Tugas Resume Perkuliahan SPP (Now) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas Resume Perkuliahan Minggu Kemarin : Pada perkuliahan minggu kemarin, dosen membahas mengenai Sistem Peradilan Pidana yang berlaku di Indonesia (Sistem Peradilan Pidana Terpadu). Dan menginggung mengenai family model, model keseimbangan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu, dan mengenai hak-hak kepada tersangka, serta asasasas yang terdapat pada SPP. Uraian : Membahas mengenai bagaimana perlindungan terhadap hak-hak tersangka secara spesifik, maka perlu juga diuraikan mengenai pelanggaran-pelanggaran yang esensial terhadap hak asasi tersangka yang akan diuraikan dalam bab ini dengan menggunakan metode yuridis normatif. Yaitu dengan cara membandingkan ketentuan-ketentuan dalam KUHAP serta ketentuan lain yang mengatur tetang itu. 



Asas Inquisitoir. Asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap pemeriksan yang dilakukan harus dengan cara rahasia dan tertutup. Asas ini menempatkan tersangka sebagai obyek pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali. seperti bantuan hukum dan ketemu dengan keluarganya. Asas ini diatur dalam Pasal 164 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).







Asas



Accusatoir.



Asas



accusatoir



menunjukkan



bahwa



seorang



tersangka/tersangka yang diperiksa bukan menjadi obyek tetapi sebagai subyek. Asas ini memperlihatkan pemeriksaan dilakukan secara terbuka untuk umum. Dimana setiap orang dapat menghadirinya. Prof Mr. Dr. L.J Van Apeldoorn mengemukakan sebagai berikut: Sifat accusatoir dari acara pidana yang dimaksud adalah prinsip dalam acara pidana, pendakwa (penuntut umum) dan terdakwa berhadapan sebagai pihak yang sama haknya, yang melakukan pertarungan hukum (rectsstrijd) di muka hakim yang hendak memihak; kebalikannya ialah asas “inquisitoir” dalam mana hakim



sendiri mengambil tindakan untuk mengusut, hakim sendiri bertindak sebagai orang yang mendakwa, jadi dalam mana tugas orang yang menuntut, orang yang mendakwa dan hakim disatukan dalam satu orang. Dalam Hukum Acara Pidana, akan dapat ditentukan azas tersurat (tertulis) dan azas tersirat (tidak tertulis) dari kedua system di atas, yaitu Inquisitoir dan Accusatoir. TERSURAT 



Praduga Tak Bersalah



Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) adalah suatu asas yang menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana harus dianggap belum bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya itu. Dalam pemeriksaan perkara pada semua tingkatan pemeriksaan semua pihak harus menganggap bagaimanapun juga tersangka/ terdakwa maupun dalam menggunakan istilah sewaktu berdialog terdakwa. 



Asas Ganti rugi dan Rehabilitasi



Yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan karena kesalahan dalam proses hukum. Prinsip ini untuk melindungi kepentingan masyarakat jika ternyata terdapat kesalahan dalam proses hukum acara pidana. Prinsip ini sudah dikenal dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 95, 96, dan 97. 



Asas Persamaan



Suatu asas dimana setiap orang atau individu itu memiliki kedudukan yang sejajar antara satu dengan yang lainnya didepan hukum, dan pengadilan didalam mengadili seseorang tidak boleh membeda-bedakan orang satu dengan yang lainnya. Dasar hukumnya terdapat pada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman pasal 5 ayat (1), dan KUHAPdalam penjelasan umum butir 3a.



Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan







Yaitu pelaksanaan peradilan secara tidak berbelit-belit dan dengan biaya yang seminim mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa.Asas ini menghendaki agar peradilan dilakukan dengan cepat. artinya, dalam melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselesaikan dengan sesegera mungkin dan dalam waktu yang singkat. Sederhana mengandung arti bahwa dalam menyelenggarakan peradilan dilakukan dengan simpel, singkat dan tidak berbelit-belit. Biaya murah berarti penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan menekan sedemikian rupa agar terjangkau oleh pencari keadilan, menghindari pemborosan, dan tindakan bermewah-mewahan yang hanya dapat dinikmati oleh yang berduit saja (seperti pameo dalam realisme hukum, why the have come out a head/ Mark Galanter). Asas legalitas 







Merupakan asas yang digunakan untuk menentukan suatu perbuatan termasuk dalam kategori perbuatan pidana yang merupakan terjemahan dari principle of legality. Oleh karena itu, asas legalitas merupakan asas yang esensiel di dalam penerapan hukum pidana. Pasal 1 ayat (1) KUHP mencantumkan asas legalitas ini sebagai berikut : “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas ketentuanketentuan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”. Hubungan Koordinasi Lembaga Penegak Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana a.



Hubungan antara Kepolisian dan Kejaksaan. Kepolisian dan Kejaksaan merupakan dua instansi penegak hukum yang



memiliki hubungan fungsional sangat erat. Keduanya seharusnya dapat bekerja sama dan melakukan koordinasi dengan baik untuk mencapai tujuan dari sistem ini. Akan tetapi dalam prakteknya sering terjadi miskoordinasi sehingga berpengaruh terhadap proses penuntutan yang menjadi kewenangan Kejaksaan,



karena keberhasilan dalam melakukan penuntutan tergantung dari hasil penyidikan yang tepat dan dukungan alat bukti yang cukup. b.



Hubungan Kejaksaan, Pengadilan dan Penasehat Hukum. Proses selanjutnya setelah berkas perkara dinyatakan lengkap dan dapat



dilimpahkan ke pengadilan adalah melakukan pemeriksaan dan mengadili terdakwa berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang didakwakan. Dalam proses ini melibatkan Jaksa Penuntut Umum (Kejaksaan), Hakim (Lembaga Pengadilan) dan Penasehat hukum. c.



Hubungan Kejaksaan, Pengadilan dan Peran Lembaga Pemasyarakatan. Penyelenggaraan peradilan pidana bermuara pada dikeluarkannya putusan



oleh hakim pengadilan, putusan mana mencerminkan fakta-fakta yang muncul dipersidangan baik yang bersumber dari Penuntut Umum dan terdakwa bersama Penasehat Hukumnya yang tentunya harus disertai dengan alat-alat bukti pendukung yang cukup dan kuat, sehingga memberikan keyakinan kepada Hakim untuk menjatuhkan putusan pidananya.



Hubungan Penyidik dengan PU Adapun Mekanisme koordinasi dalam hal penyidikan antara Kepolisian (Penyidik) dengan Kejaksaan (Jaksa Penuntut Umum) tersebut dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut : a.



Setelah Kepolisian (Penyidik) melakukan kegiatan penyidikan, maka Kepala Kepolisian di unit bersangkutan (Kapolres/Kapolsek) segera mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Jaksa Penuntut Umum melalui Kajati/Kajari. Pengiriman SPDP inilah yang merupakan titik awal hubungan koordinasi antara Kepolisian (Penyidik) dengan Kejaksaan (Jaksa Penuntut Umum) dalam hal dilakukannya suatu kegiatan penyidikan.



b.



Selanjutnya, Kajati atau Kajari akan menunjuk Jaksa untuk melakukan pemantauan perkembangan penyidikan dan melakukan penelitian berkas



perkara (form surat P-16A). Jaksa yang ditunjuk inilah yang akan melakukan koordinasi dengan para penyidik dalam hal menentukan suatu perkara layak atau tidak ditingkatkan dalam tahap penuntutan. c.



Setelah Penyidik selesai melakukan tindakan-tindakan penyidikan, seperti melakukan pemeriksaan terhadap saksi, ahli maupun tersangka, melakukan penyitaan, penangkapan, penahanan dan sebagainya, maka hasil dari kegiatan penyidikan tersebut dituangkan dalam sebuah Berkas Perkara. Selanjutnya Penyidik melimpahkan Berkas perkara tersebut ke Kejaksaan untuk diteliti.



d.



Jaksa Peneliti melakukan penelitian berkas perkara, apakah berkas perkara tersebut telah memenuhi syarat formil maupun materiil untuk dilimpahkan ke persidangan. KUHAP menentukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya Berkas Perkara tersebut, Jaksa sudah harus menyatakan sikap. Dalam hal ini terdapat 2 (dua) sikap dari Jaksa Peneliti, yaitu : 1.



Apabila berkas perkara telah dinyatakan lengkap, maka Jaksa Peneliti akan menyusun Berita Acara Pendapat yang menyatakan bahwa Berkas Perkara telah lengkap dan berkas perkara dapat dinaikkan ke tahap penuntutan. Apabila sikap ini yang diambil oleh Jaksa Peneliti, maka penyidikan berarti telah selesai dan tahap Prapenuntutan dengan sendirinya akan beralih ke tahap Penuntutan. Konsekuensi dari peralihan dari tahap Prapenuntutan ke tahap Penuntutan tersebut sekaligus berakibat beralihnya “tanggung jawab yuridis” perkara pidana dari tangan



Penyidik



ke



tangan



Penuntut



Umum setelah



Penyidik



menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum (Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP). Selain itu Jaksa Peneliti juga segera menyusun Rencana Dakwaan sebagai landasan untuk membuat Surat Dakwaan yang akan dilimpahkan ke Pengadilan. 2.



Apabila Berkas Perkara dinyatakan kurang lengkap, maka Jaksa Peneliti akan segera menerbitkan Surat (P-18) yang menyatakan bahwa Berkas Perkara dikembalikan kepada Penyidik, karena berkas tersebut



masih kurang lengkap. Selanjutnya dalam waktu 14 (empat belas hari) sejak diterimanya berkas perkara, Jaksa Peneliti sudah harus memberikan petunjuk kepada penyidik, baik berupa kelengkapan syarat formil maupun syarat materiil. e.



Setelah menerima petunjuk dari Jaksa untuk melengkapi berkas perkara, Penyidik “wajib” melengkapi berkas perkara sesuai dengan petunjuk Jaksa. Dalam hal ini, koordinasi juga dilakukan dengan cara Penyidik menghadap kepada Jaksa untuk memperoleh petunjuk secara konkrit dalam melengkapi kekurangan Berkas perkara. Setelah berkas perkara dilengkapi oleh Penyidik, Penyidik dalam waktu 14 hari harus menyerahkan atau menyampaikan kembali berkas dan tambahan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum (Pasal 110 ayat (2) dan (3) serta pasal 138 ayat (2) KUHAP).



f.



Jaksa Peneliti kembali melakukan penelitian berkas perkara dan setelah dinyatakan lengkap segera memberitahukan kepada penyidik untuk melimpahkan tersangka dengan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum.  Namun apabila berkas perkara tersebut ternyata menurut Jaksa Peneliti masih kurang lengkap, maka berkas perkara tersebut dikembalikan lagi kepada Penyidik dan proses bolak-balik berkas perkara tersebut akan terjadi sampai berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Jaksa Peneliti.



Sumber : http://id.wordpress.com/tag/sistem-peradilan-pidana/ https://nurmansyahdwisurya.wordpress.com/2012/04/13/pengertian-sistemperadilan-pidana/ https://forumduniahukumblogku.wordpress.com/2014/04/20/pengantar-sistemperadilan-pidana-di-indonesia-bagian-kesatu-1/ https://fatimatuliimaroh.wordpress.com/2013/12/11/sistem-peradilan-pidana/