Tugas Defense Mechanism [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Ujian



EGO DEFENSE MECHANISM



Disusun oleh: Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Periode 24 Juni – 29 Juli 2019



Fianirazha Primesa Caesarani, S.Ked



04054821820111



Brillia Brestilova, S.Ked



04054821820129



Jennifer Finnalia Husin, S.Ked



04084821820023



Dewi Arsinta, S.Ked



04084821921035



Malina Resta Maria Panjaitan, S.Ked



04084821921081



Pembimbing: dr. Abdullah Sahab, SpKJ, MARS



DEPARTEMEN/BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RS ERNALDI BAHARPALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2019



i



HALAMAN PENGESAHAN



Judul Tugas Ujian Ego Defense Mechanism Oleh:



Fianirazha Primesa Caesarani, S.Ked



04054821820111



Brillia Brestilova, S.Ked



04054821820129



Jennifer Finnalia Husin, S.Ked



04084821820023



Dewi Arsinta, S.Ked



04084821921035



Malina Resta Maria Panjaitan, S.Ked



04084821921081



Telah diterima dan disetujui untuk memenuhi salah satu tugas dalam memenuhi syarat ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen/Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RS Ernaldi Bahar Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 24 Juni – 29 Juli 2019.



Palembang, Juli 2019



dr. Abdullah Sahab, SpKJ, MARS



ii



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustakayang berjudul “Ego Defense Mechanism”.Tinjauan pustakaini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik di Departemen/Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RS Ernaldi Bahar Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Abdullah Sahab, SpKJ, MARSselaku pembimbing, serta kepada semua pihak yang telah membantu hingga tulisan ini menjadi lebih baik. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tinjauan pustaka ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharaplaporan kasusini dapat memberi ilmu dan manfaat bagi pembaca.



Palembang, Juli 2019



Penulis



iii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED. BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2 2.1 Definisi Mekanisme Pertahanan ....................................................................... 2 2.2 Perkembangan Teori Psikoanalisis ................................................................... 2 2.3 Penggunaan Ego sebagai Mekanisme Pertahanan ............................................ 7 2.4 Fungsi Mekanisme Petahanan ........................................................................... 8 2.5 Klasifikasi Mekanisme Petahanan .................................................................... 8 2.6 Defensive Functioning Scale .......................................................................... 16 2.7 Kegunaan Defense Mekanisme dalam Terapi ................................................ 17 BAB III SIMPULAN ........................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED. DAFTAR PUSTAKA ........................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.



iv



BAB I PENDAHULUAN



Tiap makhluk dalam evolusinya akan mengembangkan dirinya dengan berbagai cara dan mekanisme dalam upaya menyesuaikan diri terhadap kondisi kehidupan yang mungkin akan mengancamnya. Penyesuaian diri atau adaptasi sangat penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk tertinggi tingkat perkembangannya. Melalui proses perkembangan seseorang memerlukan berbagai teknik psikologis guna mempertahankan dirinya. Seseorang membangun rencana pertahanan untuk menangani baik anxietas, agresif, permusuhan, kebencian maupun frustasi. Dengan demikian mekanisme mental berfungsi untuk melindungi seseorang terhadap bahaya yang berasal dari impuls atau afeknya. Mekanisme pertahanan Ego adalah istilah yang diciptakan oleh Freud dalam teori kepribadian psikoanalitiknya. Ego Defense Mechanism, secara singkat disebut Defens atau Defensi (menurut pengistilahan Psikiatri lndonesia) adalah strategi tidak langsung yang digunakan untuk mengurangi kecemasan (anxiety) yang berpotensi timbul akibat ide, impuls, atau keinginan yang tidak dapat diterima (uncomfotable, conflictual, unacceptable). Sebagian besar proses ini bekerja pada tingkat nirsadar, dan melindungi pikiran sadar sehingga tidak perlu menghadapi kecemasan dan atau sumber kecemasannya. Defensi yang baik akan mengurangi kecemasan dengan baik. Beserta bentuk-bentuk turunannya seperti perasaan bersalah, malu, dan jijik. Efektivitas pengurangannya bergantung pada tingkat maturitas defensi yang digunakan serta situasi saat digunakan. Defensi bekerja dengan memproses dorongan atau respon dasar dari dalam kepribadian, yang berpotensi bertentangan, tidak cocok, atau di luar penerimaan saat itu. Dorongan tersebut diolah dengan proses yang sesuai sehingga menjadi lebih kongruen dengan tuntutan lingkungan. Karena tujuannya adalah menyesuaikan dorongan internal dengan tuntutan lingkungan, maka aparatus mental yang berperan adalah Ego. Dan karena sebagian besar defensi bekerja di level nirsadar, maka butuh analisis lebih dalam untuk dapat mengetahuinya.



1



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Definisi Mekanisme Pertahanan Menurut Sigmund Freud, mekanisme pertahanan ego bersumber dari bawah sadar yang digunakan ego untuk mengurangi konflik antara dunia internal seseorang dengan realitas eksternal. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan ego untuk menunjukkan proses tidak sadar yang melindungi individu dari kecemasan pemutarbalikkan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya. Mekanisme pertahanan ego hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Dalam istilah psikoanalitik yang dikemukankan



Freud,



istilah



mekanisme



pertahanan



ego



cenderung



dikonotasikan negatif. Mekanisme ini dianggap maladaptis dan patologis. Namun setelah berkembangnya ego psychology, konsepsi mengenai mekanisme pertahanan ego telah berubah. Menurut teori ini, ego defense merupakan mekanisme psikis yang kita perlukan untuk adaptif dengan relaitas eksternal. Bila individu menggunakan mekanisme pertahanan sesuai dengan tahapan perkembangannya, maka dikatakan individu tersebut menggunakan mekanisme pertahanan yang matang. Bila individu menggunakan mekanisme pertahanan



yang



tidak



efektif



dan



tidak



sesuai



dengan



tahapan



perkembangannya, dikatakan individu tersebut menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak matang.



2.2 Perkembangan Teori Psikoanalisa Sebelum Sigmund Freud muncul dengan teori strukturalnya, ia sempat bekerja sama dengan Josef Breuer dengan pasien yang mengalami gangguan hysteria. Setelah melakukan banyak terapi dengan pasien hysteria, Freud melihat bahwa ada saat-saat tertentu dalam waktu terapi, dimana pasien sering terlihat tidak mau atau tidak dapat mengingat kembali hal-hal traumatis. Kejadian ini ia namakan ‘resistance’. Lewat resistance yang ia hadapi pada pasiennya, Freud lalu berpikir



2



bahwa ada sesuatu dalam dunia bawah sadar sang pasien yang tidak mengijinkan individu tersebut untuk mengingat kembali kejadian traumatis tersebut (repression). Setelah melahirkan gagasan-gagasan tersebut, Fred bekerja untuk sementara waktu dengan Seduction Hypothesis and Infantile Sexuality, sebuah teori yang kemudian berkembang menjadi Teori Perkembangan Psikoseksual, dan Interpretasi Mimpi. Setelah bekerja dengan Interpretasi Mimpi, Freud menjadi familiar dengan konsep ‘unconscious’ dan dia pun mendirikan beberapa asumsi dasar mengenai ‘unconscious’ yang adalah psychological determinism, proses psikologis yang tidak disadari, konflik psikologis bawah sadar, serta energi psikologis. Asumsi-asumsi ini, pada dasarnya berbicara mengenai sifat interaktif dari energi psikologis yang dimulai dengan suatu kejadian awal yang memicu respons emosi atau perilaku menuju proses bawah sadar yang terjadi, konflik dengan berbagai aspek pikiran, hingga pada akhirnya terjadi dorongan yang terlihat sebagai perilaku. Dari sini, Freud kemudian membangun sebuah model Topografik dimana ia membagi psikis menjadi tiga bagian yaitu; conscious, preconscious, dan unconscious.



Model Topografik a. Consciousness Consciousness adalah bagian dari akal dimana persepsi-persepsi dari lingkungan sekitar maupun dari dalam diri dibawa ke kesadaran. b. Preconscious Bagian ini terdiri dari peristiwa-peristiwa, proses dan isi pikir yang sebagian besar hanya dapat diangkat ke kesadaran dengan focus dan konsentrasi. Bagian ini mempunyai fungsi untuk menghubungkan consciousness dan unconsciousness serta sebagai tempat dimana ide-ide dan keinginan di sensor dan di represi. c. Unconsciousness Penjelasan sederhana dari unconsciousness adalah seluruh isi dan proses pikiran yang tidak disadari, termasuk preconscious. Secara keseluruhan, unconsciousness dapat di jelaskan sebagai bagian atau sistem di dalam organisasi aparat kejiwaan yang mencakup dinamika unconsciousness dimana ingatan



3



diorganisir dalam bentuk asosiasi primitive. Karakter dari unconsciousness sendiri bersifat primitive yaitu bertujuan untuk memenuhi kepuasan keinginan dan berorientasi pada pleasure principle. Hal-hal yang direpresi dan disensor di preconsciousness, menurut Freud dapat bermanifestasi sebagai symptom neurotik apabila sensor tersebut dikalahkan. Segera setelah ia membentuk gagasan ini, Freud melihat bahwa ada beberapa kejanggalan dalam teori yaitu adanya suatu bentuk perlawanan yang tidak disadari dan adanya suatu kebutuhan yang tidak disadari untuk menjalani hukuman. Dua hal ini tidak sejalan dengan prinsip unconsciousness yang menyatakan bahwa dunia unconscious hanya berorientasi pada pemuasan keinginan. Kekurangan inilah yang membutuhkan suatu penjelasan lebih tepat dan efektif.



