Tugas Bu Emil 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS RANCANGAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN RS B TANGGERANG



MK: MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN



DISUSUN OLEH : KRISTIN RIFAWATY ( 201901007 )



PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PEMINATAN MANAJEMEN STIK SINT CAROLUS 2020



1



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penugasan ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Adapun judul dari penugasan ini adalah ” Analisis rancangan manajemen keperawatan asuhan RS B Tanggerang ”. Penugasan ini di susun dalam rangka memenuhi salah satu



tugas mata kuliah Manajemen Pelayanan Keperawatan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada 1. Ibu Emiliana Tarigan., Skp.,MKes, selaku Koordinator dan Dosen Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Keperawatan. 2. Teman – teman satu angkatan yang telah memberikan support. Penulis menyadari pembuatan penugasan ini masih jauh dari sempurna. Dan untuk ksempatan ini maka kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pihak lain pada umumnya.



Jakarta, April 2020 Penulis



2



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. ( Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014). Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan masyarakat berperan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat pada umumnya. Perawat merupakan tenaga kesehatan terbanyak dalam suatu institusi dalam memberikan pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan. Peran perawat dalam pelayanan kesehatan menjadi sangat penting mengingat kualitas pelayanan keperawatan berpengaruh terhadap totalitas layanan yang diberikan. Produktifitas berhubungan langsung dengan kualitas pegawai pada suatu organisasi sehingga peran kepemimpinan dalam fungsi kepersonaliaan awal meliputi perencanaan untuk keperluan kepersonaliaan selanjutnya dan tetap terkini dengan perubahan dibidang perawatan kesehatan (Huber,2010). RS B Tanggerang dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat berusaha memberikan pelayanan yang terbaik dan tenaga yang kompeten di bidangnya. Oleh karena itu RS B berusaha mengembangkan pelayanan dengan menciptakan tenaga kesehatan yang expert di bidang nya dan memberikan pelayanan dengan kasih bagi pasien dan sesama di lingkungan sekitarnya. Dari segi sumber daya manusia RS B masih kekurangan dalam hal tenaga keperawatan khususnya, jumlah perawat RS B memang proporsi yang terbanyak dari organisasi yang ada di RS ( 243 perawat termasuk bidan) dari 435 staff rumah sakit dengan jumlah 237 tempat tidur. Jumlah perawat ini menentukan serta memberi pengaruh besar dalam upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. 3



Dari segi kualitas tenaga kesehatan yang tersedia saat ini sangat bervariatif dengan berbagai latar belakang pendidikan, namun mayoritas D3 terbanyak dan perawat serta bidan yasng memiliki sertifikasi pelatihan yang dimiliki, oleh karena itu di perlukan perencanaan yang sangat baik dalam pengelolaannya. Ruang perawatan Caesarea merupakan salah satu ruangan perawatan yang tingkat kesibukan yang paling tinggi dan memiliki kapasitasnya yang paling banyak dari ruangan yang lain. Ruangan ini terdiri dari 45 tempat tidur dengan tingkat hunian rata-rata 80% setiap bulannya, dengan total SDM keperawatan sebanyak 32 perawat, 4 orang POS. Ruangan ini merupakan bangsal perawatan kelas 1 sampai dengan kelas 3, dengan tingkat aktifitas yang sangat sibuk. Di katakan sibuk karena banyak tindakan seperti operasi, belum termasuk tindakan diagnostik lainnya seperti Endoskopy, CT scaning, USG, radiologi konvensional, Ganti Verban oleh TIM, fisiotherapi, dll. Tata Ruang di tempat ini berbentuk L oleh karena itu di bagi menjadi dua Tim, tenaga keperawatan di ruangan ini masih belum terpenuhi dengan baik, oleh kaarena itu perlunya di perhatikan untuk SDM di ruangan tersebut. Dalam makalah ini, penulis akan membahas bagaimanakah perhitungan kebutuhan jumlah tenaga perawat di RS.B, Tanggerang dan melakukan penyelesaian masalah berkaitan dengan ketenagaan tersebut. B. TUJUAN 1.



UMUM Diketahuinya kebutuhan jumlah tenaga perawat berdasarkan derajat ketergantungan klien di RS. B Tanggerang.



2.



KHUSUS Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu: 2.1 Mahasiswa mampu



menjelaskan



klasifikasi



pasien berdasarkan



tingkat



ketergantungan di rawat inap. 2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Metode Pemberian Asuhan Keperawatan di rawat inap. 2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Tenaga Keperawatan.



4



2.4 Mahasiswa mampu membuat perhitungan kebutuhan jumlah tenaga perawat di RS. B, Tanggerang 2.5 Mahasiswa mampu melakukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan ketenagaan di RS. B, Tanggerang



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. KLASIFIKASI PASIEN Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokan pasien menurut jumlah dan kompleksitas persyaratan perawatan mereka dalam memberikan perawatan di ruang inap. Dalam banyak sistem klasifikasi, pasien dikelompokkan sesuai dengan ketergantungan mereka pada pemberian atau sesuai dengan waktu pemberi perawatan dan kemapuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan. Klasifikasi pasien merupakan pengelompokan pasien berdasarkan kebutuhan perawatan yang secara klinis dapat diobservasi oleh perawat yang bertugas, sistem klasifikasi pasien pada dasarnya yaitu mengelompokkan pasien sesuai dengan ketergantungan pasien dengan perawat atau kemampuan yang dibutuhkan untuk memberi asuhan keperawatan yang dibutuhkan pasien. Sistem klasifikasi pasien bertujuan untuk mengkaji pasien dan menghargai tiap -tiap nilai angkanya yang mengukur volume usaha yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan keperawatan pasien.



Klasifikasi pasien sangat menentukan perkiraan



kebutuhan tenaga. Hal ini dilakukan untuk menetapkan jumlah tenaga keperawatan sesuai dengan kategori yang dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien disetiap unit rawat inap. Klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungan menurut Kuntoro (2010), terdiri dari lima bagian yaitu: 1.



Self care Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindakan keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan aktivitas perawatan diri sendiri secara mandiri. Biasanya dibutuhkan waktu 1-2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1,5 jam/24 jam.



2.



Minimal Care Klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindakan keperawatan dan pengobatan tertentu, misalnya pemberian obat intravena, dan mengatur posisi. Biasanya dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu rata –rata efektif 3,5 jam/ 24 jam.



6



3.



Intermediate care Klien biasanya membutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-rata efektif 5,5 jam/24jam



4.



Mothfied intensive care Klien biasanya membutuhkan waktu 7-8jam dengan waktu rata-rata efektif 7,5 jam/24 jam



5.



Intensif care Klien biasanya membutuhkan 10 – 14 jam dengan waktu rata –rata efektif 12 jam/24 jam. Metode lain yang sering digunakan di rumah sakit adalah metode menurut dougles



(1984), yang mengklasifikasikan derajat ketergantungan pasien dalam tiga kategori, yaitu: 1.



Perawatan minimal Perawatan minimal memerlukan waktu 1-2 jam /24 jam, kriteria klien pada klasifikasi ini adalah klien masih dapat melakukan sendiri kebersihan diri, mandi dan ganti pakaian, termasuk minum. Meskipun demikian klien perlu diawasi ketika melakukan ambulasi. Pada klasifikasi ini klien juga perlu observasi tanda vital per shift, pengobatan minimal, status psikologi stabil dan persiapan prosedur memerlukan pengobatan



2.



Perawatan parsial Pada klasifikasi ini perawatan memerlukan waktu 3-4 jam /24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi in adalah masih perlu bantuan dalam memenuhi kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi serta perlunya observasi tanda vital setiap 4 jam. Klien pada klasifikasi ini juga memerlukan pengobatan lebih dari sekali, kateter foley atau asupan haluarannya dicatat, dan klien dengan pemasangan infus serta persiapan pengobatan memerlukan prosedur



3.



Perawatan maksimal atau total Perawatan total memerlukan waktu 5-6 jam /24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini adalah klien harus dibantu mengenai segala sesuatunya, posisi yang diatur, observasi tanda vital setiap 2 jam, makan memerlukan slang nasogastric,



7



mengguanakan terapi intravena, pemakaian alat penghisap ( suction), dan kadang klien dalam kondisi gelisah atau disorientasi. Penelitian yang dilakukan oleh Pladellorens, A. B.; Avellanet, M. (2018) menyatakan



bahwa



klasifikasi



pasien



sesuai



dengan



tingkat



ketergantungan



meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan sehingga mampu meningkatkan pemulihan pasien sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji dan pemulihan tercapai yang berdampak pada tingkat kepuasan pasien . terkait dengan penelitian Pladellorens, A. B.: Aellanet, M pada tahun 2018, RS B Tanggerang pertama kali di buka juga memakai sistem ketenagaan sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien. Pemilihan metoda dengan klasifikasi pasien sesuai tingkat ketergantungan memang efektif namun seiringnya pengembangan RS dan makin meningkatnya jumlah pasien yang ada metoda ini hanya di pakai beberapa ruangan saja, sedangkan ruangan lain di gunakan perhitungan ketenagaan dengan melihat metode kualifikasi personil dan beban kerja. B. METODE PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN Menurut Grant dan Massey (1997) serta Marquis dan Huston (1998), terdapat lima model asuhan keperawatan profesional (MAKP) yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan, dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan. 1. Metode Fungsional Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan. Hal itu dilakukan sebagai pilihan utama sejak Perang Dunia Kedua. Waktu itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi perawat keperawatan (misalnya merawat luka) kepada semua pasien di bangsal. Sistem ini secara umum mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: Kelebihan: -



Menerapkan manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan yang lebih baik.



-



Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawatan pasien diserahkan kepada perawat junior da / atau perawat yang belum berpengalaman. 8



-



Sangat cocok untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.



Kelemahan: -



Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.



-



Pelayanan keperawatan terpisah– pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan.



-



Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja.



2. Metode Tim Model ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda – beda, dalam memberikan asuhan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim/ grup yang terdiri atas tenaga profesional, tenaga teknis, dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut. Kelebihan: -



Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.



-



Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.



-



Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingg konflik mudah diatasi dan memberikan kepuasan kepada anggota tim.



Kelemahan: Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu karena sulit untuk melaksanakannya pada waktu – waktu sibuk. a) Konsep Keperawatan Tim Secara garis besar, konsep keperawatan tim ini terdiri dari atas beberapa poin yang harus dilaksanakan, yaitu:  Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan.  Komunikasi yang efektif sangat penting, agar kontuinitas rencana keperawatan terjamin. 9



 Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.  Peran kepala ruangan dalam metode ini sangat penting. Artinya, metode ini akan berhasil dengan baik hanya bila didukung oleh kepala ruangan. b) Tanggung jawab anggota tim  Memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berada di bawah tanggung jawabnya.  Bekerja sama dengan anggota tim dan antar tim.  Memberikan laporan. c) Tanggung jawab ketua tim  Membuat perencanaan.  Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi.  Mengenal/ mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien.  Mengembangkan kemampuan anggota.  Menyelenggarakan konferensi. d) Tanggung jawab kepala ruangan Secara garis besar, tanggung jawab kepala ruangan terbagi menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. 1) Perencanaan Perencanaan seharusnya menjadi tanggung jawab kepala ruangan pada tahap perencanaan. Tugas bagian perencanaan adalah: 



Menunjuk ketua tim untuk bertugas diruangan masing – masing.







Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.







Mengidentifikasi tingkat kebergantungan klien, seperti pasien gawat, pasien transisi, atau pasien persiapan pulang, bersama ketua tim.







Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, serta mengatur penugasan / penjadwalan.







Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan. 10







Mengikuti visit dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.







Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan yaitu membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai



asuhan



keperawatan,



mengadakan



diskusi



untuk



pemecahan masalah, serta memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk. 



Membantu mengembangkan niat untuk mengkuti pendidikan dan pelatihan diri.







Membantu membimbing peserta didik keperawatan.







Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.



2) Pengorganisasian Tahap pengorganisasian dalam melaksanakan tugas meliputi: 



Merumuskan metode penugasan yang digunakan.







Membuat rentang kendali kepala ruangan yang membawahi dua ketua tim dan ketua tim yang membawahi 2 – 3 perawat.







Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.







Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain – lain.







Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.







Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.







Mendelegasikan tugas saat tidak berada ditempat kepada ketua tim.







Memberikan wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien.







Mengatur penugasan jadwal pos dari pakarnya.







Mengidentifikasi masalah dan cara penanganan. 11



3) Pengarahan Tahap pengarahan meliputi: 



Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.







Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik.







Member motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.







Menginformasikan hal – hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.







Membimbing bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.







Membimbing



bawahan



yang



mengalami



kesulitan



dalam



melakukan tugasnya. 



Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.



4) Pengawasan Pengawasan terbagi menjadi dua bagian, yaitu: a) Melalui komunikasi Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. b) Melalui supervisi Supervisi dapat dilakukan dengan cara: - Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki / mengawasi kelemahan – kelemahan yang ada saat itu juga. - Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca, dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan). Selain itu mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.



12



- Evaluasi,



yaitu



mengevaluasi



upaya



pelaksanaan



dan



membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim. - Audit keperawatan. 3. Metode Primer Keperawatan primer ialah metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab pebuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien. Hal ini dilakukan mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Keperawatan primer mendorong praktik kemandirian perawat, karena ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan mengkoordinasi asuhan keperawatan selama pasien di rawat. Secara garis besar, sistem keperawatan primer memiliki kelebihan dann kekurangan sebagai berikut: Kelebihan: -



Bersifat kontinu dan komprehensif.



-



Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri.



-



Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan rumah sakit (Gillies, 1989). Selain itu, kelebihan yang dirasakan adalah pasien merasa dihargai karena



terpenuhi kebutuhannya secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan akan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan terhadap sistem / model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yangs selalu diperbaharui dan komprehensif. Kelemahan: -



Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan penegtahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, memiliki kemampuan untuk



13



mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.



a) Konsep dasar keperawatan primer Konsep dasar keperawatan primer adalah: 1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat. 2) Ada otonomi. 3) Ada keterlibatan pasien dan keluarga. b) Tugas perawat primer 1) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif. 2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan. 3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama berdinas. 4) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang di berikan oleh disiplin lain maupun perawat lain. 5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai. 6) Menerima dan menyesuiakan rencana. 7) Menyiapkan penyuluhan untuk kepulangan pasien. 8) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, dengan cara kontak dengan lembaga sosial di masyarakat. 9) Membuat jadwal perjanjian klinik. 10) Mengadakan kunjungan rumah. c) Peran kepala ruangan / bangsal Peran kepala ruangan / bangsal dalam metode primer adalah: 1) Menjadi konsultan dan pengendali mutu perawat primer. 2) Memberi orientasi dan merencanakan karyawan baru. 3) Menyusun jadwal dinas dan member penugasan pada perawat asisten. 4) Melakukan evaluasi kerja. 5) Merencanakan / menyelenggarakan pengembangan staf.



14



6) Membuat 1 – 2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi. d) Ketenagaan dalam keperawatan primer Ketenagaan dalam keperawatan primer adalah: 1) Setiap perawat primer adalah perawat bed side.



2) Beban kasus adalah 4 – 6 orang pasien untuk satu perawat. 3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal. 4) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun perawat non profesional sebagai perawat asisten. 4. Metode Manajemen Kasus Dalam model ini setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat berdinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Penugasan untuk kasus biasa menggunakan metode satu pasien satu perawat. Hal ini umumnya dilaksanakan untuk peraatan privat atau untuk perawatan khusus, seperti ruang isolasi dan intensive care. Manajemen kasus secara umum mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut. Kelebihan: -



Perawat lebih memahami kasus per kasus.



-



Sistem evaluasi dan manajerial menjadi lebih mudah.



Kekurangan: -



Perawat penanggung jawab belum dapat teridentifkasi.



-



Perlu tenaga yang cukup banyak dengan kemampuan dasar yang sama.



5. Motode Modifikasi: Keperawatan Tim – Primer Model ini merupakan kombinasi dua sistem, yaitu keperawatan tim dan keperawatan primer. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000), penetapan model ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut: 15



a. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer memerlukan latar belakang pendidikan S1 keperawatan atau yang setara. b. Metode keperawatan tin tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim. c. Melalui kombinasi kedua model tersebut, diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada perawar primer. Disamping itu, karena saat ini sebagian besar perawat yang ada di RS adalah lulusan SPK, maka mereka akan mendapat bimbingan dari perawat primer / ketua tim tentang asuhan keperawatan. Penelitian yang dilakukan oleh Mattila, E.; Pitkänen A. (2014) didapati bahwa pasien yang menerima perawatan didasarkan pada model keperawatan primer, pada semua tahap secara signifikan lebih puas. C. MANAJEMEN TENAGA KEPERAWATAN Istilah manajemen sering diartikan hanya berfungsi pada kegiatan supervisi, tetapi dalam keperawatan fungsi tersebut sangatlah luas. Karena organisasi bersifat kompleks dan bervariasi, maka pandangan teori manajemen adalah bagaimana manajemen dapat berhasil dan apa yang harus diperbaiki/ diubah dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Hubner (2006) dalam buku Nursalam menyatakan



bahwa manajemen



memberikan perhatian penuh kepada pegawai, maka hasil produksi akan meningkat dengan tidak mengabaikan kondisi lingkungan kerja. Seseorang akan merespon kejadian dan terus belajar manakala pegawai merasa terus diperhatikan dan didukung oleh manajemen. Manajemen sumber daya manusia adalah memusatkan perhatian pada masalah kepegawaian dan faktor proyeksi tenaga kerja dan hal yang mempengaruhinya. Sebuah organisasi harus mengidentifikasikan permintaan dan suplai tenaga kerja diwaktu yang akan datang secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Idealnya kegiatan perencnaan dilakukan terus menerus, mulai dariperencanaan jangka pendek yang dapat menunjukan kebutuhan tenaga kerja yang harus dipenuhi selama satu tahun yang akan datang, dan perencanaan jangka Panjang yang berfungsi mengestimasi situasi sumber daya manusia untuk dua, lima atau terkadang sepuluh tahun yang akan datang.



16



Menurut



keputusan



Mentri



Kesehatan



Republik



Indonesia



No.81/MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit menyebutkan bahwa strategi perencanaan sdm kesehatan perlu memperhatikan: 1.



Rencana kebutuhan SDM Kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunanan kesehatan baik kebutuhan lokal, nasional maupun global.



2.



Pendayagunaan SDM Kesehatan diselenggarakan secara merata, serasi, seimbang dan selaras oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Dalam upaya pemerataan SDM Kesehatan perlu memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban perorangan dengan kebutuhan



masyarakat.



Pendayagunaan



SDM



Kesehatan



oleh



pemerintah



diselenggarakan melalui pendelegasian wewenang yang proporsional dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. 3.



Penyusunan perencanaan mendasarkan pada sasaran nasional upaya kesehatan dari Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010.



4.



Pemilihan metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan di dasarkan pada kesesuaian metode dengan kemampuan dan keadaan daerah masing-masing.



Di dalam pedoman ini perencanaan kebutuhan SDM kesehatan di tingkat institusi menggunakan metode Workload Indicators Staff Need (WISN). Metode WISN adalah suatu metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan. (Depkes, 2004). Tenaga Perawat Sesuai dengan UU Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, definisi perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. 17



Metode penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan (dalam buku Nursalam) 1. Metode rasio (SK Menkes RI No.262 tahun 1979) Metoda ini menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator personal yang diperlukan. Bisa digunakan bila: kemampuan dan sumber daya untuk perencanaan personal terbatas, jenis,tipe, dan volume pelayanan kesehatan relatif stabil.



TIPE RS A&B C D



TEMPAT TIDUR / PERAWAT 1/1 (3-4) / 2 2/1



2. Metode need Cara ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja yang diperhitungkan sendiri dan memenuhi standar profesi. Untuk menghitung seluruh kebutuhan tenaga, diperlukan terlebih dahulu gambaran tentang jenis pelayanan yang diberikan kepada klien selama di rumah sakit.  Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu berjalan dengan baik. a) Hudgins (rawat jalan) Perhitungan menggunakan rumus: Rata- rata jam perawatan /hari x jumlah rata-rata pasien/hari Jumlah jam kerja / hari b) Douglas Mengklasifikasikan derajat ketergantungan pasien dalam tiga kategori: perawatan minimal, perawatan pasrial dan perawatan total (penjelasan di awal) Berikut adalah hitungan dalam tiap kategori perawatan sesuai dengan tingkat ketergantunagnnya. Minimal: Pagi= 0,17 Sore= 0,14 Malam= 0,07



Parsial Pagi= 0,27 Sore= 0,15 Malam= 0,10



Total Pagi= 0,36 Sore= 0,30 Malam= 0,20 18



3. Metode demand Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang memang dilakukan oleh perawat.



Setiap pasien yang masuk ruang gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut: Untuk kasus gawat darurat



: 86,31 menit



Untuk kasus mendesak



: 71,28 menit



Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit 4. Metode Gilles a) Rumus kebutuhan tenaga keperawatan disatu unit perawatan adalah



Keterangan: A = rata-rata jumlah perawatan /pasien/hari B = rata-rata jumlah pasien /hari (BOR x jumlah tempat tidur) C = jumlah hari /tahun D = jumlah hari libur masing-masing perawat E = jumlah jam kerja masing –masing perawat F = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun G = jumlah jam kerja efektif per tahun H = jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut b) Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari: Rata-rata jam perawatan /hari x rata-rata jumlah jam perawatan/ hari Jumlah jam kerja efektif/ hari c) Asumsi jumlah cuti hamil 5% ( usia subur) dari tenaga yang dibutuhkan maka jumlah jam kerja yang hilang karena cuti hamil = 5% jumlah hari cuti hamil X jumlah jam kerja/hari



19



Tambahan tenaga: 5% x jumlah tenaga X jumlah jam kerja cuti hamil Jumlah jam kerja efektif / tahun



5. Metode formula Nina Dalam metode ini terdapat lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga a) Tahap I: Dihitung A = jumlah jam perawatan pasien dalam 24 jam per pasien b) Tahap II: Dihitung B = jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh pasien dalam satu hari. B=A X Tempat tidur c) Tahap III: Dihitung C= jumlah jam perawatan seluruh pasien selama setahun C = B X 365 hari d) Tahap IV: Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama setahun



D= C X BOR/80, 80 adalah nilai tetap untuk



perkiraan realistis jam perawatan e) Tahap V: Didapatkan E = jumlah tenaga perawat yang diperlukan E= D/1878 Angka 1878 didapatkan dari hari efektif per tahun (365-52 hari minggu= 313 hari) dan dikalikan dengan jumlah jam kerja efektif per hari (6jam). 6. Metode Lokakarya Penentuan kebutuhan tenaga perawat menurut lokakarya keperawatan dengan mengubah satuan hari dengan miggu. rumus untuk perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan adalah sebagai berikut. Jam perawatan 24 jam X 7 (tempat tidur x BOR) + 25 % Hari kerja efektif x 40 jam Formula ini perhitungkan hari kerja efektif yaitu 41 minggu yang dihitung dari: 365 – (52 hr mingggu + 12 hari libur nasional + 12 hari libur cuti tahunan) = 289 hari atau 41 minggu. Angka 7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu



20



minggu. Nilai 40 jam didapat dari jumlah jam kerja dalam seminggu, tambahan 25% adalah untuk penyesuaian terhadap produktifitas.



7. Menghitung berdasarkan Full Time equivalent (FTE) Full Time Equivalent (FTE) adalah salah satu metode analisis beban kerja yang berbasiskan waktu dengan cara megukur lama waktu penyelesaian pekerjaan kemudian waktu tersebut di konversikan ke dalam indeks nilai FTE. Rumus yang digunakan: W= 5



(PDi x ACHi)



∑ Keterangan: W



= Beban kerja (workload)



PD



= Hari perawatan pasien (Patient Days)



ACH



= Rerata jumlah jam kerja perawat (Average Care Hours per 24 hours)







= Jumlah tingkat klasifikasi pasien



5



= Konstanta sesuai tingkat klasifikasi pasien



21



.



BAB III PEMBAHASAN 3.1



Analisa Perencanaan Tenaga Keperawatan Di RS B Tanggerang



3.1.1



Kebutuhan tenaga perawat di Unit Joppa FORMULA Kebutuhan SDM =



A x B x 365 + Faktor Koreksi 20% (365 - 76) x 7



Keterangan : 



A = Rata-rata jumlah perawatan yg diterima oleh seorang penderita selama 24 jam Waktu perawatan langsung







Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien : - self care dibutuhkan ½ x 4 = 2 jam - partial care dibutuhkan ¾ x 4 = 3 jam - total care dibutuhkan 1 - 1½ x 4 = 4 - 6 jam - intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam = 8 jam



    3.1.2



Waktu perawatan tidak langsung = 60 menit / pasien / hari Pendidikan Kesehatan Waktu yang dibutuhkan 15 menit / pasien / hari B = sensus harian ( TT x BOR ) Faktor koreksi 20 - 30 %, ditentukan dengan memperhatikan jumlah waktu perawatan tidak langsung



Lantai 8 ( JOPPA I ) Total Tempat Tidur = 13 TT ( President Suite: 2 TT, SVIP: 3 TT, VIP:8 TT ) 22



Jam perawatan = 5 jam Asumsi BOR 80% = 10,4 TT 5 x 10,4 x 365 = 18,980 = 10,15 267 x 7 Faktor koreksi



1869 = 20 % = 20 x 10,15 = 2,03 100



Tenaga yang dibutuhkan



= 10,15 + 2,03 = 12,18



Ka .unit



= 1 orang



Total



= 13 orang



Kebutuhan tenaga keperawatan di unit Joppa sebanyak 13 orang Lantai 8 ( JOPPA II ) Total Tempat Tidur = 13 TT ( President Suite: 2 TT, SVIP: 3 TT, VIP:8 TT ) Jam perawatan = 5 jam Asumsi BOR 80% = 10,4 TT 5 x 10,4 x 365 = 18,980 = 10,15 267 x 7 Faktor koreksi



1869 = 20 % = 20 x 10,15 = 2,03 100



Tenaga yang dibutuhkan



= 10,15 + 2,03 = 12,18



Ka .unit



= 1 orang



Total



= 13 orang



Kebutuhan tenaga keperawatan di unit Joppa I dan Joppa II sebanyak 26 orang



3.1.3 Perhitungan tenaga metode Gillies di Unit Derbe dan Emmaus dan Level II Formula Kebutuhan SDM =



A x B x 365 + Faktor Koreksi 20% (365 - 76) x 7 23



Keterangan : 



A = Rata-rata jumlah perawatan yg diterima oleh seorang penderita selama 24 jam Waktu perawatan langsung







Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien : - self care dibutuhkan ½ x 4 = 2 jam - partial care dibutuhkan ¾ x 4 = 3 jam - total care dibutuhkan 1 - 1½ x 4 = 4 - 6 jam - intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam = 8 jam



   



Waktu perawatan tidak langsung = 60 menit / pasien / hari Pendidikan Kesehatan Waktu yang dibutuhkan 15 menit / pasien / hari B = sensus harian ( TT x BOR ) Faktor koreksi 20 - 30 %, ditentukan dengan memperhatikan jumlah waktu perawatan tidak langsung



3.1.4 Derbe Total Tempat Tidur = 23 TT (SVIP: 2 VIP : 6 TT, Kls 1 : 4 TT, Kls 2 : 6 TT, Kls 3 : 5 TT, Jam perawatan = 5 jam Target BOR 41% = 9,4 TT 6 x 9,4 x 365 = 20586 = 11 267 x 7 Faktor koreksi



1869 = 20 %



= 20 x 11 = 2,2 100



Tenaga yang dibutuhkan



= 11 + 2,2 = 13,2 = 13 orang



Total tenaga keperawatan di Unit Derbe = 13 orang 3.1.5 VK ( Ruang Tindakan VK: 3 TT ) 24



Jam perawatan



= 8 jam



Target BOR 41%



= 1,2 TT



8 x 1,2 x 365



= 3504 = 1,9



267 x 7



1869



Faktor koreksi = 20 % = 20 x 1,9 = 0,4 100 Tenaga yang dibutuhkan = 1,9 + 0,4 = 2,3 = 2 orang Total Tenaga di Unit VK = 2 orang



TOTAL DERBE



= 13 Orang + VK 2 Orang



KA.UNIT



= 15 Orang =



1 Orang +



= 16 Orang TOTAL KEBUTUHAN TENAGA DERBE DAN VK



= 16 Orang



3.1.6 Emmaus 1. Well baby Total Tempat Tidur = 15 TT Target BOR 41% = 6,2 TT 6 x 6,2x 365 267 x 7 Faktor koreksi



= 13578 = 7,3 1869 = 20 %



= 20 x 7,3 = 1,5 100



Tenaga yang dibutuhkan



= 7,3 + 1,5 25



= 8,8 Total Ketenagaan di Unit Bayi Sehat = 9 orang



2. Level II Total Tempat Tidur



= 2 TT



Target BOR 41%



= 0,8 TT



8 x 0,8 x 365



= 2336



267 x 7 Faktor koreksi



= 1,2



1869 = 20 % = 20 x 1,2 = 0,3 100



Tenaga yang dibutuhkan



= 1,3 + 0,2 = 1,5



Total Ketanagaan di Unit Level II



= 2 orang



TOTAL WELL BABY 9 Orang + LEVEL II 2 Orang = 11 Orang KA.UNIT



= 1 Orang +



TOTAL KEBUTUHAN TENAGA EMMAUS



= 12 Orang



SEHINGGA KETENAGAAN DERBE DAN EMMAUS = 16 Orang +12 Orang = 28 Orang



3.1.7Pola Ketenagaan Di Unit Caesarea II menurut Depkes Tahun 2005 BOR



= 50,27 %



Jumlah Tempat Tidur



= 34



Rata – rata jam perawatan



= 3-4 jam / 24 jam 26



Jam kerja perawatan per hari



= 7 jam



( BOR x Jumlah TT) x Rata2 jam perawatan



= (50,27% x 34) x 3,4 jam = 8,3



Jam kerja prawat / hari 7 Faktor koreksi = 52 + 12 + 18 x 3,4 = 2,4 365 – 82 Tugas Non Keperawatan = ( A + B) x 25% = ( 8,3 + 2,4 ) x 25% = 2,6 Tenaga yang di butuhkan = A + B + C = 8,3 + 2,4 + 2,6 = 13,3 + 1 Kepala Unit = 14 Orang Tenaga yang di butuhkan Diruang Caesarea = 14 Orang 3.1.8



