Tugas 2 - Kelompok 2 - Mendeteksi Dan Mencegah Fraud [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PAPER MENDETEKSI DAN MENCEGAH FRAUD



Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Akuntansi Forensik Dosen Pengampu: Johan Arifin, SE., M.Si., Ph.D.



Oleh: MUZDALIFA HIFDZUHUMA



18919037



NIZZAH FINASHIH



18919038



PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2020



i



PENDAHULUAN Menurut Davia et al. fraud dikelompokkan dalam tiga kelompok diantaranya fraud yang sudah ada tuntutan hukum (prosecution) tanpa memperhatikan bagaimana keputusan pengadilan, fraud yang ditemukan tetapi belum ada tuntutan hukum, dan fraud yang belum ditemukan. Dari ketiga jenis fraud diatas yang bisa diketahui khalayak ramai adalah fraud dalam kelompok pertama, sedangkan kelompok kedua bisa diketahui jika dibukanya kepada umum laporan-laporan hasil pemeriksaan BPK. Kelompok kedua ini akan lebih sulit lagi karena adanya lembaga perlindungan hukum yang sering dimanfaatkan tertuduh, yakni pencemaran nama baik. Sedangkan kelompok ketiga adalah fraud yang tertutup rapat dimana hanya diketahui Tuhan dan pelakunya. Melihat kenyataan tersebut, sehingga perlulah upaya untuk meminimalisir adanya fraud baik potensi maupun faktor yang memicunya untuk terjadi. Seperti menangani penyakit, lebih baik mencegahnya daripada mengobati. Para ahli memperkirakan bahwa fraud yang terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh fraud yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, upaya utama seharusnya adalah pada pencegahannya. Ungkapan fraud by need, by greed and by opportunity menjelaskan penyebab atau akar permasalahan dari fraud. Menghilangkan atau menekan need dan greed yang mengawali terjadinya fraud dilakukan sejak menerima seseorang (recruitment process), meskipun kita tahu bahwa proses itu bukanlah jaminan penuh. Ini harus terus ditanamkan melalui fraud awareness dan juga didukung oleh contoh yang diberikan pimpinan perusahaan. Contoh yang dilakukan oleh atasan telah terbukti merupakan unsur pencegah penting. Kasus-kasus fraud menunjukkan bahwa contoh negatif yang diberikan atasan, cepat ditiru oleh bawahannya. Sedangkan unsur fraud by opportunity dapat ditekan melalui pengendalian intern. Upaya mencegaha fraud, dapat dimulai dari pengendalian intern. Ada banyak cara dan teknik yang dapat diterapkan oleh manajemen untuk mencapai pengendalian intern yang baik. Begitupun dengan penyidik juga dapat melalukan berbagai cara dan teknik untuk mendeteksi fraud dalam sebuah perusahaan. Baik mencegah maupun mendeteksi merupakan cakupan fraud audit. Mencegah fraud merupakan bagian dari fraud audit yang bersifat proaktif, sedangkan mendeteksi fraud merupakan bagian dari fraud audit yang bersifat investigatif. Kedua bahasan inilah yang akan kami bahas dalam bahasan kali ini.



