Tugas Ekonomi Manajerial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS EKONOMI MANAJERIAL



Oleh :



Nama



: Kadek Alit Yuda Pratama



NIM



: 1732121528



Kelas



: C 10



UNIVERSITAS WARMADEWA FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN TAHUN AJARAN 2020



Penggunaan Turunan Untuk Memaksimumkan / Meminimumkan Fungsi



Penggunaan Turunan dalam suatu fungsi ditunjukkan oleh slope atau nilai marginalnya pada suatu titik tertentu. Oleh karena itu maksiminasi atau miniminasi dari suatu fungsi terjadi jika turunannya sama dengan nol. Untuk memperjelas hal tersebut, perhatikan fungsi laba berikut ini: = -10.000 + 400Q – 2Q =laba total Q adalah jumlah output, jika output sama dengan nol, maka perusahaan tersebut rugi sebesar Rp. 100.000,00 (biaya tetap/fixed cost adalah Rp. 100.000,00).Tetapi jika output meningkat, maka laba juga akan



meningkat.



Titik



impas/breakevent



point



(tingkat



output



yang



menghasilkan laba sama dengan nol) dicapai pada saat output berjumlah 29unit. Laba maksimum dicapai pada saat output sebesar 100 unit dan setelah itu laba menurun. Gambar 2.7 Laba Sebagai Fungsi Dari Output



Tingkat output yang memaksimumkan laba bisa diperoleh dengan menghitung nilai dari fungsi tersebut pada tingkat output tertentu, laba maksimum tersebut bisa juga diperoleh dengan mendapatkan turunan (marginal) dari fungsi laba tersebut, kemudian menentukan nilai Q yang membuat turunan tersebut sama dengan nol. Laba Marginal ( M



)=



= 400 - 4Q



Dengan menyamakan turunan tersebut sama dengan nol maka : 400 – 4Q



=0



4Q



= 400



Q



= 100 unit



Oleh karena itu, jika Q= maka laba marginal sama dengan nol dan laba total adalah maksimum. 



Pembedaan Nilai Maksimum Dengan Nilai Minimum Agar suatu fungsi menjadi maksimum atau minimum, maka fungsi



tersebut harus tidak dalam keadaan menaik atau menurun. Pada Gambar 2.8 di mana tampak bahwa slope dari kurva laba total adalah nol, baik pada titik A maupun titik B. Namun demikian, titik A menunjukkan tingkat output yang meminimumkan laba, sedangkan titik B menunjukkan tingkat output yang memaksimumkan laba. Konsep turunan kedua (second-order derivate) diguanakan untuk membedakan nilai maksimum dengan minimum dari suatu fungsi. Turunan kedua ini merupakan turunan dari turunan pertama. Jika laba total ditunjukan oleh persamaan



-



merupakan fungsi laba marginal adalah:



, maka turunan pertamanya yang



= M = -b + 2cQ – 3



Turunan kedua dari fungsi laba total adalah turunan dari fungsi laba marginal (turunan persamaan 2.7) yaitu:



=



dM



Gambar 2.8 Penentuan Nilai Maksimum dan Minimum Suatu Fungsi



Perhatikan bahwa laba mencapai minimum pada titik A karena laba marginal, yang tadinya negatif dan karena itu menyebabkan laba total turun, tiba-tiba menjadi positif. Oleh karena itu slopenya positif. Keadaan yang berlawanan terjadi pada titik maksimum; nilai laba marginal tersebut adalah positif tetapi menurun hingga suatu titik di mana fungsi laba total mencapai maksimum, dan negatif setelah titik tersebut. Oleh karena itu, fungsi marginal



tersebut berslope negatif pada titik maksimum fungsi total. Misalkan fungsi laba total dalam gambar 2.8 ditunjukan oleh fungsi berikut: Laba total ( Laba marginal ditunjukkan oleh turunan pertama dari laba total tersebut: Laba margin (



)



= -2.400 + 700Q - 25



Laba total akan maksimum atau minimum pada titik-titik di mana turunan pertama tersebut (laba margin) sama dengan nol, maka: = -2.400 + 700



=0



Dengan menggunakan rumus abc, kita akan menemukan nilai-nilai output yang memenuhi persamaan 2.10 yaitu 4 dan 24. Turunan kedua dari fungsi laba total tersebut di dapat dengan mencari turunan dari fungsi laba marginal (persamaan 2.9): = 700 – 50Q Pada tingkat output atau Q = 4:



Karena turunan kedua tersebut positif, yang menunjukan bahwa laba marginal sedang menaik, maka laba total adalah minimum pada tingkat output sebesar 4 unit. Dengan memperoleh turunan kedua pada tingkat output sebesar 24 unit, kita memperoleh:



Karena turunan kedua tersebut adalah negatif pada tingkat output sebesar 24, yang menujukan bahwa laba marginal tersebut sedang menurun, maka fungsi laba total mencapai titik maksimum pada tingkat output sebesar 24 unit tersebut. 



Penggunaan Turunan Untuk Memaksimumkan Selisih Antara Dua Fungsi Salah satu kaidah dalam ekonomi mikro yaitu MR harus sama dengan



MC agar laba maksimum bisa dicapai, sebenarnya timbul berdasarkan pada asas optimisasi kalkulus tersebut. Asas tersebut timbul dari adanya kenyataan bahwa jarak antara dua fungsi akan maksimum pada titik di mana slope kedua fungsi tersebut adalah sama. Laba total sama dengan TR dikurangi TC, dan oleh karena itu sama dengan jarak vertikal antara kedua kurva tersebut pada setiap tingkatoutput. Jarak tersebut akan maksimum pada tingkat output QB di mana slope dari kurva TR dan TC tersebut adalah sarna. Karena slope kurva TR dan TC masing masing menunjukkan MR dan MC, maka MR = MC. Alasan bahwa QB merupakan tingkat output yang memaksimumkan laba bisa tampak dengan memperhatikan bentuk dari kurva TR dan TC di sebelah akan fitik A. Pada titik A, TR = TC, berarti di situ terjadi titik impas (break even point), dan oleh karena itu titik A tersebut menunjukkan tingkat output yang menghasilkan laba sama dengan nol. Gambar 2.9



TR, TC, dan Laba Maksimum



Pada tingkat-tingkat output setelah QA, TR meningkat lebih cepat dari TC, dengan kata lain, MR > MC. Jika slope TR sama dengan slope TC, maka kedua kurva tersebut akan sejajar. Keadaan tersebut terjadi pada tingkat output QB. Setelah melampaui QB slope kurva TC lebih besar slope kurva TR (MC > MR), maka jarak antara kedua kurva tersebut mengecil dan laba total menurun. Suatu contoh dengan angka akan memperjelas penggunaan turunan ini. Perhatikan fungsi-fungsi penerimaan, biaya, dan laba berikut ini. Misalkan: Total Revenue (TR) = 41,5Q – 1, 1 Total Coast (TC) = 150+10Q-0, 5



+0, 02



Laba total = Tingkat output yang bisa memaksimumkan laba tersebut bisa diperoleh dengan mensubstitusikan fungsi TR dan TC ke dalam fungsi laba, kemudian menganalisis turunan pertama dan kedua dari persamaan tersebut: = TR-TC = 41,5Q – 1, 1



-(150+10Q - 0,



+ 0, 02



)



= 41,5Q – 1, 1



-(150+10Q - 0,



+ 0, 02



)



= -150 + 31,5Q – 0, 6



– 0, 02



Laba marginal atau turunan pertama dari fungsi laba tersebut adalah: = 3, 15 – 1,2Q – 0,06Q



Dengan menentukan laba marginal sama dengan nol dan menggunakan rumus abc kita bisa menemukan kedua akarnya yaitu



= -35 dan



Karena output yang negative tidak mungkin terjadi, maka



= +15. bukan



merupakan tingkat output yang bisa diguanakan. Suatu pengujian terhadap turunan kedua dan fungsi laba tersebut pada tingkat Q= 15 akan menunjukan apakah ini merupakan titik laba maksimum atau titik laba minimum. Turunan kedua tersebut adalah:



Dengan menguji turunan tersebut pada Q = 15 menghasilkan nilai turunan kedua tersebut sebesar -3, oleh karena itu Q = 15 merupakan titik laba maksimum. Untuk melihat hubungan MR dan MC dengan maksimisasi laba, perhatikan persamaan umum laba



Dengan menggunakan



kaidah penjumlahan dan selisih dari diferensiasi, maka persamaan umum laba marginal adalah: =



-



Jika dTR/dQ merupakan MR, dan dTC/dQ merupakan MC, maka



Sekarang. Karena maksimisasi setia fungsi mengharuskan turunan pertama sama dengan nol, maka maksimisasi laba akan terjadi jika



Atau MR = MC Meneruskan contoh kita di muka, MR dan MC diperoleh dengan penurunan fungsi TR dan TC: MR =



MC =



Pada tingkatan output yang memaksimumkan laba, MR = MC, maka: MR = 41, 5 – 2,2Q = 10 – Q + 0, 06



= MC



Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut, kemudian diperoleh -31, 5 + 1,2Q + 0, 06 Akhirnya diperoleh



=0



= -35 dan



= 15. Hal ini menunjukkan bukti bahwa



MR = MC pada tingkat output yang menghasilkan laba maksimum.



Gambar 2.10 Syarat-syarat Tingkat Output yang Memaksimumkan Laba



Optimisasi Fungsi Dengan Variabel Majemuk



Hubungan ekonomi menggunakan dua variabel atau lebih, maka kita perlu untuk memperluas konsep diferensiasi ke dalam persamaanpersamaan dengan 3 variabel atau lebih. Perhatikan fungsi permintaan akan suatu produk di mana kuantitas yang diminta (Q) ditentukan oleh harga (P) yang telah ditetapkan, tingkat pengeluaran iklan (A). Fungsi tersebut dituliskan sebagai berikut: Q = f (P, A)



Optimisasi dalam kasus seperti ini memerlukan suatu suatu analisis bagaimana perubahan dari setiap variabel independen mempengaruhi variabel



dependen,



dengan



menganggap



pengaruh



seluruh



variabel



independen lainnya kostan. Turunan parsial merupakan konsep kalkulus yang digunakan untuk analisis marginal seperti ini. Dengan menggunakan fungsi permintaan pada persamaan 2. 11, kita bisa memperoleh 2 turunan parsial: 1. Turunan parsial Q pada harga (P) = 2. Turunan parsial Q pada pengeluaran iklan (A) = Kaidah untuk menentukan turunan parsial adalah sama dengan kaidah dalam



turunan



yang



sederhana.



Karena



konsep



turunan



parsial



menggunakan suatu asumsi bahwa semua variabel, kecuali satu variabel di mana turunan tersebut diturunkan, tidak berubah. Perhatikan persamaan Y = 10 - 4X + 3XZ – Y2. Dalam fungsi ini ada dua variabel independen, yaitu X dan Z, oleh karena itu 2 turunan parsial bisa dihitung. Untuk menentukan turunan tersebut pada X, maka persamaan tersebut bisa dituliskan kembali sebagai: Y = 10 – 4X + (3Z) X Karena Z dianggap konstan, maka turunan parsial Y pada X adalah: = 0- 4 + 3Z – 0 = -4 + 3Z Dalam menentukan turunan parsial Y dan Z, X dianggap konstan, maka kita bisa tulis: Y = 10 – 4X + (3X) Z -



Dan turunan parsial Y pada Z adalah:



= 3X – 2Z 



Maksimisasi Fungsi dengan Variabel Majemuk Syarat maksimisasi (atau minimisasi) dari fungsi dengan variabel



majemuk merupakan perluasan secara langsung dari fungsi dengan variabel tunggal. Semua turunan parsial pertama harus sama dengan nol. Oleh karena itu, maksimisasi dari fungsi Y f(X.Z) mensyaratkan: Dan Untuk menjelaskan prosedur ini, perhatikan fungsi: Y = 4X + Z Yang mempunyai turunan parsial: Dan Untuk memaksimumkan persamaan 2.12, turunan-turunan parsial tersebut harus disamakan dengan nol: Dan Penyelesaian secara simultan akan menghasilkan nilai X = 3 dan Z=2 yang memaksimumkan fungsi tersebut. Dengan memasukkan nilai-nilai X dan Z tersebut ke dalam persamaan 2.12, kita akan memperoleh nilai Y = 7, dan oleh karena itu nilai maksimum dari Y adalah 7.



