Tugas 2 Perilaku Organisasi Siap Upload [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Dika
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NAMA. : CENDIKYA JAMALUDDIN ASYHARI NIM. : 041689048 PRODI. : D-IV KEARSIPAN UPBJJ. : PURWOKERTO TUGAS 2 PERILAKU ORGANISASI 1. Kekuasaan dan Wewenang a. Apa yang Saudara pahami tentang kekuasaan dan sumber kekuasaan serta hubungannya dengan perilaku kepemimpinan. Jelaskan ! b. Dalam konteks Good Public Governance, bagaimana Saudara dapat menjelaskan hubungan antara pola kekuasaan dengan Perilaku Kepemimpinan Transformasional. 2. Hubungan Antarmanusia a. Apa yang Saudara ketahui tentang Hubungan Manusiawi dan jelaskan dua pilar utama dalam hubungan manusiawi. b. Adakah keterkaitan antara Hubungan manusiawi dengan upaya perwujudan Good Public Governance. Jelaskan pandangan Saudara. JAWAB: 1. A. Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002). Hubungan Kekuasaan dan Kepemimpinan dapat di ibaratkan seperti gula dengan manisnya tak terpisahkan atau bisa juga di ibaratkan seperti gula dan semut dimana ada gula disitu ada semut. Seorang pemimpin yang efektif merupakan pemimpin yang dapat mengelola kekuasaannya, sehingga pemimpin dapat menggunakan kekuasaannya dengan benar untuk meningkatkan kinerja para bawahannya. Jika kepemimpinan tanpa kekuasaan tidak ada artinya dan tidak dan hal tersebut menyebabkan tidak dapat untuk mengambil keputusan karena pemimpin yang tidak mempunyai kekuasaan.  Jika sebaliknya, kepemimpinan dengan kekuasaan organisasi akan berjalan dengan efektif. Ada 4 sumber kekuasaan dalam diri seorang pemimpin yang berasal dari: 1. Mempunyai kemampuan untuk dapat mempengaruhi orang lain 2. Mempunyai sikap dan sifat yang unggul atau dominan yang menjadikannya mempunyai wibawa terhadap para bawahannya; 3. Memiliki pengetahuan yang luas, serta informasi dan pengalaman yang luas; 4. Memiliki kepandaian untuk bergaul dan berkomunikasi kepada siapapun. Banyak atau hampir semua orang membutuhkan kekuasaan. Karena dengan kekuasaan seseorang dapat mengatur kepatuhan orang lain serta memberikan perintah atas kemauannya. Serta dengan kekuasaaan dapat memberikan perubahan dan menciptakan perubahan yang akan mewujudkan visi dan misi yang telah dibuat. Menjadi pemimpin yang berhasil tidak hanya dengan menggunakan aspek yang semata-mata saja.  melainkan keberhasilan tersebut berasal dari perpaduan antara sikap, sifat, serta kekuasaan dan pengaruh yang dapat saling menentukan sesuai dengan situasi yang mendukungnya. Karena kekuasaan dan pengaruh dapat menjadi energi pendorong atau daya dorong seorang  pemimpin untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan mengubah perilaku para bawahannya untuk



meningkatkan kinerja serta pencapaian tujuan organisasi tersebut. Menjadi pemimpin yang efektif dan berhasil juga harus dapat menggunakan salah satu yang dominan dari 5 jenis power (kekuasaan) yaitu Legitimate power, Coersive Power, Expert Power, Reward Power, dan Reverent Power. Dengan begitu pemimpin akan dapat mengatur para bawahannya dengan baik. B. Menurut Bass (1998) dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu (Yukl,1989 : 224). Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. Sedangkan menurut O’Leary (2001) kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quo atau mencapai serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru. kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional yang mencakup upaya perubahan terhadap bawahan untuk berbuat lebih positif atau lebih baik dari apa yang biasa dikerjakan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. 2. A. Hubungan manusiawi merupakan terjemahan dari human relation. Adapula yangmengartikan hubungan manusia dan hubungan antar manusia, namun dalam kaitannya hubungan manusia tidak hanya dalam hal berkomunikasi saja, namun didalam pelaksanaannya terkandung nilai nilai kemanusiaan serta unsur-unsur kejiwaan yang amat mendalam. Seperti halnya mengubah sifat, pendapat, atau perilau seseorang.  Jika ditinjau dari sisi ilmu komunikasi hubungan manusia ini termasuk kedalam komunikasi interpersonal, pasalnya komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih dan bersifat dialogis. Dikatakan bahwa hubunngan manusiawi itu komunikasi karena sifatnya action oriented, mengandung kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang. 2 pilar hubungan manusiawi Ada enam unsur yang dapat disingkat menjadi dua pilar utama dalam hubungan manusiawi atau insane, agar pelaksanaannya dapat terjadi secara efektif. Kedua pilar utama tersebut, adalah sebagian dari inti kepemimpinan, yaitu komunikasi dan motivasi. B. . United Nations Development Programme (UNDP) mendefinisikan Governance sebagai “pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa”. Governance dikatakan baik (good atau sound) apabila sumber daya dan masalahmasalah publik dikelola secara efektif, efisien yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat[1]. Pada dasarnya konsep Good Governance memberikan rekomendasi pada sistem pemerintahan yang menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah, sektor swasta, dan masyarakat madani (Civil Society). Good Governance berdasar pandangan ini berarti suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan sektor swasta. Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga



dan kelompok masyarakat mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan di antara mereka[2]. Good Governance sebagai sebuah paradigma dapat terwujud bila ketiga pilar pendukungnya dapat berfungsi secara baik, yaitu negara, masyarakat madani, dan sektor swasta. Negara dengan birokrasi pemerintahannya dituntut untuk merubah pola pelayanan dari birokrasi elitis menjadi birokrasi populis. Sektor swasta sebagai pengelola sumber daya di luar negara dan birokrasi pemerintahan pun harus memberikan kontribusi dalam usaha pengelolaan sumber daya tersebut. Penerapan cita Good Governance pada akhirnya mensyaratkan keterlibatan organisasi kemasyarakatan sebagai kekuatan penyeimbang negara[3]. Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) sebagaimana dikutip oleh Koesnadi mengemukakan, bahwa prinsip-prinsip Good Governance terdiri atas: 1. Participation (partisipasi). Semua pria dan wanita mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. 2. Rule of Law. Kerangka hukum harus adil dan diperlakukan tanpa pandang bulu, terutama hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. Menurut Santosa, setidaknya konsep rule of law harus memenuhi karakter-karakter, yaitu: 1) Supremasi hukum; 2) Kepastian hukum; 3) Hukum yang responsif; 4) Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif; 5) Keberadaan independensi peradilan[4]. 3. Tranparancy (transparansi). Transparansi dibangun atas arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. 4. Responsiveness. Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan (masyarakat). 5. Consensus Orientation. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. Contohnya melalui forum musyawarah. 6. Equity (kesetaraan atau keadilan). Semua pria dan wanita mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. 7. Effektiveness and Efficiency. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin. 8. Accountability. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasiorganisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembagalembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung-jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan dan dari apakah bagi organisasi itu, keputusan tersebut, bersifat kedalam atau keluar. 9. Strategic Visions. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman akan kompleksitas kesejahteraan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut SUMBER BACA REFERENSI: ADPU4431 MODUL 5,6 PERILAKU ORGANISASI