Pola ketenagaan di Unit Caessarea II Total Tempat Tidur



= 45 TT ( Kelas I ;20 TT , II : 13TT , III : 12TT )



Jam perawatan



= 5 jam



Asumsi BOR 80%



= 36 TT



5 x 36 x 365



= 65700 = 35,1



267 x 7



Faktor koreksi



1869



= 20 %



= 20 x 36 = 7,2 100



Tenaga yang dibutuhkan



= 35,15 + 7,2 = 42,3



Ka .unit



= 1 orang



Total Tenaga yang di butuhkan = 42 orang +1 0rang = 43 orang Total tenaga keperawatan di unit Caesarrea sebanyak 43 orang



3.1.9



Ketenagaan di IGD



27



Dasar perhitungan di gawat darurat adalah: - rata-rata jumlah pasien perhari - Jumlah jam perawatan perhari - Jam efektif perhari Rata – rata jumlah pasien / hari = 50 Jumlah jam perawatan = 4 Jam Jam Efektif / hari = 7 jam Kebutuhan tenaga = 50 x 4 = 28,5 = 29 orang + Loss day ( 78 x 29) = 7,9 = 8 7



286 = 29 orang + 8 = 37 orang



Jadi tenaga perawat di IGD 3.1.10



= 37 orang



Ketenagaan di Unit OT Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi : - jumlah dan jenis operasi - jumlah kamar operasi a. Operasi besar = 5 jam / operasi = 855 jam b. Operasi sedang = 2 jam / operasi 30 x 2 = 60 jam c. Operasi kecil 1 jam x 1 = 1 jam Total = 911 jam / 25 hari kerja x 7 jam = 911 : 75 = 5,2 jam Total jumlah operasi = 202 : 25 hari kerja = 8,08 pasien / hari = ( ⅀ jam perawatan / hari x jumlah operasi ) x jmlh perawat TIM x 2 Jam kerja efektif / hari = (5,2 jam X 8,08 pasien x 2x 2 7 =



186 = 24 + 1 28



7 =



25 orang



Di Ruang Penerimaan Ketergantungan pasien di ruang penerimaan Ketergantungan di RR



: 15 menit : 1 jam



1,15 x 25 = 4,1 orang (dibulatkan 4 orang) 7 Jadi Total ketenagaan di Ruang OT = 25 Orang + 4 Orang = 29 Orang Jadi Total Ketenagaan di Ruang OT sebanyak 29 Orang



3.2 DATA KETENAGAAN PERAWAT RS B 3.3 Pola ketenagaan berdasarkan professional dan vokasi Kompetensi



Perawat yang Kekurangan/kelebih ada sekarang an menurut standar



PK 5 PK 4



Standar perawat yang seharusnya ada % Jumlah 5% 10 10% 20



% 0% 0%



Jumlah 0 0



% - 5% -10 %



PK 3



20%



40



10 %



23



10 %



17



PK 2 PK 1



25% 40%



50 80



25 % 65%



62 158



>12,5% >31,2%



12 78



Jumlah - 10 20



3.4 Metode Penugasan Rumah sakit B menggunakan metode Tim dalam pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dengan berdasarkan



29



konsep kooperatif & kolaboratif , namun kadang karena keterbatasan tenaga perawat masih memakai metode fungsional dalam pelaksanaaanya



II . ANALISA SWOT Man (sumber daya manusia) STRENGTH



WEAKNESS



1. Jumlah ketenagaan 1.SDM keperawatan = 243 Kekurangan orang perawat, yang jumlah perawat terdiri dari : , D3 K Bedah / OT = 8 Kep/Keb 208, S1 org Ners 35 IGD = 20 org , 2. Jenjang karir perawat Rawat inap PK I : 158 orang joppa PK II : 62 orang kekurangan 7 PK III : 23 orang orang, Derbe 4 orang, Poli 8 3. Adanya kesempatan orang, atau program pelatihan agar perawat memiliki sertifikasi khusus dan 2.Perbandingan kesempatan perawat pengembangan staff Profesional : untuk sekolah lagi Vokasional belum mencapai standar 60: 40 3.Kompetensi perawat PK 1 : 65% PK 2 : 25% PK 3 : 10% Masih banyak perawat baru dan senior



OPPORTUNITY



THREATHENED



1. Adanya program 1. Adanya tuntutan yang tinggi dari pelatihan /seminar masyarakat untuk pelayanan yang khusus tentang profesional manajemen 2. Adanya persaingan antar rumah keperawatan dan sakit swasta khususnya daerah diklat sekitar RS B 2. Adanya kesempatan 3. Banyaknya rumah sakit baru baik untuk melanjutkan swasta maupun negeri dengan pendidikan ke penawaran gaji tinggi jenjang yang lebih tinggi . 3. Berjalannya PMK No.40 Tahun 2017 tentang Pengembangan Jenjang Karir Profesi Perawat klinis.



30



masih sedikit 4.Beban kerja perawat masih tinggi, penerapan jenjang karir belum berjalan baik, Pra PK masih banyak di unit khusu 5.Perencanaan jumlah tenaga belum sesuai dengan klasifikasi pasien Material STRENGTH WEAKNESS OPPORTUNITY 1. Setiap unit 1. Penghitungan 1. Adanya program memiliki nurse sarana belum pelatihan dari penggunaan station lengkap sesuai standar alat dari suplier dan dengan yang ada sertifikasinya perlengkapan 2. Banyaknya 2. Banyaknya penawaran kerja perawat perawat baru dengan angran dari alkes dan computer. yang belum namun RS tidak 2. Tersedia standar memahami menggunakan untuk peralatan medis tentang peran dan keperluan yang sesuai di setiap ruangan fungsinya dengan kebutuhan alat 3. Tersedia APD tersebut sebagai sarana universal precaution bagi tenaga kesehatan di setiap unit



Machines STRENGTH 1.Kalibrasi tidak dilakukan secara rutin dan terprogram



WEAKNESS 1. Masih banyak menggunakan kalibrasi dari luar 2. Kerusakan alat pelayanan tidak segera bisa diperbaiki atau diganti



1. 2.



OPPORTUNITY 1. Rumah sakit swasta di sekitar yang dapat menjadi contoh untuk pengembangan fasilitas maupun



THREATENED Kesenjangan antara jumlah pasien dengan peralatan yang ada Banyak rumah sakit lain memiliki sarana prasarana yang canggih/modern dan SDM yang kompeten



THREATENED 1. Banyak nya komplain dari pasien di karenakan kurangnya sumber daya manusi



31



peralatan dalam memenuhi standar pelayanan



Methode STRENGTH 1. Metode asuhan yang digunakan dalam pelayanan perawatan adalah metode Tim



WEAKNESS 1. Metode asuhan belum dilaksanakan secara maksimal 2. Ketenangaan keperawatan belum memenuhi syarat untuk MPKP 3. Pelaksanaan model MPKP sudah pernah dilakukan percobaan di salah satu unit namun karena ketenagaan maka tidak dapat terlaksana dengan baik



OPPORTUNITY 1. Banyaknya lulusan fresh graduate yang menawarkan kesiapan kerja dalam menerpakan ilmu & skillnya



THREATS 1. Sekeliling Rs B banyak rumah sakit baik nasional maupun internasional yang dapat menjadi contoh



32



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Banyak teori yang mengatakan dan menjelaskan tentang langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan SDM keperawatan, namun harus di perhatikan dalam pemilihannya karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik perawat, beban kerja perawat, klasifikasi pasien, kebijakan institusi, metode penugasan keperawatan yang digunakan, dan faktor lain. Pelayanan keperawatan yang bermutu perlu ditunjang dengan system pengorganisasian dan pengelolaan ketenagaan, system yang mantap mulai dari tingkat pengelolaan di ruangan sampai tingkat pengelolaan seluruh pelayanan keperawatan di rumah sakit. RS B dengan visi menjadi hospital unggulan, terpercaya dan bertanggung jawab, sebagai saluran berkat daan kasih Tuhan kepada sesama dan lingkungan. Agar mencapai tujuan RS di harapkan dapat memberikan pelayanan secara optimal dan profesional dengan melakukan perancangan ulang terhadap manajemen sumber daya tenaga keperawatan dan mengembangkan metoda pemberian pelayanan, serta mendukung pendidikan yang berkelanjutan yang nantinya akan mendukung pemberian asuhan secara profesional. B. Saran 1. Pengembangan metoda pemberian asuhan dapat dikembangkan menjadi model pemberian asuhan keperawatan Tim – Moduler dengan memenuhi jumlah perawat profesi di masing – masing ruang perawatan. Pemenuhan jumlah perawat dapat dilakukan dengan melakukan promosi studi lanjut dan rekruitmen tenaga keperawatan profesional (Ners dan Ners spesialis) lebih banyak , namun sudah memiliki pengalaman



33



2. Pengaturan jumlah perawat di setiap unit dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas dan kuantitas berdasarkan tingkat ketergantungan pasien yang ada. 3. Melakukan identifikasi tingkat ketergantungan secara nyata 4. hingga distribusi tenaga keperawatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasien setiap harinya.



DAFTAR PUSTAKA Agus Kuntoro. (2010). Buku Ajar Manajemen Keperawatan.Nuha Medika:Yogyakarta Departemen Kesehatan RI (2004). Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 81/MENKES/2004 Tentang Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit. Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Departemen Kesehatan RI Dan Deutsche Gesell Fur Technissche Zusammenarbelt (GTZ). (2009). Perlengkapan Kerja WISN Perlengkapan Untuk Pengembangan Indikator Beban Kerja Petugas (WISN) Untuk Memperbaiki Perencanaan Dan Manajemen Tenaga Kerja Kesehatan Dalam Sistem Kesehatan Yang Di Sentralisasi Huber, D. L. (2010). Leadership and Nursing Care Management. (Nancy O’Brien, Ed.) (4th ed.). United States of America. Mattila, E.; Pitkänen A. (2014). The Effects of the Primary Nursing Care Model: A Systematic Review. J Nurs Care ISSN:2167-1168 JNC, an open access journal. Volume 3. Issue 6 Nursalam. (2015). Manajemen keperawatan. Aplikasi dalam praktik keperawatan professional. Salemba Medika: Jakarta.



34



Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit Pladellorens, A. B.; Avellanet, M. (2018). How to Assess the Level of Dependency in an Integrated Care Health System. Physical Medicine & Rehabilitation Journal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan



35