Tugas Formulasi Kebijakan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODEL KEBIJAKAN PUBLIK Understanding Public Policy By Thomas R. Dye



Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Formulasi Kebijakan Publik



Oleh : Refantie Meidina



2015310060



Laras Ambarsari



2016310088



Dama Aggraeni



6071801035



Kevin Novriyant



6071801070



Miftah Fauzi



6071801100



Dosen : Maria Rosarie H.T., S.IP., M.Si



Kelas B



PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2019



MODEL KEBIJAKAN PUBLIK 1. Process model Proses dan perilaku politik merupakan fokus utama pada ilmu politik. Ilmu politik “perilaku” modern telah mempelajari aktivitas pemilih, kelompok kepentingan, legislator, presiden, birokrat, hakim, dan aktor politik lainnya. Tujuan utamanya adalah menemukan pola kegiatan atau “proses”. Ilmuwan politik yang menaruh minat pada kebijakan, mengelompokkan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan publik. Proses kebijakan dapat dilihat sebagai serangkaian kegiatan politik, identifikasi masalah, penetapan agenda, perumusan, legitimasi, implementasi, dan evaluasi. Dengan menggunakan model proses dapat membantu memahami berbagai kegiatan yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Perlu diingat bahwa pembuatan kebijakan melibatkan penetapan agenda, merumuskan proposal, melegitimasi kebijakan, menerapkan kebijakan, dan mengevaluasi kebijakan. Berikut penjelasan mengenai proses kebijakan: ● Pengaturan agenda. Memfokuskan perhatian media massa dan pejabat publik pada masalah publik tertentu untuk memustuskan apa yang akan diputuskan. ● Perumusan kebijakan. Pengembangan proposal kebijakan oleh kelompok kepentingan. ● Legitimasi kebijakan. Pemelihan dan pemberlakuan kebijakan melalui tindakan oleh Kores, Presiden, dan Pengadilan. ● Implementasi kebijakan. Implementasi kebijakanmelalui birokrasi pemerintah, pengeluaran publik, peraturan, dan kegiatan lembaga eksekutif lainnya. ● Evaluasi kebijakan. Evalusi kebijakan dilakukan oleh pemeritah, media, konsultan, dan masyarakat umum.



Contoh dari kebijakan :



2. Institutional model Secara tradisional, ilmu politik didefinisikan sebagai studi tentang institusi pemerintah. Kegiatan politik umumnya berpusat pada lembaga pemerintahan. Kebijakan model instistusi secara sederhana bermakna bahwa ​“​tugas membuat



kebijakan publik adalah tugas pemerintah​”. karena hubungan anatara kebijakan publik dan institusi pemerinah sangatlah dekat. Jadi semua yang dibuat oleh pemerintah dengan cara apa pun merupakan kebijakan publik. Model ini pada dasarnya lebih mengutamakan fungsi-fungsi setiap kelembagaan dari pemerintah, di setiap sektor dan tingkat dalam memformulasikan kebijakan. Menurut Thomas R. Dye, ada tiga hal yang membenarkan tentang pendekatan teori ini, yaitu ; pemerintah memang sah dalam membuat kebijakan publik, formulasi kebijakan publik yang dibuat oleh pemeritah bersifat universal (umum), pemerintah memonopoli/menguasai fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan bersama. Model ini merupakan model tradisional dalam proses pembuatan kebijakan di mana fokus model ini terletak pada struktur organisasi pemerintah. Kegiatan-kegiatan politik berpusat pada lembaga-lembaga pemerintah yaitu lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif pada pemerintahan pusat (nasional), regional, dan lokal. Kebijakan publik dirumuskan dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah tersebut. Terdapat hubungan yang kuat sekali antara kebijakan publik dengan lembaga-lembaga pemerintah. Suatu keputusan dari pemilihan alternatif pemecahan masalah tidak dapat menjadi kebijakan publik tanpa keputusan tersebut dirumuskan, disahkan dan dilaksanakan terlebih dahulu oleh lembaga pemerintahan. Menurut Thomas R. Dye, alasan terjadinya hubungan yang kuat sekali antara kebijakan publik dengan lembaga-lembaga pemerintah, karena lembaga-lembaga pemerintahan tersebut mempunyai tiga (3) kewenangan yang tidak dimiliki lembaga-lembaga lain di luar lembaga pemerintahan, yaitu: 1.​ L ​ embaga pemerintah berwenang memberikan pengesahan (legitimasi) Terhadap



kebijakan



publik,



ini



berarti



kebijakan



publik



merupakan



kewajiban-kewajiban hukum yang harus ditaati/dilaksanakan oleh semua warga negara. 2. L ​ embaga pemerintah mempunyai kewenangan untuk memberi sifat universal kepada kebijakan publik, artinya kebijakan publik dapat disebarluaskan dan



berlaku pada seluruh warga negara atau kelompok sasaran kebijakan publik tersebut. 3.



Hanya pemerintah yang memegang hak monopoli untuk memaksakan secara sah ​



kebijakan publik pada anggota masyarakat, sehingga ia dapat memberikan sanksi pada mereka yang tidak menaatinya. Contoh kebijakan model institusional



Tertera pada undang undang nomor 5 tahun 2018 tentang terorisme, menurut direktur eksekutif wahid insitute menilai bahwa undang undang mengenai terorisme harus ada revisi dikarenakan menurutnya kewenangan TNI dan Polri perlu di atur juga di dalam undang undang. Dikarenakan jika pemerintah dan DPR ingin melibatkan TNI dalam proses pemberantasan terorisme, maka dari itu hubungan antar lembaga harus dibuat jelas untuk menghindari tumpang tindih kewenangan. Sedangakan di dalam Undang Undang nomor 5 tahun 2018 memang sudah mengatur mengenai kelembagaan yang di mana peran Tentara Nasional Indonesia bertugas dalam mengatasi aksi terorisme dari bagian operasi militer selain perang, dilaksanakannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI dan pelaksanaan untuk mengatasi terorisme diatur dengan perarturan presiden. Dan memang yang belum di atur dalam undang undang ini mengenai peran instansi melakukan apa dan dalam bentuk apa. Dan mengatur soal teknis institusi yang keterlibatannya seperti apa untuk menghindari akses - akses negatif.



Maka dari itu ini masuk ke dalam model institusional dikarenakan kebijakan ini mendorong untuk adanya kewenangan TNI dan Polri dalam Pemberantasan terorisme, yang memang belum di atur didalam Undang Undang nomor 5 tahun 2018 dikarenakan untuk menghindari ada tumpang tindih kewenangan.



3. Rational model Kebijakan rasional adalah kebijakan yang mencapai keuntungan maksimal. Artinya pemerintah sebagai pembuat kebijakan dihadapkan pada sebuah pilihan kebijakan yang



menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat



dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk memilih kebijakan yang rasional, pembuat keputusan perlu mengetahui semua preferensi nilai masyarakat dan bobot relatifnya, mengetahui semua alternatif kebijakan yang tersedia, mengetahui semua konsekuensi dari setiap alternatif kebijakan, menghitung rasio manfaat terhadap biaya untuk setiap alternatif kebijakan, dan memilih alternatif kebijakan yang paling efisien. Kebijakan rasional membutuhkan data dan informasi yang relevan untuk digunakan pada saat memperhitungkan konsekuensi alternatif secara akurat. Pada akhirnya pembuatan kebijakan rasional membutuhkan sebuah sistem pengambilan keputusan yang dapat memfasilitasi rasionalitas dalam pembentukan kebijakan. Sistem pengambilan keputusan dapat ditunjukkan seperti berikut;



Model kebijakan rasional mendapat kritikan dari seorang ilmuwan yaitu Hebert Simon, ia berpendapat bahwa pengambilan keputusan dengan model rasional memiliki hambatan.



● Banyaknya manfaat dan biaya yang saling bertentangan yang tidak dapat dibandingkan atau ditimbang. ● Pembuat kebijakan mungkin tidak termotivasi untuk membuat keputusan berdasarkan tujuan masyarakat, tetapi memaksimalkan rewards - power, status, pemilihan ulang, dan uang. Selain itu, pembuat kebijakan juga dapat dikatakan hanya untuk memenuhi tuntuntan. Ketika suatu alternatif dirasa sudah cukup sesuai untuk menyelesaikan masalah, maka mereka berhenti mencari alternatif lain. ● Adanya hambatan dalam mengumpulkan semua informasi yang diperlukan dari alternatif kebijakan. ● Keterbatasan intelektual atau pengetahuan dari pembuat kebijakan untuk menganalisis biaya dan manfaat alternatif. ● Ketidakpastian tentang konsekuensi dari berbagai alternatif kebijakan memaksa



