Tumbuh Kembang Gigi Geligi PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan perkembangan gigi Tahap perkembangan dari gigi sulung dimulai antara minggu ke lima dan ke enam pada periode embriogenesis selama perkembangan prenatal. Perkembangan ini dimulai dengan pembentukan dental lamina yang merupakan suatu pita pipih yang terjadi karena penebalan jaringan epitel rongga mulut yang meluas sepanjang batas occlusal dari rahang atas dan rahang bawah. Dental lamina ini berada pada tempat gigi-geligi akan muncul kemudian. Perkembangan awal terjadi pada daerah anterior rahang bawah, kemudian diikuti perkembangan pada daerah rahang atas dan berlanjut ke arah posterior kedua rahang (Hashanur, 1991). Gigi-geligi dalam rongga mulut akan mengalami erupsi menurut urutan waktu erupsi masing-masing jenis gigi, mulai dari fase gigi sulung sampai fase pergantian gigi menjadi fase gigi permanen. Proses erupsi masing-masing gigi pada setiap fase terjadi secara fisiologis. Erupsi gigi permanen ke dalam rongga mulut terletak pada posisi lingual dari akar gigi sulung. Pengecualian pada gigi incisivus rahang atas, pergerakannya lebih banyak pada posisi facial ketika erupsi ke dalam rongga mulut (Balogh & Fehrenbach, 1997). Penelitian mengenai urutan waktu erupsi gigi molar pertama, sering dilakukan dalam sejumlah penelitian paleoantropologi. Tujuannya adalah untuk merekonstruksi sejarah kehidupan fosil primata dan hominin (Dean, et al., 2001; Kelley & Smith, 2003). Teknik baru untuk pemetaan pertumbuhan gigi geligi individu dapat diterapkan pada fosil, yang dapat melengkapi dan bahkan memperjelas kronologi dari penelitian erupsi gigi, berat badan, dan dimensi tulang (Dean, et al., 2001; Schwartz, Samonds, Godfrey, Jungers, & Simons, 2002). 8 DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



9



Pertumbuhan gigi manusia dipengaruhi oleh faktor genetik. Tidak hanya dalam bentuk dan ukuran, mahkota gigi ditentukan dengan baik sebelum erupsi dalam rongga mulut. Setelah mahkota gigi terbentuk, perubahan selanjutnya terjadi oleh karena pemakaian atau trauma. Dalam mempelajari morfologi mahkota gigi, sebaiknya juga mempelajari secara retrospektif gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang mempengaruhi odontogenesis (Scott & Turner, 2000). 2.1.1 Tahap perkembangan gigi Perkembangan gigi yang disebut odontogenesis, adalah proses yang berlanjut terus yang terjadi pada beberapa tahap, yaitu tahap inisiasi, tahap proliferasi, tahap histodeferensiasi, tahap morfodeferensiasi, tahap aposisi, tahap kalsifikasi, tahap erupsi dan tahap atrisi (Harshanur, 1991; Dofka, 2000). Tahap inisiasi adalah tahap dimana terjadi permulaan pembentukan kuncup gigi (bud) dari jaringan epitel rongga mulut, yang biasa disebut dengan epithelial bud stage. Tahap proliferasi adalah tahap pembelahan dari sel dan perluasan dari organ enamel, yang disebut sebagai cap stage. Kemudian tahap histodiferensiasi, terjadi spesialisasi dari sel yang mengalami perubahan histologis dalam susunannya, misalnya sel bagian dalam dari organ enamel yang menjadi ameloblas, dan sel perifer dari organ dentin pulpa yang menjadi odontoblas. Tahap berikutnya dari pertumbuhan gigi adalah tahap morfodeferensiasi, terbentuk susunan dari sel pembentuk sepanjang dentino enamel junction, yaitu batas antara dentin dan enamel yang akan muncul nantinya. Sel ini memberi garis luar dari bentuk dan ukuran mahkota dan akar yang akan tumbuh (Harshanur, 1991) (Gambar 2.1).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



10



Gambar 2.1 Tahap pertumbuhan gigi (Dofka, 2000 p.31). Tahap selanjutnya adalah erupsi intraosseus, terdiri dari tahap aposisi dan tahap kalsifikasi, kemudian diikuti tahap erupsi dan atrisi. Tahap aposisi adalah tahap yang terjadi ketika enamel, dentin, sementum secara berturut-turut disekresikan sebagai matrik, yang merupakan substansi ekstraselular yang terkalsifikasi sebagian untuk mendukung proses kalsifikasi selanjutnya. Tahap kalsifikasi adalah pengerasan dari matrik oleh pengendapan garam kalsium, terjadi ketika jaringan gigi telah termineralisasi seluruhnya. Tahap erupsi adalah pergerakan gigi ke dalam rongga mulut, spesifik untuk waktu dan urutan erupsinya. Erupsi dibantu oleh tarikan ligamen periodontal, tulang alveolar yang sedang tumbuh dan akar gigi yang memanjang. Tahap atrisi adalah pengausan gigi (Harshanur, 1991) (Gambar 2.2).



Gambar 2.2 Tahap pertumbuhan gigi (Dofka, 2000 p.31).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



11



Proses pembentukan odontoblas dan matriks dentin Sel terluar dari dental papilla dirangsang oleh pre-ameloblas untuk berdiferensiasi menjadi odontoblas. Sel ini melakukan repolarisasi yang mengakibatkan nukleusnya berpindah dari pusat menuju posisi terjauh dari membran dasar. Odontoblas akan memulai proses dentinogenesis, yang menghasilkan matriks dentin atau pre-dentin pada membran dasar. Odontoblas memulai aktifitas sekresi beberapa waktu sebelum matriks enamel dimulai. Hal ini menjelaskan bahwa dalam gigi yang sedang berkembang, lapisan dentin pada setiap lokasi agak lebih tebal dibandingkan dengan matriks enamel yang sesuai (Balogh & Fehrenbach, 1997). Proses pembentukan enamel, dentino enamel junction dan matriks enamel Pada pembentukan dentin, odontoblas akan mensekresi prokolagen yang kemudian bergabung menjadi serabut kolagen dari pre-dentin. Sel odontoblas ini juga menjadi perantara pada proses mineralisasi serabut kolagen yang kemudian membentuk dentin (Junqueira, Carnairo, & Kelly, 1997). Setelah odontoblas berdiferensiasi dari sel terluar dental papilla dan proses pembentukan dari predentin, membran dasar antara pre-ameloblas dan odontoblas menjadi hancur. Penghancuran membran dasar ini menyebabkan pre-ameloblas berkontak dengan pre-dentin yang baru terbentuk, hal ini merangsang pre-ameloblas untuk berdiferensiasi menjadi ameloblas (Balogh & Fehrenbach, 1997). Ameloblas mulai amelogenesis atau aposisi dari matriks enamel dengan melapisi bagian bawah dari sisi di mana membran dasar hancur. Matriks enamel disekresikan dari Tome’s process (Tome), bagian yang lonjong dari tiap ameloblas yang mengalami penghancuran membran dasar. Dengan adanya matriks enamel



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



12



yang kontak dengan pre-dentin, terjadi proses mineralisasi dari membran dasar yang hancur, serta membentuk dentino enamel junction, batas antara dentin dan enamel. Kalsifikasi atau maturasi dari setiap tipe matriks timbul kemudian, dan merupakan proses yang berbeda antara enamel dan dentin. Badan sel dari ameloblas berpengaruh dalam proses erupsi dan mineralisasi, tetapi akan hilang setelah erupsi (Balogh & Fehrenbach, 1997).