1



KONSEP TEORI Mencegah Fraud Pengendalian Internal Pengendalian intern atau internal control mengalami perkembangan dalam pemikiran dan praktiknya. Definisi umum yang dikenal sebelum September 1992 mengartikan pengendalian intern sebagai kondisi yang diinginkan, atau merupakan hasil, dari berbagai proses yang dilaksanakan suatu entitas untuk mencegah (prevent) dan menimbulkan efek jera (deter) terhadap fraud. Kemudian, COSO (The Comittee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission) mengartikan pengendalian intern sebagai suatu proses, yang dirancang dan dilaksanakan oleh dewan, manajemen, dan pegawai untuk memberikan kepastian yang memadai dalam mencapai kegiatan usaha yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lainnya yang relevan. Definisi ini merambah ke spektrum fungsi manajemen yang luas, dan semata-mata bukan hanya pada fraud. Definisi menurut COSO menyinggung tujuan bisnis yang paling mendasar, yakni pencapaian sasaran-sasaran kinerja dan profitabilitas, dan pengamanan sumber daya. Kedua berkenaan dengan pembuatan laporan keuangan yang andal. Ketiga, penekanan pada ketaatan ketentuan perundang-undangan. Definisi menurut AICPA pada tahun 1998 menyebutkan bahwa untuk tujuan audit saldo laporan keuangan, struktur pengendalian intern suatu entitas terdiri atas tiga unsur: lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur-prosedur pengendalian. Terakhir, definisi yang dikhususkan untuk mencegah fraud, pengendalian intern diartikan sebagai suatu sistem dengan proses dan prosedur yang bertujuan khusus, dirancang dan dilaksanakan untuk tujuan utama, kalau bukan satu-satunya tujuan, untuk mencegah dan menghalangi (dengan membuat jera) terjadinya fraud. Definisi ini secara khusus ditujukan untuk menangani fraud atau fraud-spesific internal control. Fraud-Spesific Internal Control Pada dasarnya, perbedaan yang dimiliki masing-masing jenis perusahaan memiliki banyak persamaan pada desain pengendalian intern untuk menangani sebuah fraud. Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan pengendalian pasif. Pengendalian intern aktif adalah mencegah (to prevent), sedangkan pengendalian intern pasif adalah mencegah karena konsekuensinya terlalu besar dan membuat jera (to deter).



2



Pengendalian Intern Aktif Pengendalian intern aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian intern yang paling banyak diterapkan. Dalam pengendalian intern aktif, pencegahan dilakukan dengan membuat barikade-barikade, bermacam-macam lapisan pengaman, sebelum pelaku fraud bisa menembus pertahanan. Sarana-sarana pengendalian intern aktif yang sering dipakai dan umumnya dikenal dalam sistem akuntansi adalah meliputi: 



Tanda tangan. Tanda tangan merupakan salah satu sarana pengendalian intern aktif karena dokumen yang seharusnya ditandatangani tetapi belum ditandatangani artinya tidak sah. Tanda tangan masih menjadi unsur penting dalam pengendalian dan merupakan sarana yang paling dipercaya. Tanpa tanda tangan apa yang harusnya dilaksanakan (misal pembayaran, transfer, penyerahan dan lain-lain) tidak dapat terlaksana. Namun, tetap perlu berhati-hati dalam menilai atau menerapkan tanda tangan sebagai sarana pengendalian intern aktif karena masalahnya ada pada apakah tanda tangan tersebut benar atau tidak.







Tanda tangan kaunter (countersigning). Dokumen yang ditanda tangani oleh lebih dari satu pihak dianggap lebih aman, khususnya bagi pihak ketiga atau pihak di luar perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dianggap sebagai penanda bahwa pihak lain mengawasi rekan yang lain.







Password dan PIN. Pada dunia yang serab digital saat ini, tanpa password seseorang tidak bisa mengakses apa yang diinginkannya, sehingga password dianggap sebagai sarana dalam pengendalian intern aktif. Kuncinya adalah kerahasiaan atau confidentially. Namun masalahnya orang senang mencatat password di tempat atau file tertentu yang bisa saja diketahui oleh pelaku fraud. Lebih dari itu, ada kecenderungan seseorang meminjamkan password kepada rekannya.







Pemisahan tugas. Pada kenyataannya, banyak fraud dilakukan dalam bentuk persekongkolan. Pemisahan tugas menghindari seseorang dapat melaksanakan sendiri seluruh transaksi. Pengendalian intern harus didesain dengan pemisahan tugas karena secara teoreis, pelaku fraud yang bertindak seorang diri, tidak dapat melakukan fraud nya.







Pengendalian aset secara fisik. Pada dasarnya, sarana ini mengatur gerak-gerik barang (masuk, keluar dan penyimpanan) dimana memerlukan otorisasi dalam prosesnya. Kelemahannya adalah dokumen dan tanda tangan mudah dipalsukan sehingga pengendalian aset secara fisik juga perlu untuk dilakukan. 3







Pengendalian persediaan secara real time (real-time inventory control). Sarana ini merupakan metode perpetual inventory yang mengikuti pergerakan persediaan secara on time. Persediaan dapat diberi barcode atau bahkan ditanam radio chip yang dapat merekam keberadaannya. Keuntungannya adalah pencatatan menjadi akurat namun sistem automatisasi juga mudah untuk dimanipulasi.







Pagar, gembok, dan semua bangunan serta penghalang fisik. Harga peralatan canggih yang mahal seringkali memberi rasa aman yang palsu sehingga perlindungan melalui pembatasan akses terhadap harta berharga sangat perlu.







Pencocokan dokumen dan formulir yang sudah dicetak nomornya (pre-numbered accountable forms). Pencocokan antara order pembelian, dokumen penerimaan barang, dan nota tagihan mencoba menghindari selisih-selisih dan kerugian bagi perusahaan. Sedangkan pre-numbered forms mencegah penggunaan formulir berganda. Dari beberapa sarana diatas tetap akan ditemukan kelemahan, diantaranya yaitu



kelemahan yang terdapat pada manusia yang merupakan musuh utama pengendalian intern aktif, tingginya rawan invasi (ditembus) oleh pelaku fraud, biaya yang mahal karena pengendalian intern adalah pengendalian yang positif sehingga harus bisa berfungsi secara terus-menerus tanpa interupsi, serta banyak unsur pengendalian intern aktif yang menghambat



pelayanan



seperti



mengecek



tanda



tangan,



mencocokkan



dokumen,



countersigning, penggunaan password dapat menghambat proses pelayanan. Pengendalian Intern Pasif Berbeda dengan pengendalian intern aktif, pengendalian intern pasif dari permukaan kelihatan tidak ada pengamanan, namun ada peredam yang membuat pelaku fraud akan jera. Contohnya adalah dihilangkannya pintu berputar pada jalur tertentu dari kereta api bawah tanah di los Angeles. Tiket bisa dibeli di mesin-mesin semacam ATM dengan harga $1,10. Penumpang tidak perlu menunjukkan tiket saat memasukai stasiun juga tidak ada pintu berputar yang mengahalanginya, namun di dalam kereta akan ada pemeriksaan tiket, penumpang yang tidak bisa menunjukkan tiket akan didenda sebesar $250. Kantor pajak (IRS) di Amerika menggunakan pengendalian intern pasif. Wajib pajak bisa memberi informasi palsu dalam SPT mereka, bahkan mereka dapat meminta restitusi untuk “kelebihan” membayar pajak. Namun IRS tidak mungkin memeriksa semua SPT yang masuk tanpa mengeluarkan biaya pemrosesan yang tinggi. Sehingga secara acak, IRS akan



4



memeriksa SPT yang



masuk, kemudian perangkat lunak dengan algoritma tertentu



mendekteksi indikasi penyimpangan. Beberapa bentuk lain pengendalian intern pasif meliputi: 



Customized controls (pengendalian yang khas untuk masalah yang dihadapi). Bentuk ini merupakan hasil dari berpikir positif, ketika pengendalian intern aktif tidak memberikan pemecahan. Pengendalian intern pasif ini customized untuk masalah yang dihadapi.







Audit trails (jejak audit). Sistem yang dikomputerisasi sering kali menggunakan pengendalian intern pasif, karena terdapat jejak-jejak mutasi atau perubahan dalam catatan yang ditinggalkan atau terekam dalam sistem. Ini akan menjadi pengendalian intern pasif yang efektif apabila jejak-jejak yang merupakan perbuatan fraud dapat menunjuk kepada pelakunya.







Focused audit (audit yang fokus). Bentuk audit ini menunjuk pada hal-hal tertentu yang sangat khusus berdasarkan pengalaman pada hal-hal yang rawan dan sering dijadikan sasaran fraud.







Surveillance of key activities (pengintaian atas kegiatan kunci). Pengintaian bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari kamera yang merekam kegiatan di suatu ruangan maupun pengintaian pada jaringan komputer, yang dari waktu ke waktu dapat melihat kegiatan pegawai yang memanfaatkan fasilitas kantor.







