 0,58 kg.



22



b.



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Penggilingan (Coagulum Trough) Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses



Penggilingan (Coagulum Trough)



Gambar 2.14 Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Penggilingan (Coagulum Trough) Analisa material pada proses Penggilingan yaitu air yang dibutuhkan lebih kurang 3,08 m3/jam, dan Coagulum latex yang dibutuhkan 14.548,55 kg. Analisa energi pada proses Penggilingan yaitu hanya menggunakan energi Listrik. Daya yang dibutuhkan sebesar 59,31 kwh. Analisa waste pada proses Penggilingan yaitu Limbah Cair berupa air sisa yang dijadikan sebagai media transportasi untuk mengalirkan coagulum latex ke mesin mobile crusher debit air yang mengalir pada saluran tersebut adalah lebih kurang 3,08 m3/jam, dan Limbah Gas berupa Gas CO2 sebanyak 24,74 kg.Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pencacahan c.



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pencacahan Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses



Pencacahan:



Gambar 2.15 Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pencacahan



23



Analisa material pada proses Pencacahan yaitu air yang dibutuhkan 84.612 dm3, dan Coagulum latex yang dibutuhkan 14.548,55 kg. Analisa energi pada proses Pencacahan yaitu hanya menggunakan energi Listrik. Daya yang dibutuhkan sebesar 398,46 kwh. Analisa waste pada proses Pencacahan yaitu Limbah Cair berupa air sisa pencucian Coagulum latex 84.612 dm3, dan Limbah Gas berupa Gas CO2 sebanyak 166,16 kg. d.



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pencacahan kedua Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses



Pencacahan kedua:



Gambar 2.16 Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pencacahan kedua Analisa material pada proses Pencacahan kedua yaitu air yang dibutuhkan 84.612 dm3, dan Remahan latex yang dibutuhkan 14.548,55 kg. Analisa



energi



pada



proses



Pencacahan



kedua



yaitu



hanya



menggunakan energi Listrik. Daya yang dibutuhkan sebesar 114,51 kwh. Analisa waste pada proses Pencacahan kedua yaitu Limbah Cair berupa air sisa pencucian remahan latex 84.612 dm3, dan Limbah Gas berupa Gas CO2 sebanyak 47,75 kg. e.



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pengisian Box Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses



Pengisian Box:



24



Gambar 2.17 Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pengisian Box Analisa material pada proses Pengisian Box yaitu hanya menggunakan Remahan latex sebanyak 14.548,55 kg. Analisa energi pada proses Pengisian Box yaitu tidak membutuhkan energi listrik. Proses pengisian box dilakukan dengan bantuan operator. Operator mengawasi, menyeleksi dan menyusun remahan latex yang diisikan ke dalam box. Analisa waste pada proses Pengisian Box yaitu hanya Limbah Padat berupa scrab sebanyak 19,20 kg. f.



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pemanasan Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses



Pemanasan:



Gambar 2.18 Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pemanasan Analisa material pada proses Pemanasan yaitu hanya menggunakan Remahan latex sebanyak 14.529,34 kg. Analisa energi pada proses Pemanasan yaitu hanya menggunakan energi Listrik. Daya yang dibutuhkan sebesar 19,26 kwh.



25



Analisa waste pada proses Pemanasan yaitu hanya Limbah Gas berupa Gas CO2 sebanyak 170,18 kg. g.



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Penimbangan Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses



Penimbangan:



Gambar 2.19 Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Penimbangan Analisa material pada proses Penimbangan yaitu hanya menggunakan crumb rubber sebanyak 14.359,16 kg. Analisa energi pada proses Penimbangan yaitu tidak membutuhkan energi listrik. Pada proses ini operator tidak hanya bertugas untuk menimbang. Namun operator juga melakukan pengecekan terhadap produk. Jika terdapat bagian yang rusak, kotor, atau terkontaminasi pada produk, maka bagian tersebut akan dipotong dan disisihkan untuk diproses kembali. Analisa waste pada proses Penimbangan yaitu hanya Limbah Padat berupa reject sebanyak 5,42 kg. h.



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pengepressan Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses



Pengepressan: Energi Listrik



Proses Pengepressan



material



waste Limbah Gas Gambar 2.20 Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pengepresan 26



crumb rubber



Analisa material pada proses Pengepressan yaitu hanya menggunakan crumb rubber sebanyak 14.353,74 kg. Analisa energi pada proses Pengepressan yaitu hanya menggunakan energi Listrik. Daya yang dibutuhkan sebesar 33,70 kwh. Analisa waste pada proses Pengepressan yaitu hanya Limbah Gas berupa Gas CO2 sebanyak 14,05 kg. i.



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pemeriksaan Kadar Besi Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses



Pemeriksaan Kadar Besi:



Gambar 2.21 Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Pemeriksaan Kadar Besi Analisa material pada proses Pemeriksaan Kadar Besi yaitu hanya menggunakan crumb rubber sebanyak 14.353,74 kg. Analisa energi pada proses Pemeriksaan Kadar Besi yaitu hanya menggunakan energi Listrik. Daya yang dibutuhkan sebesar 2,32 kwh. Analisa waste



pada proses Pemeriksaan Kadar Besi yaitu hanya



Limbah Gas berupa Gas CO2 sebanyak 0,93 kg. j.



Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Packing Berikut diuraikan hasil analisa material, energi dan waste pada proses



Packing:



27



Gambar 2.22 Analisa Material, Energi Dan Waste Pada Proses Packing Analisa material pada proses Packing yaitu menggunakan crumb rubber sebanyak 14.353,74 kg, dan rata penggunaan plastik per hari adalah 9,86 kg Analisa energi pada proses Packing yaitu tidak membutuhkan energi listrik. Proses Packing dilakukan dengan bantuan operator. Tipe pembungkusan yang dilakukan tergantung dari permintaan pelanggan. Analisa waste pada proses Packing yaitu hanya Limbah Gas berupa Gas CO2 sebanyak 19,73 kg.



28



BAB 1II PENUTUP 3.1



Kesimpulan 1.



Pada proses produksi crumb rubber terdapat aliran material, energi dan waste. Material yang dibutuhkan berupa bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan yaitu lateks, HAS, SMBS, formid acid, plastic dan air. Energi yang dibutuhkan untuk proses produksi adalah energi listrik untuk mengoperasikan mesin-mesin produksi dan material handling. Waste yang dihasilkan dari proses produksi terdiri dari limbah cair, gas dan padat. Pada model material flow dapat diketahui aliran dan kuantitas material, energi dan waste pada proses produksi crumb rubber. Penggambaran dimulai dari input pada tahapan pertama proses produksi dan berakhir pada output pada proses terakhir. Pada model material flow juga terdapat aliran limbah cair menuju waste water treatment.



2.



Selain menghasilkan produk crumb rubber, pada model material flow dapat dilihat bahwa proses produksi menimbulkan dampak lingkungan dengan menghasilkan limbah cair, gas dan padat. Jumlah limbah cair, padat dan gas adalah 258.157,03 kg, 24,63 kg dan 444,12 kgCO2. Dari ketiga jenis limbah, hanya limbah gas yang belum diberikan perhatian khusus, padahal jumlah limbah gas yang dihasilkan tidak sedikit. Limbah cair diolah kembali pada waste water treatment. Sementara untuk limbah padat, diproses kembali menjadi crumb rubber dengan grade yang lebih rendah.



3.



Persentase penggunaan air tertinggi adalah pada proses pencacahan dan pencacahan kedua. Sedangkan untuk konsumsi energi terbanyak pada proses pencacahan. Dan limbah terbanyak dihasilkan dalam wujud cair yang berasal dari air sisa pencucian latex. Limbah gas terbanyak dihasilkan pada proses pemanasan, dan limbah padat terbanyak berasal pada proses pengisian box.



29



DAFTAR PUSTAKA Anggih, Strie. 2018. Pemodelan Aliran Material, Energi dan Waste untuk Mendukung Keberlanjutan Manufaktur di Pabrik Crumb Rubber. Tugas Sarjana. Medan. Dahlia, Nur Atika. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Karet Remah (Crumb Rubber) ke Cina dan Jepang. Skripsi. Jakarta. Rahmaniar dan Nesi Susilawati. 2018. Pemanfaatan Limbah Padat Crumb Rubber Untuk Pembuatan Tegel Karet menggunakan Bahan Pengisi Dari Pasir Kuarsa. Jurnal Dinamika Penelitian Industri. Vol. 29 No 2. Said, M., Amiluddin Zahrim, dan M. Kumroni Makmuri. 2018. Pengendalian Kualitas Crumb Rubber Dengan Menggunakan Statistical Quality Control (Studi Kasus pada PT Sunan Rubber). Jurnal Ilmiah TEKNO Vol. 15 No.1. Hal 44-58. Suwardin, Didin, Mili Purbaya, dan Afrizal Vachlepi. 2016. Audit Energi Dalam Pengolahan Karet. Warta Perkaretan 35 (2). Hal. 167-180. Wiriyani, Erna Rahayu Eko. 2020. Analisis pengendalian persedian bahan baku crumb rubber dengan metode EOQ (economic order quantity) pada PT. golden energi mandiangin. Jurnal Inovator Vol. 3, No.1. Hal. 31–36.



30