Gambar 2.3 Perkembangan gigi selama tahap aposisi, tampak formasi matrik enamel dan dentin (Balogh & Fehrenbach, 1997 p.75). 2.1.2 Gangguan pertumbuhan perkembangan gigi Tahap inisiasi yang tidak normal dapat menyebabkan pertumbuhan satu atau lebih gigi tambahan atau gigi supernumerary. Gigi tambahan ini dimulai dari lamina dental, dan mempunyai etiologi faktor herediter. Area tertentu dari ke dua tempat pertumbuhan gigi pada umumnya memiliki gigi supernumerary, seperti diantara incisivus sentral rahang atas (mesiodens), di sebelah distal molar ketiga rahang atas (distomolar), dan di regio premolar (perimolar) dari kedua rahang (Balogh & Fehrenbach, 1997). Tahap inisiasi juga mengakibatkan hilangnya satu gigi (sebagian) atau beberapa gigi (seluruhnya), yang disebut hypodontia (anodontia atau oligodontia).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



13



Hypodontia sebagian adalah yang paling umum dan paling sering terjadi pada gigi incisivus lateral rahang atas, molar ketiga, dan pada premolar kedua rahang bawah. Hypodontia dapat dikaitkan dengan sindrom displasia ektodermal, karena banyaknya bagian gigi yang secara langsung maupun tak langsung berasal dari ektodermal. Etiologi hypodontia terkait dengan faktor genetik dan lingkungan (faktor hormonal, penyakit sistemik, terpapar radiasi) (Lamour, Mossey, Thin, Forgie, & Strirrups, 2005). Proliferasi yang abnormal dapat menyebabkan satu gigi atau seluruh gigi menjadi lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normalnya. Ke abnormalan gigi dengan ukuran yang lebih besar disebut makrodontia, sedang yang lebih kecil disebut mikrodontia. Gigi yang pada umumnya mengalami parsial mikrodontia adalah gigi incisivus lateral pemanen rahang atas dan molar ketiga permanen. Makrodontia seluruhnya jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan disfungsi dari kelenjar pituitari/hipofisis. Pada tahap proliferasi, enamel organ secara abnormal melakukan invaginasi ke dalam papilla dental yang mengakibatkan terjadinya dens in dente atau dens invaginatus. Gigi yang paling banyak terkena adalah incisivus permanen rahang atas, khususnya incisivus lateral. Pada dens in dente, terlihat gigi dengan pit tunggal pada area terjadi invaginasi, dan akan terlihat bentukan seperti gigi di dalam gigi pada pemeriksaan radiologi. Pit tunggal ini akan menyebabkan kegagalan pulpa, kondisi patologis, dan dibutuhkan terapi endodontik. Oleh karena itu, deteksi awal sangatlah penting, dan faktor herediter mungkin terlibat dalam kasus mikrodontia, makrodontia, maupun dens in dente (Balogh & Fehrenbach, 1997).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



14



Beberapa faktor dapat mengganggu proses metabolisme ameloblas, sering terjadi



pada



kasus



displasia



enamel,



yang



merupakan



keabnormalan



perkembangan enamel. Displasia enamel lokal dihasilkan oleh trauma atau infeksi kelompok kecil ameloblas. Displasia sistemik melibatkan ameloblas dalam jumlah yang besar dan dihasilkan dari trauma saat kelahiran, infeksi sistemik, defisiensi nutrisi, atau fluorosis. Displasia enamel dapat menyebabkan hipoplasia enamel dan hipokalsifikasi enamel. Hipoplasia enamel diakibatkan oleh reduksi kuantitas matrik enamel, sehingga pada permukaan enamel gigi akan tampak pit dan groove. Dapat dijumpai pada Hutchinson’s incisors dan Mulberry molars, yang disebabkan oleh faktor teratogenik dari congenital syphilis. Dari pandangan sisi labial, Hutchinson’s incisors mempunyai mahkota dengan bentuk seperti obeng yang melebar di bagian servikal dan menyempit di bagian incisal. Pada Mulberry molars terdapat tubercle di bagian permukaan enamel. Hipokalsifikasi enamel menyebabkan kurangnya kualitas dari maturasi enamel, gigi tampak opaque, lebih kuning, atau mungkin lebih coklat, tergantung pewarnaan enamel dari dalam. Hipoplasia dan hipokalsifikasi enamel mungkin terjadi bersama, hal ini sering dijumpai pada fluorosis (Balogh & Fehrenbach, 1997). Tipe tertentu dari displasia enamel, yaitu amelogenesis imperfecta adalah kelainan pembentukan enamel yang dipengaruhi oleh faktor genetik, pewarisan secara autosomal dominant atau autosomal resesif. dapat terjadi



Amelogenesis imperfecta



pada gigi sulung maupun permanen dan terdapat 4 tipe yaitu,



hipoplastik, hipomaturasi, hipokalsifikasi dan hipomaturasi-hipoplasi dengan taurodontism. Gangguan ini menyebabkan gigi mempunyai lapisan enamel yang sangat tipis, mahkota berwarna kuning atau coklat kekuningan, dan mengalami



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



15



atrisi yang sangat ekstrim dengan kehilangan material gigi saat mastikasi (Crawford, Aldred, & Zupan, 2007). Salah satu tipe displasia dentin adalah dentinogenesis imperfecta juga dikenal sebagai opalescent dentin, yang mengakibatkan gigi berwarna biru ke abu-abuan atau coklat buram. Dentinogenesis imperfecta



dapat terjadi pada gigi susu



maupun gigi permanen, dipengaruhi oleh faktor genetik dan pewarisan secara autosomal dominant atau autosomal recessive. Komposisi dari enamel normal, tetapi mudah terkelupas oleh karena kurangnya pertahanan dari dentinnya yang abnormal. Akibatnya adalah atrisi karena dentin kurang termineralisasi secara keseluruhan. Hal ini diakibatkan maturasi yang tidak berjalan dengan semestinya (Barron, McDonnell, McKieand, & Dixon, 2008). 2.2 Faktor pertumbuhan gigi Gigi merupakan materi yang kuat yang dapat digunakan untuk penelitian di bidang anthropologi ragawi, genetik odontologi dan forensik, baik pada populasi yang hidup maupun populasi yang sudah mati (Kaushal, Patnik, Sood, & Agnihotri, 2004). Morfologi, ukuran dan jumlah gigi mempunyai komponen genetis yang sangat kuat. Semua gigi sebagai penentu pewarisan, adalah penting ketika variasi morfologi gigi (karakteristik gigi) mulai diwujudkan. Selain faktor genetik yang kuat, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti budaya, termasuk kebiasaan manusia. Adanya perbedaan karakteristik gigi pada individu dapat menjadi ciri khas suatu populasi; dan observasi karakteristik gigi dilakukan berdasarkan letak geografisnya (Kieser, 1990; Scott & Turner, 2000).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



16



Garn, Lewis, & Kerewsky (1965) menyatakan bahwa gen, hormon, dan kalori memainkan peranan penting dalam pertumbuhan gigi, namun belum jelas efeknya terhadap bentuk gigi. Menurut Harris & Couch (2006), perbedaan jenis kelamin yang dilihat melalui bentuk gigi dipengaruhi oleh faktor hormonal terutama sebelum masa remaja. Menurut Duraiswany (2009) bentuk gigi dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (misalnya ras, dan budaya). Agnihotri dan Sikri (2010) juga berpendapat bahwa bentuk gigi dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperjelas hal ini. 2.2.1 Faktor genetik Karakteristik gigi diturunkan secara genetis, sehingga menimbulkan keunikan bagi setiap individu. Pengetahuan mengenai besarnya faktor genetis dalam mempengaruhi karakteristik gigi, sangat berguna dalam beberapa hal antara lain, penentuan ras, hereditas, determinasi umur, dimorfisme seksual dan penentuan parentage atau asal usul. Adanya perbedaan karakteristik gigi pada kumpulan individu memungkinkan dilakukan pengelompokan antar ras geografis dan dapat menjadi ciri khas suatu populasi, sehingga dapat diselidiki seberapa dekat afinitas antar kelompok populasi (Artaria, 2009). Banyak peneliti yang melaporkan, bahwa terdapat bukti yang cukup kuat mengenai pengaruh faktor genetik terhadap ukuran gigi. Salah satu penelitian yang telah dilakukan pada hewan coba adalah dengan mengukur gigi tikus rumah dan melihat hubungan kekeluargaannya. Sejumlah studi pada manusia juga menunjukkan ada hubungan ukuran dimensi mahkota gigi dengan faktor genetis. Hubungan antar anggota keluarga yang dekat seperti orang tua dan anak, saudara



