14 0 318 KB
TUGAS PERENCANAAN DAN EVALUASI PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN NOMINAL GROUP TECHNIQUE
Oleh SAFRUDIN TOLINGGI 101214353004
UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA 2013
BAB I PENDAHULUAN Suatu keputusan tidak dapat terlepas dalam kehidupan kita sehari – hari, karena kita selalu dihadapkan pada hal tersebut. Keputusan itu bersifat dari yang sederhana sampai pada keputusan yang amat rumit dan sulit. Contoh yang sederhana, pada saat kita baru bangun tidurpun kita sudah dihadapkan pada situasi yang diharuskan kita untuk mengambil keputusan, apakah kita akan segera mandi atau sarapan pagi. Seorang pemimpin organisasi harus mampu mengambil keputusan, walaupun banyak factor lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap keputusanya, karena seseorang pada saat tertentu sudah mengambil keputusan, tetapi hal ini bisa berbeda keputusan disaat yang lain. Karena sebagian fungsi terpenting dari seorang pemimpin adalah sebagai pengambil keputusan, sehingga keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin sangat berkenan dan menentukan
terhadap tindakan apa yang perlu dilaksanakan, siapa yang
melakukan serta kapan, dimana, dan terkadang bagaimana
tindakan itu
dilaksanakan. Misalnya seorang presiden perlu melakukan keputusan siapa yang menjadi anggota kabinetnya ; seorang manager harus membuat keputusan tentang perlu tidaknya mengangkat pegawai tambahan, pembelian mesin baru, atau memberhentikan karyawanya. Karena suatu keputusan itu sangat penting maka kemampuan untuk membuat keputusan yang sangat tepat dan berkwalitas menjadi suatu hal yang mutlak harus dimiliki seorang pemimpin.
Kebanyakan pengambilan keputusan oleh seseorang berhubungan erat dengan pemecahan masalah – masalah yang dihadapinya, seperti masalah pribadi, pekerjaan
maupun
sosial.
Beberapa
pokok
pemikiran
penting
tentang
pengambilan keputusan, yaitu : 1. Pemecahan masalah oleh individu berkenaan dengan penggunaan strategi pencarian
alternatif
yang
relevan.
Individu
biasanya
berusaha
meminimalkan hambatan melalui pemilihan strategi didalam memecahkan masalah 2. Perilaku pemecahan masalah bersifat adaptif. Individu mengawalinya dengan pemecahan yang tentatif, mencari informasi , memodifikasi solusi awal,dan melanjutkanya sampai terjadi keseimbangan antara harapan dan realisasi hasil. 3. Betapapun terbatasnya situasi pemecahan masalah, factor kepribadian dan keinginan individu akan memasuki pilihan strategi, penggunaan informasi dan keputusan akhir. Pada umumnya para individu cenderung menggunakan strategi yang sederhana, walau dalam masalah serumit apapun guna mendapatkan penyelesaian yang diinginkan, karena penyelesaian itu dibatasi oleh informasi yang kurang sempurna, factor waktu dan biaya, keterbatasan pikiran dan tekanan psikologis yang dialami oleh pelaku pengambil keputusan.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Metode Nominal Group Technique NGT merupakan teknik yang digunakan untuk mengorganisir berbagai ide yang muncul dalam proses partisipasi dengan memanfaatkan metode kuantitatif. Teknik ini dinilai sangat berguna ketika waktu pertemuan sangat terbatas, sementara semua pendapat harus didengar. NGT dapat dilakukan dalam waktu 60 menit saja. Teknik Kelompok Nominal atau Nominal Group Technique (NGT) membantu kelompok untuk menggerakkan ide dan mengevaluasi serta memilih solusi. NGT merupakan pertemuan terkonsepsi yang mengikuti format yang telah disiapkan. Sebuah kelompok dikumpulkan untuk membicarakan masalah atau persoalan khusus. Setelah masalah dipahami, individu-individu secara diam menghasilkan ide-ide secara tertulis. Masing-masing individu kemudian menawarkan sebuah gagasan dari daftarnya. Ide-ide dicatat pada papan tulis atau flip chart dan tidak didiskusikan pada tahapan proses ini. Setelah semua ide telah didapatkan, kelompok mendiskusikannya dan setiap orang dapat mengkritik atau mempertahankan setiap item.
Gambar 1: Ilustrasi setiap anggota menawarkan gagasannya Teknik kelompok nominal membatasi pembahasan atau komunikasi antar pribadi selama proses pengambilan keputusan, karena itu disebut nominal. Semua anggota kelompok secara fisik hadir, seperti dalam pertemuan komite tradisional, tetapi anggota-anggota beroperasi secara indepeden. Khususnya, suatu masalah disajikan dan kemudian langkah-langkah berikut diambil: a. Anggota melakukan rapat sebagai kelompok, tetapi sebelum diskusi berlangsung tiap anggota secara independen menuliskan gagasangagasannya mengenai masalah itu. b. Setelah kurun waktu hening, tiap anggota menyajikan satu gagasan kepada kelompok. Tiap anggota mengambil gilirannya secara berkeliling meja, dengan menyajikan satu gagasan tunggal sampai semua gagasan telah disajikan dan direkam (lazimnya pada papan tulis dengan kapur atau lembar kertas (flip chart). Tidak dilakukan pembahasan sebelum semua gagasan dicatat.
Gambar 2 : Anggota kelompok menyajikan gagasannya c. Sekarang kelompok membahas gagasan-gagasan untuk memperjelas dan menilai gagasan itu.
Gambar 3: Kelompok Membahas gagasan-gagasan yang telah disajikan d. Tiap anggota kelompok dengan diam dan independen mengurutkan peringkat gagasan. Keputusan akhir ditentukan oleh gagasan yang mendapat peringkat tertinggi. Paling baik jika NGT dilakukan dalam kelompok kecil (5-9 orang). Kalau jumlah kelompok lebih besar, dapat dibagi dalam kelompok yang lebih kecil. Fasilitator
dibutuhkan untuk tiap kelompok, oleh sebab itu sangat penting dalam proses persiapan untuk merekrut dan melatih fasilitator sesuai dengan jumlah kelompok. Kondisi ruang sangat penting untuk mendukung proses NGT. Masingmasing kelompok memiliki ruang masing-masing. Karena setiap kelompok akan berbicara, sulit bila semua kelompok berada dalam satu ruangan yang sama. Bila mungkin kelompok besar bisa berkumpul dalam ruangan besar pada awalnya, sebelum dipecah dalam kelompok kecil. Setiap fasilitator membutuhkan flipchart, spidol warna-warni, isolasi kartu indeks, dan kerta serta pensil/ ballpoint untuk setiap orang dalam kelompok. Sangat penting bagi panitia dan fasilitator untuk menyiapkan pertanyaan yang harus dijawab kelompok. Pertanyaan harus sederhana sehingga dapat mendorong munculnya ide-ide kreatif, tapi cukup spesifik sehingga pikiran setiap orang disalurkan melalui arah yang sama.
Gambar 4: Seorang Fasilitator memberikan masalah yang harus di jawab oleh kelompok
Contoh pertanyaan NGT yang buruk: “Apa yang dapat anda lakukan sebagai individu dan sebagai anggota forum warga kota X untuk menjamin adanya dukungan dana bagi kegiatan forum warga kota X , baik jangka pendek maupun dalam jangka panjang”. Pertanyaan ini buruk karena terlalu kompleks dan membutuhkan banyak respond dan agak sulit untuk ditentukan bagian mana pertanyaan yang akan dijawab. Pertanyaan yang lebih baik adalah: “Apa yang dapat dilakukan untuk menjamin adanya dukungan dana bagi kegiatan Forum Warga Kota X?” Setiap peserta diminta untuk memberikan responnya atas pertanyaan pendorong yang telah dirumuskan sebelumnya tanpa bersuara dan secara independen selama beberapa menit. Fasilitator meminta setiap peserta untuk mengemukakan satu ide terlebih dahulu. Peserta lain harus mendengarkan baikbaik sehingga tidak perlu menyebutkan kembali gagasan yang persis sama yang telah dikemukakan peserta lain ketika gilirannya tiba. Peserta bisa meminta dilewati (pass) kalau merasa tidak ada lagi gagasan yang bisa di kontribusikan. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam beberapa putaran. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam beberapa putaran (tergantung jumlah peserta), sampai dihasilkan satu daftar bersama sebanyak 20-30 item. Pada langkah selanjutnya, klarifikasi diberikan dan juga persetujuan atau tidak persetujuan umum dengan gagasan. Teknik “kotak sabun 30 detik”, yang
memerlukan pemberian maksimum waktu 30 detik kepada setiap partisipan untuk mempertahankan atau melawan setiap ide yang sedang dibicarakan, dapat dipakai untuk
memfasilitasi
diskusi
ini.