Proses yang terjadi di sini bisa diperjelas dengan melihat Gambar 2.11, suatu gambar tiga dimensi dari persamaan 2.12. Di sini tampak bahwa untuk nilai X dan Z yang positif, persamaan 2.12 membentuk suatu bidang dengan titik puncak A. Pada puncak tersebut, permukaan dari gambar tersebut mendatar. Kemungkinan bentuk lain, bidang datar yang bersinggungan dengan permukaan pada titik A akan sejajar dengan bidang datar XZ, ini menunjukkan bahwa slope dari gambar tersebut sama dengan nol. Keadaan ini merupakan persyaratan untuk menentukan nilai maksimum dari sebuah fungsi dengan variabel majemuk. Gambar 2.11 Mencari Nilai Maksimum Suatu Fungsi dengan Dua Variabel : Y = 4X + Z – X2 + XZ – Z2



Optimisasi Terkendala



Optimisasi



terkendala



adalah



suatu



proses



maksimisasi



atau



minimisasi sebuah fungsi dengan kendala-kendala tertentu. Dalam optimisasi



terkendala ini digunakan angka pengganda Lagrange dan ditunjukkan bagaimana angka tersebut digunakan untuk ,menyelesaikan masalah optimisasi terkendala. Secara umum, masalah optimisasi terkendala ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok: Masalah Maksimisasi Maksimisasi:



Masalah Minimisasi Minimisasi:



Laba, penerimaan atau output Tunduk Kepada:



Biaya Tunduk Kepada:



Kendala sumberdaya



Kendala kuantitas Atau kualitas output



Contoh



sebuah



perusahaan memproduksi



produknya



dengan



menggunakan dua pabriknya dan bekerja dengan fungsi biaya total (TC) sebagai berikut: TC = 3X2 + 6Y2 – XY X merupakan output dari pabrik yang pertama dan Y merupakan output dari pabrik yang kedua. Manajemen akan berusaha untuk menentukan kombinasi biaya terendah antara X dan Y, dengan tunduk kepada kendala bahwa produk total harus 20 unit. Masalah optimisasi terkendala tersebut bisa dituliskan sebagai berikut: Minimumkan TC = 3 Dengan kendala: X + Y = 20 Dengan menyelesaikan kendala X dan mensubstisusikan nilai tersebut ke dalam fungsi tujuan maka: X = 20-Y Dan



TC = 3(20 – Y) 2 + 6Y2 – (20 – Y) Y = 3(400 – 40Y + Y2) + 6Y2 – (20Y – Y2) =1.200 – 120Y + 3Y2 + 6Y2 – 20Y + Y2 =



1.200 – 140Y + 10Y2



Sekarang kita bisa menanggap persamaan 2.13 di atas sebagi masalah minimisasi tak terkendala. Untuk menyelesaikannya harus dicari turunannya, menyamakan turunan tersebut dengan nol, dan mendapatkan nilai Y.



Karena turunan kedua tersebut positif, maka Y = 7 pastilah merupakan titik minimum. Dengan memasukan 7 ke dalam Y di dalam persamaan kendala memungkinkan kita untuk menentukan kuantitas optimum yang diproduksikan oleh pabrik X. X + 7 = 20 X = 13 Produksi output 13 unit pada pabrik X dan 7 unit pada pabrik Y adalah kombinasi biaya terendah dalam menghasilkan 20 unit produk dari perusahaan tersebut. Biaya total (TC) tersebut adalah: TC = 3(13)2 + 6(7)2 – (13 x 7) = 507 + 294 – 91 = 710 



Angka Pengganda Lagrange



Teknik lagrange untuk memecahkan masalah-masalah optimisasi terkendala merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengoptimisasikan sebuah fungsi dengan cara menggabungkan fungsi tujuan mula-mula dengan persyaratan kendala. Persamaan gabungan ini disebut fungsi lagrange. Fungsi ini dibuat untuk memastikan (1) bahwa jika fungsi mencapai nilai maksimum (atau minimum), dan (2) bahwa semua persyaratan kendala terpenuhi.