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



17



kandung, dan antar sepupu untuk menunjukkan hubungan yang signifikan pada ukuran mahkota giginya (Rizk, Amugongo, Mahaney, & Hulzko, 2008). Beberapa kecurigaan yang mengarah pada dugaan adanya faktor genetik sebagai penyebab suatu kelainan dan sifat yang diwariskan. Pertama adalah adanya agregasi familial (pengelompokan dalam keluarga/kerabat penderita) yaitu frekuensi kelainan dan sifat yang diwariskan tersebut lebih tinggi pada kerabat derajat satu (orang tua, anak dan saudara kandung), bila dibandingkan dengan frekuensinya pada populasi umum. Kedua, dijumpai adanya perbedaan frekuensi etnis yang berbeda. Agregasi familial dan variasi etnis belum merupakan bukti definitif adanya faktor genetik yang mendasari suatu kelainan dan sifat yang diwariskan, mengingat keluarga dalam lingkup yang lebih besar yaitu kelompok etnis tertentu, mempunyai faktor genetik dan faktor lingkungan yang sama seperti diit, geografi, pemamparan bahan infeksius tertentu (Thompson, McInnes, & Willard, 1991). 2.2.2 Faktor lingkungan Teori plastisitas terhadap morfologi gigi, adalah faktor lingkungan seperti stress, ketinggian tempat tinggal (geografi), pola makan (status gizi) dan radiasi, mampu memberikan dampak terhadap pembentukan morfologi gigi pada suatu populasi, sekalipun struktur gigi sangat keras dan tidak mudah berubah bentuk. Kondisi lingkungan yang berbeda mampu menghasilkan morfologi gigi yang berbeda, karena sifat alami manusia yang berdaptasi dengan lingkungannya (Scott & Turner, 2000). Kandungan mineral dalam gizi suatu populasi juga termasuk efek lingkungan. Meskipun banyak mineral yang berhubungan, kandungan fluorin dalam suatu



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



18



populasi juga berdampak terhadap pembentukan morfologi gigi, dimana biasanya didapat dalam suatu kemasan dalam bentuk air minum (Geologi, Hidrologi) dan berbeda menurut lokasinya. Di North USA, Tanzania, ukuran fluorin dalam air minum adalah 0,8 ppm-45-53 ppm, sedangkan di Indonesia atau negara lain berbeda (Scott & Turner, 2000). Ukuran gigi dengan heritabilitas yang juga relatif tinggi, juga menunjukkan plastisitas, sebagai bukti adanya perbedaan pada generasi di antara bapak dengan anak lelaki dan ibu dengan anak perempuan dan perbedaan sekuler dalam periode waktu yang pendek (Lavelle, 1972). 2.2.3 Faktor hormonal Hingga saat ini



masih timbul pertanyaan tentang sejauh mana efek dari



hormon seksual dalam mempengaruhi ukuran mahkota gigi menurut jenis kelamin. Menurut Kieser (1990), yang paling menunjukkan perbedaan jenis kelamin adalah gigi caninus (taring), namun menurut Alvesalo, Tammisalo, & Townsend (1991) tidak ditemukan hasil statistik yang signifikan mengenai perbedaan jenis kelamin pada ukuran gigi. Steinberg, Sciulli, & Betsinger (2008), menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi hormon seksual di antara kedua jenis kelamin tidak menjelaskan mengapa gigi caninus dinyatakan sebagai gigi yang paling memiliki perbedaan jenis kelamin. Asumsi dari hipotesis Steinberg, Sciulli, & Betsinger (2008) menyatakan bahwa hormon seksual mempengaruhi perbedaan jenis kelamin pada ukuran gigi dan adanya hormon seksual steroid yang terus meningkat di antara kedua jenis kelamin dari lahir sampai pubertas. Menurut Quilley (2002) cit. Steinberg, Sciulli, & Betsinger (2008), asumsi ini tampaknya tidak tepat, karena selama enam bulan



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



19



pertama kehidupan, pada laki-laki maupun perempuan terjadi peningkatan sampai ke pubertas pada konsentrasi plasma hormon seksual steroid. Pada bayi laki-laki serum testoteron mencapai konsentrasi puncak sekitar usia dua bulan, dan akan menurun ke tingkat prapubertas pada usia enam bulan. Pada bayi perempuan, testoteron menurun pada tingkat prapubertas antara minggu pertama sampai bulan kedua. Hormon seksual mempengaruhi pertumbuhan jaringan gigi, meskipun sepanjang masa kanak-kanak, anak laki-laki memiliki ketebalan dentin yang lebih besar dibanding anak perempuan yang didasarkan pada pengaruh dari kromosom Y terhadap pertumbuhan gigi, namun perbedaan terbesar dari ketebalan dentin pada laki-laki dan perempuan sebenarnya terjadi selama masa pubertas (Ziberman & Smith, 2001). Menurut Steinberg, Sciulli, & Betsinger (2008), meskipun terdapat perbedaan pada ketebalan dari dentin selama masa pubertas, yaitu masa setelah gigi terbentuk, namun tidak memiliki kontribusi yang cukup dalam mempengaruhi perbedaan jenis kelamin pada ukuran gigi. Jain, Rai, & Anand (2008), menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat dilihat dari volume kompleks pulpa dentin dan enamel. Hormon seksual juga mempengaruhi fungsi odontoblas di kemudian hari. Reseptor antigen estrogen juga telah diidentifikasi pada lapisan odontoblas pre-dentin dan pembuluh darah pulpa dari gigi manusia yang diekstraksi. 2.2.4 Pola makan Kebiasaan makan sebagai salah satu unsur kebudayaan, dan konsep kebudayaan sendiri mulai dibahas dan dikembangkan pada akhir abad 19. Definisi kebudayaan pertama dibuat oleh Sir Edward Burnett Tylor (1981) cit. Soekadijo



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



20



(1988), yang menyatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum moral, serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sejak zaman Tylor banyak sekali definisi tentang kebudayaan, namun semua dapat disimpulkan sebagai berikut: kebudayaan merupakan seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang bila dilaksanakan oleh para anggotanya, melahirkan perilaku yang layak dapat diterima. Salah satu kebiasaan yang dilakukan masyarakat adalah makan, yang dalam pengertian kebudayaan merupakan kebutuhan pokok yang telah diterima, diolah dan dipersiapkan menurut budaya agar makanan tertentu pantas dimakan (Kalangie, 1985; Koentjaraningrat, 1989). Suhardjo, Harper, Deaton, & Driske (1985) menjelaskan tentang konsep pola makan yang dapat juga dikatakan sebagai kebiasaan makan, merupakan pola tingkah laku seseorang atau sekelompok orang tertentu dalam memilih jenis sebagai tanggapan pengaruh budaya, fisiologi, psikologi dan sosial. Dengan demikian setiap masyarakat sesungguhnya telah melakukan sosialisasi terhadap warganya mengenai pola makan dan jenis pangan tertentu. Penelitian Sylvia (1993) mengenai pengaruh pola makan pada morfologi rahang, gigi dan wajah serta akibatnya pada kejadian maloklusi pada penduduk Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karena gigi-geligi adalah bagian tubuh yang terkena langsung dalam proses mengunyah makanan. Adanya perbedaan dalam pola makan dan jenis pangan akan mengakibatkan gambaran pada permukaan gigi serta lebar mesiodistal gigi. Ukuran mesiodistal gigi pada kelompok berpola makan keras baik pria maupun



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



21



wanita, lebih kecil dibanding kelompok berpola makan lunak. Oleh karena itu pada kasus kelompok berpola makan keras permukaan gigi mengalami atrisi berat, dan gigi molar mengalami atrisi lebih banyak dibanding gigi incisivus. Penelitian Yuniati (1982) bertujuan untuk mendapat informasi tentang pola makan dan kebiasaan makan masyarakat Tengger dan bukan Tengger di Kecamatan Sukapura. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan dari segi kehidupan di kedua kelompok. Keadaan usaha tani yaitu tanah yang dimiliki oleh masyarakat Tengger lebih luas, sehingga pendapatan lebih tinggi dan keadaan lingkungan lebih baik dibandingkan kelompok bukan Tengger. Konsumsi energi dan protein masyarakat Tengger sudah berada di atas ambang kecukupan, yaitu pada tingkat 101.8% dan 107.9 %, sedangkan garam besi dan vitamin A masih di bawah angka kecukupan, yaitu 77.4% dan 29%. Pada kelompok bukan Tengger konsumsi energi, protein, garam besi dan vitamin A masih berada di bawah angka kecukupan, masing-masing pada tingkat 89.0%, 95.3%, 74.0% dan 55.2%. 2.3 Pewarisan Derajat pewarisan (heritability) adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan



estimasi seberapa besar proporsi variasi fenotip dari suatu sifat



tertentu yang disebabkan oleh perbedaan genetik dalam populasi tertentu dan dalam waktu tertentu (Lewis, 2007). Genetika pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam dunia biologis dikenal sebagai teori pewarisan mengenai genotip dan fenotip, yaitu perbedaan yang jelas antara faktor genetik yang mendasari (genotip) dan penampilan fisik yang dihasilkan (fenotip ) (Kieser, 1990).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



22



Genetika ialah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sifat yang diwariskan dari induk ke keturunannya, dalam hal ini kita pelajari juga hubungan antara genotip dan fenotip. Kemungkinan munculnya sifat yang diturunkan tersebut sebagian besar sesuai hukum Mendel dapat berasal dari salah satu orang tua atau dari keduanya. Hasilnya mungkin harmonis atau dapat juga disharmonis. Seorang anak dapat mewarisi sifat dari orang tuanya, seperti ukuran dan bentuk gigi, ukuran dan bentuk rahang, relasi rahang, struktur jaringan lunak dan otot. Tidak diketahui secara pasti kombinasi dan rekombinasi gen yang diturunkan dan berapa perbandingannya, tetapi benar ada sifat yang diturunkan (Mossey, 1999). 2.3.1 Genotip dan fenotip Pada tahun 1909 Wilhem Johannsen (1957-1927) mengintroduksi pembedaan yang penting antara genotip dan fenotip. Genotip adalah keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung pada suatu makhluk hidup atau konstitusi genetik dari suatu makhluk hidup dalam hubungannya dengan satu atau beberapa lokus gen yang sedang mendapat perhatian. Fenotip adalah karakter atau sifat yang dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan). Selama hidup suatu makhluk hidup, fenotip dapat berubah tetapi genotip tetap konstan (Ayala, 1984). Mossey (1999), menyatakan bahwa genotip adalah informasi genetik yang dimiliki oleh seorang individu yang berhubungan dengan lokus gen. Fenotip adalah produk akhir dari kombinasi antara genetik dan pengaruh faktor lingkungan, yang tampak sebagai ciri khas suatu individu atau sifat atau karakter yang tampak pada suatu individu yang dapat diamati adanya.



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



23



2.4 Pewarisan monogenik (Single gene atau Mendelian inheritance) Pewarisan monogenik menunjukkan bahwa fenotip yang terdeteksi ditentukan oleh satu gen atau sepasang gen (alel) yang terletak pada kromosom autosom atau kromosom kelamin. Pewarisan yang demikian adalah merupakan cara pewarisan Mendel. Mendel merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa pewarisan sifat/ciri (trait), tidak selalu membingungkan tetapi mempunyai pola yang bisa diramalkan. Hukum genetika klasik Mendel diperoleh dengan percobaan hibridisasi (persilangan varietas yang berbeda) dan di analisis statistik menggunakan matematika untuk mengolah hasil percobaannya secara kuantitatif, sehingga dapat memilih ciri yang ingin dipelajari (Emery & Rimoin, 1990). 2.4.1 Pembagian pewarisan monogenik Kromosom manusia adalah 23 pasang yang terdiri dari 22 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin (sex), pada perempuan mempunyai sepasang kromosom sex yang sama yaitu XX, pada laki-laki pasangan kromosom sexnya tidak sama yaitu X dan Y. Pewarisan gena tunggal disebut juga Mendelian atau unifactorial inheritance, di mana pola pewarisannya mengikuti hukum Mendel sederhana yang ditentukan oleh dua hal yaitu: lokus gena mutan (pada autosom atau kromosom X) dan sifat ekspresi genanya (dominan atau resesif). Oleh karenanya pewarisan gena tunggal dibagi menjadi 4 macam, yaitu pewarisan autosomal dominant, autosomal recessive, X-linked dominant dan X-linked recessive. Kromosom Y miskin gena, sehingga kelainan Y-linked sangat sedikit dan tidak fatal, misal infertilitas pada laki-laki oleh karena azoospermia atau oligospermia (Thompson, McInnes, & Willard, 1991; Lewis, 2007).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



24



2.4.1.1 Pewarisan autosomal dominant Pewarisan autosomal dominant (AD) disebabkan oleh adanya satu gen mutan yang merugikan (abnormal) yang terletak pada autosom (pada kromosom nomor 1 sampai nomor 22). Adanya satu gen mutan yang merugikan (abnormal) di salah satu genorip, sudah dapat menimbulkan suatu kelainan, atau sifat yang nampak pada seseorang (Emery & Rimoin, 1990; Lewis, 2007). Karena autosom itu secara normal berpasangan, maka gennya juga berpasangan dan terletak pada lokus yang sama (alel). Apabila kedua gen pada sepasang kromosom (disebut kromosom homolog) tadi: a) Sama, yaitu keduanya normal atau keduanya mutan (abnormal), maka keadaan



demikian disebut



homozigot normal atau homozigot sakit; b) Berbeda, yaitu yang satu normal dan yang lain mutan (abnormal) maka keadaan demikian disebut heterozigot, dan karena gen (alel) mutan dominan terhadap gen (alel) normal, maka individu demikian disebut heterozigot sakit (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991).



Gambar 2.4 Pewarisan autosomal dominant (Thompson, McInnes, & Willard, 1991 p.60). Keterangan: (laki-laki) dan



(perempuan) bisa mewarisi suatu kelainan atau sifat



Setiap generasi ada yang mewarisi suatu kelainan atau sifat



Setiap anak (laki-laki dan perempuan) mempunyai resiko mewarisi 50% Ada transmisi ayah ke anak laki-laki (male to male transmission).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



25



Untuk menentukan apakah suatu sifat diwariskan secara autosomal dominant, ada tiga gambaran khusus yang perlu diamati. Pertama, baik laki-laki dan perempuan dapat sakit dalam proporsi yang sama (karena gen yang cacat di autosom); kedua, hal yang dipengaruhi dari satu generasi ke generasi berikutnya; dan ketiga, segala sifat dapat diwariskan dari ayah atau ibu ke anak laki-laki, maupun anak perempuan. Setiap anak mempunyai kemungkinan mewarisi sifat dominan 1 : 2 (50%) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar 2.4). Beberapa contoh kelainan yang diwariskan secara autosomal dominant adalah: polidaktili (kelebihan jari tangan atau kaki), sindroma Marfan, aniridia (tidak terbentuk iris), blefarofimosis (celah mata sempit). Beberapa contoh sifat/karakter yang diwariskan secara autosomal dominant adalah: kemampuan menggulung lidah, kemampuan mengecap, lobulus daun telinga yang bebas, rambut keriting, dagu yang besar dan menonjol (makro dan prognati), dens in dente, talon cusps (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991). 2.4.1.2 Pewarisan autosomal recessive Pewarisan autosomal recessive (AR) disebabkan oleh sepasang gen mutan resesif yang terletak pada lokus yang sama di autosom. Dengan demikian frekuensi kelainan atau sifat ini pada laki-laki dan perempuan sama. Pada pewarisan autosomal recessive berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Setiap individu yang mempunyai kelainan harus dalam keadaan homozigot; b) Kedua orang tua (ayah dan ibu) membawa satu alel untuk gen mutan resesif; c) Individu dengan satu alel resesif tidak menunjukkan kelainan (disebut carrier); d) Rasio



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



26



rata-rata antara anak normal dan anak yang mewarisi kelainan atau sifat pada perkawinan kedua individu heterozigot adalah 3:1; e) Adanya perkawinan keluarga antara orang tua (perkawinan sedarah, konsanguin, inbreeding) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar 2.5).