Contoh kebijakan: Contoh kebijakan model rasional adalah kebijakan tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas yang baru saja diimplementasikan di Kota Bandung pada kawasan Sukajadi. Dasar hukum dari kebijakan tersebut adalah Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bab IX. Dikatakan termasuk pada kebijakan model rasional karena dalam prosesnya kebijakan manajemen dan rekayasa lalu lintas yang diimplementasikan pada kawasan Sukajadi dilakukan dengan cara menganalisis masalah dan alternatif dari sumber - sumber yang tepat. Kebijakan model rasional memerlukan informasi dan informasi dapat dibantu oleh sebuah sistem. Dinas Perhubungan Kota Bandung, dalam memperoleh informasi dan menghitung konsekuensi alternatif kebijakan menggunakan VISSIM (Visual Simulation). Sistem ini dapat menyediakan informasi seperti dampak apabila kebijakan tersebut diimplementasikan.



4. Incremental model Model kebijakan inkremental memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan pemerintah masa lalu yang akan digunakan kembali dengan memberi



tambahan modifikasi. Lindblom mempresentasikan model inkremental sebagai kritik terhadap model rasional. Model inkremental menggambarkan pembuatan keputusan kebijakan publik sebagai suatu proses politis yang ditandai dengan tawar menawar dan kompromi untuk kepentingan para pembuat keputusan sendiri. Menurut Lindblom, pembuat keputusan tidak setiap tahun meninjau kebijakan yang sudah ada dan yang diusulkan, mengidentifikasi tujuan masyarakat, meneliti manfaat dan biaya kebijakan alternatif berdasarkan informasi yang relevan. Dengan kendala waktu dan keterbatasan informasi mencegah pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi alternatif kebijakan dan konsekuensinya. Hal ini dikarenakan mempertimbangkan banyak nilai - nilai politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam. Model inkremental membuat kesepakatan pembuatan kebijakan menjadi lebih mudah, karena hal - hal yang diperselisihkan hanya menambah atau mengurangi anggaran atau memodifikasi program yang ada.



Konflik yang terjadi pada



pengambilan keputusan hanya berfokus pada pergeseran kebijakan besar yang melibatkan untung atau rugi. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan pada model inkremental bersifat rutin dan tidak bisa digunakan untuk mengatasi masalah krisis. Berikut gambaran kebijakan model inkremental:



Contoh kebijakan inkremental adalah BPJS Kesehatan. Karena pada kebijakan model inkremental melihat kebijakan sebelumnya dan melakukan modifikasi untuk menyelesaikan permasalahaan saat itu. Jaminan pemeliharaan kesehatan sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.



● Tahun 1949 jaminan kesehatan hanya dikhususkan untuk pegawai negeri sipil beserta keluarga. Kemudian Menteri Kesehatan pada saat itu mengajukan untuk menyelenggarakan asuransi kesehatan secara universal. ● Tahun 1968, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 1968 dengan membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan kesehatan (BPDPK) yang mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negara dan penerima pensiun beserta keluarganya. ● Tahun 1984, pemerintah mengeluarkan Peraturan pemerintah Nomor 22 dan 23. BPDPK berubah status menjadi PERUM Husada Bhakti yang melayani jaminan kesehatan bagi PNS, pensiunan PNS, veteran, perintis kemerdekaan, dan anggota keluarganya. ● Tahun 1992, PHB berubah status menjadi PT Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 1992. PT Askes (Persero) mulai menjangkau karyawan BUMN melalui program Askes Komersial. ● Tahun 2005, PT Askes (Persero) dipercaya pemerintah untuk melaksanakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin (PJKMM) yang selanjutnya dikenal menjadi program Askeskin dengan sasaran peserta masyarakat miskin dan tidak mampu sebanyak 60 juta jiwa yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah Pusat. Kemudian PT Askes (Persero) juga menciptakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU), yang ditujukan bagi masyarakat yang belum tercover oleh Jamkesmas, Askes Sosial, maupun asuransi swasta. ● Tahun 2014, BPJS Kesehatan beroperasi sebagai transformasi dari PT Askes (Persero) dan pemerintah menetapkan UU 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).



5. Group model Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembutaan kebijakan. Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif. Tekanan kelompok – kelompok kepentingan diharapkan dapat mempengaruhi pembuatan atau perubahan kebijakan publik. Besar



kecil tingkat pengaruhnya dari kelompok kepentingan ditentukan oleh harta kekayaan, jumlah anggotanya, kekuatan, kebaikan organisasi dan lain sebagainya. Perumusan kebijakan publik merupakan hasil perjuangan kelompok secara terus menerus agar pemerintah sebagai aktor pembuat kebijakan dapat memberikan respons terhadap tekanan yang diberikan oleh kelompok tersebut (group pressures) yang melakukan tawar menawar (bargaining), perjanjian (negotiating) dan kompromi (compromising) terhadap persaingan tuntutan dari kelompok kepentingan lainnya. Teori kelompok dimulai dengan proposisi bahwa interaksi di antara kelompok adalah fakta sentral dari politik. Individu dengan kepentingan bersama bersatu secara formal atau informal untuk menekan tuntutan mereka pada pemerintah. Individu penting dalam politik hanya ketika mereka bertindak sebagai bagian dari, atau atas nama, kepentingan kelompok. Grup menjadi jembatan penting antara individu dan pemerintah. Politik sebenarnya adalah perjuangan di antara kelompok untuk mempengaruhi kebijakan publik. Menurut teori kelompok, kebijakan publik pada waktu tertentu adalah keseimbangan yang dicapai dalam perjuangan kelompok.



Tuntutan – tuntutan yang saling bersaing diantara kelompok – kelompok yang berpengaruh



dikelola. Sebagai



hasil persaingan



antara berbagai kelompok



kepentingan pada hakikatnya adalah keseimbangan yang tercapai dalam pertarungan antar kelompok dalam memperjuangkan kepentingan masing masing pada suatu waktu. Agar supaya pertarungan ini tidak bersifat merusak, maka sistem politik berkewajiban untuk mengarahkan konflik kelompok. Caranya adalah: a. Menetapkan aturan permainan dalam memperjuangkan kepentingan kelompok



b. Mengutamakan kompromi dan keseimbangan kepentingan c. Enacting kompromi tentang kebijakan publik d. Mengusungkan perwujudan hasil kompromi kelompok kepentingan yang berpengaruh diharapkan dapat mempengaruhi perubahan kebijakan publik. Tingkat pengaruh kelompok ditentukan oleh jumlah anggota, harta kekayaan, kekuatan organisasi, kepemimpinan, hubungan yang erat dengan para pembuat keputusan, kohesi intern para anggota dsb. Kebijakan publik pada hakikatnya merupakan hasil akhir dari usaha pembuat kebijakan dalam menjaga keseimbagan ​(equilibrium) yang dicapai dari perjuangan kelompok kepentingan yang berbeda. Model kelompok dapat dipergunakan untuk menganalisis proses pembuatan kebijakan publik. Menelaah kelompok – kelompok apakah yang paling berkompetensi untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan publik dan siapakah yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap keputusan yang dibuat. Pada tingkat implementasi, kompetensi antar kelompok juga merupakan salah satu faktor yang menentukan efektifitas kebijakan dalam mencapai tujuan. Keseimbangan ini ditentukan oleh pengaruh relatif berbagai kelompok kepentingan. Perubahan dalam pengaruh relatif dari setiap kelompok kepentingan dapat diharapkan menghasilkan perubahan dalam kebijakan publik; kebijakan akan bergerak ke arah yang diinginkan oleh kelompok-kelompok yang mendapat pengaruh dan menjauh dari keinginan kelompok-kelompok yang kehilangan pengaruh.



Contoh kebijakan: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi undang - undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UUMD3). Dengan demikian jumlah kursi pimpinan MPR resmi bertambah menjadi 10 orang atau sesuai dengan jumlah fraksi. Pemerintah menganggap tujuan untuk merevisi UUMD3 ini untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, efektif dan akuntabel sesuai dengan sila ke-empat dan turut menjaga keseimbangan antara sistem presidensil dalam sistem politik di indonsesia. Kebijakan ini di atur oleh Undang Undang nomor 2 tahun 2018 yang dimana perubahan kedua atas Undang Undang nomor 17 tahun 2014.



Maka dari itu kasus ini masuk ke dalam model kelompok (group model) di karenakan adanya kelompok kepentingan yang ingin merevisi sehingga pimpinan MPR sudah resmi bertambah menjadi 10 kursi/orang sesuai dengan jumlah fraksi yang ada MPR itu sendiri.



6. Elite model Kebijakan publik dalam model elite dapat ditemukan sebagai preferensi dari nilai nilai elite yang berkuasa. Teori elite menyarankan bahwa rakyat dalam hubungannya dengan kebijakan publik hendaknya dibuat apatis atau miskin informasi. Model elite ini menggambarkan pembuatan kebijakan publik dalam bentuk "piramida‟ dimana masyarakat berada pada tingkat paling bawah, elit pada ujung piramida dan aktor internal birokrasi pembuat kebijakan publik berada di tengah-tengah antara masyarakat dan elit. Aktor internal birokrasi pembuat kebijakan publik (pemerintah) seharusnya menyeimbangkan antara kepentingan masyarakat dan elit dalam setiap kebijakan publik yang diambilnya. Akan tetapi dalam model ini mereka bukan sebagai “abdi rakyat” (“servant of the people”) tetapi lebih sebagai kepanjangan tangan dari "elit‟ yaitu "kelompok-kelompok kecil yang telah mapan‟ (The Establishment). Hal ini disebabkan kebijakan publik ditentukan semata-mata oleh kelompok elit, sehingga aktor pembuat kebijakan publik (pemerintah) hanyalah sekedar pelaksana-pelaksana dari kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh elit.



Kebijakan publik dibuat oleh elit yang seharusnya merupakan "aktor eksternal‟ maka kebijakan publik itu disusun berdasarkan kepentingan kelompok elit dan tuntutan dan keinginan rakyat banyak (massa) tidak diperhatikan. Dalam model elite lebih banyak mencerminkan kepentingan dan nilai – nilai elite dibandingkan dengan memperlihatkan tuntutan – tuntutan rakyat banyak. Sehingga perubahan kebijakan publik hanyalah dimungkinkan sebagai suatu hasil dari merumuskan kembali nilai – nilai elite tersebut yang dilakukan oleh elite itu sendiri. a. Lapisan atas dengan jumlah yang sangat kecil (elite) yang selalu mengatur b. Lapisan tengah adalah pejabat dan fasilitator c. cLapisan bawah (massa) dengan jumlah yang sangat besar sebagai yang diatur.



Isu kebijakan yang akan masuk agenda perumusan kebijakan merupakan ksepakatan dan juga hasil konflik yang terjadi diantara elit politik sendiri. Sementara masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini tentang isu kebijakan yang seharusnya menjadi agenda politik di tingkat atas. Sementara birokrat/administrator hanya menjadi bagi jalannya informasi yang mengalir dari atas ke bawah. Kelompok



elit



digambarkan



dalam



model



ini



sebagai



mampu



bertindak/berbuat untuk kepentingan mereka sendiri dalam suatu kondisi masyarakat yang bersikap apatis, kerancuan informasi, sehingga masyarakat menjadi pasif. Kebijakan publik mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit ke golongan massa.



Kebijakan



publik



merupakan



perwujudan



keinginan-keinginan,



kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai golongan elit yang berkuasa. Kebijakan publik seharusnya menggambarkan kepentingan/tuntutan rakyat, tetapi dalam model ini, rakyat bersifat apatis, dan buta terhadap informasi akibat tekanan dari elit, sehingga kelompok elit mampu membentuk dan mempengaruhi massa melalui kebijakan-kebijakan publik yang dihasilkannya. Namun tidak berarti bahwa kebijakan yang dibuat tidak mementingkan aspirasi masyarakat. Sampai level tertentu, mereka tetap membutuhkan dukungan massa, sehingga mereka juga harus memuaskan sebagian kepentingan masyarakat. Tanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat dianggap terletak ditangan elit, bukan ditangan masyarakat.



Elitisme menurut Thomas R. Dye mempunyai arti bahwa kebijakan publik tidak begitu banyak mencerminkan keinginan rakyat tetapi keinginan elit. Perubahan dan pembaruan terhadap kebijakan publik terjadi hanya jika ada peristiwa-peristiwa yang mengancam sistem politik dan kedudukan elit. Tujuan perubahan kebijakan publik untuk melindungi sistem dan kedudukan elit. Elit menciptakan sistem sedemikian rupa sehingga massa sebagian besar menjadi pasif, apatis, dan buta informasi tentang kebijakan publik. Elit mempengaruhi massa dan bukan sebaliknya, komunikasi berjalan satu arah yaitu dari atas ke bawah. Massa sulit menguasai elit, dan massa tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap perilaku elit yang membuat keputusan. Irfan Islamy menggambarkan kriteria-kriteria model elit-massa adalah sebagai berikut. 1. Masyarakat dibagi menjadi dua yaitu kelompok kecil (golongan elit) yang mempunyai kekuasaan (penguasa) dan kelompok besar (golongan non-elit) yang tidak punya kekuasaan (dikuasai). 2. Kelompok elit yang berkuasa berbeda dengan kelompok non-elit yang dikuasai,karena kelompok elit terpilih berdasarkan keistimewaan yang mereka miliki. 3. Perpindahan posisi/kedudukan dari non-elit ke elit akan dipersulit, kecuali non elit yang telah menerima konsensus dasar golongan elit yang dapat masuk kedalam lingkaran penguasa. 4. Golongan elit menggunakan konsensus tadi untuk mendukung nilai-nilai dasar dan sistem sosial dan untuk melindungi sistem tersebut. Konsensus didasarkan pada pengakuan milik-milik pribadi; status sosial, pemerintahan yang terbatas dan kebebasan individu. 5. Kebijakan publik tidak menggambarkan kepentingan publik melainkan kepentingan elit. 6. Golongan elit yang aktif relatif sedikit sekali memperoleh pengaruh dari massa yang apatis/pasif. Elitlah yang mempengaruhi massa dan bukan massa yang mempengaruhi elit.



Contoh kebijakan:



Contoh kebijakan dalam mode elite ini adalah, program pemerintah yang bernama Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT ini dibuat pemerintah untuk memberikan dana langsung kepada masyarakat miskin. BLT dilakukan pertama kali pada tahun 2005, berlanjut pada tahun 2009 dan di 2013 berubah nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Tujuan utama dari program ini ialah untuk membantu masyarakat miskin agar bisa memenuhi kebutuhannya sehari hari. Tetapi BLT ini disinggung bahwa program ini di buat oleh kelompok elite yang dimana program ini hanya berjalan atau berkembang bertepatan dengan masa masa pemilihan umum. Dan program ini juga semata mata dilaksanakan hanya untuk meningkatkan popularitas partai demokrat yang sedang menurun dan diselenggarakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disaat sedang menjabat menjadi presiden RI. program ini juga disinyalir rawan manipulasi politik dalam hal pengelolaannya. ​Strategi manipulasi itu mencakup jangka waktu distribusi, jumlah penerima, metode pembagian bantuan, serta landasan hukum yang menyertainya​. Selain itu beberapa pihak juga



mengatakan bahwa program ini adalah pembodohan masyarakat yang di didik untuk menjadi pengemis. Dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) masuk ke dalam dasar hukum Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2008 tetang Pelaksanaan program bantuan langsung tunai untuk rumah tangga sasaran Presiden RI.



7. Public choice model Pilihan publik atau yang dikenal dengan ​public choice adalah perspektif untuk bidang politik yang muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi terhadap proses mengambil keputusan mengumpulkan dan menemukan fenomena non pasar (​non market phenomena)​ . Tetapi diakui bahwa keterangan pendek ini tidak cukup memberi deskripsi yang lengkap untuk mencapai suatu perspektif untuk politik seperti ini diperlukan pendekatan ekonomi tertentu. Dalam model ini kebijakan sebagai proses formulasi keputusan kolektif dari setiap individu yang berkepentingan atas keputusan tersebut. Akar dari kebijakan ini adalah dari teori ekonomi pilihan publik (​economic of public choice​) yang mengatakan bahwa manusia itu homo economicus yang memiliki kepentingan yang harus dipuaskan dan pada prinsipnya adalah ​buyer meet seller, supply meet demand.​ Indikator dari model ini adalah:



1. Preferensi publik 2. Demokrasi 3. Kontribusi publik 4. Kontrak sosial Menurut Samuelson & Nordhaus (1995), teori pilihan publik adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang mempelajari tentang pemerintah membuat keputusan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat (publik). Lebih jelas, Samuelson & Nordhaus memunculkan teori pilihan publik sebagai berikut: “​Teori Pilihan Publik bertanya tentang bagaimana, apa dan untuk siapa sektor publik seperti teori penawaran dan permintaan menentukan pilihan untuk sektor swasta​” Definisi yang lebih sederhana diberikan oleh Caporaso & Levine (1993), yang mengartikan pilihan publik sebagai aplikasi metode ekonomi untuk menggunakan kebijakan. Definisi yang sesuai dengan pendapat Buchanan (1984) yang mengatakan bahwa teori pilihan publik menggunakan alat-metode dan metode yang telah dikembangkan hingga tingkat analisis canggih ke dalam teori-teori ekonomi dan diaplikasikan ke sektor ekonomi atau pemerintahan, ke ilmu politik atau ke ekonomi masyarakat. Teori pilihan publik ini adalah tentang politik ekonomi baru dimana dalam teori ini menyangkut negara / pemerintah, politisi atau birokrat sebagai agen yang memiliki kepentingan sendiri. Teori pilihan publik memusatkan perhatian pada aktor yang berperan sebagai manusia yang memiliki tujuan atau memiliki maksud yang dimiliki aktor yang memiliki tujuan dan tindakan yang tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut, aktor pun memilih memiliki pilihan atau nilai sesuai keperluan.



Contoh kebijakan: Contoh kebijakan model public choice di Indonesia dapat dilihat dari pemilihan umum secara langsung, yang memberi kesempatan pada setiap individu warga negara untuk memaksimalkan pilihannya dalam sebuah arena politik. Perhelatan politik menyedot perhatian dan anggaran yang cukup besar pada setiap individu yang terlibat. Dasar hukum dari pemilihan umum adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.



Dengan demikian, ​public choice dalam aplikasinya sangat erat kaitannya dengan masyarakat pemilih, partai politik, politisi, birokrat, kelompok kepentingan dan aturan-aturan pemilihan umum. Semua ini biasanya dikaitkan dengan ilmu politik, tetapi pada saat ini para ekonomi politik mengembangkan pendekatan baru dengan meminjam paradigma dasar pada ilmu ekonomi. Jadi, ​public choice bukan hanya suatu objek studi, tetapi juga sebuah cara untuk menelaah subjek yang secara definitive yang di artikan sebagai​ the economic study of non-market decision making.



8. Game theory model Model teori permainan adalah model yang sangat abstrak dan deduktif di dalam formulasi kebijakan. Model ini mendasar pada formulasi kebijakan yang rasional namun di dalam kondisi kompetisi di mana tingkat keberhasilan kebijakan tidak lagi hanya ditentukan oleh aktor pembuat kebijakan, namun juga aktor-aktor lain. Teori permainan ini juga merupakan studi tentang keputusan dalam sebuah situasi yang di dalamnya terdapat dua atau lebih peserta rasional yang memiliki pilihan keputusan dan hasilnya tergantung pada pilihan yang dibuat oleh masing masing. Model ini diterapkan pada bidang pembuat kebijakan dan memiliki asumsi bahwa tidak ada pilihan terbaik yang bersifat independen dan memiliki hasil terbaik pula. Gagasan "permainan" adalah bahwa para pembuat keputusan rasional terlibat dalam pilihan-pilihan yang saling terkait tergantung. "Pemain" harus menyesuaikan perilaku mereka untuk tidak hanya mencerminkan keinginan dan kemampuan mereka sendiri tetapi juga harapan mereka tentang apa yang akan dilakukan orang lain. Model ini membutuhkan strategi yang mengacu pada pembuatan keputusan yang rasional. Serangakian tindakan yang dirancang untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mempertimbangan kebijakan lain ditengah situasi yang rumit. Pengaturan serta pemilihan strategi digunakan untuk mendapatkan banyak dukungan



dari para pengambil keputusan dan agar kebijakan yang ditawarkan para pengambil keputusan lain dapat diterima, khusunya oleh para penentang. Contoh kebijakan: Contoh kebijakan dari model teori permainan yaitu kebijakan moneter. Kebijakan moneter dilakukan untuk menjaga kestabilan nilai rupiah yang memiliki dua dimensi yang sebagaimana tercantum dalam UU No 3 tahun 2004 dan UU No 6 Tahun 2009 pasal 7. Dimensi pertama kestabilan nilai rupiah terhadap harga - harga barang dan jasa yang tercermin dalam perkembangan lau inflasi. Sedangkan dimensi kedua terkait dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Kebijakan moneter menjamin keberhasilan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh negara lain untuk menstabilkan ekonomi karena keberhasilannya ditentukan oleh kebijakan negara lain.



2. ANALISIS KASUS INDIVIDU BERDASARKAN MODEL KEBIJAKAN PUBLIK Kasus refantie Kasus individu yang digunakan dalam tugas formulasi adalah tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Dimana korban yang mengalami kekerasan seksual memerlukan perlindungan dan hukuman yang tegas kepada pelaku dengan peraturan hukum yang sesuai. Karena hingga saat ini belum ada landasan hukum yang jelas dan khusus mengatur tentang kekerasan seksual. Berdasarkan model kebijakan yang sudah dijelaskan diatas, model kebijakan yang sesuai dengan kasus yang diambil adalah menggunakan ​rational model. Karena masalah yang terkait dengan kekerasan seksual membutuhkan solusi yang tepat dalam penyelesaian masalahnya. Kasus laras Kasus individu yang digunakan dalam tugas formulasi adalah tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Para pekerja rumah tangga di Indonesia membutuhkan perlindungan karena banyaknya kasus kekerasan yang dialami oleh pekerja rumah tangga. Berdasarkan model kebijakan yang sudah dijelaskan, model kebijakan yang sesuai dengan kasus yang diambil adalah model rasional. Hal ini dikarenakan permasalahan tersebut sudah diidentifikasi yang ditunjang oleh berbagai informasi berupa laporan kasus.



Kasus Dama - Prostitusi Kasus individu yang digunakan dalam tugas formulasi adalah tentang prostitusi. Dimana didalam masalah prostitusi ini masih banyak yang belum di atur oleh kebijakan pemerintah yang membuatnya menjadi semakin marak. Dengan itu pemerintah membuat satu kebijakan yang tertera pada RKUHP mengenai perzinahan yang dimana itu bisa menjerat pelaku pemakai prostitusi dan PSK itu sendiri. Maka dari itu berdasarkan kebijakan yang sudah dijelaskan, bahwa masalah prostitusi sesuai dengan model kebijakan ​Model Kelompok. ​Dikarenakan adanya kelompok kepentingan yang mendesak pemerintah untuk mengesahkan menjadi KUHP agar bisa segera di implementasikan.



Kasus miftah Kasus individu yang digunakan dalam tugas formulasi adalah tentang wabah penyakit. Dimana didalam kasus ini penanggulangan wabah penyakit masih sulit dilakukan dan tidak sesuai dengan uu yang masih berlaku tidak relevan dengan masa sekarang dimana wabah banyak yang berevolusi dan penanganan wabah penyakit tidak berorientasi dengan teknologi saat ini, model kebijakan yang sesuai dengan kasus yang diambil menggunakan ​model incremental. Karena pemerintah memandang kebijakan publik yang diambil sebagai kelanjutan dari kebijakan pemerintah masa lalu yang akan digunakan kembali dengan memberi tambahan modifikasi sesuai dengan tuntutan dan tantangan masa depan.



Kasus kevin Kasus individu yang digunakan dalam tugas formulasi adalah tentang Penghapusan Kasus Sedot Pulsa. Dimana para masyarakat di Indonesia membutuhkan perlindungan dan hukuman yang setimpal kepada pelaku pencurian pulsa tersebut dengan peraturan hukum yang sesuai, karna masyarakat mengalami kerugian. Berdasarkan model kebijakan yang sudah dijelaskan, model kebijakan yang sesuai dengan kasus yang diambil menggunakan Model Group. ​Karena yang meminta dibuatkan kebijakannya masyarakat (sekelompok orang) yang pulsanya tersedot.



Maka dari itu modus model formulasi kebijakan kelompok ini adalah Model Group, dikarenakan dua kasus di dalam satu kelompok menggunakan model grup seperti kasus prostitusi dan kasus sedot pulsa. Yang dimana peran kelompok kepentingan



untuk membuat kebijakan tentang masalah tersebut. (aku baru bisa nentuin, karena kasus aku sama kevin pake grup, soalnya aku belum liat yang ka laras modelnya apa. Kalau salah boleh diganti kaa, makasih yaa) - damaniall



SUMBER:



https://drive.google.com/file/d/1NacNQwywNge7oUYDdmPCx1sPi5tSQJwb/view https://www.academia.edu/6510860/MODEL_KEBIJAKAN_PUBLIK http://eprints.undip.ac.id/771/1/MODEL_DALAM_KEBIJAKAN_PUBLIK.pdf https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-model-elit-massa/117328



(Sumber :



Prof. Dr. Sri Suwitri, M.Si., Konsep Dasar Kebijakan Publik) https://lesprivatsurabaya.net/bentuk-bentuk-model-kebijakan-publik/ https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/MAPU5301-M1.pdf https://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan_langsung_tunai http://repository.umrah.ac.id/2252/1/R.FINAHARI-100563201255-FISIP-2018.pdf https://www.scribd.com/document/332895669/Analisis-Model-Pilihan-Publik https://www.academia.edu/24963668/PUBLIC_CHOISE_dan_PUBLIC_FINANCE



https://m.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt5aaa21760d9fd/nprt/lt51ee167c016aa/uu-no-2-t ahun-2018-perubahan-kedua-atas-undang-undang-nomor-17-tahun-2014-tentang-majelis-per musyawaratan-rakyat,-dewan-perwakilan-rakyat,-dewan-perwakilan-daerah,-dan-dewan-per wakilan-rakyat-daerah# https://www.liputan6.com/tag/uu-md3