Tugas Perc Kota Urban Sprawl [PDF]

  • Author / Uploaded
  • aulia
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PERENCANAAN KOTA “Mencari Materri Mengenai Historical City, Urban Sprawl dan Urban Renewal”



Disusun Oleh :



NURLAILA ARUMDHANI PURWANINGRUM F23117060



PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN 2019



HISTORICAL CITY Historical City atau kota sejarah adalah kota yang memiliki sejarah didalamnya baik sejarah perkotaannya, tata ruang kotanya maupun peninggalan-peninggalan yang ada. Dimana kota sejarah ini dapat di jadikan sebagai tempat wisata serta tempat pembelajaran bagi orangorang yang tinggal pada kota tersebut. Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi karekteristik fisik dan sifat masyarakat kota. Kota yang sejarahnya direncanakan sebagai ibu kota kerajaan akan berbeda dengan perkembangan kota yang sejak awalnya tumbuh secara organisasi. Kepercayaan dan kultur masyarakat juga mempengaruhi daya perkembangan kota. Terdapat tempat-tempat tertentu yang karena kepercayaan dihindari untuk perkembangan tertentu. Kota Prasejarah Kota prasejarah dalam pengertian luas merupakan perwujudan kota-kota besar awal dunia, kita bisa menyebut kota Mesopotamia, Baghdad, Yunani, Romawi, termasuk penemuan kota prasejarah terbaru yakni di Provadia-Solnitsata yang berlokasi di dekat resor Varna di tepi Laut Hitam, atau kebesaran kota Prasejarah Mohenjo Daro dan Harappa di lembah sungai Indus yang memiliki penataan kota yang hebat. Untuk kasus di Indonesia, beberapa pemukiman awal sudah sering dikategorikan sebagai kota prasejarah Indonesia atau kadang disebut juga dengan kota kuno. Pembahasan sejarah kota dapat dilakukan secara kronologis dengan melakukan pembabakan atas perkembangan kota. Kota-kota yang terletak di negara yang pernah dijajah, pembabakannya dapat dikaitkan dengan era kolonial. Secara umum pembabakannya adalah sebagai berikut : 1.



Era Kota Tradisional (Prakolonial) Kota tradisional adalah perkembangan kota ketika berada di bawah kekuasaan penguasa-



penguasa lokal, seperti bupati dan raja, sebelum kedatangan bangsa penjajah. Pada tataran budaya ditandai dengan penggunaan teknologi yang masih sederhana, ilmu pengetahuan yang terbatas, serta sistem produksi yang masih didominasi oleh tenaga manusia dan hewan.



2.



Era Kota Kolonial Kota kolonial adalah kota yang tumbuh dan berkembang dengan munculnya kolonialisme



Eropa di negara-negara dunia ketiga, terutama Asia dan Afrika. Pada masa ini kota-kota berada di bawah kendali pemerintah kolonial atau pemerintah jajahan. Bentuk fisiknya juga disesuaikan dengan kepentingan dan selera bangsa penjajah. 3.



Era Kota Pascakolonial Pada periode ini adalah kota yang telah ditinggalkan oleh bangsa penjajah. Kota-kota



kemudian dibangun sebisa mungkin meninggalkan ciri-ciri kota kolonial. Contoh Kota Historical City Kota menurut sejarawan adalah kota merupakan perubahan dari desa. Desa yang tak mampu menahan laju dari pelebaran dari wilayah kota. Biasanya desa yang demikian adalah desa yang dekat wilayah perkotaan. Ada pun perkembangan wilayah perkotaan diantaranya adalah karena pendidikan, pemerintahan, dan ekonomi. Suatu kota tidak lah langsung menjadi kota yang kita lihat. Ada suatu proses perubahan yang dialami



oleh



kota



tersebut,



contoh



kota



Majalengka.



Di



buku



Sejarah



Majalengka, kota Majalengka yang dahulunya bernama Sindangkasih merupakan bagian dari keresidenan Cirebon. Proses pembentukan kabupaten Majalengka tidak lepas dari adanya hubungan antara pemerintah pusat dan rakyat daerah. Pembentukan kabupaten Majalengka tidak lepas dari campur tangan dari pihak Kolonial Belanda. Di dalam staatsblad 1819 No.9 pada tanggal 5 Janari 1819 tercantum Surat keputusan dari Residen Cirebon No.23 mengenai Pembentukan Kabupaten Maja. Pembentukan Kabupaten Maja ini merupakan cikal bakal dari pembentukan kabupaten Majalaya. Kemudian di dalam staatsblad 1840 No.7 tanggal 11 Februari 1840 ada perubahan nama Kabupaten Maja dengan ibukota Sindangkasih berubah menjadi Kabupaten Majalengka dengan ibukota Majalengka. Perubahan kota Majalengka ini diimbangi oleh perkembangan pembangunan, transportasi dan saran prasarana disana. Selain itu dibukanya pabrik gula jatiwangi dan sekolah-sekolah disana, bertambah ramainya kota Majalaya. Seperti halnya dengan kota Majalengka yang berkembang karena campur tangan pihak kolonial Belanda, Kota Cianjur juga demikian. Kota Cianjur berkembang juga dikarenakan ada



pembangunan yang dilakukan oleh pihak kolonial Belanda. Pada masa awalnya berdirinya kabupaten Cianjur, ibukota Cianjur berada di Pamoyanan, tetapi hanya singkat saja. Ketika Aria Tanu III (1707-1726) menjabat sebagai bupati Cianjur, ibukota Cianjur dipindahkan ke kampung Cianjur. Bupati Aria Tanu III juga membuat Cianjur menjadi daerah pertama penghasil kopi di Priangan. Pembangunan dan perluasan daerah Cianjur bukan hanya terhendi pada masa bupati Aria Tanu III, tetapi masih tetap dilanjutkan oleh Aria Wira Tanu Datar IV berkuasa (17271761). Selain itu pembuatan Jalan Raya Pos oleh Daendles melalui jalur Batavia-BuitenzorgPuncak-Cianjur-Bandung-Sumedang, menambah ramai kota Cianjur, dan semakin berkembang pula kota tersebut. Perkembangan kota Cianjur juga diikuti oleh perkembangan sarana dan Prasarana yang disediakan, misalnya dari segi transportasi. Dari segi transportasi dibangun jalur kereta api yang melewati kota Cianjur. Jalur kereta api ini juga digunakan sebagai transportasi untuk mengangkut hasil panen Kopi dari daerah Cianjur. Selain itu, perkembangan di dunia pendidikan tidak luput dari perubahan kota Cianjur ini. Institusi pendididkan terdiri atas institusi pendidikan yang dibangun oleh pemerintahan colonial Belanda dan Swasta. Oleh karena itu, di kota Cianjur berkembang pula pergerakan-pergerakan. Salah stu pergerakan yang muncul di Cianjur diantaranya Sarekat Islam (SI). Berbeda dengan kota Cilacap, kota Cilacap dikenal sebagai kota pelabuhan di daerah selatan pulau Jawa bukan dari jalur pelayaran tradisional yang terbentang di pesisir pantai utara Jawa. Pelabuhan ini juga pernah menjadi gerbang eksport impor yang paling aktif pada masa Hindia Belanda. Perkembangan kota Cilacap sebagai kota pelabuhan tidak berlangsung lama. Kota ini runtuh sebagai kota pelabuhan diakibatkan dari kebijakan pemerintah yang tumpangtindih. Pembangunan jalan raya di Jawa juga penyebab runtuhnya kota pelabuhan ini. Selain itu posisi Kota Cilacap yang berada di daerah pantai selatan Pulau jawa yang sangat sulit sekali ditempuh oleh pelayaran karena ombaknya terlalu besar (berbatasan langsung dengan samudera Hindia), sehingga banyak pelayaran para pedagang luar negeri tidak melalui jalur tersebut dan lebih memilih jalur Utara pulau jawa, akibatnya jalur Selatan ini sepi. Maka dari itu, aktivitas pelabuhan ini menjadi redup. Perkembangan sejarah Perkotaan di Indonesia berbeda-beda di setiap daerah. Perkembangan kota di sini tergantung dari potensi yang dimiliki oleh kota tersebut. Ada yang berkembang dari segi perekonomian, ada yang berkembang karena pendidikan, dan juga karena ada pusat



pemerintahan disana. Perkembangan kota ini juga dikarenakan adanya kebijakan dari pemerintahan pada masa itu. Namun ada kalanya kebijakan yang dikeluarkan tidak menguntungkan kota tersebut, seperti halnya kota Cilacap. Jadi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sangat berpengaruh bagi perkembangan kota tersebut.



URBAN SPRAWL Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Urban didefinisikan sebagai sebuah kota, sedangkan kata Sprawl diartikan sebagaipergi, datang, atau tersebar secara irregular (acak). Urban sprawl atau urban terkapar, dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekarankota yang secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana.Yaitu merupakan bentuk pertambahan luas kota secara fisik, seiring denganpertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya arus urbanisasi.Peristiwa pertumbuhan keluar area kota inipun semakin meluas, hinggamencapai area perdesaan, yaitu area yang awalnya memiliki jumlah populasiyang lebih rendah dibanding kota. FenomenaUrban sprawl terjadi saat suatu kota sedang mengalamipertumbuhan, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah populasipenduduk dan jumlah area lahan secara acak. Fenomena Urban sprawl ini memiliki dampak yang positif, yaitu menjadikan rumah berkualitas denganharga yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun,fenomena ini ternyata juga dapat menimbulkan dampak negatif bagikomunitas di sekitarnya. Banyak masalah perkotaan yang muncul baru-baruini, akibat adanya pemekaran wilayah keluar area kota. Pola Perkembangan Fisik Kota Perkembangan-perkembangan ini dapat Umumnya proses perkembanganfisik kota ( urban sprawl), membentuk pola-pola perkembangan ruangdiantaranya adalah: 1. Pola perkembangan fisik kota yang bersifat konsentris (concentricdevelopment/low density continous development). Merupakan jenis perkembangan fisik kekotaan yang paling lambatdimana perkembangan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semuabagian-bagian luar kenampakan fisik kekotaan. Karena sifatperkembangannya yang merata di seluruh bagian luar kenampakan kotayang telah ada, maka tahap berikutnya adalah akan membentuk suatukenampakan morfologi kota yang relatif kompak. Pada polaperkembangan ini terlihat bahwa peranan jalur transportasi terhadapperkembangannya tidak terlalu nampak.



2. Pola



Perkembangan



Memanjang



(ribbon



development/lineair



development/axial



development) Pola ini menunjukkan keadaan yang tidak merata perkembanganareal kekotaan di semua bagian sisi-sisi luar dari daerah inti kota.Perkembangan paling cepat terjadi di sepanjang jalur transportasi,khususnya yang bersifat menjari (radial) dari inti kota.Daerah di sepanjang jalur transportasi



mendapatkan



tekanan



palingberat



dari



proses



perkembangan



ini.



Melambungnya harga lahan padakawasan demikian semakin menggoda para pemilik lahan pertanian.Makin cepatnya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan bukanpertanian, meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya aktivitas di luarpertanian, semakin padatnya bangunan semakin memperbesar gangguanterhadap sektor pertanian yang ada di pinggiran kota, sehingga mendorongpetani untuk meninggalkan aktivitas pertaniannya dan menjual lahan yangdimilikinya. Bagi masyarakat petani, hasil penjualan lahan ini kemudiandiinvestasikan kembali pada lahan yang lebih jauh dari kota sehingga akanmemperoleh lahan pertanian yang lebih luas. 3. Pola perkembangan fisik kota lompatan katak (leap frog development / checkerboard development). Pola perkembangan fisik kota jenis ini dinilai paling tidak efisien dan merugikan dari segi ekonomi dan tidak memiliki unsur estetika serta tidak menarik. Perkembangan lahan ke kotanya terjadi berpencaran secara sporadic dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian. Keadaan ini sangat menyulitkan pemerintah kota sebagai administrator dalam menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang lain, karena akan memerlukan pembiayaan yang lebih tinggi. Pembiayaan untuk pembangunan jaringan listrik, air bersih dan sarana lainnya sangat tidak sebanding dengan yang dilayani, jika dibandingkan dengan daerah perkotaan ynag kompak. Jenis perkembangan ini akan cepat menimbulkan dampak negatif pada sektor pertanian padawilayah ynag luas, sehinggan akan menurunkan produktifitasnya. Karakteristik Urban Sprawl 1. Single-use zoning Keadaan ini menunjukkan situasi dimana kawasan komersial, perumahan dan area industri saling terpisah antar satu dengan yang lain. Sebagai konsekuensinya, bidang besar



tanah digunakan sebagai penggunaan lahan tunggal yang saling terpisahkan, antara ruang terbuka, infrastruktur atau hambatan lainnya. 2. Low-density zoning Sprawl mengonsumsi jauh lebih banyak penggunaan lahan perkapita dibandingkan perkembangan kota tradisional, karena peraturan penzonaan seharusnya menyatakan bahwa perkembangan kota seharusnya berada dalam kepadatan penduduk yang rendah. Definisi yang tepat mengenai kepadatan yang rendah ini relatif, contohnya rumah tinggal tunggal, yang sangat luas, kurang dari sama dengan 4 unit per are. Bangunan tersebut memiliki banyak penggunaan lahan dan saling berjauhan satu sama lain, terpisahkan oleh halaman rumput, landscape, jalan atau lahan parker yang luas. 3. Car-dependent communities Area yang mengalami Urban sprawl biasa dikenali dengan tingkat penggunaan mobil yang tinggi sebagai alat transportasi, kondisi ini biasa disebut dengan automobile dependency. Kebanyakan aktivitas disana, seperti berbelanja dan nglaju (commuting to work), membutuhkan mobil sebagai akibat dari isolasi area dari zona perumahan dengan kawasan industri dan kawasan komersial. Dampak yang terjadi akibat urban sprawl Setiap peristiwa pasti memiliki dampak bagi lingkungan sekitarnya maupun bagi objek itu sendiri. Sama halnya yang terjadi pada fenomena Urban sprawl ini. Ada beberapa dampak yang akan saya paparkan mengenai fenomena ini. Dampak positifnya adalah: 1. Bertambahnya jumlah penduduk yang akan meningkatkan kepadatan penduduk diwilayah tersebut. 2. Semakin berkembangnya wilayah disekitar kota yang terkena dampak, baik perdesaan maupun perkotaan. Karena akibat semakin banyak penduduk yang bermukim disana, semakin banyak aktivitas yang terjadi yang akan meningkatkan perekonomian wilayah. 3. Bertambahnya infrastruktur diwilayah yang terkena dampak, sebagai supply dari pemerintah setempat akan kebutuhan masyarakatnya. Selain memiliki dampak positif, fenomena urban sprawl ini juga memiliki dampak yang negatif. Bahkan dengan jumlah yang lebih banyak, diantaranya adalah :