Gambar 2.5 Pewarisan autosomal recessive (Thompson, McInnes, & Willard, 1991 p.67). Keterangan: (laki-laki) dan (perempuan) bisa mewarisi suatu kelainan atau Sifat; Tampak horizontal (satu generasi yang mewarisi suatu kelainan atau sifat); Setiap anak (laki-laki atau perempuan) mempunyai resiko mewarisi 25 % = Perkawinan keluarga/sedarah (blood relatives) antara orang tua



Beberapa contoh kelainan



yang diwariskan secara



autosomal recessive



adalah: albino (bulai), fenilketonuria (karena gangguan metabolisme fenilalanin), Alzeimer (atrofi cerebri senilis), osteogenesis imperfecta (pertumbuhan tulang tidak



sempurna),



amelogenesis



imperfecta



dan



osteogenesis



imperfecta



(pertumbuhan enamel dan dentin tidak sempurna). Beberapa sifat/karakter yang diwariskan secara autosomal recessive adalah: ketidakmampuan menggulung lidah, buta kecap, lobulus daun telinga melekat, rambut lurus, dagu kecil dan mundur ke belakang (mikroretrognati), taurodontism atau bull tooth (pelebaran saluran akar gigi molar) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



27



2.4.1.3 Pewarisan X-linked dominant Pewarisan X-linked dominant (XLD) ini disebabkan adanya satu gen mutan dominan pada salah satu kromosom X. Pada perempuan karena sifat ekspresi gen dominan, meskipun dalam keadaan heterozigot (hanya 1 kromosom X membawa gene yang cacat), tetap tampak sakit. Perempuan dalam keadaan heterozigot akan menunjukkan kelainan yang lebih ringan daripada laki-laki yang sakit. Ini disebabkan pada perempuan heterozigot masih ada satu kromosom X dengan alel yang normal (Lewis, 2007). Pewarisan X-linked dominant ini mempunyai sifat sebagai berikut: a) Perkawinan antara laki-laki dengan kelainan dan perempuan normal akan menghasilkan anak laki-laki normal dan semua anak perempuan mempunyai kelainan; b) Perkawinan perempuan dengan kelainan (heterozigot) dan laki-laki normal akan menghasilkan 50% anak laki-laki mempunyai kelainan dan 50% anak perempuan mempunyai kelainan; c) Jumlah perempuan dengan kelainan kira-kira dua kali lebih banyak daripada laki-laki, tetapi kebanyakan pada perempuan lebih ringan (karena pada laki-laki pada umumnya kelainannya fatal) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar 2.6).



Gambar 2.6 Pewarisan X-linked dominant (Thompson, McInnes, & Willard, 1991 p.79).



Keterangan: (perempuan), setiap generasi ada yang mewarisi suatu kelainan atau sifat; Setiap anak (laki-laki/perempuan) mempunyai resiko mewarisi 50% kelainan atau sifat dari ibu; Semua anak perempuan mewarisi kelainan atau sifat dari ayah, anak (laki-laki) tidak.



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



28



Contoh kelainan pewarisan X-linked dominant adalah: rakitis resisten terhadap vitamin D, yaitu kelainan tulang yang disebabkan ketidakmampuan ginjal untuk menyerap kembali kalsium yang difiltrasi ginjal. Contoh lain kelainan pewarisan X-linked dominant adalah defisiensi transkarbamoilase ornitin hati (menyebabkan hiperamonemia neonatus) dan sindrome Retts (sindrome keterlambatan mental) (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991). 2.4.1.4 Pewarisan X-linked recessive Pewarisan X-linked recessive (XLR) disebabkan oleh gen mutan resesif yang terdapat pada kromosom X, artinya bahwa adanya satu gen mutan pada wanita normal XX tidak menimbulkan kelainan. Gambaran silsilah keluarga pewarisan X-linked recessive adalah sangat khas, ialah jauh lebih banyak laki-laki yang mempunyai kelainan daripada perempuan, atau bahkan yang nampak mempunyai kelainan hanya laki-laki (Lewis, 2007). Pewarisan X-linked recessive ini mempunyai sifat sebagai berikut: a) Insiden kelainan X-linked recessive pada laki-laki jauh lebih besar daripada perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan yang mempunyai kelainan membutuhkan sepasang gen mutan pada sepasang kromosom X (homozigot). Di lain pihak, lakilaki hanya mempunyai satu kromosom X membawa gen mutan, dapat menyebabkan kelainan (laki-laki hemizigot mutan); b) Gen yang bertanggung jawab untuk terjadinya kelainan diwariskan dari laki-laki dengan kelainan kepada semua anak perempuannya. Separo cucu laki-laki juga akan mewarisi gen abnormal tadi; c) Gen resesif tadi tidak pernah diwariskan langsung dari ayah kepada anak laki-laki, tetapi diwariskan lewat anak perempuan, baru kemudian ke



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



29



cucu laki-laki; d) Gen dapat diwariskan dari sejumlah perempuan pembawa (carrier), sehingga munculnya penyakit pada pria adalah berasal dari wanita carrier (Emery & Rimoin, 1990; Thompson, McInnes, & Willard, 1991) (gambar 2.7).



Gambar 2.7 Pewarisan X-linked recessive (Thompson, McInnes, & Willard, 1991 p.77).



Keterangan: Kebanyakan (laki-laki) yang mewarisi suatu kelainan atau sifat Pewarisan terjadi secara sporadis pada setiap generasi Anak laki-laki mempunyai resiko mewarisi 50% suatu kelainan atau sifat bila ʘ (ibu) carrier.



Contoh kelainan atau sifat pewarisan X-linked recessive adalah: buta warna, hemofilia (darah sulit membeku saat perdarahan atau luka), sindrom displasia ektodermal: displasia ektoderm anhidrotik (sulit berkeringat karena kelenjar keringat abnormal), hypodontia atau anodontia (gigi tidak tumbuh sebagian atau seluruhnya (Emery & Rimoin, 1990). 2.4.1.5 Pewarisan Y-linked Pewarisan Y-linked (terangkai Y) disebut juga pewarisan holandrik yang berarti fenotip yang ada hanya diwariskan oleh seorang ayah kepada anak lakilakinya, dan kemudian ke cucu laki-laki dan seterusnya kesemua keturunan lakilakinya. Dalam pewarisan terangkai Y tidak ada istilah dominan dan resesif, karena kromosom Y hanya terdapat pada laki-laki, dan laki-laki normal hanya mengandung satu kromosom Y. Pewarisan terangkai Y, contohnya pada kelainan



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



30



yang mengenai masalah keraguan kelamin (sex ambigua). Selain itu di India, daun telinga berambut juga diwariskan secara terangkai Y (Emery & Rimoin, 1990; Lewis, 2007). 2.4.2 Faktor yang mempersulit analisis pedigree dan yang menyimpang dari Hukum Mendel Frekuensi kelainan kecil (small family size atau isolated case): Penderita hanya satu-satunya yang mempunyai kelainan dalam keluarga (analisis pedigree). Frekuensi kebanyakan kelainan genetik adalah berkisar 1 per 10.000 kelahiran sampai 1 per 50.000 kelahiran, bahkan ada yang lebih kecil lagi. Beberapa kelainan sering pada etnis tertentu, misalnya: thalasemia alfa di Asia, anemia sel sabit (sickle cell anemia) pada orang negro Afrika, Tay Sachs pada orang Jahudi Askenazik, dan fibrosis kistika pada orang kulit putih (Lewis, 2007). Manfestasi kelainan pada umur tua (late age of onset): Khorea Huntington, yaitu kelainan yang ditandai oleh kemunduran otak, biasanya baru muncul setelah pembawa gen berumur 50 tahun. Dengan demikian sering anak dan penderita kelainan ini belum menampakkan gejala, sehingga sulit untuk diagnosis kliniknya (Lewis, 2007). Penetrasi atau non penetrasi (penetrance atau reduce penetrance): Gen dikatakan dengan penetrasinya sempurna (completely penetrance atau degree of penetrance 100%) bila setiap gen (genotip) yang sakit juga menampakkan gejala klinik (fenotip). Gen dikatakan mempunyai penetrasi tidak sempurna/penetrasinya



berkurang



(reduce



penetrance



atau



incompletely



penetrance), bila tidak menampakkan gejala klinik (fenotip). Tidak semua individu membawa gen dominan menampakkan fenotip, tetapi dapat mewariskan gen tadi kepada keturunannya (Lewis, 2007).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



31



Variabilitas ekspresi (variable expressivity): Ekspresivitas adalah derajat fenotip atau berat ringannya kelainan. Satu gena cacat tetapi lebih dari satu sistem organ yang manifest (mengalami kelainan). Banyak pewarisan autosomal dominant yang memperlihatkan ekspresivitas yang sangat beraneka ragam, dari yang sangat berat sampai yang sangat ringan (Lewis, 2007). Pleiotropy: Cukup satu gena cacat tetapi memberikan banyak manifestasi klinik. Heterogenitas genetik (genetic heterogeneity): Banyak kelainan genetik yang diwariskan dengan pola pewarisan yang berbeda. Misalnya retinitis pigmentosa (satu jenis kelainan mata yang mengenai retina dan dapat menyebabkan kebutaan) dapat diwariskan secara autosomal dominant, autosomal recessive dan X-linked recessive (Lewis, 2007). Mutasi baru (new mutation): Pada salah satu kelainan autosomal dominant (misalnya akondroplasia, suatu jenis kerdil karena gangguan pembentukan tulang) kadang-kadang ditemukan tanpa riwayat keluarga. Dengan demikian munculnya kelainan ini karena mutasi gen baru terjadi pada individu tersebut (Lewis, 2007). Imprinting gen (genomic imprinting): Perbedaan dalam fungsi kromosom yang tergantung pada parental origin (asal kromosom dari ayah atau ibu). Beberapa kelainan atau sifat gen telah diketahui ekspresinya berbeda apabila kelainan atau sifat tadi diwariskan dari ayah atau dari ibu kepada anak laki-laki atau perempuan (Lewis, 2007).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



32



Mosaik (mosaicism): Keadaan mosaik adalah keadaan di mana seseorang mempunyai lebih dari satu populasi sel (cell lines) di dalam tubuhnya yang secara genetis berbeda, tetapi berasal dari satu zygota. Pada umumnya bila seseorang mempunyai kelainan kromosom, kelainan ini biasanya terdapat diseluruh sel tubuhnya. Tetapi kadangkadang, dua atau lebih komplemen kromosom yang berbeda bisa terdapat pada sel tubuh seseorang. Hal ini yang mendasari terjadinya keadaan mosaik (Lewis, 2007). Uniparental disomi (iso atau hetero): Mempunyai dua kromosom tertentu yang diwariskan dari satu orang tua atau dua kromosom dari ayah atau ibu saja (Lewis, 2007). Hipotesis Lyon (Lyonization) Pada perempuan kromosom sexnya adalah XX dan pada laki-laki XY. Kromosom X membawa gen yang vital disamping gen untuk sifat kewanitaan, sedangkan kromosom Y hanya mengandung gen untuk ke laki-lakian, sehingga gena kromosom X pada wanita terdapat kelebihan bahan genetik. Oleh karena itu terdapat mekanisme untuk menyeimbangkan (kompensasi) bahan genetik antara laki-laki dan perempuan untuk gen yang terdapat pada kromosom X, yang diajukan oleh Lyon, yang dikenal sebagai inaktivasi kromosom X atau hipotesis Lyon, yaitu: a) Salah satu dan dua kromosom X pada sel somatik perempuan normal diinaktifkan secara genetik; b) Kromosom X yang diinaktifkan bisa berasal dari maternal (X m) atau paternal (Xp) pada sel yang berbeda; c) Inaktivasi kromosom X terjadi pada awal perkembangan embrio, dan sekali terjadi



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



33



inaktivasi, maka kromosom X tersebut akan tetap inaktif pada sel turunannya (Thompson, McInnes, & Willard, 1991; Lewis, 2007). Selanjutnya bila mengandung lebih dari dua kromosom X, maka hanya satu kromosom X yang tetap aktif, sisanya mengalami inaktivasi (kondensasi), membentuk bangunan yang disebut kromatin X atau kromatin kelamin (barr body) di dalam inti sel. Barr body ini mudah ditunjukkan pada biakan sel fibroblas, sel mukosa pipi, sel mukosa vagina, pada lekosit polimorfonuklear. Banyaknya barr body adalah sebagai berikut: perempuan normal (XX) mengandung 1 barr body, laki-laki normal (XY) dan perempuan Turner (XO) tidak mengandung barr body, laki-laki Klinefelter (XXY) mengandung 1 barr body, dan perempuan XXX mengandung 2 barr body (Thompson, McInnes, & Willard, 1991; Lewis, 2007). 2.5 Pewarisan poligenik atau pewarisan polifaktorial Pewarisan poligenik adalah suatu kelainan atau sifat yang ditentukan oleh interaksi sejumlah gena (poligenik) pada lokus berbeda. Apabila faktor lingkungan juga ikut berpengaruh untuk timbulnya suatu sifat, maka pewarisan demikian disebut pewarisan polifaktorial/multifaktorial. Sifat multifaktor bisa: a) kontinyu (continuous multifactorial traits), yaitu perbedaan fenotip terjadi secara graduil atau tidak berbatas jelas misalnya: tinggi badan, berat badan, intelegensia, tekanan darah, warna kulit dan sebagainya atau b) diskontinyu (discontinuous multifactorial traits), yaitu dengan fenotip jelas berbeda. Sifat diskontinyu secara umum dibedakan atas dua macam, yaitu malformasi kongenital



misalnya:



sumbing bibir atau palatum (cleft lip atau cleft palate), defek tuba neuralis, stenosis pylorus, penyakit jantung bawaan dan penyakit umum pada orang dewasa



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



34



misalnya: diabetes mellitus, hipertensi, rheumatoid arthritis, epilepsy, manic depression, schizophrenia, penyakit vaskuler prematur (Thompson, McInnes, & Willard, 1991; Lewis, 2007). Beberapa sifat pewarisan poligenik atau multifaktorial adalah sebagai berikut: a) Meskipun kelainan atau sifat ini bersifat familial, tetapi tidak ada pola pewarisan yang pasti untuk setiap keluarga; b) Resiko pada anggota keluarga derajat I kira-kira pangkat dua resiko dalam populasi (frekuensi kelainan atau sifat ini dalam populasi); c) Resikonya akan jauh lebih kecil pada anggota keluarga dengan derajat II dan makin kecil kalau derajat kekeluargaanya makin jauh; d) Resiko rekurensinya lebih besar apabila lebih dari satu anggota keluarga yang mewarisi kelainan atau sifat multifaktorial; e) Makin berat kelainan makin tinggi resiko rekurensinya; f) Apabila kelainan atau sifat tersebut lebih sering terjadi pada jenis kelamin tertentu (misal perempuan), maka adanya kelainan atau sifat gpada jenis kelamin yang lain (misal laki-laki) akan memberikan resiko rekurensi yang lebih tinggi pada keturunannya atau anaknya (Thompson, McInnes, & Willard, 1991; Lewis, 2007). 2.6 Anatomi gigi dan fungsi gigi Gigi terdiri dari mahkota dan akar, bagian mahkota terdiri dari enamel dan dentin sedangkan bagian akar terdiri dari dentin dan sementum. Pertemuan antara mahkota dan akar terjadi pada cemento enamel junction dan disebut sebagai cervical line. Dentin dan pulpa yang berada di mahkota meneruskan diri ke bagian akar. Pulpa pada bagian mahkota disebut



sebagai ruang pulpa (pulp



chamber) sedangkan pulpa pada bagian akar disebut saluran akar (pulp canal atau pulp cavity). Enamel, dentin, sementum, dan pulpa merupakan bagian dari



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



35



jaringan gigi. Enamel, dentin, dan sementum merupakan jaringan keras gigi, sedangkan pulpa adalah jaringan lunak gigi. Pada pulpa terdapat pembuluh darah, saraf dan kelenjar limfe (Kumar, 2004).



Gambar 2.8 Anatomi gigi anterior & posterior (sagital section) (Balogh & Fehrenbach, 1997 p.221). Enamel merupakan jaringan unik yang terdapat pada gigi. Enamel mengandung hampir seluruhnya bahan anorganik hidroksiapatit, yaitu sekitar 96% dan 1% bahan organik, serta sisanya air (Hillson, 1996). Enamel adalah jaringan yang paling kuat, sehingga mampu melindungi gigi dari rangsangan selama proses pengunyahan (Harshanur, 1991). Ziberman & Smith (2001), menjelaskan bahwa pada gigi manusia terdapat dua tipe dentin, yaitu dentin primer, dentin sekunder. Dentin primer terbentuk dengan cepat selama pembentukan gigi, berkaitan dengan aposisi enamel atau sementum. Dentin sekunder merupakan hasil dari aposisi lanjutan yang lebih lambat, dan terbentuk kemudian dalam proses yang berlangsung seumur hidup. Pulpa gigi merupakan komponen jaringan lunak dari gigi dan menempati rongga internal gigi, yaitu ruang pulpa dan kanal pulpa atau saluran akar. Secara umum, bentuk jaringan pulpa gigi sesuai dengan bentuk luar gigi, baik pada bagian mahkota maupun pada bagian akar. Fungsi utama dari pulpa gigi adalah



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



36



pembentukan dentin. Sistem sensorik yang kompleks dalam pulpa gigi mengontrol aliran darah dan bertanggung jawab untuk mediasi dari sensasi rasa sakit. Pembentukan dentin reparatif



merupakan respon defensif untuk segala



bentuk iritasi baik iritasi mekanik, iritasi termal, iritasi kimia, maupun iritasi oleh bakteri di alam (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003). Fungsi utama gigi adalah untuk mengunyah makanan agar mudah ditelan dan untuk memfasilitasi pencernaan. Gigi memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan bentuknya, misalnya gigi seri (incisivus) untuk memotong dan estetika, gigi taring (caninus) untuk mengoyak dan estetika, gigi premolar dan gigi molar untuk menggiling dan mempertahankan dimensi vertikal wajah (Kumar, 2004). Gigi juga berfungsi untuk mempertahankan jaringan penyangga gigi agar tetap dalam kondisi yang baik dan berada di dalam lengkung gigi, dan juga membantu memproduksi suara (Harshanur, 1991). 2.7 Morfologi gigi Para pakar morfologi gigi mempelajari struktur dan morfologi gigi, melalui dua pendekatan yang berbeda pada morfologi mahkota dan akar. Pada manusia terdapat 20 gigi di usia anak-anak yang disebut sebagai gigi sulung atau gigi primer (milk teeth atau primary dentition) dan 32 gigi di usia dewasa yang disebut gigi permanen (permanen dentition) (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003). Pada gigi sulung terdapat tiga jenis gigi, yaitu gigi seri (incisivus), gigi taring (caninus) dan gigi molar. Pada gigi permanen terdapat empat jenis gigi, yaitu gigi incisivus, gigi caninus, gigi premolar dan gigi molar. Pada rongga mulut, gigi berada pada rahang atas dan rahang bawah dengan jumlah yang secara fisiologis



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



37



sama, yaitu masing-masing lima di tiap kwadrannya untuk gigi sulung dan delapan di tiap kwadrannya untuk gigi permanen (Ash & Nelson 2003; Kumar, 2004). Gigi yang berlawanan dalam kedua rahang menunjukkan perbedaan ukuran dan bentuk. Incisivus berbentuk seperti sekop (shovel shape), caninus berbentuk cuspid tunggal dan seperti kerucut, premolar berbentuk bicuspid, dan gigi molar berbentuk multicuspid. Ciri lain yang dapat dilihat adalah incisivus dan caninus berakar tunggal, sementara molar rahang atas berakar tiga dan molar rahang bawah berakar dua. Premolar pada umumnya memiliki akar tunggal, walaupun jumlah akar premolar pertama rahang atas kadang-kadang dua, adalah ciri khas dan ciri normal gigi dan merupakan salah satu variasi dari struktur morfologi gigi (Harshanur, 1991). 2.7.1 Gigi sulung Gigi sulung terdiri dari empat kwadran, di mana di tiap kwadran normalnya terdiri dari dua gigi incisivus, satu gigi caninus, dan dua gigi molar.



Gigi



incisivus sulung rahang atas mempunyai permukaan labial yang halus dan penebalan di tepi enamel kearah cingulum. Gigi incisivus sulung rahang atas pada pandangan mesial atau distal tampak lebih cembung daripada gigi incisivus permanen rahang atas. Gigi incisivus sulung rahang bawah memiliki mahkota yang sama dengan gigi incisivus sulung rahang atas. Bagian distal dari gigi incisivus lateralnya bulat dan groove yang tidak begitu dalam seperti pada gigi incisivus permanen. Gigi caninus mempunyai mahkota gigi yang pendek dan lebar, permukaan labial cembung dengan ukuran labiolingual lebih besar daripada ukuran mesiodistal (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



38



Gigi molar sulung memiliki bentuk yang berbeda dengan gigi molar permanen. Gigi molar pertama sulung rahang atas (m1 RA) mempunyai variasi bentuk premolar dan molar. Pada permukaan mesiopalatal mahkota gigi terdapat tonjolan kecil yang menjadi tuberculum molare. Pada gigi molar kedua sulung rahang atas (m2 RA) terdapat lebih banyak anomali dari cusp carabelli dibandingkan dengan gigi m1 RA. Gigi m2 RA memiliki ukuran lebih kecil dari m1 RA, namun lebih besar daripada gigi premolar permanen. Gigi molar pertama sulung rahang bawah (m1 RB) memiliki empat cusp dengan cusp lingual yang agak tajam dibandingkan cusp buccal. Gigi molar kedua sulung rahang bawah (m2 RB) memiliki bentuk seperti gigi m1 RB, namun ukurannya lebih kecil dan mempunyai lima cusp (Balogh & Fehrenbach, 1997; Ash & Nelson, 2003).



Gambar 2.9 Morfologi gigi sulung rahang atas dan bawah (permukaan occlusal) (Balogh & Fehrenbach, 1997 p.214). 2.7.2 Gigi permanen Gigi permanen terdiri dari empat kwadran, di tiap kwadran normalnya terdiri dari dua gigi incisivus, satu gigi caninus, dua gigi premolar, dan tiga gigi molar. Pada manusia, mahkota gigi insisivus memberikan bentuk yang sama, yaitu



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



39



mahkota dengan tepi incisal yang tajam dan permukaan labial yang cembung. Permukaan lingualnya divergen ke arah occlusal dari tonjolan cingulum pada leher gigi. Terdapat tiga lobus pada gigi ini yang ditandai dengan tiga mamelon pada sepanjang tepi incisalnya. Pada gigi permanen maupun gigi sulung, mahkota gigi incisivus pertama rahang atas selalu lebih besar dari mahkota gigi incisivus kedua rahang atas, sedangkan untuk ke dua gigi incisivus rahang bawah ukurannya hampir sama (Hillson, 1996). Gigi ketiga dari garis median adalah gigi caninus, diberi nama caninus karena tumbuh dengan baik pada binatang carnivore. Gigi caninus mempunyai akar terpanjang dan terbesar, sehingga menjadikan gigi ini paling kuat. Mahkota gigi caninus panjang dan memiliki bentuk yang tahan terhadap tekanan pengunyahan. Gigi caninus tanggal paling akhir dan seringkali digunakan untuk penyangga gigi tiruan dan merupakan gigi yang penting dalam membentuk karakter wajah, estetika dan memberikan kekuatan (Harshanur, 1991). Gigi premolar rahang atas memiliki dua cusp yaitu cusp buccal dan cusp palatal, cusp buccal lebih besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan cusp palatal. Gigi premolar rahang bawah biasanya terdapat dua atau tiga cusp, dengan cusp yang dominan pada sebelah buccal, dan cusp lain di sebelah lingual (Hillson, 1996). Gigi molar permanen rahang atas memiliki empat cusp utama, tiga yang terbesar pada mesiopalatal, mesiobuccal, dan distobuccal. Cusp yang ke empat yaitu cusp distopalatal kurang menunjol dibandingkan cusp yang lain. Gigi molar permanen rahang bawah memiliki bentuk mahkota segi empat pada Homosapiens dan Australopithecus, namun lebih oval pada Paranthropus. Empat cuspnya



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



40



terdapat pada sudut segi empat dari mahkota gigi dan memiliki kesamaan pada tingginya. Pada Homosapiens biasanya ada tiga, empat, atau bahkan lima cusp. Namun tidak jarang juga terdapat terdapat variasi cusp keenam dan cusp ketujuh (Hillson, 1996). Gigi permanen lebih menjadi pusat perhatian para peneliti daripada gigi sulung, karena variasi gigi permanen lebih banyak daripada gigi sulung. Usia 12 tahun sampai 16 tahun, setelah semua gigi sulung tanggal merupakan usia morfologi mahkota gigi dari semua gigi permanen (Scott & Turner, 2000).



Gambar 2.10 Morfologi gigi permanen rahang atas dan bawah (permukaan occlusal) (Balogh & Fehrenbach, 1997 p.214). 2.8 Karakteristik gigi Karakteristik gigi adalah suatu variasi morfologi gigi yang diturunkan secara genetis, berupa variasi dalam ukuran gigi (karakteristik metris gigi) dan variasi dalam ciri atau bentukan khas pada gigi (karakteristik non metris gigi) (Kieser, 1990; Lauweryns, Carels, & Vlietink, 1993; Dempsey, Townsend, Martin, & Neale, 1995; Hillson, 1996; Scott & Turner, 2000).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



41



Salah satu cabang spesifik Antropologi yang mempelajari mengenai gigigeligi manusia adalah Antropologi dental. Antropologi dental merupakan studi terapan yang dapat melacak evolusi periode primata dan menentukan karakteristik ras dari sisi morfologi giginya (Matsumura & Husdson, 2004). Banyak studi di bidang Antropologi dental yang merunut sejarah persebaran populasi di suatu area tertentu, dengan memperbandingkan karakteristik giginya sehingga dapat diselidiki seberapa dekat afinitas antara kelompok populasi satu dengan lain (Scott & Turner, 2000). Dalam buku “Races, Types and Etnic Groups” Molnar (1975) cit. Scott & Turner (2000), membuat beberapa referensi tentang variasi morfologi gigi atau disebut karakterisik gigi. Beberapa morfologi gigi menunjukkan peran yang besar dalam variasi gigi dan dalam beberapa kasus, telah dikelompokkan menurut ras. Hanya ada satu variasi dalam frekuensi yang terjadi pada sifat tertentu pada suatu populasi manusia menunjukkan dalam satu tingkatan, untuk itu pentingnya penelitian mengenai afinitas populasi. Variasi populasi manusia lebih bersifat kuantitatif daripada kualitatif, dan sangat penting untuk mempertimbangkan sebanyak mungkin variabel dalam penelitian sejarah dan mikro evolusi. 2.8.1 Karakteristik metris gigi Karakteristik metris gigi adalah variasi dalam ukuran gigi, yaitu karakteristik gigi yang diperoleh dengan mengukur gigi secara langsung, yaitu pengukuran diameter mesiodistal, labiolingual dan buccolingual pada mahkota gigi, dan tidak ada karakteristik gigi yang menjelaskan pada ukuran gigi, kecuali mesiodistal, labiolingual dan buccolingual ( Scott & Turner, 2000).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



Ukuran



42



mesiodistal adalah ukuran panjang mahkota gigi (anterior dan



posterior) yang diukur dari arah mesial ke distal, ukuran labiolingual adalah ukuran lebar mahkota gigi (anterior) yang diukur dari arah labial ke lingual, dan ukuran buccolingual adalah ukuran lebar mahkota gigi (posterior) yang diukur dari arah buccal ke lingual. Bagian mesial gigi adalah sisi yang berhadapan dengan garis median, sedangkan bagian distal gigi adalah sisi yang menjauhi dengan garis median. Bagian labial gigi adalah sisi yang berhadapan dengan labium (bibir), bagian buccal gigi adalah sisi yang berhadapan dengan buccae (pipi), dan, sedangkan bagian lingual gigi adalah sisi yang berhadapan dengan linguae (lidah) (Ash & Nelson, 2003).



Gambar 2.11 Terminologi gigi (permukaan occlusal) (Ash & Nelson, 2003 p.10). 2.8.1.1 Ukuran mesiodistal mahkota gigi Ukuran mesiodistal gigi adalah ukuran yang diukur pada dimensi mesiodistal mahkota gigi, yaitu jarak terbesar antara permukaan mesial dan permukaan distal dari mahkota gigi sejajar dengan permukaan occlusal gigi (Fitzgerald & Hillson, 2008). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dental caliper digital dengan kepekaan 0,01 mm, dan hasil pengukuran dalam mm.



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



43



Bila ukuran mesiodistal mahkota gigi tersebut besar, maka lebar lengkung rahang akan besar pula. Ukuran mesiodistal dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dan antara satu ras dengan ras lainnya berbeda pula. Penelitian antara ras berkulit putih, berkulit kuning dan ras berkulit hitam yang dilakukan oleh Lavelle (1972) dan Smith, Buschang, & Watanabe (2000), hasilnya menunjukkan ada perbedaan, yaitu ukuran mesiodistal mahkota gigi ras berkulit hitam lebih besar daripada berkulit kuning lebih besar daripada berkulit putih. Pengaruh genetik sangat kuat, yaitu dengan estimasi untuk gambaran morfologis mahkota sebesar 90%. Penelitian Swasono, Sylvia, & Susilowati (2004) mengenai variasi normal Lebar Mesiodistal Gigi (LMG) pada orang Bugis dan Toraja menyimpulkan bahwa, LMG laki-laki Toraja lebih besar daripada wanita Toraja, demikian juga LMG pria Bugis juga lebih besar daripada wanita Bugis. Lebar mesiodistal baik laki-laki maupun wanita Toraja lebih besar daripada laki-laki dan wanita Bugis. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Budirahardjo & Pradopo (2002), yang menyatakan bahwa ukuran mesiodistal laki-laki Madura dan Jawa lebih besar daripada wanita Madura dan Jawa. Penelitian Fidya (2011) pada tengkorak Jawa, menunjukkan bahwa seluruh rata-rata diameter mesiodistal mahkota gigi mulai dari insisivus pertama rahang atas sampai molar ketiga rahang atas dan rahang bawah lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, sesuai dengan penelitian Adeyemi & Isiekwe (2003) yang menyatakan bahwa diameter mesiodistal seluruh mahkota gigi lakilaki secara konsisten lebih besar dibandingkan perempuan.



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



44



2.8.1.2 Ukuran labiolingual dan buccolingual mahkota gigi Ukuran labiolingual gigi adalah ukuran yang diukur pada dimensi labiolingual mahlota gigi anterior (incisivus-caninus), yaitu jarak terbesar antara permukaan labial



dan



permukaan lingual dari mahkota gigi sejajar sumbu



panjang gigi (Fitzgerald & Hillson, 2008). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dental caliper digital



dengan kepekaan 0,01 mm, dan hasil



pengukuran dalam mm. Ukuran buccolingual gigi adalah ukuran yang diukur pada dimensi buccolingual mahkota gigi posterior (premolar-molar), yaitu jarak terbesar antara permukaan



buccal dan permukaan lingual dari mahkota gigi sejajar sumbu



panjang gigi (Fitzgerald & Hillson, 2008). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dental caliper digital dengan kepekaan 0,01 mm, dan hasil pengukuran dalam mm. Biasanya ukuran buccolingual lebih besar sekitar 1 mm dari ukuran mesiodistal, tetapi bervariasi pada tiap individu. Ukuran buccolingual dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan tersebut seperti aktivitas fungsional, hormon, dan nutrisi yang sangat penting pada saat tumbuh kembang, baik selama dalam kandungan maupun setelah lahir (Ash & Nelson, 2003). 2.8.1.3 Index mahkota gigi Index adalah



adalah bilangan yang digunakan sebagai indikator untuk



menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang dapat disimpulkan dari sederetan observasi yang terus menerus. Penrose shape menegaskan bahwa bentuk (shape) gigi adalah lebih dapat dipercaya (reliable)



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



45



sebagai patokan kedekatan taksonomis, daripada variasi ukuran (size) (Artaria, 2009). Index mahkota gigi menggambarkan suatu bentuk (shape) yang diperoleh dari perhitungan: ukuran lebar dibagi ukuran panjang mahkota gigi dikalikan 100. Index mesiodistal-labiolingual mahkota gigi anterior adalah ukuran labiolingual dibagi ukuran mesiodistal dikalikan 100. Index mesiodistal-buccolingual mahkota gigi posterior adalah ukuran buccolingual dibagi ukuran mesiodistal dikalikan 100 (Glinka, Myrtati, & Koesbardiati, 2008). Index mesiodistal-labiolingual adalah adalah suatu bentuk (shape) mahkota gigi



incisivus pertama permanen rahang atas (I1 RA) yang diperoleh dari



penghitungan: ukuran lebar (labiolingual atau LB) dibagi ukuran panjang (mesiodistal atau MD) mahkota gigi dikalikan 100 (Glinka, Myrtati, & Koesbardiati, 2008). Index mesiodistal-buccolingual adalah suatu bentuk (shape) mahkota gigi molar pertama permanen rahang atas (M1 RA), yang diperoleh dari penghitungan: ukuran lebar (buccolingual atau BL) dibagi ukuran panjang (mesiodistal atau MD) mahkota gigi dikalikan 100 (Glinka, Myrtati, & Koesbardiati, 2008). 2.8.2 Karakteristik non metris gigi Karakteristik non metris gigi adalah variasi dalam ciri atau bentukan khas pada gigi, di mana observasi terhadap sifat morfologis dilakukan dengan observasi, perbandingan, dan kemudian dilakukan scoring, diidentifikasi ada atau tidak ada. Beberapa karakteristik non metris gigi yang sering diteliti adalah shovel shape, winging, Bushmen canine, tuberculum dentale, Uto-Aztecan premolar, odontome, interrruption groove, deflecting wrinkle, hypocone, metacone,



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



46



metaconule, carabelli’s cusp/traits, parastyle, protostylid, mesial marginal accesory tubercle. Pemilihan shovel shape dan carabelli’s cusp, karena banyak dipelajari dalam praktek klinis. Shovel shape adalah ciri yang umum yang dimiliki oleh “Mongoloid race”, contohnya populasi Cina, Jepang, