Tugas Psikologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PSIKOLOGI STRESS DAN ADAPTASI Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Dengan dosen pembimbing : Wien S Adi, SKM, S.Pd., M.Hkes



Disusun Oleh : Putriana Ramadhanti P1337420119049 1A1



DIPLOMA III KEPERAWATAN SEMARANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG TAHUN 2019 / 2020



A. Pengertian Stres Luthans  (2000),  mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh  perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Menurut Schuler, stres adalah suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins, 2003:577).   Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau Teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu (Issac, 2004). Stres adalah reaksi atau respons psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subyektif terhadapat stres. Konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres, semuanya sebagai sistem (WHO,158) Secara umum, stress adalah respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stress memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan spiritiual, sterss dapat mengancam keseimbangan fisiologis. B. Pengertian Emosi Secara umum, stress adalah respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stress memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan spiritiual, sterss dapat mengancam keseimbangan fisiologis. Stress emosi dapat menimbulkan perasaan negatif atau destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Stress intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah, stress sosial akan mengganggu hubungan individu terhadap kehidupan (Hans Selye, 1956 ; Davis, at all. 1989 ; Barbara Kozier, et all, 1989). Secara umum, stress adalah respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stress memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan spiritiual, sterss dapat mengancam keseimbangan fisiologis. Stress emosi dapat menimbulkan perasaan negatif atau destruktif terhadap diri sendiri



dan orang lain. Stress intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah, stress sosial akan mengganggu hubungan individu terhadap kehidupan (Hans Selye, 1956 ; Davis, at all. 1989 ; Barbara Kozier, et all, 1989). Morgan, King, dan robinson (1984) dalam desmita (2009 ; 6 ) mendefinisikan emosi adalah perasaan atau afkesi yang melibatkan kombinasi antara gejolak fisiologis dan perilaku yang tampak. Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleks yang mencakup perubahan-perubahan yang dsadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku dan mempengaruhi fungsi-fungsi psikis lainnya, seperti pengamatan, tanggapan, pemikiran, dan kehendak. C. Pengertian Adaptasi Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi . Menurut Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian yang kedua penyesuaian diri yang alloplastis (allo artinya yang lain, plastis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan pribadi di tentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya “aktif” yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan. Menurut Suparlan adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Syaratsyarat dasar tersebut mencakup: 1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kesetabilan tempratur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan tubuh lainnya). 2. Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah). 3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturun, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaannya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh). D. Tingkatan Stres Tingkatan stres menurut para ahli : 1. Menurut Emberg a. Stres tingkat 1 Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1. Semangat besar. 2. Penglihatan tajam tidak sebagaimana mestinya. 3. Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan masalah pekerjaan lebih dari biasanya. b. Stres tingkat 2



Dalam tingkatan ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut: 1. Merasa letih ketika bangun pagi. 2. Merasa lelah sesudah makan siang. 3. Merasa lelah sepanjang sore. 4. Terkadang gangguan sistem pencernaan (gangguan usus, perut kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar. 5. Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher). 6. Perasaan tidak bisa santai. c. Stres tingkat 3 Pada tingkatan ini keluhan keletihan nampak disertai dengan gejala : 1. Gangguan usus lebih terasa. 2. Otot terasa lebih tegang. 3. Perasaan tegang yang semakin meningkat. 4. Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun dan sukar tidur kembali, atau bangun pagi-pagi). 5. Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh). d. Stres tingkat 4 Tingkatan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk, yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sulit. 2. Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit. 3. Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan social dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat. 4. Tidur semakain sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan seringkali terbangun dini hari. 5. Perasaan negativistik. 6. Kemampuan konsentrasi menurun tajam. 7. Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa. e. Stres tingkat 5 Tingkat ini merupakan keadan yang lebih mendalam dari tingkatan empat diatas: 1. Keletihan yang mendalam. 2. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu. 3. Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar buang air besar atau sebaliknya feses encer dan sering ke belakang (kamar mandi). f. Stres tingkat 6 Tingkatan ini merupakan tingkatan puncak yang merupakan keadaan darurat. Gejalanya antara lain: 1. Debaran jantung terasa amat keras. 2. Nafas sesak. 3. Badan gemetar.



4. Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan atau collap 2. Menurut Weiten a. Perubahan Kondisi yang dijumpai ternyata merupakan kondisi yang tidak semestinya serta membutuhkan adanya suatu penyesuaian. b. Tekanan Kondisi dimana terdapat suatu harapan atau tuntutan yang sangat besar terhadap individu untuk melakukan perilaku tertentu. c. Konflik Kondisi ini muncul ketika dua atau lebih perilaku saling berbenturan, dimana masing-masing perilaku tersebut butuh untuk diekspresikan atau malah saling memberatkan. d. Frustasi Kondisi dimana individu merasa jalan yang akan daaitempuh untuk meraih tujuan dihambat 3. Menurut Patel ( 1996 : 5-6 ) 1. Too little stress Dalam kondisi ini, individu belum megalami tantangan yang berat dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Seluruh kemampuan belum sampai dimanfaatkan, serta kurangnya stimulasi mengakibatkan munculnya kebosanan dan kurangnya makna dalam tujuan hidup. 2. Optimum stress Individu mengalami kehidupan yang seimbang pada situasi "atas" maupun "bawah" akibat proses manajemen yang baik pada dirinya. Kepuasan dan perasaan mampu individu dalam meraih prestasi menyebabkan individu mampu menjalani kehidupan dan pekerjaan sehari-hari tanpa menghadapi masalah terlalu banyak atau rasa lelah yang berlebihan. 3. Too much stress Dalam kondisi ini, individu merasa telah melakukan pekerjaan yang terlalu banyak setiap hari. Dia mengalami kelelahan fisik maupun emosional, serta tidak mampu menyediakan waktu untuk beristirahat dan bermain. Kondisi ini dialami terus-menerus tanpa memperoleh hasil yang diharapkan. 4. Breakdown stress Ketika pada tahap too much stress individu tetap meneruskan usahanya pada kondisi yang statis, kondisi akan berkembang menjadi adanya kecenderungan neurotis yang kronis atau munculnya rasa sakit psikomatis. Misalnya pada individu yang memiliki perilaku merokok atau kecanduan minuman keras, konsumsi obat tidur, dan terjadinya kecelakaan kerja. Ketika individu tetap meneruskan usahanya ketika mengalami kelelahan, ia akan cenderung mengalami breakdown baik secara fisik maupun psikis. E. Stres dan Penyakit



Respon stres melibatkan semua fungsi tubuh, sehingga terlampau besarnya stres yang menghabiskan sumber-sumber adaptif kita dapat menyebabkan kelelahan, beragam masalah kesehatan, dan bahkan akibat yang fatal. a. Rambut Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih) terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut. b. Mata Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata. c. Telinga  Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus). d. Ekspresi wajah Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan e. Mulut Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa “tercekik”. f. Kulit Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam; pada kulit dari sebagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain daripada itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat (basah). g. Sistem Pernafasan Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otototot antar tulang iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas paru - paru juga mengalami spasme. h. Sistem Kardiovaskuler Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faalnya karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi



i.



j.



k.



l.



(perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau seluruh tubuh terasa “panas” (subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”. Sistem Pencernaan Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare. Sistem Perkemihan. Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat juga terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis (diabetes mellitus) Sistem Otot dan tulang Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang (musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit (keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhankeluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan ”pegal-linu”. Sistem Endokrin Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami stres adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit kencing manis (diabetes mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).



F. Koping terhadap Stres Pada umumnya individu selalu berhadapan dengan berbagai stressor yang berasal dari dalam diri sendiri ataupun dari lingkungan. Apabila individu tidak mampu merespons stress yang dialaminya, maka akan berdampak buruk bagi individu yang bersangkutan dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu setiap individu membutuhkan cara untuk mengatasi stress. Cara-cara yang digunakan individu untuk mengatasi stress tersebut dikenal dengan istilah coping stress. Lazarus (1984) merumuskan strategi penanggulangan stress atau coping stress sebagai perubahan kognitif dan tingkah laku yang terus menerus sebagai usaha individu untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya dirinya. Santrock (2003) menambahkan coping berarti mengatur keadaan penuh beban, mengerahkan usaha untuk memecahkan masalah, dan mencoba untuk menguasai atau mengurangi tekanan dan berpikiran positif.



