Tugas I Analisis Kebijakan Publik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS 1 MATA KULIAH



: MAPU 5301 ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK



Oleh : Nurhayathi NIM: 500896068



PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS TERBUKA JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK UPBJJ TARAKAN MALINAU 2016



1. Konsep implementasi kebijakan publik  Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan. Tahap ini menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil menghasilkan output dan outcomes seperti direncanakan. Untuk dapat mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan,



maka



kebijakan



publik



perlu



untuk



diimplementasian



tanpa



diimplementasikan maka kebijakan tersebut hanya akan menjadi catatan-catatan elit sebagaimana dipertegas oleh Udoji (dalam Agustino, 2006) yang mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.  Konsep Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aspek yang akan dibahas dalam penelitian ini, dikarenakan Implementasi merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan, sebagaimana yang dikemukakan Grindle (1980) berpendapat bahwa Implementasi Kebijaksanaan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan.  Implementasi merupakan salah satu bagian dari tahap-tahap pembuatan kebijakan, secara keseluruhan tahapan tersebut berupa ;



penyusunan agenda, formulasi



kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. (William N. Dunn, 1999 :hal. 24).  Senada dengan Udoji, Edward II (1980 : hlm. 1) mengatakan " without effective implementation the decisions of policymakers will not be carried out successfully". Dua pendapat tersebut, tidak berarti menyepelekan posisi yang lain dari keseluruhun tahapan kebijakan itu sendiri, akan tetapi mestilah disadari bahwa biarpun formulasi atau perumusan kebijakan telah dilakukan dengan begitu baik dan kemudian akan bermuara pada dikeluarkannya satu kebijakan, tanpa diimplementasikan dalam suatu program atau kegiatan, kebijakan tersebut tidak berarti apa-apa. Sama halnya disket di dalam kotak, bila tidak digunakan maka disket tersebut hanyalah sebuah benda tak berarti, bila tidak digunakan untuk menyimpan data.  Dalam konteks yang sama Sofian Effendi (2000) menyatakan bahwa "implementasi kebijakan adalah proses pelaksanaan kebijakan atau menerapkan kebijakan setelah kebijakan itu disahkan untuk menghasilkan outcome yang diinginkan". Berarti tidak



hanya mengandung maksud terjadinya suatu proses tunggal atau berdiri sendiri, tapi ada proses lain yang dilakukan dalam upaya persiapan implementasi dan proses "yang sebenarnya" dari implementasi kebijakan itu sendiri.  Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan Berdasakan penjelasan di atas, Tachjan (2006i:25) menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.  Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan oleh pendapat Udoji dalam Agustino (2006:154) bahwa: “The execution of policies is as important if not more important than policy making. Policy will remain dreams or blue prints jackets unless they are implemented”.  Tachjan (2006i:26) menjelaskan tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu: 1. Unsur pelaksana 2. Adanya program yang dilaksanakan serta 3. Target group atau kelompok sasaran. Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan Dimock & Dimock dalam Tachjan (2006i:28) sebagai berikut: ”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.  Maksudnya, program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar dan budjet. Pikiran yang serupa dikemukakan oleh Siagiaan, program harus memiliki ciriciri sebagai berikut: 1. Sasaran yang dikehendaki , 2. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu, 3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya, 4. Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan dan



5.



Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun



dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan (Siagiaan, 1985:85)  Selanjutnya, Grindle



(1980:11)



menjelaskan



bahwa



isi



program



harus



menggambarkan; “kepentingan yang dipengaruhi (interest affected), jenis manfaat (type of benefit), derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned), status pembuat keputusan (site of decision making), pelaksana program (program implementers) serta sumberdaya yang tersedia (resources commited)”.  Sejalan dengan pendapat Udoji, George Edward III (dalam Winarno, 2008) berpandangan bahwa implementasi adalah krusial bagi administrasi publik dan kebijakan publik. Implementasi merupakan tahap kebijakan antara pembentukan program dan konsekwensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Apabila suatu program tidak tepat atau tidak bisa mengurangi masalah yang merupakan sasaran kebijakan, maka program itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun program itu diimplementasikan dengan baik, sedangkan suatu program yang cemerlang mungkin juga akan menghadapi kegagalan bila program tersebut kurang diimplementasikan dengan baik. Beranjak dari pandangan tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa implementasi suatu program mempunyai peran penting dan menentukan dalam menanggulangi masalah yang merupakan sasaran kebijakan.  Konsep implementasi kebijakan merupakan suatu konsep yang memiliki berbagai perspektif yang berbeda-beda sehingga cukup sulit untuk merumuskan batasannya secara definitif. Dalam kamus Webster (wahab, 2008) pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementation” (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out (menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu); to give practical effect to” (menimbulakan dampak/ akibat terhadap sesuatu). Beranjak dari rumusan implementasi tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa “to implementation (mengimplementasikan) berkaitan dengan suatu aktifitas yang terlaksana melalui penyediaan sarana (misalnya: undang-undang, peraturan pemerintah, pedoman pelaksanaan, sumber daya dan lain-lain) sehingga dari aktifitas tersebuat akan menimbulkan dampak/ akibat terhadap sesuatu.  Tidak jauh berbeda dari pandangan tersebut, Mazmanian dan Sebastier (dalam Wahab, 2008) merumuskan implementasi kebijakan sebagai: “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadiankejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah dilaksanakannya pedoman–



pedoman



kebijakan



negara,



yang



mencakup



baik



usaha-usaha



untuk



mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat-akibat/ dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”.



2. Model proses implementasi kebijakan  Menurut Sabatier (1986: 21-48), terdapat dua model yang berpacu dalam tahap implementasi kebijakan, yakni model top down dan model bottom up. Kedua model ini terdapat pada setiap proses pembuatan kebijakan. Model elit, model proses dan model inkremental dianggap sebagai gambaran pembuatan kebijakan berdasarkan model top down. Sedangkan gambaran model bottom up dapat dilihat pada model 



kelompok dan model kelembagaan. Grindle (1980: 6-10) memperkenalkan model implementasi sebagai proses politik dan administrasi. Model tersebut menggambarkan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh beragam aktor, dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi program yang telah dicapai maupun melalui interaksi para pembuat keputusan dalam konteks politik administratif. Proses politik dapat terlihat melalui proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai aktor kebijakan, sedangkan proses administrasi terlihat melalui proses umum mengenai aksi administratif yang







dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Pada aspek pelaksanaan, terdapat dua model implementasi kebijakan publik yang efektif, yaitu model linier dan model interaktif (lihat Baedhowi, 2004: 47). Pada model linier, fase pengambilan keputusan merupakan aspek yang terpenting, sedangkan fase pelaksanaan kebijakan kurang mendapat perhatian atau dianggap sebagai tanggung jawab kelompok lain. Keberhasilan pelaksanaan kebijakan tergantung pada kemampuan instansi pelaksana. Jika implementasi kebijakan gagal maka yang disalahkan biasanya adalah pihak manajemen yang dianggap kurang memiliki komitmen sehingga perlu dilakukan upaya yang lebih baik untuk







meningkatkan kapasitas kelembagaan pelaksana. Kebijakan publik paling tidak mengandung tiga komponen dasar, yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai, (2) sasaran yang spesifik, dan (3) cara mencapai sasaran tersebut. Cara mencapai sasaran inilah yang sering disebut dengan implementasi, yang biasanya diterjemahkan ke dalam program-program aksi dan proyek. Aktivitas implementasi ini biasanya terkandung di dalamnya: siapa pelaksananya, besar dana dan sumbernya, siapa kelompok sasarannya, bagaimana manajemen program atau



proyeknya, dan bagaimana keberhasilan atau kinerja program diukur. Secara singkat implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai 



tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Mazmanian dan Sabatier (1983) memberikan gambaran bagaimana melakukan intervensi atau implementasi kebijakan dengan langkah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi masalah yang harus diintervensi, (2) menegaskan tujuan yang hendak dicapai, dan (3) merancang struktur proses implementasi. Program dengan demikian harus disusun secara jelas, jika masih bersifat umum, program harus diterjemahkan secara lebih operasional menjadi proyek.  Dalam siklus kebijakan publik, dengan demikian tindakan implementasi kebijakan merupakan salah satu tahapan yang amat penting dari keseluruhan proses kebijakan publik. Implementasi kebijakan merupakan serangkaian kegiatan (tindakan) setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu kegiatan implementasi, maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan menjadi siasia. Implementasi kebijakan dengan demikian merupakan rantai yang menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang







diharapkan. Implementasi atau pelaksanaan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tak bermakna dalam kehidupan masyarakat (Abidin, 2002: 185) atau kebijakan-kebijakan hanya berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Udoji dalam Putra, 2001: 79). Pelaksanaan sangat penting dalam suatu pemerintahan (Abidin, 2002: 58) dan mekanisme opersional kebijakan tidak hanya berkaitan dengan prosedur-prosedur teknis administratif belaka, tetapi juga berkaitan dengan masalah-masalah politik







seperti konflik keputusan, dan tanggapan kelompok sasaran. Secara sederhana, implementasi merupakan tahapan yang menghubungkan antara rencana dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, implementasi merupakan proses penerjemahan pernyataan kebijakan (policy statement) ke dalam aksi kebijakan (policy action) (Cooper, et.al., 1998: 185). Pemahaman seperti in berangkat dari pembagian proses kebijakan publik ke dalam beberapa tahap di mana







implementasi berada di tengah-tengahnya. Kegagalan implementasi kebijakan tersebut kemudian memunculkan minat para pakar kebijakan publik untuk mengkaji dan mencari penyebab kegagalan tersebut. Artinya studi (research) tentang implementasi kebijakan dilakukan untuk



mengetahui (mencari) faktor penghambat dan pendukung implementasi suatu kebijakan. Hasil studi yang diperoleh selanjutnya dijadikan referensi (acuan) bagi pelaksanaan kebijakan publik selanjutnya.  Proses pembuatan pkebijakan publik bersifat politis, melibatkan berbagai kelompok kepentingan yang bebrbeda, atau bertentangan (stakeholder: pejabat pemerintah, pejabat negara, lembaga pemerintah, lingkungan masyarakat termasuk partai politik, pengusaha. 3. Kaitan antara komponen-komponen model Pada akhirnya, berbicara mengenai implementasi menjadi belum lengkap tanpa membahas mengenai model-model implementasi dari suatu kebijakan. Menurut Parson (dalam Putra,2003) secara garis besar model implementasi kebijakan dapat dibagi menjadi empat yaitu: 1. Model Analisis Kegagalan. Model ini dapat dipahami dari definisi implementasi yang dikemukakan sebagai berikut: implementasi sebagai proses interaksi penyusunan tujuan dengan tindakan (Pressman dan Wildavsky, 1973); implementasi sebagai politik adaptasi saling menguntungkan (McLaughlin, 1975); dan implementasi sebagai bentuk permainan (Bardach,1977) (Putra,2003). 2. Model Rasional (Top-Down). Model ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor mana yang membuat implementasi sukses. Pemahaman terhadap model ini dikemukakan oleh beberapa ahli kebijakan sebagaimana dikemukakan diantaranya oleh Van Meter dan Van Horn (1975) yang memakai pandangan bahwa implementasi perlu mempertimbangkan isi atau tipe kebijakan; Hood (1976) memandang implementasi sebagai administrasi yang sempurna; Gun (1978) memandang beberapa syarat untuk mengimplementasikan kebijakan secara sempurna; Grindle (1980) lebih memandang implementasi sebagai proses politik dan Administrasi. Sedangkan, Sebatier dan Mazmanian (1979) melihat implementasi dari kerangka analisisnya. Posisi model top-down yang diambil oleh Sabatier dan Mazmanian terpusat pada hubungan antara keputusan-keputusan dengan pencapaiannya, formulasi dengan implementasinya, dan potensi hirarki dengan batas-batasnya, serta kesungguhan implementers untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut. Model implementasi yang dikemukakan oleh Sebatier dan Mazmanian pada dasarnya



tidak jauh berbeda dengan model pendekatan top-down sebagaimana dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975); Hood (1976); Gun (1978); dan Grindle (1980) dalam hal perhatian terhadap kebijakan dan lingkungan kebijakan. Hanya saja pemikiran Sebatier dan Mazmanian menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis) (Putra,2003). Dengan demikian, dapat dipahami jika model implementasi sebagaimana dikemukakan oleh Sebatier dan Mazmanian lebih difokuskan pada kesesuaian antara apa yang ditetapkan/ digariskan/diatur



dengan pelaksanaan



program tersebut. 3. Model Botton-Up. Model ini merupakan kritikan terhadap model pendekatan top-down terkait dengan pentingnya faktor-faktor lain dan interaksi organisasi. Misalnya implementasi harus memperhatikan interaksi antara pemerintah dengan warga negara (Lipsky,1971). Implementasi dalam konteks model ini dapat dipahami dari beberapa definisi diantaranya: implementasi sebagai proses yang disusun melalui konflik dan tawar menawar (Wetherley dan Lipsky, 1977); implementasi harus memakai multiple frameworks (Elmor, 1978,1979); implementasi harus dianalisis dalam institusional structures (Hjern et al,1978); implementasi kebijakan merupakan proses alur (Smith,1973) (Putra,2003). Menurut Putra (2003:90) model proses atau alur yang dikemukakan oleh Smith ini melihat proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran. Dengan demikian, dapat dipahami jika model implementasi sebagaimana dikemukakan oleh Smith lebih memberikan fokus pada perubahan secara sosial dan politik yang dirasakan oleh kelompok sasaran tersebut. 4. Model Teori-Teori Hasil Sintesis (Hybrid Theories) Model ini dapat dipahami dari definisi implementasi yang dikemukakan sebagai berikut: implementasi sebagai evolusi (Majone dan Wildavsky,1984); implementasi sebagai pembelajaran (Browne dan Wildavsky,1984); implementasi sebagai policy action continuum (Lewis dan Flynn,1978,1979: Barret dan Fudge,1981); implementasi sebagai sirkuler leadership (Nakamura dan Smallwood,1980); implementasi sebagai hubungan inter-organisasi (Hjern dan Porter,1981); implementasi dan tipe-tipe kebijakan (Ripley dan Franklin, 1982); implementasi sebagai hubungan antarorganisasi (Toole dan



Montjoy,1984); implementasi sebagai teori kontingensi (Alexander,1985); implementasi sebagai analisis kasus (Pressman dan Wildavsky,1973; Bullock dan M. Lamb,1986); implementasi sebagai bagan subsistem kebijakan (Sabatier,1986); dan implementasi sebagai manajemen sektor publik (Hughes,1994). Dari berbagai pendapat mengenai implementasi diatas, pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi merupakan proses melaksanakan keputusan yang dihasilkan dari pernyataan kebijakan (policy statement) kedalam aksi kebijakan (policy action). Implementasi dimaksudkan untuk memahami apa yang senyatanya terjadi setelah suatu kebijakan dirumuskan dan berlaku merujuk pada kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh berbagai aktor yang mengikuti arahan tertentu untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.



PENUTUP DAN KESIMPULAN 1. Model-model dalam kebijakan publik merupakan beberapa alternative pilihan dalam mementukan kebjakan apa yang paling tepat yang akan diputuskan dan dilaksanakan. 2. Ketika suatu kebijakan telah diputuskan, maka seluruh komponen harus saling bekerjasama, membantu dalam merealisasikannya 3. Pilihan kepada salah satu model kebijakan, merupakan suatu upaya untuk mementukan arah kedepan yang lebih baik. 4. Orientasi kebijakan publik tidak hanya menyenangkan dan memuaskan satu golongan tertentu saja, melaikan harus bersifat universal dan menyeluruh. 5. Kebijakan Pemerintah Kota Bengkulu terhadap retribusi parkir dikarenakan adanya tuntutan dan dukungan sehingga merubah karakteristik sistem politik dalam pengambilan kebijakan retribusi parkir tersebut.