Tugas Askep Gerontik Loss Grieving Dying and Death [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ARTIKEL KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN MASALAH LOSS, GRIEVING, DYING, AND DEATH



Oleh : Safrida Arianti 201991660133



PRODI SI KEPERAWATAN PROGRAM TRANSFER FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA



1



PENDAHULUAN Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Seiring berjalannya waktu populasi lansia selalu bertambah khususnya di Indonesia ini. Dalam waktu hampir lima dekade, persentase lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2019), yakni menjadi 9,6 persen (25 juta-an) di mana lansia perempuan sekitar satu persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki (10,10 persen banding 9,10 persen). Dari seluruh lansia yang ada di Indonesia, lansia muda (60-69 tahun) jauh mendominasi dengan besaran yang mencapai 63,82 persen, selanjutnya diikuti oleh lansia madya (70- 79 tahun) dan lansia tua (80+ tahun) dengan besaran masing-masing 27,68 persen dan 8,50 persen. Pada lansia akan muncul berbagai masalah mulai dari masalah kesehatan, masalah social, ekonomi, dan psikologis. Pembahasan kali ini akan mengangkat tentang masalah psikologis yang sering dihadapi oleh lansia. Mulai dari kehilangan, berduka, dan kecemasan menjelang ajal. Permasalahan tersebut membutuhkan penyesuaian diri dan kesiapan agar tetap dapat bertahan hidup dan menjalani sisa hidupnya dengan baik.



2



PEMBAHASAN 1. Lanjut Usia Lansia adalah seseorang yang mengalami tahap akhir dalam perkembangan kehidupan manusia. UU No. 13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia menyebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun. Proses menua adalah proses alamiah kehidupan yang terjadi mulai dari awal seseorang hidup, dan memiliki beberapa fase yaitu anak, dewasa, dan tua (Kholifah, 2016). Lansia mengalami penurunan biologis secara keseluruhan, dari penurunan tulang, massa otot yang menyebabkan lansia mengalami penurunan keseimbangan yang berisiko untuk terjadinya jatuh pada lansia (Susilo, 2017). Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari : 1) Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun 2) Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3) Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan 4) Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa 5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. 2. Kehilangan dan Berduka ( Loss and Grief ) Kehilangan (Loss) adalah sebuah peristiwa yang akan menimbulkan reaksi berduka (Uche, 2015: 20). Sedangkan menurut Sari (2015: 24) menjelaskan bahwa kehilangan (Loss) adalah suatu situasi yang bersifat nyata maupun yang masih bersifat kemungkinan, yang dapat dialami individu ketika adanya prubahan dalam kehidupan atau berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian ataupun keseluruhan. Kehilangan dapat berupa kehilangan hal yang nyata atau kehilangan yang dirasakan. Kehilangan hal yang nyata merupakan kehilangan terhadap orang atau objek yang tidak dapat lagi dirasakan, dilihat, diraba atau dialami individu, misalnya anggota tubuh, anak, hubungan, dan peran di tempat 3



kerja. a. Jenis Kehilangan Seperti yang dijelaskan oleh Sari (2015: 24) bahwa kehilangan memiliki beberapa tipe atau jenis, berikut ini adalah beberapa tipe atau jenis kehilangan, yaitu: a. Kehilangan objek eksternal, yaitu kehilangan sesuatu yang ada di luar diri individu. Misalnya kehilangan suatu benda karena dicuri atau adanya kehancuran akibat bencana alam; b. Kehilangan



lingkungan



yang



dikenal,



misalnya



kehilangan



lingkungan karena pindah rumah, menetap di rumah sakit karena harus dirawat total, atau berpindah pekerjaan; c. Kehilangan sesuatu atau individu yang berarti, misalnya kehilangan salah satu anggota keluarga, kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman dekat, kehilangan orang yang dipercaya, atau kehilangan binatang peliharaan; d. Kehilangan suatu aspek diri, misalnya kehilangan salah satu anggota tubuh karena peristiwa kecelakaan, dan kehilangan fungsi psikologis atau fisik, dan; e. Kehilangan hidup, yaitu berakhirnya kehidupan pribadi karena ajal yang sudah tiba.



Sedangkan konsep berduka (grief) biasanya sering dibahas dalam bahasan yang berhubungan dengan kehilangan (loss) orang yang memiliki kedudukan berharga dalam hidup seseorang, seperti kematian orang tua, pasangan hidup dan kerabat dekat. Menurut Santrock (2012: 254) grief diartikan sebagai ketumpulan



4



dan kelumpuhan emosional, tidak percaya, kecemasan akan berpisah, putus asa, sedih, dan kesepian yang menyertai disaat kita kehilangan orang yang kita cintai. Berduka atau dukacita (grief) bukanlah hal yang sederhana, melainkan suatu kejadian yang komplek yang dapat mengganggu ketenangan psikologis individu dalam kehidupannya. Tahap- tahap berduka : Elisabeth Kubler-Ross (dalam Papalia, 2009: 458) menjelaskan mengenai 5 tahapan berduka sebagai respon dari kehilangan orang yang dicintai kerena kematian, yaitu: a. Menolak (denial) b. Marah (anger) c. Tawar-menawar (bargaining) d. Depresi (depression) e. Menerima (acceptance) Menurut teori Kubler – Ross (1969) cara memudahkan penyesuaian terhadap kehilangan adalah dengan a. T - To accept the reality of the loss (untuk menerima realitas dari kehilangan.) b. E - Experience the pain of the loss (mengalami kepedihan akibat kehilangan). c. A - Adjust to the new environment without the lost object (menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang). d. R - Reinvest in the new reality (memberdayakan kembali energi emosional ke dalam hubungan yang baru). Worden (1982)



5



3. Menjelang Ajal ( Dying ) Dying adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses menuju akhir. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun unik bagi individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup yang diperlukan. Dukungan kolega sebagaimana perawat yang mengasuh orang menjelang ajal merupakan hal yang penting agar pada masa-masa tersebut menjadipengalaman yang normal dan meningkatkan pertumbuhan. Adapun lingkungan menjelang ajal seseorang adalah : a. Rumah sakit perawatan akut b. Perawatan jangka panjang c. Hospice d. Perawatan di rumah Tahap – Tahap menjelang ajal menurut Kubler Ross : a. Tahap 1 : penyangkalan dan isolasi ,membantu seseorang dengan melindunginya dari ansietas atau kemarahan. b. Tahap 2 : perasaan bersalah, gusar, iri, dan kebencian c. Tahap 3 : tawar menawar d. Tahap 4 : depresi e. Tahap 5 : penerimaan merupakan fase akhir dari proses menjelang ajal.



4. Kematian ( Death ) Menurut Santrock (2002) mendefinisikan kematian dengan cukup spesifik yaitu berakhirnya fungsi biologis tertentu, seperti pernafasan dan tekanan darah serta kakunya tubuh, hal-hal tersebut dianggap cukup jelas sebagai tanda-tanda kematian. Menurut Papalia (2008) kematian merupakan fakta biologis, akan tetapi



6



juga memiliki aspek sosial, kultural, historis, religius, legal, psikologis, perkembangan, medis, dan etis. Aspek-aspek tersebut memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Sedangkan kematian didefinisikan menurut Islam adalah sebagai sebuah transisi atau perpindahan ruh untuk memasuki kehidupan baru yang lebih agung dan abadi. Islam secara tegas mengajarkan bahwa tiada seorang pun yang bisa menemani dan menolong perjalanan arwah kecuali akumulasi dari amal kebaikan kita sendiri (Hidayat, 2006). Tanda – tanda kematian : a. Rigor mortis : kekakuan tubuh b. Algor mortis: penurunan suhu tubuh, sirkulasi hilang, Kulit kehilanga elastisitas dan mudah terbuka c. Post morteem decomposition: setelah sirkulasi hilang, kulit menjadi biru kehitaman karena sel – sel darah sudah rusak dan terjadi pelepasan hb. Perawatan Menjelang Kematian : Perawat berkewajiban untuk memberikan pandangan yang jelas mengenai makna kematian bagi individu, teman, dan keluarga sehingga perawatan pada klien harus nyaman dan terhormat.



7



ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Perawat menggali makna kehilangan pada klien dan keluarga b. Menggunakan komunikasi tulus dan terbuka c. Menekankan keterampilan mendengar d. Mengamati respon dan perilaku e. Perawat mengkaji bagaimana klien bereaksi, bukan bagaimana seharusnya klien bereaksi f. Perawat harus memahami fase duka yang dapat terjadi secara berurutan dan mungkin juga tidak urut bahkan berulang. g. Perawat mempertimbangkan variabel yang mempengaruhi duka cita 1) Faktor yang mempengaruhi cara individu merespon kehilangan : a. Karakteristik Personal b. Sifat Hubungan dengan Objek yang Hilang c. Sistem Pendukung Sosial d. Sifat Kehilangan e. Keyakinan Spiritual dan Budaya 2) Karakteristik Personal a. Usia Faktor yang Mempengaruhi Dukacita Lansia : 



Perubahan fisik yang menyertai penuaan







Kehilangan pekerjaan







Kehilangan respek social







Kehilangan hubungan







Kehilangan kapabilitas perawatan diri







Ketakutan tentang kehilangan control







Rasa pemenuhan tanggung jawab dan kontribusi yang dibuat







Ikatan kepribadian







Perasaan nilai diri







Kemampuan berfungsi 8



b. Peran Jenis Kelamin 



Reaksi kehilangan dipengaruhi oleh harapan sosial tentang peran pria dan wanita







Pria dan wanita melekatkan makna berbeda terhadapp bagian tubuh, fungsi, hubungan interpersonal, dan benda.



c. Pendidikan dan Status Ekonomi Mengkaji hal ini penting karena hal ini mempengaruhi kemampuan klien untuk menggunakan pilihan dan dukungan ketika menghadapi kehilangan. Sifat Hubungan dengan Objek yang Hilang 



Penting untuk mengkaji Karakteristik hubungan dan fungsi kehilangan yang dilakukan oleh almarhum atau almarhumah dalam kehidupan individu yang ditinggalkan.







Reaksi terhadap kehilangan orang tua, pasangan dan anak akan berbeda tergantung pada kualitas hubungan tersebut.



1) Sistem Pendukung Sosial 



Visibilitas kehilangan, seperti kehilangan rumah akibat bencana alam, sering memunculkan dukungan dari sumber yang tidak diperkirakan.







Visibilitas kehilangan seperti deformitas wajah dapat menyebabkan kehilangan dukungan dari temen atau keluarga, sehingga menambah keparahan proses kehilangan.



2) Sifat Kehilangan 



Kemampuan untuk menyelesaikan berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi disekitarnya.







Kemampuan untuk menerima bantuan mempengaruhi apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan.







Visibilitas kehilangan mempengaruhi dukungan yang diterim.







Durasi perubahan mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik,psikologis dan social.



3) Keyakinan Spiritual dan Budaya 



Latarbelakang



budaya



dan



dinamika



keluarga



mempengaruhi



pengekspresian berduka 



Keyakinan spiritual mencakkup praktik, ibadah dan ritual. 9







Individu mungkin akan menemukan dukungan, ketenagan dan makna dalam kehilangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual.







Perawat harus waspada terhadap makna praktik keagamaan, tidak hanya pada klien tetapi juga pada keluarganya



2. Diagnosa Perilaku yang menandakan dukacita maladaptif : 1) Aktifitas berlebihan tanpa rasa kehilangan 2) Perubahan dalam hubungan dengan teman dan keluarga 3) Bermusuhan terhadap orang tertentu 4) Depresi agitasi dengan ketegangan, agitasi, insomnia, perasaan tidak berharga, rasa bersalah yang berlebihan, dan kecenderungan untuk bunuh diri. 5) Hilang keikutsertaan dalam aktivitas keagamaan dan ritual yang berhubungan dengan budaya klien 6) Ketidakmampuan mendiskusikan kehilangan tanpa menangis 7) Rasa sejahtera yang salah. Contoh Diagnosa : a. Dukacita adaptif yang berhubungan dengan : 



Potensial orang terdekat yang dirasakan







Potensial kehilangan kesejahteraan fisiopsikososial yang dirasakan







Potensial kehilangan kepemilikan pribadi yang dirasakan



b. Dukacita maladaptif yang berhubungan dengan : 



Kehilangan objek potensial atau aktual







Rintangan respon berduka







Tidak ada antisipasi terhadap berduka







Penyakit terminal kronis







Kehilangan orang terdekat



c. Gangguan penyesuaian yang berhubungan dengan berduka yang tidak selesai. d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan Respon dukacita tertahan. 10



e. Perubahan koping keluarga berhubungan dengan : 



Preokupasi sementara oleh orang terdekat yang mencoba untuk menangani konflik emosional dan personal







Menderita dan tidak mampu untuk menerima atau bertindak secara efektif dalam kaitannya dengan kebutuhan klien.



f. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan transisi atau krisis situasi g. Keputus asaan berhubungan dengan : 



Kekurangan atau penyimpangan kondisi fisiologis







Stress jangka panjang







Kehilangan keyakinan nilai luhur atau yang maha kuasa.



h. Isolasi sosial berhubungan dengan sumber  pribadi tidak adekuat. i. Disress spiritual berhubungan dengan perpisahan dari ikatan keagamaan dan kultural j. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan stress karena respon berduka



3. Intervensi Keperawatan a. Tahap denial Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu bagi klien untuk melihat kebenaran..bantu untuk melihat kebenaran dengan konfirmasi kondisi melalui second opinion b. Tahap anger Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan dan ketidak berdayaan..siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa aman c. Tahap bargaining Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam.. Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhadap



11



bayang-bayang dosa masa lalu. Bantu agar klien mampu mengekspresikan apa yang dirasakan apabila perlu refer ke pemuka agama untuk pendampingan. d. Tahap depresi Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan kesedihannya. Perawat hadir sebagai pendamping dan pendengar. e. Tahap menerima Klien merasa damai dan tenang.dampingi klien untuk mempertahankan rasa berguna (self worth). Berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih mampu dilakukan dengan pendampingan.fasilitasi untuk menyiapkan perpisahan abadi. 4. Evaluasi a. Klien mampu mengkomunikasikan dan mengekspresikan dukacita. b. Pada perawatan menjelang ajal mengharuskan perawat mengevaluasi tingkat kenyamanan klien dengan penyakit dan kualitas hidupnya. c. Tingkat kenyamanan klien dievaluasi dengan dasar hasil seperti penurunan nyeri, kontrol gejala, pemeliharaan fungsi sistem tubuh, penyelesaian tugas yang belum terselesaikan, dan ketenangan emosional.



12



DAFTAR PUSTAKA



Maylasari, Ika, dkk. 2019. Statistic Penduduk Lanjut Usia 2019. Jakarta: Badan pusat statistic.



Al Amin, Muchamad, Dwi Juniati. 2017. Klasifikasi Kelompok Umur Manusia Berdasarkan Analisis Dimensi Fraktal Box Counting Dari Wajah Dengan Deteksi Tepi Canny. Jurnal Ilmiah Matematika, 2 (6), 33-42.



Uche, RD. (2015). Attachment, Loss, and Grief. Open Science Journal of Psycology, 2 (4), 20-23.



Naftalil, Ananda Ruth, Yulius Yusak Ranimpil, M. Aziz Anwar. 2017. Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian. Buletin Psikologi, 25 (2), 124-135.



Windayani,



Shella.



2016.



Loss,



Grieving,



Dying,



https://id.scribd.com/doc/316241538/Loss-Grieving-Dying-And-Death



and,



Death. (diakses



Minggu 25 Oktober 2020 jam 16.45)



13