Menurut Santrock (2003), coping merupakan cara individu untuk mengatasi masalah-masalah atau mengatasi emosi yang negatif yang muncul. Coping meliputi usaha mengatur keadaan yang penuh tekanan, mengembangkan usaha untuk memecahkan masalah-masalah, dan untuk mengurangi stress, coping juga berarti cara mengatasi keinginan yang dilihat sebagai beban atau sesuatu yang melampaui batas kemampuan individu (Sears, Peplau & Taylor, 2006). Davison, Neale dan Kring (2004) menambahkan bahwa coping adalah suatu cara bagaimana individu berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya bersifat negatif. Matthews, Davies, Westerman, dan Stammers (2000) membagi coping menjadi dua, yaitu problem focused coping yang merupakan usaha aktif individu untuk mengatur situasi eksternal atau sumber stress, emotion focused coping yang merupakan usaha individu untuk mengurangi respons terhadap stress dengan memikirkan kembali tingkah laku yang berpotensial menimbulkan stress, atau berusaha menggabungkan kedua jenis coping tersebut. Jenis Coping Stress Lazarus membedakan dua jenis coping, yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Problem focused coping adalah strategi penanggulangan stress dengan menghadapi langsung masalah yang dihadapi dan memecahkan masalah tersebut (Santrock, 2003). Problem focused coping mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi (Davison, Neale & Kring, 2004). Problem focused coping berusaha untuk menekan atau mengurangi situasi stress dengan mengatasi penyebab stress. Individu yang merasa stress akibat beban kerja berlebihan akan berusaha untuk mengurangi beban kerja, berlibur, dan menggunakan waktu lebih efisien (Beck, 2000). Strategi penanggulangan stress yang berpusat pada masalah (problem focused coping) dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu: (a) confrontative coping, menggambarkan usaha-usaha untuk mengubah keadaan atau masalah secara agresif, dan menggambarkan tingkat kemarahan; (b) planful problem solving, menggambarkan usaha untuk mengubah keadaan secara berhati-hati di samping menggunakan pendekatan analitis untuk pemecahan masalah; dan (c) seeking social support, menggambarkan usaha untuk mencari dukungan dari pihak luar berupa informasi, dukungan yang nyata dan dukungan emosional (Lazarus & Folkman; dikutip dari Suryanita, 2001). Emotion focused coping merupakan strategi penanggulangan stress yang berpusat pada emosi namun tidak mengubah situasi atau sumber stress, strategi ini hanya ditujukan untuk membuat individu merasa lebih baik. Emotion focused coping merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stress (Davison et al., 2004). Suryanita (2001), menambahkan strategi penanggulangan stress yang berpusat pada emosi ditujukan untuk mengurangi tekanan emosi yang diakibatkan oleh stress, dengan cara menghindar, meminimalkan, membuat jarak, penilaian selektif, dan penilaian positif.



Lazarus dan Folkman (dikutip dari Supeli, 2000) membagi strategi penanggulangan stress yang berpusat pada emosi (emotion focused coping) menjadi lima, yaitu: (a) distancing, menggambarkan reaksi melepaskan diri atau usaha untuk tidak terlibat dalam masalah; (b) self control, menggambarkan usaha untuk meregulasi perasaan maupun tindakan yang diambil; (c) accepting responsibility, menggambarkan adanya kesadaran akan peran dirinya dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk mendudukan segala sesuatu dengan benar; (d) escape avoidance, menggambarkan reaksi berkhayal dan usaha menghindari atau melarikan diri dari permasalah; (e) positive reappraisal, menggambarkan usaha untuk menciptakan makna positif yang lebih ditujukan untuk pengembangan pribadi juga melibatkan halhal yang bersifat religius. Coping yang efektif adalah coping yang membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi, serta tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasai. Cohen dan Lazarus (dikutip dari Taylor, 1991) mengemukakan untuk melakukan coping dengan efektif, maka strategi coping perlu mengacu pada lima fungsi tugas coping yang dikenal dengan istilah coping task, yaitu: (a) mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya; (b) menoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif; (c) mempertahankan gambaran diri yang positif; (d) mempertahankan keseimbangan emosional; dan (e) melanjutkan kepuasan individu terhadap hubungannya dengan orang lain.



DAFTAR PUSTAKA



Makalah Stress dan Adaptasi https://www.academia.edu/37480761/MAKALAH_STRES_DAN_ADAPTASI Diakses pada tanggal 27 Maret 2020 Makalah Stress dan Adaptasi http://etheses.uinmalang.ac.id/1829/6/09410140_Bab_2.pdf Diakses pada tanggal 27 Maret 2020



Stress and Copping stress https://wilyleo.wordpress.com/2014/11/07/stress-and-copingstress/ Diakses pada tanggal 27 Maret 2020