Model Struktural Dimana pada model topografik kesadaran dibagi berdasarkan awareness, pada model struktural ini, Freud membagi aparat psikis lebih dalam lagi menjadi 3 bagian seperti berikut. Status internal manusia selalu diselimuti dengan kecemasan sebagai produk dari konflik antar struktur kepribadian yaitu Id, Ego dan Super ego. Kemudian statusinternal tersebut bermanifestasi ke dalam perilaku kongkrit yang tercermin dalam suatu mekansime pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego. a. The Id (DasEs) Adalah instansi kepribadian yang paling mendasar, orisinil, bersifat impulsif dan paling primitif; aspek biologis dan merupakan system original, yaitu suatu realitas psikis yang sesungguhnya, dunia batin atau subyektif manusia dan tidak memiliki koneksi secara langsung dengan realitas obyektif. Pada mulanya, yang ada adalah Id. Id terletak di ketidaksadaran, sehingga tidak bersentuhan langsung dengan realitas. Oleh karena itu, Id dikenal dengan istilah pleasure principal. Pleasure principal berprinsip pada kesenangan dan berusaha menghindari rasa sakit. Setiap bayi yang baru lahir hanya mempunyai naluri hewani saja, dimana individu tadi mempunyai kecenderungan untuk hidup terus atau mati. Hidup



4



terus berarti membangun, mencari prestasi, dan keinginan untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Hidup psikis janin sebelum lahir dan bayi yang baru dilahirkan terdiri dari Id saja. Dan Id itu menjadi bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih lanjut. Di dalam Id inilah, prinsip kesenangan/pleasure principle masih sangat berkuasa. Inti utama dari kecenderungan Id adalah menuntut agar apa yang diinginkannya dapat diperoleh dengan segera. Id berisi hal-hal yang dibawa sejak lahir seperti libido seksualitas dan termasuk juga instink-instink organisme.



b. The Igo (DasIch) Adalah aspek psikologis karena adanya kebutuhan sinkronisasi antara kebutuhan Id dengan realitas dunia eksternal. Ego merupakan komponen kepribadian yang bertugas sebagai eksekutor. Ego terbentuk melalui diferensiasi dari Id karena setiap manusia selalu mempunyai kontak dengan dunia luar. Sistem kerjanya memakai prinsip realistik karena struktur kepribadian ini memang bersentuhan langsung dengan realitas eksternal. Ego mengatur interaksi dan transaksi antara dunia internal individu dengan realitas eksternal. Untuk melaksanakan tugas itu. Ego memiliki tiga fungsi, yaitu reality testing, identify dan defense mechanism. Reality testing adalah kemampuan utama Ego, yaitu untuk mempersepsi realitas. Kemudian Ego akan menyesuaikan diri sedemikian rupa agar dapat menguasai realitas tersebut. Identify adalah pondasi kepribadian. Identitas terbentuk sejak awal kehidupan, mengalami krisis di masa remaja, dan terus berkembang dalam perjalanan hidupnya. Pembentukan identitas terjadi melalui interaksi individu dengan orang-orang yang penting dalam kehidupannya. Ego bertugas untuk mempertahankan kepribadian manusia itu sendiri untuk menjamin penyesuaian dengan alam sekitarnya. Selain itu, Ego dapat dipakai dalam memecahkan masalah pribadi orang tersebut, khususnya bila terjadi konflik dengan dunia realitas atau bila terdapat ketidaksesuaian antara keinginan yang tidak sinkron secara internal. Ego juga berfungsi mengadakan



5



sintesa dan selalu menyesuaikan diri dengan realitas hidup (reality principle).



c. Super ego (Das UeberIch) Adalah aspek sosiologis yang dibentuk melalui jalan internalisasi dalam upaya menekan dorongan Id. Superego artinya larangan-larangan atau normanorma yang berasal dari luar (khususnya melalui aturan yang diperoleh dari orang tua, pengasuh, guru, ulama dan mereka yang dihormati dalam masyarakat) diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dan seolaholah dihayati dari dalam. Superego merupakan kekuatan moral dan etik dari kepribadian. Superego merupakan struktur kepribadian (bagian dari dunia internal) yang mewakili nilai-nilai realitas eksternal. Superego memakai prinsip idealistik (idealistic principle), yakni mengejar hal- hal yang bersifat moralitas. Superego mendorong individu untuk mematuhi nilai-nilai yang berlaku di realitas eksternal. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik antara individu dengan realitas eksternal. Superego diibaratkan sebagai polisi internal yang mendorong kita untuk tidak melanggar nilai dan norma yang berlaku dalam realitas eksternal, dengan atau tanpa orang lain yang mengawasi. Superego merupakan dasar hati nurani/ moril, dan memainkan peran sensor/Censoring principle dalam hidup kita. Apabila terjadi konflik antara keinginan seseorang (yang umumnya menginginkan pemuasan segera, akibat dorongan dari Id) dengan norma yang ada dalam masyarakat, maka superego akan berusaha untuk memberi peringatan. Dengan demikian, suatu saat seorang individu dapat saja merasakan emosi-emosi seperti rasa bersalah, rasa menyesal, cemas dan lain-lain. Misalnya: apabila ia mencontek, ia merasakan sesuatu yang tidak nyaman dan merasa bersalah. Dalam pembentukan Superego,



menurut



Freud:



Proses



memainkan peranan yang besar.