Perhatikan



bahwa



perusahaan



tersebut



berusaha



untuk



meminimumkan fungsi TC = 3X2 – 6Y2 – XY, dengan tunduk kepada kendala X + Y = 20. Persamaan kendala tersebut diubah sebagai berikut: 0 = 20 – X – Y Ini merupakan langkah pertama dalam bentuk suatu fungsi lagrange. Dengan sebuah faktor yang tidak diketahui “



(lambda) dan menambahkan hasil



tersebut pada fungsi tujuan mula-mula menghasilkan persamaan lagrange. Misalnya: L L



= 3X2 + 6Y2 – XY + (20 – X – Y)



didefinisikan sebagai fungsi lagrange untuk optimasi terkendala. Oleh



karena fungsi lagrange tersebut memasukan kendala ke dalam fungsi tujuan, dan



penyelesaian



identik



dengan



penyele-saian



masalah



optimisasi



terkendala mula-mula. Perhatikan masalah minimisasi dari fungsi lagrange dalam persamaan 2. 14. Pada suatu titik minimum dari fungsi yang menggunakan variabel majemuk, semua turunan parsial harus sama dengan nol. Turunan-turunan parsial dari persamaan 2. 14 bisa dicari untuk variabel X, Y dan , sebagai berikut:



= 6X – Y - ℷ



Y–X–1



= 20 – X – Y Dengan menentukan ketiga turunan parsial tersebut sama dengan nol, kita mendapatkan tiga persamaan dengan tiga bilangan anu: 6X – Y - ℷ = 0 X + 12Y - ℷ = 0 Dan 20 – X – Y = 0 Turunan parsial fungsi lagrange pada ℷ, merupakan kendala pada optimisasi mula-mula. Selama turunan tersebut sama dengan nol, yang berarti ia berada pada keadaan ekstrim (maksimum atau minimum), maka persyaratan kendala optimisasi mula-mula tersebut akan terpenuhi. Selain itu, jika pada persyaratan seperti itu suku terakhir dari persamaan Lagrange harus sama dengan nol yaitu 0 = 20 - X - Y, maka fungsi Lagrange tersebut akan tetap pada fungsi tujuan mula-mula. Dengan mengurangkan persamaan 2.15 dengan persamaan 2.16 diperoleh: 7X - 13Y = 0 Kemudian mengalikan persamaan 2.17 dengan 7 dan menambahkan persamaan 2.18 dengan hasil tersebut menghasilkan: 140 - 7X - 7Y = 0 7X - 13Y 140



- 20Y = 0



140



= 20Y



7



=Y



=0



Dengan mensubstitusikan 7 ke dalam Y dalam persamaan 2.17 menghasilkan X=13, nilai X pada titik di mana fungsi Lagrange tersebut minimum. Oleh karena penyelesaian fungsi Lagrange tersebut juga merupakan penyelesaian masalah optimisasi terkendala dari perusahaan tersebut, maka 13 unit dari pabrik X dan 7 unit dari pabrik Y akan merupakan kombinasi output yang bisa dihasilkan dengan jumlah pengeluaran biaya terendah, dengan tunduk pada kendala di mana output total harus sama dengan nol. Teknik ini lebih mudah untuk diterapkan pada masalah dengan kendala majemuk, karena disebabkan oleh angka pengganda Lagrange (λ) memiliki suatu interpretasi ekonomis yang sangat penting. Dengan mensubstitusikan nilai X dan Y ke dalam persamaan 2.15 kita bisa menentukan nilai dari λ dari contoh kita tersebut: 6 . 13 – 7 – λ = 0 λ



= +71



Di sini kita bisa menginterpretasikan λ sebagai MC pada tingkat output sebesar 20 unit. Ini menunjukkan kepada kita bahwa jika perusahaan tersebut diharuskan memproduksi hanya 19 unit output, maka TC akan turun sekitar 71. Sama juga halnya jika output diharuskan sebesar 21 unit, maka biaya akan naik sejumlah 71 .



Refrensi Arsyad, Lincolin. 2019. Ekonomi Manajerial. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta