4 0 122 KB
TUGAS REVIEW RESEP PENYALAHGUNAAN DAN PENGGUNASALAHAN OBAT “Review Resep Obat Psikotropika”
PSPA 39/A Bretha Celia Saragih
198115010
Paulina Dewi Rosari
198115012
Fredy Talebong
198115033
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019
KASUS
Seorang laki-laki datang ke apotek. Laki-laki tersebut memiliki wajah bersih, sopan dan bermaksud membeli obat resep dan berusaha meyakinkan apoteker bahwa obat tersebut adalah benar untuk ayahnya (Tn Wardoyo). Laki-laki tersebut menjelaskan bahwa ayahnya adalah penderita skizofrenia yang suka mengamuk, sehingga tidak bisa datang sendiri ke apotek. Untuk itulah dia datang ke apotek untuk membelikan. Laki-laki tersebut juga bercerita bahwa RS yang merawat ayahnya, sedang kehabisan stok obat sehingga dia harus mencari di luar. Laki-laki tersebut juga mengatakan bila di apotek tersebut tidak tersedia seluruhnya, diberi separo dulu juga tidak apa-apa. Kekurangannya akan ditebus di lain waktu.
Pertanyaan: apakah Anda akan melayankan resep tersebut? Berikan alasan berikut bukti-buktinya!
HASIL REVIEW RESEP: Berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. Resep yang diterima dalam rangka penyerahan obat, apoteker wajib melakukan skrining terhadapat resep yang diterima. Resep harus memuat : a. Nama, Surat Izin Praktik (SIP), alamat, dan nomor telepon dokter; b. Tanggal penulisan resep; c. Nama, potensi, dosis, dan jumlah obat; d. Aturan pemakaian yang jelas; e. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; f. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep. Berdasarkan peraturan tersebut maka dilakukan penelusuran terhadap resep tersebut sebagai berikut :
Tidak terdapat kop rumah sakit (tidak sesuai dengan keterangan pembeli)
Terdapat kejanggalan pada spesialisasi dokter, dimana dokter yang meresepkan obat untuk pasien skizofrenia merupakan dokter spesialis penyakit dalam Tidak terdapat tanggal pembuatan resep
Tidak terdapat potensi obat
Tidak terdapat paraf dokter disetiap R/ Data pasien kurang lengkap
PADA RESEP NO.
URAIAN ADA
1.
Nama Dokter
Ada
2.
Surat Izin Praktek (SIP) Dokter
Ada
3.
Alamat Dokter
Ada
4.
Nomor Telepon Dokter
Ada
5.
Tanggal Penulisan Resep
TIDAK
Tidak Ada
6.
Nama Obat
Ada
7.
Potensi Obat
Tidak Ada
8.
Dosis Obat
Tidak Ada
9.
Jumlah Obat
Ada
10.
Aturan pemakaian obat yang jelas
Ada
11.
Nama Pasien
Ada
12.
Alamat Pasien
13.
Umur Pasien
14.
Jenis Kelamin Pasien
Tidak Ada
15.
Berat Badan Pasien
Tidak Ada
16.
Tanda Tangan/Paraf Dokter
Tidak Ada
Tidak Ada Ada
Sehingga berdasarkan penelusuran resep diatas maka dapat disimpulkan bahwa resep tersebut tidak lengkap dan tidak memenuhi muatan resep yang seharusnya sebagaimana yang diatur dalam peraturan BPOM Nomor 4 Tahun 2018. Selain itu terdapat kejanggalan antara keterangan pembeli dengan resep yang dibawanya. Pembeli mengungkapkan bahwa ia ingin membeli obat sesuai dengan resep yang dibawa. Resep tersebut untuk ayahnya yang merupakan penderita skizofrenia yang suka mengamuk, sehingga tidak bisa datang sendiri ke apotek. Pembeli tersebut juga bercerita bahwa RS yang merawat ayahnya sedang kehabisan stok obat sehingga dia harus mencari di luar. Kejanggalan yang apoteker temukan diantaranya pembeli mengatakan bahwa RS kehabisan stok obat, namun yang ia bawa
adalah resep tanpa kop rumah sakit serta memiliki banyak ketidaklengkapan dalam aspeknya. Terdapat pula kejanggalan yang lain yaitu terkait spesialisasi dokter, dimana dokter yang menangani penyakit skizofrenia ini adalah dokter spesialis penyakit dalam (SpPD). Menurut PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam), terdapat 11 subspesialis dalam spPD yaitu Alergi Imunologi, Ginjal Hipertensi, Gastroenterologi-Hepatologi, Geriatri, Hematologi Onkologi Medik, Kardiologi, Metabolik Endokrin, Pulmonologi, Reumatologi, Tropik Infeksi dan Psikosomatik. Psikosomatik adalah suatu gangguan fisik yang dialami seseorang dan pemicunya disebabkan faktor psikologis (Davison et al., 2006). Menurut Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 48 Tahun 2017 Tentang Standar Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, cakupan penyakit subspesialis psikosomatik disini meliputi:
Sehingga berdasarkan hal tersebut, seharusnya Skizofrenia tidak masuk ke dalam bidang penyakit dokter spesialis penyakit dalam, melainkan lebih kepada dokter spesialis kedokteran jiwa (sp.KJ).
Pada Peraturan BPOM Nomor 4 Tahun 2018 tentang penyerahan obat golongan narkotika, psikotropika dan prekusor di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian juga dijelaskan bahwa dalam penyerahan obat golongan narkotika, psikotropika dan juga prekusor di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian harus memenuhi aturan berikut: ●
Resep yang dilayani harus asli; ditulis dengan jelas dan lengkap; tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi, termasuk fotokopi blanko resep.
●
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian hanya dapat menyerahkan Obat kepada pasien.
●
Selain dapat menyerahkan Obat kepada pasien, Apotek juga dapat menyerahkan obat kepada: a. Apotek lainnya b. Puskesmas c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit d. Instalasi Farmasi Klinik e. Dokter f. Bidan Praktik Mandiri Sehingga berdasarkan peraturan tersebut, Apotek hanya dapat menyerahkan
obat langsung kepada pasien yang bersangkutan, jika terdapat suatu kondisi khusus, dikatakan bahwa Apotek diperbolehkan untuk menyerahkan obat kepada Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi RS, Instalasi Farmasi Klinis, Dokter dan juga Bidan Praktik Mandiri. Sehingga apabila pasien tidak dapat menebus obat sendiri ke apotek, maka seharusnya pihak IFRS yang ada di rumah sakit yang menebuskan obat tersebut ke apotek atau paling tidak menghubungi pihak apotek terlebih dahulu. Sehingga berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 4 Tahun 2018 tersebut dapat disimpulkan bahwa resep yang dimiliki oleh pasien tidak dapat dilayani oleh Apoteker di Apotek sebab setelah dilakukan pengecekan terhadap kelengkapan resep didapati beberapa hal yang tidak sesuai, seperti: 1.
Kop resep tidak sesuai dengan keterangan pembeli
2.
Terdapat kejanggalan antara spesialisasi dokter dengan penyakit yang ditanganinya (dalam hal ini yaitu Skizofrenia)
3.
Tidak terdapat tanggal penulisan resep
4.
Tidak tercantum potensi obat (Klorpromazin dan Haloperidol)
5.
Tidak terdapat paraf dokter disetiap R/
6.
Tidak lengkapnya identitas pasien
7.
Terdapat kejanggalan pada prosedur penebusan obat. Dimana seharusnya untuk obat-obatan psikotropika/narkotika, apabila pasien tidak dapat menebus ke apotek maka seharusnya pihak IFRS yang ada di rumah sakit yang menebuskan obat tersebut ke apotek atau paling tidak menghubungi pihak apotek terlebih dahulu.
KESIMPULAN Dalam melayani pembelian melalui resep obat, apoteker harus jeli dan cermat dalam melakukan skrining resep untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan obat di masyarakat. DAFTAR PUSTAKA BPOM RI., 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Jakarta, BPOM RI, 22,23. Davison, Geral C., Neale John.M., Kring, Ann. M., 2004. Abnormal Psychology 9th Edition. New-York, Jonh Wiley & Sons. Konsil Kedokteran Indonesia, 2017. Salinan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 48 Tahun 2017 Tentang Standar Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, https://www.papdi.or.id/tentang-papdi/371-tentang-papdi, diakses pada tanggal 29 Agustus 2019 pukul 22.48. PAPDI, 2019. Tentang PAPDI, https://www.papdi.or.id/tentang-papdi/371-tentangpapdi, diakses pada tanggal 29 Agustus 2019 pukul 18.10.