Tugas 2 Makalah Rumah Adat Suku Bugis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Individu RUMAH ADAT SUKU BUGIS Mata Kuliah PERKEMBANGAN ARSITEKTUR



Di susun oleh :



Nur Alfinah



03420160052



JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2017



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “KEBUDAYAAN SUKU BUGIS ”



Makalah ini berisikan tentang informasi Kebudayaan Bugis atau yang lebih khususnya membahas 7 Unsur tentang Kebudayaan Bugis. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Kebudayaan yang ada di Indonesia .



Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah.



Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Makassar, 2017



Penyusun



Rumah Adat Suku Bugis



Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tambahan disamping bangunan utama dan bagian depan, orang bugis menyebutnya lego .



Berikut adalah bagian-bagian utamanya :



1. Tiang utama ( alliri ). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. Jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. Tetapi padaumumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri. 2. Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya.3. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliripaling tengah tiap barisnya. Mengapa orang bugis suka dengan arsitektur rumah yang memiliki kolong Konon, orang bugis, jauh sebelum islam masuk ke tanah bugis ( tana ugi’ ), orang bugis memiliki kepercayaan bahwa alam semesta ini terdiri atas 3



bagian,bagian atas ( botting langi ), bagian tengah ( alang tengnga ) dan bagian bawah (paratiwi ). Mungkin itulah yang mengilhami orang bugis ( terutama yang tinggaldi kampung ) lebih suka dengan arsitektur rumah yang tinggi



Bagian bagian dari rumah bugis ini sebagai berikut : 1. Rakkeang, adalah bagian diatas langit langit ( eternit ). Dahulu biasanyadigunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.



2. Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah ( posi’ bola ).



3. Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengantanah.



Yang lebih menarik sebenarnya dari rumah bugis ini adalah bahwa rumah inidapat berdiri bahkan tanpa perlu satu paku pun. Semuanya murni menggunakankayu. Dan uniknya lagi adalah rumah ini dapat di angkat / dipindah.



Teridiri atas : 1.Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng) 2.Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi) 3.Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut)



Bagian-Bagian Dari Rumah Adat Bugis 1. Rakkeang, adalah bagian diatas langit - langit ( eternit ). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen. 2. Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah ( posi’ bola ). 3. Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah.



Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu. Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya, Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan) dan bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.



Dunia Makro-Mikrokosmos Orang Bugis Dari bagan diatas terlihat bagaimana posisi ketiga dunia makro-mikrokosmos diatas tertata dalam bentuk bersusun tiga. Itu berarti eksistensi keberadaan mikrokosmos berada ditengah-tengah yang diatur dan di Kontrol oleh dunia atas dan dunia bawah. Agar dunia atas dan dunia bawah dapat memberikan kemakmuran bagi dunia tengah, maka manusia yang menghuni dunia tersebut harus tunduk dan patuh terhadap tatanan yang ada dalam dunia makrokosmos. Dari sinilah berpangkal pandangan makro-mikrokosmos orang bugis yang memandang dunia ini menjadi 3 lapiran. Konsep tersebut berada dalam kesatuan kosmos yang stukturan dan fungsional.



Konsep Sulapaq Eppaq Wola Suji Orang Bugis Pandangan kosmogoni orang bugis ini dengan apa yang disebut konsep Sulapaq Eppaq Wola Suji (Segi Empat Belah Ketupat). Konsep Sulapaq Eppaq adalah filsafat tertinggi orang bugis yang menjadi seluruh wujud kebudayaan dan sosialnya. Wujud Konsep Sulapaq Eppaq juga dapat dilihat dalam bentuk manusia



Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumah panggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). Bentuknya biasanya



memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan bagian depan [ orang bugis menyebutnya lego - lego ].



Bagaimana sebenarnya arsitektur dari rumah panggung khas bugis ini ?. Berikut adalah bagian - bagiannya utamanya :



1. Tiang utama ( alliri ). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. tetapi pada umumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri. 2. Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya. 3. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliri paling tengah tiap barisnya.



Dalam pandangan kosmologis Bugis, rumah tradisional mereka adalah 'mikro kosmos' dan juga merupakan refleksi dari 'makro kosmos' dan 'wujud manusia'. Tradisi Bugis menganggap bahwa Jagad Raya (makro kosmos) bersusun tiga, yaitu Boting langi (dunia atas), Ale-kawa (dunia tengah), dan Buri-liung (dunia bawah).



Ketiga susun dunia itu tercermin pada bentuk rumah tradisional Bugis, yaitu:



(1) Rakkeang: loteng di atas badan rumah merupakan simbol 'dunia atas', tempat bersemayam Sange-Serri (Dewi Padi). Ruangan ini digunakan khusus untuk menyimpan padi.



(2) Watang-pola (badan rumah) simbol 'dunia tengah'. Ruangan ini merupakan tempat tinggal. Terdiri atas tiga daerah, yaitu: (a) Ruang Depan: untuk menerima tamu, tempat tidur tamu, dan tempat acara adat dan keluarga; (b) Ruang Tengah: untuk ruang tidur kepala keluarga, isteri dan anakanak yang belum dewasa, tempat bersalin, dan ruang makan keluarga; (c) Ruang Dalam: untuk ruang tidur anak gadis dan nenek-kakek. Ada bilik tidur untuk puteri, ruang yang paling aman dan terlindung dibanding ruang luar dan ruang tengah.



(3) Awa-bola: kolong rumah tidak berdinding, simbol 'dunia bawah'. Tempat menaruh alat pertanian, kuda atau kerbau, atau tempat menenun kain sarung, bercanda, dan anak-anak bermain. Ukuran panjang, lebar dan tinggi rumah ditentukan berdasarkan ukuran anggota tubuh - tinggi badan, depa dan siku - suami-isteri pemilik rumah. Dengan demikian, proporsi bentuk rumah merupakan refleksi kesatuan wujud fisik suami-isteri pemilik rumah.



INTISARI: Arsitektur rumah tradisional bangsawan suku Bugis di Sulawesi Selatan merupakan unsur kebudayaan nasional yang memiliki karakter bentuk fisik, fungsi dan style serta sangat erat kaitannya dengan sejarah kerajaan Bugis pada masa lalu dimana wujud fisik rumah tradisional bangsawan Bugis sangat dipengaruhi stratafikasi derajat sosial yang berlaku dimasyarakatnya.



Tujuan penelitian ini mendapatkan gambaran faktor-faktor pembentuk yang berpengaruh terhadap karakter arsitektur rumah tradisional bangsawan Bugis dan ditinjau berdasarkan Spatial system, Phisical system,dan Stylistic system. Lingkup penelitian ini mencakup basis kerajaan suku Bugis di Kota Adiministratif Bone, Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Wajo.



Penelitian ini menggunakan metedologi penelitian kualitatif dengan pendekatan paradigma rasionalistik. Gambaran hasil penelitian didapatkan faktor pembentuk karakter arsitektur rumah tradisional bangsawan Bugis secara spasial tata ruang luar berada pada lahan persegi yang luas dan dominan berbentuk asimetris yang terdiri atas bangunan induk dilengkapi ruang tambahan yang terpisah dengan tegas sehingga membentuk massa bangunan yaitu lego-lego dan jongke. Pada tata ruang dalam yang juga luas dengan pengelompokan ruang berdasarkan perbedaan tinggi lantai ditandai dengan adanya tamping dan pembatas dinding yang tegas, pola tersebut tidak terdapat pada konsep tata ruang dalam rumah Bugis. Dalam sistim fisik konstruksi dan bahan bangunan yang digunakan terdapat suatu keragaman kerumitan alami dalam suatu hubungan yang saling berpengaruh serta membentuk keseimbangan dalam satu kesatuan sistem komposisi fasadnya. Dimana modul struktur alliri kearah panjang dan lebar bangunan tidak sama, jumlah alliri yang lebih banyak serta dimensi alliri yang lebih besar, sedangkan alliri posi bola tidak ada passu yang kesemuanya merupakan hegemoni kebangsawanan yang tetap dipertahankan, karena setiap elemen-elemen tersebut dapat mempengaruhi persepsi bagi yang melihat sebesar apa pengaruh seseorang dan setinggi apa status sosialnya dalam masyarakat. Pada struktur dinding dan konstruksi ujung-ujung balok pattolok riawa serta arateng diukir dengan berbagai ragam hias ciri masing-masing daerah tempat rumah itu berada. Sedangkan Penggunaan timpa laja lebih dominan sebagai simbol derajat kebangsawanan pemiliknya. Dalam tatanan komposisi fasad dan elemen-elemen bentuk fasad setiap bangunan menyatakan hirarki melekat dalam fungsi-fungsi yang dimiliki, para pemakai yang dilayani, tujuan-tujuan



atau arti yang disampaikan, lingkup atau konteks yang dipaparkan memunculkan karakter arsitektur budaya setempat dalam suatu komposisi bangunan dilingkungan mana berada dan siapa pemiliknya. Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing. Begitu Pula Dengan Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :



1.



Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)



2.



Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)



3.



Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa



Bagian-Bagian Dari Rumah Adat Bugis 1. Rakkeang, adalah bagian diatas langit - langit ( eternit ). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.



2. Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah



3.



Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah. Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.



Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya, Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan) dan bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.



Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya.



Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian : Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan hewanhewan peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian. Alle bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya.



Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: · lotang risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman. Lotang ritenggah atau Ruang tengah, berfungsi sebagai tempat tidur kepala keluarga bersama isteri dan anak-anaknya yang belum dewasa, hubungan social antara sesame anggota keluarga lebih banyak berlangsung disini. · Lontang rilaleng atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat tidur anak gadis atau orang tua usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada ruangan ini yang dinamakan dapureng atau jonghe. · Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil pertanian seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya.



Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi arsitektur tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini juga mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa bugis antara lain bola ugi yang dulunya berbentuk rumah panggung sekarang banyak yang di ubah menjadi rumah yang berlantai batu.



Agama Islam juga memberi pengaruh kepada letak dari bagian rumah sekarang yang lebih banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat umat Isalam di seluruh dunia. Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah membudaya di kalangan masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di pakai sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan tulisan dari ayatayat suci Al-Qur’an



Rumah Adat Suku Makassar (Balla)



Rumah atau balla berbentuk segi empat dengan lima tiang penyangga ke arah belakang dan 5 tiang penyangga ke arah samping. Untuk rumah milik bangsawan yang biasanya lebih besar, jumlah tiang penyangganya berjumlah lima ke samping dan enam atau lebih ke arah belakang. Atap rumah adat Makassar berbentuk pelana, bersudut lancip dan menghadap ke bawah. Biasanya bahannya terdiri dari nipah, rumbia, bambu, alang-alang. ijuk atau sirap. Jaman sekarang bahan penutup atapnya sudah lebih modern tentu saja. Bagian depan dan belakang puncak atap rumah yang berbatasan dengan dinding dan berbentuk segitiga disebut timbaksela. Dari timbaksela ini bisa dikenali derajat kebangsawanan pemiliknya.



Timbaksela yang tidak bersusun menandakan pemiliknya adalah orang biasa, bila bersusun tiga ke atas menunjukkan pemiliknya adalah bangsawan. Bilsa susunan timbaksela-nya lebih dari lima atau bahkan sampai tujuh maka menunjukkan sang pemilik adalah bangsawan yang menduduki jabatan di pemerintahan. Untuk bisa naik ke atas rumah tentu saja ada tangga atau yang dalam bahasa Makassar disebut tukak. Tangga juga ada dua macam, yaitu : Sapana, dibuat dari bambu. Induk tangganya tiga atau empat dan anak tangganya dianyam. Sapana ini memiliki coccorang ( pegangan ). Tangga jenis ini hanya digunakan oleh para bangsawan. Tukak, dibuat dari kayu atau bambu. Induk tangganya ada dua dan ada juga yang tiga untuk bangsawan. Untuk warga biasa tangga jenis ini tidak memiliki coccorang atau pegangan. Anak tangganya selalu ganjil. Sedangkan pembagian ruang untuk rumah khas Makassar adalah sebagai berikut : Dego-dego : ruangan kecil dekat tangga sebelum masuk ke dalam rumah atau pada rumah modern disebut sebagai teras. Biasanya digunakan untuk bersantai atau menunggu pemilik rumah keluar. Tambing : ruangan yang berbentuk lorong yang letaknya di samping kale balla ( rumah induk ) yang letaknya lebih rendah. Kale Balla ; rumah induk atau badan rumah. Terdiri dari paddaserang atau ruangan. Ruangan paling depan yang digunakan untuk menerima tamu disebut paddaserang dallekang ( ruangan depan ), sedangkan bagian tengah disebut paddaserang tangnga ( ruangan tengah ) yang digunakan untuk kegiatan yang



lebih privat. Bagian belakang disebut paddaserang riboko ( ruangan belakang ) yang fungsinya untuk kamar, utamanya kamar anak gadis. Balla pallu ; dapur, digunakan untuk kegiatan masak memasak dan menyimpan alat masak. Biasanya ketinggiannya lebih rendah dari paddaserang. Sedangkan untuk kegiatan mandi, cuci dan kakus biasanya terpisah dari bangunan rumah dan terletak agak di belakang. Tiap rumah biasanya punya sumur sendiri-sendiri atau biasanya sebuah sumur digunakan oleh beberapa rumah. Rumah khas Makassar biasanya tidak menggunakan plafond dan di bagian atas antara dinding dan atap biasanya dibuat sebuah ruang yang disebut pammakkang. Fungsinya adalah menempatkan benda-benda khusus atau biasanya padi yang sudah siap dijadikan beras. Bagian bawah rumah disebut siring dan biasanya digunakan untuk bersantai dengan menempatkan balai-balai. Beberapa rumah juga menggunakannya sebagai gudang.



Rumah Adat Suku Toraja (Tongkonan)



Rumah adat Toraja (Tongkonan) bentuknya menyerupai perahu Kerajaan Cina jaman dahulu. Konon kata Tongkonan berasal dari istilah “tongkon” yang berarti duduk, dahulu rumah ini merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Rumah ini tidak dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja.



Bagian atap terbuat dari bambu sedangkan bagian tiang-tiang penyangga di ambil dari kayu Pohon banga.



Bagian Tiang depan dimaksudkan sebagai tolak sombah.



Bagian Luar Rumah Tongkonan Rumah Tongkonan memiliki tangga di sebelah kanan dan sebuah teras depan yang disebut Palladan. Bagian lainnya seperti dapur untuk tempat memasak berada di kolong bagian belakang rumah. Untuk kamar mandinya terpisah dari bangunan rumah. Kolong bagian tengah rumah Tongkonan juga digunakan sebagai tempat kandang babi.



Rumah adat (Tongkonan) di daerah Pallawa di bagi atas 3 bagian ruang dalam :



Denah Tongkonan :



1. Sumbu



Sumbu terletak di bagian belakang rumah Tongkonan. Biasanya Sumbu digunakan sebagai tempat barang atau sebagai kamar untuk orang tidur (mayat). Dalam tradisi orang toraja, jika Orang tidur (mayat) yang telah disimpan dibagian sumbu biasanya sudah mau di upacarakan.



2. Sali’



Sali’ terletak di bagian tengah rumah Tongkonan.Sali’ digunakan sebagai tempat untuk berkumpul dengan keluarga. Bagi orang Toraja keluarga adalah yang terpenting. Selain itu, Sali’ juga digunakan sebagai tempat untuk membuat kerajinan tangan. Di setiap dinding rumah Tongkonan sangat banyak hasil kerajinan tangan yang tergantung. Orang Toraja sangat mencintai seni dan selalu diajarkan untuk tetap mempertahankan budaya nenek moyangnya.



3. Tandok



Tandok terletak di bagian depan rumah tongkonan. Tandok digunakan sebagai tempat ruang tidur keluarga. Didalam Tandok, mereka tidur bersama-sama. Bagi orang toraja kebersamaan keluarga sangatlah penting. Walaupun didalam rumah Tongkonan hanya ada sebuah kamar tapi mereka lebih senang tidur bersama keluarga. Mereka bisa saling menjaga satu sama lainnya.



Anda bisa mengatakan keunikan yang berasal dari suatu daerah simbol khas dareah itu sendiri.Misalnya, rumah adat.Seperti kita ketahui masing-masing



daerah atau lebih khusus, untuk masing-masing provinsi di Indonesia, ada sebuah rumah tradisional dengan karakteristik yang berbeda dan memiliki karakteristik yang unik untuk kemudian mewakili simbol budaya daerah tersebut. Salah satunya adalah rumah adat Toraja disebut Tongkonan, yaitu rumah adat khas Tana Toraja di Sulawesi Selatan memiliki nilai-nilai budaya yang sangat kuat berkaitan dengan adat istiadat masyarakat setempat. Kondisi Tana Toraja bahwa udara dingin adalah alasan untuk desain arsitektur rumah yang umumnya didasarkan pada ukuran pintu dan jendela relatif kecil dan dinding dan lantai dari bahan kayu yang dirancang lebih tebal.Demikian juga, atap, atap desain rumah adat Toraja yang terbuat dari struktur bambu yang sangat kental.Tujuan dari ini tentu saja desain konstruksi yang suhu interior udara lebih hangat.



Kearifan Budaya lokal Kosmologi



Orang Tana Toraja umumnya menggunakan konsep budaya kearifanKosmologi dalam membangun sebuah rumah, yaitu konsep ‘pusat rumah’ yang merupakan perpaduan dari kosmologi dan simbolisme.Dalam perspektif kosmologi, menurut masyarakat tradisional Toraja rumah adalah mikrokosmos dari makrokosmos yang merupakan komponen lingkungan.Pusat rumah dapat didefinisikan menjadi dua bagian khusus ‘meraga’. Dalam hal ini meraga pertama perapian terletak di tengah ruangan dan atap yang naik di atas ruang tamu di mana atap menjadi satu dengan asap (langit ayah). Sementara meraga kedua adalah meraga sebagai tiang utama atau pilar, misalnya a’riri possi di Toraja, balla pocci di Makassar, dan bola possi di Bugis, dimana pilar menyatu dengan ibu bumi. Membangun Rumah Dipandu Filosofi Kehidupan Dalam membangun rumah, masyarakat Toraja tradisional juga dipandu oleh filososfi kehidupan yang mana disebut “Aluk A’pa Oto’na”. Filosofi ini memiliki empat makna pandangan hidup yaitu: Kemuliaan Tuhan, kehidupan manusia, dan Budaya Adat, dan Sifat Kehidupan Leluhur. Keempat filosofi ini kemudian menjadi dasar penciptaan tradisional denah rumah persegi panjang Toraja dibatasi oleh dinding.Tembok pemisah juga memiliki makna yang melambangkan “tubuh” atau “kekuasaan”. Ruang Tertutup Dalam Desain Arsitektur Rumah Tradisional Toraja Dalam masyarakat tradisional Toraja lebih percaya pada kekuatan diri sendiri atau “Egocentrum”.Keyakinan ini tercermin dalam konsep desain arsitektur rumah yang mendominasi ruang pribadi yang tertutup.Jika ada ruang terbuka, dan bahkan kemudian cukup sempit. Konsep desain arsitektur rumah tradisional Toraja menerima pengaruh yang signifikan dari etos budaya yang disebut “tallang simuane” atau sering disebut filosofi “harmoni”. Yaitu dua potong



bambu perpecahan dan dirancang masing-masing tertutup, seperti pemasangan belahan bambu dalam membangun lumbung atau rumah adat.



Tata Letak Rumah Tradisional Toraja Tata letak kustom rumah Tongkonan selalu berorientasi Utara dan Selatan, hal ini diperhitungkan dalam membuat desain arsitektur. Secara rinci, bagian depan rumah harus berorientasi Utara atau kebiasaan Toraja disebut arah Puang Matua “Ulunna langi”. Sementara rumah harus berorientasi ke arah belakang Selatan, atau diyakini arah roh Pollo’na Langi “.Sementara dua arah mata angin lainnya Timur dan Barat melambangkan kehidupan dan pemeliharaan.Arah ke Timur diyakini arah DEA atau “Dewa” yang memberikan hidup dan melestarikan dunia dan segala isinya.Sementara Barat diyakini arah mana nenek moyang atau Todolo.



Semua orientasi arah mata angin tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam keseimbangan.Jika diterjemahkan arsitektur, keseimbangan dapat diterapkan dalam bentuk bangunan simetris.Dari diskusi ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa ada tiga prinsip dasar desain arsitektur rumah adat Toraja yang lampiran, orientasi, dan simetris.