1. Semakin berkurangnya lahan subur untuk pertanian dan lahan sebagai habitat bagi makhluk hidup, selain manusia. 2. Morfologi kota yang semakin tidak teratur 3. Meningkatnya biaya pajak 4. Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta meningkatnya konsumsi energi oleh manusia 5. Terjadinya kesenjangan sosial. Contoh Kota Urban Sprawl Salah satu contoh kota yang mengalami urban sprawl adalah daerah pinggiran kota Yogyakarta (di kutip dari: “GEJALA URBAN SPRAWL SEBAGAI PEMICU PROSES DENSIFIKASI PERMUKIMAN DI DAERAH PINGGIRAN KOTA (URBAN FRINGE AREA) (Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta)” oleh Sri Rum Giyarsih). Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai pusat kebudayaan, pusat pemerintahan, daerah pariwisata, dan kota pelajar yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan secara terus-menerus ini mengakibatkan daerah yang langsung berbatasan dengan Kota Yogyakarta, telah banyak mendapat pengaruh kota. Perkembangan fungsi Kota Yogyakarta yang semakin tinggi intensitasnya dihadapkan pada keterbatasan lahan yang mengakibatkan sulitnya memperoleh lahan untuk mewadahi tuntutan kehidupan kota. Sebagai kota kebudayaan dengan terdapatnya daerah-daerah yang mempunyai nilai sejarah dan budaya, maka daerah-daerah tersebut perlu dilestarikan. Dengan demikian maka perkembangan Kota Yogyakarta akhirnya mengarah ke daerah pinggiran kota, yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul dan Sleman (Sontosudarmo, 1987). Secara spasial distribusi desa-desa di pinggiran Kota Yogyakarta sebagai berikut. Peningkatan migrasi secara konsisten selama dua puluh tahun terakhir tampaknya berkaitan dengan peningkatan penduduk dari luar daerah yang belajar di propinsi ini. Hasil Sensus Penduduk Tahun 1980 dan 1990 menunjukkan bahwa sebagian besar migran berusia 1529 tahun (Sukamdi, dkk, 1992). Dengan mempertimbangkan bahwa usia tersebut merupakan usia SMU dan Perguruan Tinggi, maka ciri tersebut merupakan salah satu bukti bahwa migran yang masuk ke Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah pelajar dan mahasiswa.



Disamping mobilitas permanen atau migrasi, dinamika penduduk di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ditandai pula dengan menonjolnya mobilitas penduduk non permanen baik nglaju maupun sirkulasi. Nampaknya mobilitas penduduk non permanen ini merupakan tipe dominan bagi Kota Yogyakarta. Hasil penelitian Yunus (1989) menunjukkan bahwa 85% migran tidak ingin menetap di Kota Yogyakarta. Artinya bahwa Kota Yogyakarta hanya merupakan tempat untuk mencari nafkah, bukan sebagai tempat tinggal. Gejala lain yang tampak bahwa keadaan tersebut sudah mulai merembes ke daerah sekitar kota. Akibatnya daerah sekitar kota terutama daerah pinggiran kota yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta akan menjadi daerah padat penduduk. Hal ini terjadi karena Kota Yogyakarta sudah mengalami kejenuhan sebagai daerah tempat tinggal. Karena kejenuhan tersebut, diperkirakan akan terjadi peluberan penduduk ke daerah pinggiran kota (Sukamdi, dkk, 1992). Keadaan ini akan diikuti oleh terjadinya proses densifikasi permukiman di daerah pinggiran kota. Tidak hanya permukiman penduduk saja yang mempengaruhi terjadinya proses densifikasi bangunan, namun juga adanya difusi bangunan-bangunan prasarana sosial ekonomi ke arah pinggiran akan mempengaruhi kepadatan bangunan di pinggiran kota Yogyakarta. Salah satu contoh dari bangunan prasarana sosial ekonomi ini adalah bangunan fasilitas pendidikan yang berupa kampus perguruan tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini Rachmawati (1999) menunjukkan bahwa difusi kampus perguruan tinggi ke arah pinggiran kota sebagai gejala urban sprawl mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam memicu gejala densifikasi permukiman di sekitar kampus tersebut. Dari penelitian ini dapat dibuktikan bahwa pola perkembangan ruang yang terjadi dengan adanya difusi kampus ke arah pinggiran ini menimbulkan efek primer berupa berdirinya rumah-rumah pondokan mahasiswa dan efek sekunder berupa pendirian warung makan, toko kelontong, dan pelayanan foto copy untuk melayani kebutuhan mahasiswa. Peneliti lain yaitu Yunus (2001) menemukan adanya gejala pengurangan lahan persawahan di daerah pinggiran kota Yogyakarta. Cepatnya pengurangan lahan persawahan di pinggiran kota Yogyakarta menandakan terjadinya proses perubahan (konversi) lahan pertanian ke non pertanian (bangunan). Dengan berubahnya lahan pertanian ke bangunan ini, praktis akan menyebabkan terjadinya proses pemadatan (densifikasi) bangunan/permukiman di daerah pinggiran kota Yogyakarta. Distribusi keruangan desa-desa di pinggiran Kota Yogyakarta



disajikan pada Peta 1. Subroto, dkk (1997) dalam penelitiannya di Dusun Jaban, Dayu, dan Prujakan, Desa Sinduadi Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman menemukan bahwa ditinjau dari Koefisien Dasar Bangunan (KDB) wilayah tersebut telah banyak mengalami perubahan spasial dari daerah pertanian menjadi daerah untuk fungsi-fungsi bangunan baik secara horisontal maupun vertikal. Dengan demikian di wilayah tersebut juga telah terjadi proses densifikasi permukiman.



URBAN RENEWAL Urban Renewal adalah Upaya penataan kembali suatu kawasan tertentu di dalam kota dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai bagi kawasan tersebut sesuai dengan potensi nilai ekonomi yang dimiliki oleh lahan kawasan tersebut. Upaya peremajaan kawasan diperlukan apabila suatu lingkungan dianggap mengalami penurunan kualitas lingkungan. Menurut Buissink (1985) memberi pengertian bahwa urban renewal merupakan usaha untuk memulihkan kembali bagian kota yang menurun kualitasnya dan tidak terpakai melalui perencanaan kembali bagian kota agar dapat berfungsi kembali dan meningkat nilai ekonominya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki pada saat itu. Menurut Couch (1990) mengatakan bahwa urban renewal merupakan proses perubahan fisik, perubahan fungsi, dan proses perubahan intensitas pemakaian suatu lahan dan bangunan sebagai upaya peningkatan kualitas sosial ekonomi bagian kota Faktor-faktor dalam Pelaksanaan Urban Renewal akan dijelaskan lebih jauh mengenai tiga faktor yang mempengaruhi pelaksanaan urban renewal. Ketiga faktor tersebut adalah lokasi, pelaku, dan waktu (Buissink, 1985). 1. Faktor Lokasi Faktor lokasi berhubungan dengan tiga faktor perencanaan kota dalam pelaksanaan urban renewal. Pertama, aksesibilitas yang berhubungan dengan akses menuju lokasi perencaanaan dan struktur jalan di sekitarnya. Kemudian, peruntukan lahan berhubungan dengan faktor lingkup kawasan dan hubungan dengan aktivitas lain di lokasi tersebut. Terakhir, intensitas bangunan berhubungan dengan kepadatan ruang di lokasi perencanaan yang dapat mempengaruhi kualitas ruang. Pelaksanaan urban renewal guna meningkatkan vitalitas kota, berdampak terjadinya perubahan pada tiga faktor perencanaan kota yaitu terjadi perubahan pada peruntukan lahan, penurunan vitalitas bagian kota, dan perubahan fungsi kegiatan. a. Peruntukan Lahan salah satu konsep urban renewal untuk meningkatkan vitalitas, dengan cara peruntukan lahan multi fungsi. Perencanaan fungsi bagian kota dengan peruntukan lahan multi fungsi melalui penggabungan tempat hunian dengan tempat kerja, dapat memperpendek jarak tempuh warga



kota, menghemat energi, dan mengurangi polusi (Coupland, 1997). Penggabungan kedua aktivitas tersebut dapat berdampak pada pertumbuhan aktivitas pendukung, sehingga memperkaya keragaman aktivitas dan menghidupkan aktivitas bagian kota dari pagi hingga malam. Aktivitas pendukung yang mungkin untuk berkembang diantaranya toko-toko, cafe, dan restoran. b. Intensitas Bangunan Intensitas bangunan dan proporsi kegiatan pada pembangunan multi fungsi adalah dinamis, artinya intensitas dan proporsi pembangunan lokasi satu dengan lokasi lain belum tentu sama. Hal tersebut dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu tingkat aksesibilitas (kendaraan dan pejalan kaki), nilai lahan, potensi lokasi dilihat dari tatanan kota yang lebih luas, daya dukung lahan, serta intervensi teknologi yang dapat meningkatkan kemampuan lahan. Tinggi rendahnya aksesibilitas berbanding lurus dengan intensitas bangunan. Semakin tinggi aksesibilitas berdampak pada besarnya intensitas bangunan, karena adanya kemudahan pergerakan orang. Sebaliknya, apabila aksesibilitas rendah maka intensitas bangunannya tidak akan tinggi, karena sulitnya pergerakan orang dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Lokasi yang memiliki aksesibilitas rendah berdampak pada sepinya aktivitas, sehingga dapat menyebabkan penurunan vitalitas kota. c. Aksesibilitas Peruntukan lahan tidak bisa terlepas dari keberadaan aksesibilitas sebagai jalur pergerakan orang. Untuk mendukung fungsi perkantoran, komersial, hunian, dan aktivitas pendukung pada penggunaan lahan multi fungsi, perlu direncanakan aksesibilitas yang memiliki keragaman rute pencapaian, keragaman suasana, hingga adanya jalan tembusan (Coupland, 1997). Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan warga kota pergi berkativitas dari satu fungsi ke fungsi lainnya. Ruang kota yang baik adalah ruang kota yang memiliki multi akses. Adapun penyebab penurunan kualitas lingkungan pada urban renewal antara lain yaitu : 1. Tata letak lingkungan fisik secara keseluruhan tidak memungkinkan lagi dikembangkan/tidak sesuai lagi untuk menampung jenis kegiatan baru.



2. Tingkat pencapaian yang buruk



serta tidak menguntungkan, ruang



parkir minim yang



menyebabkan kemacetan, organisasi ruang serta hubungan fungsional yang buruk dsb. 3. Kondisi bangunan/gedung sudah sangat buruk sehingga tidak layak pakai, tidak dapat melayani fungsinya dengan baik, tidak sehat serta tidak aman. 4. Peruntukan lahan tidak sesuai lagi dengan status kawasan tersebut dalam konteks tata kota Contoh Kota Urban Renewal Sebagai kota mandiri, Makassar memiliki potensi besar berkembang di sector ekonomi. Misi menjadi kota dunia bukanlah utopis semata, karena kota ini tercatat pernah menjadi salah satu kota dunia tatkala Pelabuhan Somba Opu Makassar menjadi pelabuhan internasional pada abad XVI hingga abad XVII. Kota dunia atau global city menurut Wikipedia adalah merupakan sebuah kota yang dianggap menjadi titik penting dalam sistem ekonomi global. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Saskia Sassen untuk menyebut London, New York dan Tokyo dalam karya tahun 1991 “The Global City”. Secara umum karakteristik dari kota dunia adalah posisi yang strategis secara geografi dan ekonomi. Selain itu, kota dunia ditunjang dengan konsep tata kota system transportasi yang baik. Beberapa kota di dunia diangkat menjadi kota dunia bukan hanya karena keindahan pengaturan kotanya, tapi juga karena rekam sejarah yang masih terukir di kota itu, salah satunya Madrid di Spanyol. Dan Makassar, dengan kota lamanya yang menyimpan rekam jejak sebagai urban heritage. Sayangnya, kini kawasan kota lama ini mengalami penurunan dalam kegiatan ekonomi, dan untuk itu dibutuhkan sebuah pendekatan perencanaan yang menyeluruh untuk menggeliatkan kembali kawasan ini. Secara umum, kawasan kota lama terdiri atasa dua kecamatan, yaitu Kecamatan Wajo dan Kecamatan Ujung Pandang, dimana memiliki potensi ekonomi kawasan kota yang dapat dikembangkan. Untuk sumber daya laut, dengan garis pantai yang panjang dan pulau-pulau kecil di selat Makassar, biota laut dengan nilai ekonomi tinggi ada di sana. Belum lagi di tunjang dengan letaknya yang strategis dalam perekonomian kota dengan daya pendukung sector pergudangan, perkantoran, dan perdagangan. Dari segi budaya, kawasan ini kaya akan artefak sejarah yang dapat dikelompokkan sebagai urban heritage dari kawasan kampong melayu, pecinan, gedung-gedung tua seperti RRI hingga Fort Rotterdam yang dapat dikembangkan sebagai urban heritage tourism. Dari segi masalaah politik juga sangat kondusif, sehingga adalah keniscayaan untuk melakukan upaya penataan kembali kawasan ini di dengan tujuan untuk



mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai sesuai dengan potensi nilai ekonomi yang dimiliki oleh lahan kawasan kota lama. Masalah di kawasan kota lama sangat bervariatif. Dalam tulisan ini, penulis akan membaginya dalam masalah umum dan masalah khusus. 1. Masalah umum Masalah ini adalah masa utama, karena bukan hanya msalah di kawasan kota lama, tapi secara global. Transportasi dengan segala permasalahannya dengan melihat posisinya sebagai simpul ruang di satu kawasan sangat mendesak untuk di atasi. Kemacetan yang sering terjadi dan tingkat akses yang perlu ditingkatkan akan dapat menambah daya dorong percepatan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Sementara untuk masalah kesemrawutan yang ditimbulkan PKL (pedagang Kaki Lima) di sepanjang sarana prasarana transportasi (dari trotoar), walaupun bukan masalah mendesak, namun cukup memberikan efek turunan yang signifikan terhadap citra kota dan pola transportasi secara umum. Selain itu aktifitas PKL yang mulai menjurus dalam mempermanenkan lapak mereka dengan menjadikannya sebagai rumah tinggal juga dapat merusak sarana prasarana yang mereka tumpangi. Ada beberapa masalah khusus di kawasan ini seperti : 1. Pencemaran air Pencemaran air di kawasan ini boleh dikatakan sangat memprihatinkan. Sumber utama dari pencemaran untuk kawasan kota lama adalah kawasan pelabuhan dan sekitaran pantai losari. Dampak dari pencemaran ini bukan hanya mempengaruhi ketersediaan biota laut, yang artinya berefek untuk industry perikanan, tapi juga berdampak pada fisik dan visual kota. Kawasan kota lama yang berformat waterfront city memiliki potensi wisata air, namun dengan kondisi pencemaran yang ada, jelas akan mempengaruhi minat berwisata. 2. Permukiman kumuh Seperti halnya di kota-kota besar lainnya, pemukiman kumuh adalah salah satu masaalh yang sering muncul. Pemukiman seperti ini pada umumnya terdiri dari rumah yang berukuran kecil, berkepadatan sangat tinggi bahkan sudah sampai ke taraf death point maka upaya untuk membangun permukiman yang mampu mengakomodasikan semua keluarga dengan lingkungan yang nyaman, dengan ruang terbuka yang memadai baik untuk olah raga maupun untuk taman lingkungan maka jalan satu-satunya adalah membangun rumah susun (Yunus, 2005). Di kawasan



kota lama titik pemukiman kumuh terdapat pada empat lokasi yaitu pada kelurahan Pisang Utara, Pisang Selatan, Malimongan Tua, Pattunuang. 3. Kawasan heritage Salah satu identitas dari kawasan kota lama adalah banyaknya artifak sejarah yang terdapat di sana yang dahulunya dan –semoga- ke depannya tetap dapat membentuk identitas kota yang kuat. Kawasan kampong melayu, pecinan, beberapa bangunan tua seperti klenteng naga, rumah abu family Nio, Mesjid Kampung Melayu, Pasar Bacan, jaringan jalan di Rotterdam timur laut koningsplein, Rotterdam hingga Societeit de Harmonie, adalah potensi-potensi heritage yang dapat dikembangkan sebagai bagian pengemembangan kawasan wisata budaya. Sayangnya beberapa bagunan tersebut tidak terlirik dan nyaris tergerus pembangunan. Adapun konsep perencanaan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah sebagai berikut. Dalam perencaan kawasan kota lama ini, digunakan berbagai jenis pola pendekatan perencanaan yang kesemuanya di sesuaikan dengan karakter masalahnya. Adapun alur perencanaan kawasan kota lama. 1. Membuat Rencana Induk Kawasan Kota Lama, dengan pendekatan Perencanaan Rasional Menyeluruh. a. Meninjau segala aspek secara menyeluruh (internal dan eksternal) b. Pendataan c. Penetapan tujuan d. Proyeksi e. Perencanaan 2. Melakukan perencanaan per item dengan menggunakan konsep Pendekatan Perencanaan Terpilah Berdasar Pertimbangan Menyeluruh. Dalam tahap ini digunakan proses perencanaan urban renewal pada beberapa sub dengan perpaduaan pola pendekatan tertentu. a. Optimalisasi jaringan transportasi Transportasi sebagai suatu jaringan memiliki sifat seperti simpul yang menghubungkan antara satu dengan yang lain. Berbicara transportasi sama dengan berbicara aksesbilitas. Mengoptimalkan jaringan transportasi khusunya dengan memikirkan solusi kemacetan tentu akan berpengaruh pada pergerakan kota dan ekonomi khususnya. Untuk itu,



pengggunaan moda anggkutan missal seperto monorail mutlak dierlukan. Untuk tata ruang dan fisik, menjadikan Karebosi sebagai centre point transportasi akan menambah nilai posisi kawasan ini. b. Revitalisasi kawasan pelabuhan Keberadaan pelabuhan sebagai bagian jari jaringan transportasi dalam perspektif tata ruang belum optimal. Dengan dukungan pergudangan, dan wisata air dan budaya, seharusnya pelabuhan mampu dikembangkan lebih maju lagi. Salah satu konsep yang ditawarkan adalah revitalisasi yang meliputi, pembersihan pelabuhan dari penecemaran air yang sering terjadi, dan menjadikan areal pelabuhan (areal jalan depan) sebagi muara wisata budaya yang menggunakan moda transportasi becak. c. Konservasi kawasan heritage Untuk kawasan cagar budaya. merujuk pada UU RI No. 5 tahun 1992 dan PP RI No. 10 tahun 1993, yang secara jelas termaktub bahwa benda cagar budaya dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Selain itu konsep konservasi kawasan heritage bertujuan selain untuk menciptakan wista budaya atau urban heritage tourism juga untuk menjaga nilai cultural dan menjaga salah satu citra dan identitas kota lama baik secara fisik maupun visual. Konservasi ini ditujukan untuk menciptakan vitalitas kawasan. Bentuk-bentuk fisik dan visual akan nyaris tidak diubah demi mempertahan nilai culturalnya, sementara yang akan diperbaiki lebih pada jaringan, sarana dan pola spasial kawasan dalam menciptakan kognisi spasial. d. Revitalisasi kawasan pantai Untuk kawasan pantai. Revitalisasi yang dilakukan selain untuk optimalisai industry perikanan dengan menjaga pantai dari pencemaran air, juga untuk menjadikan pantai sebagi objek wisata air. Keberadaan pulau-pulau kecil di seputaran kota lama saangat ideal untuk dijadikan wisata air. Penambahan sarana prasarana yang berhubungan dengan olahraga air bisa menjadi solusi. e. Redevelopmest permukiman kumuh Masalah pemukiman kumuh dalam perencanaannya menggunakan pola perencanaan komunikatif dan redevelopment kawasan. Perencanaan komunikatif dalam rangka menemukan solusi yang benar-benar dibutuhkan untuk mereka. Dalam tataran design, konsep kawasan compact dan vertical adalh solusi yang ditawarkan. Sementara untuk



menjaga kondisi social dan juga untuk fungsi visual maka dibuatkan plaza yang dapat digunakan mereka berinteraksi. Sementara untuk membantu perekonomian mereka, dibuatkan ruang yang dapat ditempatkan di lantai dasar pada pemukiman mereka (rumah susun). f. Revitalisasi kawasan perdagangan Kawasan karebosi yang menjadi pusat perdagangan dapat lebih ditingkatkan fungsinya jika menghubungkan dengan optimalisasi transportasi. g. Lokalisasi PKL Keberadaan PKL dapat diarahkan pada satu kawasan strategis, yang diproyeksikan menjadi citra dari sebuah kawasan seperti halnya orchard road di Singapura. Untuk itu dalama perencanaan, digunakan pola pendekatan perencanaan partisipatif yang melibatkan komunitas PKL.



DAFTAR PUSTAKA Anonim.



2015.



Teori



urban



sprawl.



http://kelompokduateoriperencanaan15.blogspot.com/2015/12/teori-urban-sprawl-fenomenaurban.html. Anonim. 2017. Bab II strategi urban renewal. https://docplayer.info/56255788-Bab-ii-strategiurban-renewal.html. Anonim.



2012.



Urban



sprawl



dan



lingkungan.



https://debbyrahmi.wordpress.com/2012/12/11/urban-sprawl-dan-lingkungan/. Haris,



Alfian



Aryawan.



2014.



Urban



sprawl



sudah



lama



naik



ke



permukaan.



https://www.kompasiana.com/afif_aha/54f91c62a33311a13d8b4c3c/urban-sprawl-sudah-lamanaik-ke-permukaan. mitmut, Pramita. 2013. Sejarah perkotaan. http://mitmutchan.blogspot.com/2013/10/sejarahperkotaan.html Ramdlani, Subhan. 2011. Urban renewal. http://ramdlani.lecture.ub.ac.id/2011/06/urbanrenewal/. Ridwan,



Vita.



2013.



Urban



renewal



kawasan



kota



lama.



https://www.scribd.com/doc/143548132/Urban-Renewal-Kawasan-Kota-Lama. Risa,



Jatmaningtyas.



2012.



Urban



sprawl



https://www.scribd.com/doc/100055114/Urban-Sprawl-Purwokerto.







purwokerto.