Rotation of key personnel (pemindahan tugas). Rotasi karyawan kunci merupakan pengendalian intern pasif yang efektif karena kehadirannya merupakan syarat utama dalam melakukan fraud. Jika seorang karyawan mengambil cuti dan tugasnya diambil alih oleh rekannya, maka mekanisme pengawasannya berjalan tanpa biaya tambahan. Bisa disimpulkan beberapa kelebihan pengendalian intern pasif diantaranya: tidak



mahal, tidak bergantung kepada manusia (tidak people dependent) sehingga pengendalian intern pasif kebal terhadap kelemahan manusia (seperti lengah, korupsi, teledor dll), tidak memengaruhi produktivitas, tidak memperlambat pelayanan, serta tidak rawan untuk ditembus atau disusupi pelaku fraud. Jika pengendalian intern dirancang dan dilaksanakan dengan baik, karyawan dilatih dengan baik, dan jika karyawan melakukan tugasnya dengan baik, maka pengendalian intern dapat diandalkan untuk melindungi perusahaan dari fraud. Pengendalian intern harus dikelola dari waktu ke waktu, calon pelaku fraud harus dibuang dan pengendali harus menyadari 5



kalau ada bahaya yang mengancam. Selain itu, setiap insan di perusahaan harus memiliki fraud awareness yaitu kesadaran mengenai bahaya fraud yang mengintai. Manajemen termasuk didalamnya dewan komisaris dan direksi harus dapat menilai risiko terjadinya fraud dari waktu ke waktu. Mendeteksi Fraud Di pembahasan sebelumnya, mencegah fraud, fraud belum terjadi sehingga perusahaan harus mengupayakan pencegahannya. Namun bagaimana jika fraud sudah terjadi? Sebagai fraud examiner, perusahaan, lembaga negara, dan akuntan forensik berupaya untuk mendeteksi fraud sedini mungkin. Sebagian orang mengharapkan suatu audit umum dapat mendeteksi segala macam fraud, disisi lain, seorang akuntan publik berupaya memasang pagar-pagar yang membatasi tanggung jawabnya, khususnya mengenai pengungkapan fraud. Sehingga memang terdapat perbedaan antara audit umum dengan audit yang khusus untuk mengungkapkan fraud. Kesenjangan harapan dengan realita antara pemakai laporan keuangan dan auditor independen masih ada. Auditor independen kurang atau bahkan tidak memperdulikan mengenai kategori fraud seperti pencurian aset atau kehilangan aset. Karena hal yang penting adalah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar. Masalahnya, sebagian besar pemakai laporan keuangan berharap bahwa auditor independen dapat menemukan semua jenis fraud baik yang melekat pada laporan keuangan maupun pencurian aset. Belakangan ini, the Treadway Commission dan Sarbanes Oxley sedang berkutat pada fraudulent financial reporting yang merupakan kesenjangan atau kecerobohan dalam melakukan sesuatu atau tidak melalukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan secara materiil. Penyebab fraudulent financial reporting bisa terjadi karena keserahakan dan adanya tekanan yang dirasakan oleh manajemen untuk menunjukkan prestasi, misalnya ketika perusahaan mengalami penyusutan pangsa pasar. Beberapa kasus menunjukkan deteksi adanya fraudulent financial reporting: Tabel 1. Contoh Kasus Fraudulent Financial Reporting No . 1.



Perusahaan Xerox



Skandal terungkap Juni 2000



Sangkaan fraud



Lain-lain



Pemalsuan data keuangan sehingga laba terdongkrak US$1,5



Xerox setuju membayar $10 juta dan me-restate laporan keuangan sejak



6



2.



Enron



Oktober 2001



3.



Kmart



Januari 2002



4.



Qwest Communication s International



Februari 2002



5.



Worldcom



Maret 2002



miliar Mendongkrak laba dan menyembunyikan utang lebih dari $1 miliar dengan menggunakan perusahaan di luar pembukuan; memanipulasi pasar listrik di Texas; menyogok pejabat asing untuk memenangkan kontrak di luar Amerika; dan memanipulasi pasar energi di Kalifornia Surat kaleng dari orangorang yang menyatakan bahwa mereka adalah mantan karyawan. Mereka menuduh bahwa akuntansi Kmart memberikan gambaran yang menyesatkan tentang kesehatan keuangannya Mendongkrak omzet dengan menggunakan network capacity swaps dan akuntansi yang tidak wajar untuk kontrak jangka panjang Cash flow didongkrak US$3,8 miliar dengan mencatat operating expenses sebagai capital expenses. Bernard Ebbers (pendiri), mendapat dana $400 juta dalam bentuk pinjaman di luar buku



Sumber: Tuanakotta (2010) 7



1997 CEO sementara (Stephen Cooper) menyatakan bahwa Enron menghadapi tuntutan $100 miliar. Enron megajukan kebangkurtan dituntut karena dianggap tidak kooperatif dengan menghancurkan dokumen Enron



Kmart bangkrut



Qwest mengetahui penjualan yang dibukukan sebsar $1,16 miliar. Qwest akan merestate laporan keuangan 2000, 2001 dan 2002 Oerusahaan menemukan lagi $3,3 miliar salah buku sehingga total restatement menjadi US$7,2 miliar. Kemungkinan harus da penghapusan goodwill sebesar $50 miliar. Mantan CFO (Scott Sullivan) dan mantan Controller (David Myers) ditahan.



Mengenalkan Standar Audit untuk Menemukan Fraud Davia, et al. menganjurkan adanya standar untuk pemeriksaan yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud, standar ini disebut dengan fraud-spesific examinations. Para praktisi harus mengetahui apa yang mereka harapkan dari standar untuk pemeriksaan yang secara spesifik ditujukan untuk menemukan fraud. Setidaknya para praktisi harus menyadari hal-hal berikut: 



Mereka tidak bisa, karenanya tidak boleh. Ini memberikan jaminan bahwa mereka bisa menemukan fraud. Klien dapat membatasi upaya menemukan fraud di atas jumlah tertentu dengan pengertian bahwa potensi menemukan fraud ini bergantung kepada waktu dan keahlian yang digunakan.







Seluruh pekerjaan didasarkan atas standar audit. Di Indonesia, untuk pekerjaan KAP standar ini adalah SPAP.







Jumlah fee bergantung pada luasnya upaya pemeriksaan yang ditetapkan klien.







Praktisi bersedia untuk memperluas jasanya dari tahap proactive review ke tahap pendalamn apabila ada indikasi terjadinya fraud yang juga tentunya dengan tambahan fee. Selain beberapa hal diatas, Davia, et al. tidak memberikan standar untuk pekerjaan



pemeriksaan atau audit yang spesifik ditujukan untuk menemukan fraud. Audit Umum dan Pemeriksaan Fraud Terdapat beberapa perbedaan antara audit umum (general audit atau opinion audit) dan pemeriksaan atas fraud diantarantya adalah sebagai berikut: Tabel 2. Auditing versus Fraud Examination Issue Timing



Auditing Recurring Audit dilakukan secara teratur, berkala, dan berulang kembali



Fraud Examination Non-recurring Pemeriksaan fraud tidak berulang kembali, dilakukan setelah ada cukup indikasi



Scope



General Lingkup audit adalah



Spesific Pemeriksaan fraud diarahkan pada 8



Objective



pemeriksaan umum atas data keuangan Opinion Tujuan audit untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan



Relationship



Non-adversarial Sifat pekerjaan audit adalah tidak bermusuhan



Methodolog y



Audit Techniques Audit dilakukan terutama dengan pemeriksaan data keuangan Professional Skepticism Audit melaksanakan tugasnya dengan professional sketicism



Presumption



dugaan, tuduhan atau sangkaan yang spesifik Affix Blame Tujuan pemeriksaan fraud adalah untuk memastikan apakah fraud memang terjadi, dan untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab Adversarial Karena pada akhrinya pemeriksa harus menentukan siapa yang bersalah, maka sifat pemeriksaan fraud adalah bermusuhan Fraud Examination Pemeriksaan fraud dilakukan dengan memeriksa dokumen, telaah data ekstern, dan wawancara Proof Pemeriksa fraud berupaya mengumpulkan bukti untuk mendukung atau membantah dugaan, tuduhan atau sangkaan terjadinya fraud



Sumber: Fraud Examiners Manual (2006) Rangkuman yang dikutip dari Associaton of Certified Fraud Examiners ini menggunakan istilah audit atau auditing untuk general audit dan pemeriksaan atau examination untuk fraud examination atau pemeriksaan fraud. Teknik Pemeriksaan Fraud Ada bermacam-macam teknik audit investigatif untuk mengungkap fraud. Teknikteknik tersebut meliputi: 1.



Penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun external auditor dalam mengaudit laporan keuangan, namun secara lebih mendalam dan luas.



2.



Pemanfataan teknik audit investigatif dalam kejahatan terorganisir dan penyelundupan pajak penghasilan, yang juga dapat diterapkan terhadap data kekayaan pejabat negara.



3.



Penelusuran jejak-jejak arus uang.



4.



Penerapan teknik analitis dalam bidang hukum.



5.



Penggunaan teknik audit investigatif untuk mengungkap fraud dalam pengadaan barang.



6.



Penggunaan computer forensics. 9



7.



Penggunaan teknik interogasi.



8.



Penggunaan operasi penyamaran.



9.



Pemanfataan whistleblower.



KESIMPULAN Kasus fraud yang terungkap dan dilakukan tuntutan hukum ternyata hanya beberapa bagian dari keseluruhan fraud yang terjadi dalam suatu perusahaan. Melihat kenyataan ini, sangat perlu adanya upaya untuk meminimalisir potensi terjadinya fraud. Seperti menangani penyakit, lebih baik mencegahnya daripada mengobati. Para ahli memperkirakan bahwa fraud yang terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh fraud yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, upaya utama seharusnya adalah pencegahan. Ada banyak cara dan teknik yang dapat diterapkan oleh manajemen untuk mencapai pengendalian intern yang baik. Begitupun dengan penyidik juga dapat melalukan berbagai cara dan teknik untuk mendeteksi fraud dalam sebuah perusahaan. Baik mencegah maupun mendeteksi merupakan cakupan fraud audit. Mencegah fraud merupakan bagian dari fraud audit yang bersifat proaktif, sedangkan mendeteksi fraud merupakan bagian dari fraud audit yang bersifat investigatif. Dalam upaya mencegah fraud perusahaan dapat melakukan perbaikan dalam pengendalian intern nya atau menciptakan pengendalian intern yang baik. COSO mengartikan pengendalian intern sebagai suatu proses, yang dirancang dan dilaksanakan oleh dewan, manajemen, dan pegawai untuk memberikan kepastian yang memadai dalam mencapai kegiatan usaha yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lainnya yang relevan. Pada dasarnya, perbedaan yang dimiliki masing-masing jenis perusahaan memiliki banyak persamaan pada desain pengendalian intern untuk menangani sebuah fraud. Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan pengendalian pasif. Pengendalian intern aktif adalah mencegah (to prevent), sedangkan pengendalian intern pasif adalah mencegah karena konsekuensinya terlalu besar dan membuat jera (to deter). Pengendalian intern aktif dapat dilakukan melalui sarana seperti tanda tangan, tanda tangan kaunter, password, pemisahan tugas, pengendalian aset secara fisik, pengendalian persediaan secara real time, bangunan dan penghalang fisik, serta pencocokan dokumen dan formulir yang sudah dicetak nomornya. Sedangkan pengendalian intern pasif dapat dilakukan melalui customized controls, audit trails, focused audit, surveillance of key activities dan rotation of key personnel. 10



Dalam mendeteksi fraud sebagai fraud examiner, perusahaan, lembaga negara, dan akuntan forensik berupaya untuk mendeteksi fraud sedini mungkin. Ada bermacam-macam teknik audit investigatif untuk mengungkap fraud. Teknik-teknik tersebut meliputi penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh internal maupun external auditor dalam mengaudit laporan keuangan, namun secara lebih mendalam dan luas, pemanfataan teknik audit investigatif dalam kejahatan terorganisir dan penyelundupan pajak penghasilan, yang juga dapat diterapkan terhadap data kekayaan pejabat negara, penelusuran jejak-jejak arus uang, penerapan teknik analitis dalam bidang hukum, penggunaan teknik audit investigatif untuk mengungkap fraud dalam pengadaan barang, penggunaan computer forensics, penggunaan teknik interogasi, penggunaan operasi penyamaran, serta pemanfataan whistleblower.



REFERENSI Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Howard R. Davia, Patrick C. Koggins, John C. Wideman, dan Joseph T. Kastantin. 2001. Accountant’s Guide to Fraud Detection and Control.



11