6



terbentuknya



‘Oedipus-Complex’



2.3 Penggunaan Ego sebagai Mekanisme Pertahanan Energi Id akan meningkat karena rangsangan sehingga menimbulkan ketegangan atau pengalaman yang tidak menyenangkan dan menguasai ego agar bertindak secara konkrit dalam memenuhi rangsangan tersebut sesegera mungkin. Di sisi lain superego berusaha untuk menentang dan menguasai ego agar tidak memenuhi hasrat dari id karena tidak sesuai dengan konsep ideal. Dorongan Id yang primitive tersebut bersifat laten pada alam bawah sadar sehingga tidak akan mengendor selama tidak memiliki objek pemuas. Pada taraf-taraf



tertentu



dorongan



ini



bisa



menjadi



destruktif



dengan



penyimpangan-penyimpanga perilaku. Ego berada di tengah-tengah antara kebutuhan biologis dan norma. Ketika terjadi konflik ego menjadi terjepit dan terancam. Perasaan ini disebut kecemasan, sebagai tanda bagi ego bahwa sedang berada dalam bahaya dan berusaha untuk terus bertahan Ada tiga jenis kecemasan tersebut : a. Kecemasan realistik, contohnya melihat ular berbisa dihadapan b. Kecemasan moral, ancaman yang datang dari dunia super ego yang telah terinternalisasi. Contohnya rasa malu, rasa takut mendapat sanksi dan rasa berdosa c. Kecemasan neurotik, perasaan takut yang muncul karena pangaruh dari Id. Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan Id dan super ego, namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara tidak sadar, seseorang akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima dan tidak terlalu mengancam. Cara inilah yang disebut dengan mekanisme pertahanan diri atau mekansime pertahanan ego.



7



2.4 Fungsi Mekanisme Pertahanan Mekanisme pertahanan digunakan sebagai pertahanan diri dalam menghadapi realitas eksternal yang penuh tantangan. Jika realitas eksternal menuntut terlalu banyak, melebihi kapasitas diri untuk mengatasinya, maka kepribadian akan mengaktifkan defense mechanism. Begitu pula sebaliknya, bila hasrat dan dorongan dari dalam diri terlalu kuat, dan bila dorongan itu akan mengancam keharmonisan relasi individu dengan realitas eksternal, maka defense mechanism akan diaktifkan untuk meredamnya.



2.5 Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Berdasarkan buku Dinamika Kepribadian, mekanisme pertahanan ego dikelompokkan menjadi tiga, yakni: A. Mekanisme Pertahanan Ego yang Tergolong Matang (Mature) 1) Sublimasi



Sublimasi adalah mekanisme yang mengubah atau mentrasformasikan dorongan-dorongan primitif, baik dorongan seksual dan agresi, menjadi dorongan yang sesuai dengan norma dan budaya yang berlaku di realitas eksternal. Misalnya: dorongan seksual diubah menjadi dorongan kreatif untuk menghasilkan karya seni; dorongan agresi diubah menjadi daya juang untuk mencapai suatu tujuan. 2) Kompensasi



Kompensasi merupakan upaya untuk mengatasi suatu kekurangan dalam suatu bidang dengan cara mengupayakan kelebihan di bidang lain. Misalnya: seseorang yang tidak memiliki prestasi akademik yang baik memiliki prestasi olahraga yang sangat baik. 3) Supresi



Supresi merupakan satu-satunya mekanisme pertahanan ego yang dilakukan secara sadar. Supresi merupakan upaya peredaman kembali suatu dorongan libidinal (dorongan Id) yang berpotensi konflik dengan realitas eksternal. Peredaman dorongan ini dianggap telah melalui suatu pertimbangan rasional. Contoh: salah seorang teman Anto menyinggung



8



dan membangkitkan amarah dan dorongan agresinya. Namun, Anto meredam kembali dorongan untuk bertindak agresi secara impulsif karena akan mengakibatkan dampak yang serius pada relasi saya dengannya. Kemudian, Anto memilih untuk mengungkapkan perasaan secara asertif di waktu yang lebih tepat. 4) Humor



Melalui humor, seseorang dapat mengubah penghayatan akan suatu peristiwa yang tidak menyenangkan menjadi menyenangkan. Humor juga dapat berfungsi menyalurkan agresivitas tanpa bersifat destruktif. Misalnya: menertawakan diri sendiri ketika apa yang dikehendaki tidak tercapai. 5) Asceticism



Menyingkirkan aspek menyenangkan karena kemungkinan adanya konflik. Ketika selanjutnya berhadapan dengan stimulus yang sama, rasa tertarik atau senang tidak lagi dirasakan (bukan diredam). Contoh: seseorang menjadi tidak begitu senang lagi makan manis sejak didiagnosis diabetes (hilang kegemarannya) 6) Altruism



Rela mendahulukan kepentingan orang lain, meskipun hal itu berarti menunda pemuasan keinginan dan dorongannya, Altruisme yang baik biasanya memberikan pengganti kepuasan (berasal dari superego) tersendiri atas pengorbanan yang dilakukan. Hal ini merupakan contoh narcissistic selfsufficiency. Misalnya pada permainan sepok bola. menberi operan ke rekan meski punya peluang mencetak gol. 7) Antisipasi



Menunda kepuasan segera densan merencanakan dan memikirkan masa depan. Misalnya berhemat dan menabung merupakan salah satu contoh antisipasi yang lazim ditemui, selain belajar dan latihan



9



B. Mekanisme



Pertahanan



Ego



yang



Tergolong



Tidak



Matang



(Immature) 1) Represi



Represi adalah upaya meredam suatu dorongan libidinal yang berpotensi konflik dengan realitas eksternal. Yang membedakannya dengan supresi adalah represi dilakukan tanpa membiarkannya sadar terlebih dahulu. Oleh karena dorongan yang diredam ini tidak melalui kesadaran, orang yang bersangkutan tidak mungkin mengolahnya secara rasional. Contoh: seseorang yang kurang asertif mungkin akan lebih sering mengggunakan represi untuk meredam kemarahan dan agresivitanya ketika ia tidak berani menolak hal- hal yang tidak disukainya. Dari luar kelihatan sabar, tetapi diketidaksadarannya dipenuhi gejolak amarah. Dibutuhkan energi psikis yang lebih besar untuk melakukan represi dibandingkan dengan supresi. Hal ini dapat menyebabkan kepribadian melemah. Saat kepribadian semakin lemah, represi yang dilakukan semakin tidak efektif. Dorongan yang hendak diredam seringkali lolos dengan berbagai cara. Misalnya: fenomaslip of the tongue, yaitu ketika suatu ucapan yang netral menjadi agresif ataupun porno. Fenomena latah juga termasuk di dalamnya. Orang yang sungguh-sungguh latah akan mengucapkan kata-kata porno saat ia latah. 2) Proyeksi



Proyeksi merupakan mekanisme di mana seseorang secara psikis menolak dan mengeluarkan bagian diri yang tidak dikehendakinya. Bagian yang tidak dikehendaki ini tampil pada orang lain. Orang yang melakukan proyeksi tidak dapat mengenali tampilan yang dilihatnya pada orang lain sebagai bagian dari dirinya. Contoh: seseorang yang tidak mengenal hasrat seksual yang bergejolak dalam dirinya akan melihat kebanyakan orang lain berpikir dan bertingkah laku porno. 3) Introyeksi



Mekanisme ini dilakukan dengan cara mengambil alih suatu ciri kepribadian yang ditemukannya pada orang lain. Hal ini menyebabkan



10



terjadinya perubahan struktur kepribadian pada orang yang bersangkutan. Contoh: dalam beberapa organisasi tertentu, senior sering memberikan tekanan psikis yang sangat berat kepada anggota baru. Dalam kondisi stres berat, anggota baru tersebut akan lebih mudah mengintroyeksikan tindakan seniornya ini. Untuk perlindungan diri, para anggota baru tersebut mengubah salah satu struktur kepribadiannya, serupa dengan senior yang menyiksanya. 4) Reaksi Formasi



Reaksi formasi merupakan suatu upaya melakukan hal yang sebaliknya untuk melawan suatu dorongan internal yang dapat menimbulkan konflik. Contoh: seorang yang memiliki hasrat seksual yang tinggi berlaku seolaholah dia sangat membenci segala sesuatu yang berbau seks. 5) Undoing



Undoing adalah upaya simbolik untuk membatalkan suatu impuls yang telah terwujud menjadi tingkah laku. Hal ini biasanya dilakukan dengan melakukan ritual tertentu. Contoh: seseorang tidak dapat menahan diri untuk melakukan masturbasi. Kemudian dia menyesal dan melakukan upaya untuk membersihkan pelanggaran yang dia lakukan dengan suatu ritual, misalnya mandi dan mencuci tangan. Hal ini akan berulang kali dilakukannya bila dia mengulang perbuatan masturbasi. 6) Rasionalisasi



Rasionalisasi adalah upaya mendistorsikan persepsinya akan suatu realitas. Pikiran akan memberikan alasan- alasan yang kelihatannya masuk akal. Hal ini dilakukan agar suatu kenyataan yang semula berbahaya dan dapat mengguncang kepribadiannya, menjadi lebih mudah diterima. Misalnya: bagi seorang yang self-esteem nya rapuh, penolakan cinta dari lawan jenis akan mengguncang kepribadiannya. Orang yang bersangkutan kemudian melakukan rasionalisasi dengan mendistorsikan kenyataan. Dia beranggapan bahwa lawan jenis tersebut menolaknya karena merasa tidak layak untuk menjadi kekasihnya.



11



7) Isolasi



Isolasi merupakan suatu cara untuk meredam suatu aspek yang dianggap paling berbahaya. Akibatnya, kepribadian menghayati pengalaman tersebut secara parsial tidak utuh. Seorang yang harmonis dengan realitas eksternal dapat menghayati pengalaman hidupnya secara utuh. Keutuhan itu dapat dilihat dari aspek kognitif (pikiran), afektif (perasaan) dan konatif (tingkah laku). Misalnya: ketika seorang mendapat bonus gaji, orang tersebut akan memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Perasaan akan gembira dan wajahnya berseri-seri pada hari itu. Pada orang yang melakukan isolasi, contoh: seseorang yang tidak sanggup menerima kenyataan bahwa orang yang paling dikasihinya meninggal tidak merasa sedih dan tidak menunjukkan



kesedihan.



Yang



ada



hanyalah



perasaan



hampa.



Sesungguhnya kesedihan yang dialami orang tersebut sangat besar, lebih besar dari yang sanggup ditanggungnya sehingga ia memendamnya. Hal ini tidak sehat karena akan mengganggu kepribadian di masa yang akan datang. 8) Intelektualisasi



Mekanisme ini terlalu menonjolkan aspek inteleknya secara berlebihan. Tujuannya untuk mengkompensasi bagian kepribadian lain yang kurang. Contoh: seorang yang kurang terampil menjalin relasi sosial yang hangat dengan orang lain, memperlihatkan upaya yang terlalu besar untuk menonjolkan kepintarannya. 9) Displacement



Displacement dilakukan dengan cara mengganti objek yang menjadi sasaran kemarahan. Misal: seseorang sangat marah terhadap atasannya karena penghinaan yang dilakukan sang atasan. Namun, karena tidak mungkin melampiaskan kemarahannya, dia mengalihkan dorongan tersebut kepada orang lain. Misalnya kepada bawahannya yang mungkin hanya melakukan kesalahan kecil.



12



10) Denial



Denial merupakan suatu mekanisme dengan menyangkal bahwa suatu peristiwa sungguh-sungguh terjadi. Hal ini dilakukan karena tidak sanggup menerima kenyataantersebut. Misalnya Perokok yahg menganggap batuknya tidak berhubungan dengan asap rokok yang dihisapnya 11) Regresi



Regresi artinya mundur secara mental dari suatu tahap perkembangan. Hal ini dilakukan karena seseorang tidak sanggup atau mengalami kesulitan untuk maju ke tahap perkembangan selanjutnya. Misalnya: seorang bapak paruh baya yang tidak merasa dengan dirinya yang semakin tua, kembali ke fase phallic. Sehingga ia akan menunjukkan kegenitan dan seductiveness. 12) Identifikasi



Internalisasi kualitas orang agar menjadi mirip. Ada kemiripan dengan introyeksi namun bentuknya lebih dangkal (hanya atributnya yang diinternalisasi). Misalnya seperti memakai seragam klub sepakbola bertuliskan nama pemain favorit,ada rasa bangga yang muncul ketika memakainya 13) Seksualisasi



Menambahkan unsur seksual pada obyek yang tidak menyenangkan (sehingga dirasa menarik), meskipun pada prinsipnya obyek tersebut tidak berbubungan dengan



seksualitas



sama



sekali.



Misalnya



pameran



otomotif



yang



menampilkan. penjual dengan pakaian minim



C. Mekanisme Pertahanan Ego yang Tergolong Primitif (Archaic) 1) Splitting



Splitting adalah mekanisme yang dilakukan bayi untuk memudahkannya menangani berbagai pengalaman yang dialaminya. Splitting membagi suatu objek atau pengalaman menjadi dua, yakni baik dan buruk. Mekanisme ini tidak mampu melihat daerah abu- abu di antaranya. Secara primitif, hal yang



menyenangkan



akan



dihayati



baik



sedangkan



yang



tidak



menyenangkan akan dihayati tidak baik. Semakin tumbuh dan kepribadian semakin matang, spiltting jarang dilakukan. Mekanisme pertahanan ini



13



biasanya dilakukan oleh orang dengan gangguan mental yang berat. 2) Projective Identification



Memproyeksikan bagian diri sehingga orang lain beridentifikasi dengan bagian tersebut. Memancing orang berperilaku (biasanya yang kualitas negatif) sesuai pandangannya. Biasanya orang yang terpancing juga memiliki kerentanan pada aspek terebut. Mekanisme ini akan lebih sering ditemukan dalam kepribadian yang sangat terganggu, misalnya pada pasien skizofrenia. Misalnya berulang kali mengatakan seseorang pemarah sehingga orang tersebut selalu marah denganya 3) Primitive Idealization



Mekanisme ini dilakukan untuk mempertahankan harga diri mendasarnya (basic self-esteem) ketika mengalami ancaman. Hal ini dilakukan dengan mengidealisasikan orang lain dan kemudian mengembangkan kesatuan dengan orang tersebut. Orang yang diidealisasikan akan dipandang sepenuhnya memiliki nilai-nilai positif dan tidak memiliki nilai-nilai negatif sama sekali. Fantasi kesatuan dengan orang tersebut akan membantu menambal harga diri yang terluka. Contoh: seseorang perempuan yang semasa kecilnya tidak pernah mendapat kasih sayang dari orangtua, kemudian mengidealisasikan suaminya. Suaminya dianggap sangat



sempurna



walaupun



kenyataannya



sangat



kontras



dengan



idealisasinya tersebut. 4) Omnipotence



Arti



omnipotence



adalah



mahakuasa.



Orang



yang



menggunakan



mekanisme ini menganggap dirinya mahakuasa dan mampu melakukan apapun juga, tidak takut atau kuatir pada apapun juga. Mekanisme ini biasanya dilakukan oleh bayi pada faseoral. 5) Manic Defense



Mekanisme pertahanan ego ini dikembangkan oleh Mela nie Klein. Menurut Klein, setiap orang memiliki dua posisi mental. Pertama adalah paranoid-schizoid position, di mana seseorang merasa terpisah dari orang lain. Dia tidak dapat menghargai sepenuhnya keberadaan orang lain. Orang



14



lain dipandang sebagai objek - bukan subjek. Orang lain dipandang sebagai ancaman bagi diri atau sarana pemuas kebutuhan semata. Posisi kedua adalah depressive position, yaitu ketika seorang sepenuhnya menyadari keberadaan orang lain dan memiliki ketergantungan terhadap mereka. Memandang orang lain sebagai subjek yang juga memiliki perasaan dan pengalaman-pengalaman manusiawi yang serupa. Menurut Klein, kita beralih dari satu posisi ke posisi yang lain. Saat berada dalam posisi paranoid-skizoid kita cenderung menyakiti orang, baik dengan tindakan aktual maupun khayalan. Saat berada dalam posisi depresi, kita menyadari bahwa kita telah menyakiti orang lain. Kesadaran ini menimbulkan perasaan bersalah dan takut kehilangan orang tersebut. Pada manic defense, seseorang menyangkal bahwa ia sangat tergantung pada orang yang dilukainya. Ia menyangkal takut kehilangan orang tersebut atau menyangkal telah melakukan hal yang merugikan orang tersebut. Mekanisme manic defen sebersikukuh pada fantasi bahwa ia akan tetap bahagia seorang diri dan tidak membutuhkan orang lain. 6) Disosiasi



Memisahkan kesinambungan pengalaman sehingga dirasa/piker seperti pengalaman berbeda. Pada kepribadian disosiatif seseorang dikatakan memiliki lebih dari satu alters yang tidak saling mengenal. 7) Acting Out



Menyalurkan dorongan nirsadar secara impulsif (tanpa pikir matang). Contohnya seperti memukul polisi karena merasa tidak senang. 8) Somatisasi



Mengubah ketidaknyamanan emosional menjadi gejala fisik. Pada kasus konversi (terkadang dibuat sebagai defensi yang berbeda), gejala yang timbul lebih spesifik berupa gejala neurologis. Misalnya sakit kepala dirasakan setelah disalahkan guru



15



9) Schizoid fantasy



Mundur masuk ke alam pikiran sendiri untuk menghindari kenyataan yang sulit dihadapi. Misalnya setelah cintanya ditolak, sang penuda menjadi lebih sering berkhayal mengenai kehidupan senpurna dengan sang impian



2.6 Defensive Functioning Scale Defense level adalah pembagian mekanisme defensi secara konseptual dan empiris menjadi tujuh bagian. Defense level melakukan mediasi bagi reaksi individual terhadap konflik emosional dan stres internal dan eksternal. Adanya defense level ini memudahkan penggunaan defensive functioning scale. Untuk menggunakan Defensive Functioning Scale, klinisi harus membuat daftar tujuh pertahanan tertentu (dimulai dengan yang paling menonjol) dan kemudian menunjukkan tingkat pertahanan dominan yang ditunjukkan oleh individu. Ini harus mencerminkan jenis defensi yang digunakan pada saat evaluasi, dilengkapi dengan informasi apa pun yang tersedia tentang pertahanan individu selama periode waktu terakhir sebelum evaluasi. Mekanisme pertahanan khusus yang tercantum bisa diambil dari Tingkat Pertahanan berbeda. High adaptive level. Tingkat hasil fungsi defensif ini berada dalam adaptasi yang optimal dalam penanganan stres. Pertahanan ini biasanya memaksimalkan kepuasan dan memungkinkan kesadaran perasaan, gagasan, dan konsekuensinya. Mereka juga mempromosikan keseimbangan optimal antara motif yang saling bertentangan. Contoh : anticipation, self-assertion, affiliation, self-observation, altruism, sublimation, humor, dan suppression. Mental inhibitions (compromise formation) level. Pertahanan berfungsi pada tingkat ini membuat ide-ide yang berpotensi mengancam, perasaan, kenangan, keinginan, atau takut keluar dari kesadaran. Contoh : displacement, reaction formation, dissociation, repression, intellectualization, undoing, dan isolation of affect . Minor image-distorting level. Tingkat ini ditandai dengan distorsi pada citra tubuh, diri, atau lainnya yang dapat digunakan untuk mengatur harga diri. Contoh : devaluation, idealization, dan omnipotence.



16



Disavowal level. Tingkat ini ditandai dengan menjaga stres, impuls, ide, afek, atau tanggung jawab yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima dari kesadaran. Contoh : denial, projection, dan rationalization. Major image-distorting level. Tingkat ini ditandai dengan distorsi kasar atau atribut yang salah dari gambar diri atau orang lain. Contoh : autistic fantasy, projective identification, dan splitting of self-image or image of others. Action level. Tingkat ini ditandai dengan fungsi defensif yang berhubungan dengan stres internal atau eksternal dengan sebuah aksi atau penarikan diri. Contoh : acting out, apathetic withdrawal, help-rejecting complaining, dan passive aggression. Level of defensive dysregulation. Tingkat ini ditandai dengan kegagalan regulasi defensif untuk menahan reaksi individu terhadap stres, yang menyebabkan kegagalan dengan realitas objektif. Contoh : delusional projection, psychotic denial, dan psychotic distortion.6



2.7 Kegunaan Defense Mekanisme dalam Terapi Dalam melakukan terapi, seroang klinisi kerap diingatkan untuk berpegang pada prinsip terapi etiologi yang artinya ia harus mengidentifikasi sumber kelainan itu dan menjadikannya sebagai target terapi. Dalam gangguan kejiwaan, seringkali gangguan-gangguan tersebut bersumber dari tipe mekanisme defensi yang dipergunakan untuk menghadapi stressor atau faktor pemicu lainnya. Dengan mengetahui jenis mekanisme defensi yang dipakai oleh pasien, diharapkan bahwa kita akan dapat merencanakan terapi dengan lebih efektif.



17



BAB III SIMPULAN



Manusia merupakan makhluk yang tertinggi tingkat perkembangannya sehingga suatu pendekatan terhadap manusia harus menyangkut semua unsur baik organik, psikologik dan sosial. Begitu pula halnya dengan mekansime pertahanan diri, manusia memiliki berbagai macam bentuk. Semua mekansime pertahanan ini dimaksudkan untuk mempertahankan keutuhan pribadi dan digunakan dalam berbagai tingkat dengan bermacam-macam cara. Status internal manusia selalu diselimuti dengan kecemasan sebagai produk dari konflik antar struktur kepribadian yaitu Id, Ego dan Super ego. Kemudian status internal tersebut bermanifestasi ke dalam perilaku kongkrit yang tercermin dalam suatu mekansime pertahanan diri atau mekanisme pertahanan



ego. Ego



berusaha



sekuat



mungkin



menjaga



kestabilan



hubungannya dengan Id dan super ego, namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara tidak sadar, seseorang akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima dan tidak terlalu mengancam. Cara inilah yang disebut dengan mekanisme pertahanan diri atau mekansime pertahanan ego. Mekanisme pertahanan dapat dianggap normal dan diperlukan, kecuali bila digunakan secara sangat berlebihan sehingga mengorbankan efisiensi penyesuaian diri dan kebahagiaan individu dan kelompok. Perlu diwaspadai bahwa dengan hanya mengamati satu macam tindakan belum berarti bahwa perilaku tersebut sudah merupakan suatu jenis pembelaan ego. Tindakan tersebut perlu dipertimbangkan juga kepribadian orang tersebut dan memotivasinya.



18



DAFTAR PUSTAKA 1. Arif I S. Pandangan Topografis dan Pandangan Struktural Tentang Kepribadian. Dalam: Rose Herlina, Eds. Dinamika Kepribadian. Bandung: Refika Aditama;2006:13-24. 2. Arif I S.Defense Mechanism. Dalam: Rose Herlina, Eds. Dinamika Kepribadian. Bandung: Refika Aditama; 2006:31-44. 3. Durand V M, Barlow D H. Gangguan Kepribadian . In: Heppy El Rais, eds.Psikologi Abnormal Edisi IV Buku 2. Jakarta: Pustaka Pelajar Inc; 2007: 176 -220. 4. Kaplan H I,Sadock B J,Grebb J A.Gangguan Kepribadian . In: I Made Wiguna S,eds. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Tangerang: Bina Rupa Aksara Inc; 2010:258 -290. 5. Cramer P, College W. Defense Mechanism in Psychology Today : Further Process for Adaptation. American Psychologist Association. 2000. [terhubung berkala]. http://www.psychology.sunysb.edu/ewaters/345/1_2009_freud/craemer_defen ses%20today.pdf 6. Elvira SD, Hadisukanto G, ed. Buku Ajar Psikiatri. Ed 1. Indonesia: Badan Penerbit FKUI; 2010



19