Akhirnya,
anggota-anggota
kelompok
memberikan pemungutan suara (voting) tanpa nama atas pilihan-pilihan utama mereka dengan prosedur pemungutan suara yang diberi bobot (misal, pilihan pertama = 3 poin; pilihan kedua = 2 poin; pilihan ketiga = 1 poin). Pemimpin kelompok kemudian menambahkan suara untuk menentukan pilihan kelompok. Sebelum membuat keputusan akhir, kelompok dapat memutuskan untuk membicarakan item-item yang diberi peringkat paling atas dan menjalankan putaran pemungutan suara kedua. Terakhir, nilai suara ditabulasi dalam satu kertas lebar sehingga diperoleh urutan gagasan berdasarkan tingkat pentingnya (Sumarto, 2009). 2.2. Contoh
Penerapan
NGT
dalam
pembelajaran
model
kreatif
instruksional pada siswa MAN 2 Pekan baru dalam mata pelajaran fisika. Bruner (dalam Ibrahim, 2000) menyatakan bahwa dalam pengajaran berdasarkan aktivitas di harapkan siwa-siswa menggunakan pengalaman dan observasi langsung untuk memperoleh informasi dan memecahkan masalahmasalah ilmiah. Guru tidak saja sebagai penyaji informasi, tetapi juga sebagai
fasilitator,
motivator,
dan pembimbing
yang
lebih
banyak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Tujuannya antara lain untuk mencapai ketuntasan belajar pada setiap materi.
Kewajiban sebagai pendidik atau guru, tidak hanya transfer of knowlegde tapi juga dapat mengubah prilaku, memberikan dorongan yang positif
sehingga
siswa termotivasi,
memberi
suasana
menyenangkan, agar mereka bisa berkembang semaksimal
belajar
yang
mungkin.
Guru
sebagai pengajar yang memberikan pengetahuan dan keterampilan pada siswa mempunyai peranan sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pembimbing dalam mencapai kemajuan dalam belajar (Slameto, 2003). Berdasarkan pengamatan dan informasi yang diperoleh dari guru fisika MAN 2 model Pekanbaru terhadap hasil hasil belajar siswa yang masih rendah yaitu 6,5 dimana hampir 60% siswa belum mencapai standar ketuntasan belajar minimum. Nilai siswa
yang tertera di
raport belum seluruhnya
mencerminkan keberhasilan hasil belajar siswa Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan hasil
belajar
kognitif
siswa
adalah
penerapan model
pembelajaran DDFK (Defenisi Desain Formulasi Komunikasi). Dalam Pembelajaran Model Intruksional DDFK peranan
individu dalam
kelompok
mengarahkan
dan
pembelajaran
kooperatif maka
nominal
belum
mengefektifkan peranan
Problem
terarah, individu
digunakan teknik
Solving
sehingga untuk dalam
nominal
kelompok
group. Teknik
group merupakan kelompok yang terstruktur dimana siswa
mengungkapkan ide-idenya secara individu yang dilanjutkan dengan bekerja sama dan berdiskusi dalam kelompok. Teknik nominal group memberikan kesempatan kepada anggota kelompoknya untuk berusaha atau berpikir mencari
pemecahan dari suatu permasalahan. Siswa terlebih dahulu diberi waktu untuk memulai belajar dengan memahami permasalahan, kemudian terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok, dan menulis hasil belajar yang diperolehnya dan diungkapkan ke dalam bahasa sendiri (Kusmawan, 1998). Istilah DDFK dalam model instruksional ini merupakan kependekan dari keempat istilah„fase Instruksional‟, yaitu fase-mendefinisikan masalah,
Men-
Desain Solusi, memformulasikan hasil, dan mengkomunikasi kan hasil. Secara utuh, Model instruksional tersebut di kembangkan dengan target utama terwujudnya peserta didik yang kreatif dan kritis. oleh karenanya, secara teoritis pengembangan model instruksional ini di dasarkan atas prinsip-prinsip problem solving, yang
telah
lama
di
percaya
sebagai
vehicle untuk
mengembangkan Higher order thingking skills. Melalui model ini di harapkan peserta didik dapat membangun pemahamannya sendiri tentang realita alam dan ilmu pengetahuan dengan cara mengrekonstruksi sendiri makna melalui pemahaman
relevan
pribadinya.
Para
peserta didik
di
fasilitasi
untuk
menerapkan their existing knowledge melalui problem solving, pengambilan keputusan, dan mendesain penemuan. para siswa di tuntut untuk berfikir dan bertindak kreatif dan kritis. mereka dilibatkan dalam melakukan eksplorasi situasi baru, dlam mempertimbangkan dan merespon permasalahannya secara realistis. Teknik nominal group merupakan pertemuan kelompok yang terstruktur, dimana individu bekerja sama dengan individu-individu yang lain. Tetapi pada tahap pertama, setelah
diketahui
masalah
yang
akan dipecahkan
antara
anggota kelompok tidak mengadakan interaksi verbal satu dengan yang lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pidarta (1990) bahwa teknik nominal group adalah suatu mekanisme kerja yang berusaha membuat para anggota berpikir sendiri secara maksimal. Di sini terlihat bahwa yang membedakan antara teknik nominal group dengan teknik berdiskusi yang lainnya adalah pada teknik nominal group para
anggota pertama-tama
harus
berusaha
atau
berpikir sendiri
untuk
mencari pemecahan masalah yang diberikan. Dengan demikian siswa dapat berfikir secara optimal, sebagaimana yang dikemukakan oleh Pidarta (1990) bahwa, dengan berpikir sendiri diharapkan setiap anggota dapat menciptakan atau mengkreasikan sesuatu yang terbaik baginya untuk memecahkan masalah tanpa dapat pengaruh dari pemikiran orang lain. Teknik
nominal
group
dalam pelaksanaannya juga menggunakan
kelompok-kelompok kecil sehingga bisa diterapkan dalam proses pembelajaran. Pembentukan anggota kelompok belajar, diupayakan terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini
bertujuan
untuk
memperlancar jalannya proses diskusi, maksudnya siswa dengan kemampuan tinggi dapat membantu siswa dengan kemampuan rendah dan adanya saling kerja sama atau interaksi sesama siswa. Masing-masing anggota kelompok terdiri dari 4-6 orang siswa. Berdasarkan
penerapan model instruksional DDFK Problem Solving
dengan teknik nominal group dalam pembelajaran sains fisika diperoleh rata-rata daya serap siswa dengan kategori baik. Berdasarkan daya serap ini maka
efektivitas pembelajaran dikategorikan cukup efektif. Ketuntasan belajar siswa secara
klasikal dinyatakan
tidak
tuntas
(61%)
dan
ketuntasan tujuan
pembelajaran dinyatakan tidak tuntas (73%). Sehingga penerapan model instruksional DDFK Problem Solving dengan teknik nominal group cukup efektif untuk pembelajaran siswa di MAN 2 Model Pekanbaru pada materi pokok fluida statis. (M. Rahmad, 2009)
BAB III PENUTUP KESIMPULAN Teknik kelompok nominal (nominal group tecgnique- NGT) membantu kelompok untuk menggerakkan ide dan mengevaluasi serta memilih solusi-solusi. Teknik kelompok nominal ini menurunkan hambatan terhadap pengambilan keputusan kelompok dengan (1) memisahkan sumbang saran dari evaluasi, (2) meningkatkan
partisipasi
seimbang
antar
anggota
kelompok,
dan
(3)
menggabungkan teknik-teknik pemungutan suara matematis agar dapat mencapai konsensus. NGT telah berhasil digunakan pada berbagai situasi pengambilan keputusan yang berbeda. Keuntungan utama dari teknik kelompok nominal adalah bahwa teknik ini memungkingkan kelompok untuk bertemu secara formal tetapi tidak membatasi pemikiran bebas, seperti kelompok interaksi. Kelemahan utama metode ini adalah kurang fleksibel karena metode ini hanya dapat mengatasi masalah satu persatu. Selain itu,‟harus mencapai jumlah keseragaman (conformity) tertentu. Setiap orang harus merasa nyaman dengan jumlah struktur yang terlibat. Kelemahan lainnya adalah waktu yang diperlukan dalam menyiapkan aktivitas ini. Tidak ada spontanitas terlibat dalam metode ini. Fasilitas harus diatur dan direncanakan dengan hati-hati. Opini bisa saja tidak menyatu dalam proses voting, fertilisasi silang, ide-ide dapat terhambat dan proses menjadi terlalu mekanis. Teknik
nominal
group
dalam pelaksanaannya yang menggunakan
kelompok-kelompok kecil dapat diterapkan dalam proses pembelajaran siswa. Perbedaan teknik nominal group dengan teknik berdiskusi yang lainnya adalah pada teknik nominal group para anggota pertama-tama harus berusaha atau berpikir sendiri untuk mencari pemecahan masalah yang diberikan. Dengan demikian siswa dapat berfikir secara optimal. Para siswa dirancang untuk berpikir sendiri sehingga diharapkan setiap anggota dalam satu kelompok belajar dapat menciptakan atau mengkreasikan sesuatu yang terbaik baginya untuk memecahkan masalah tanpa dapat pengaruh dari pemikiran orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
(M. Rahmad, 2009. Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kreatif Model Instruksional DDFK Problem Solving Dengan Teknik Nominal Group Di Kelas XI IPA 1 MAN 2 Model Pekanbaru. Journal Sains. Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau.
sumarto, 2009. Inovasi, partisipasi, dan good governance. Edisi ke-2. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia).
Ibrahim,
M.,
Rachmadiarti,
F.,
Nur,
M.,
dan Ismono.,
2001.
Pembelajaran Cooperatif, University Press, Surabaya.
Kusmawan, Udan., 1998. Pengembangan Model Instruksional DDFK Problem Solving di SMU. Hasil studi, PSI-Universitas Terbuka.
Pidarta,
M.,
1990.
Perencanaan
Pendidikan Parsipatori
dengan
Pendekatan Sistem, Bhineka Cipta, Jakarta.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.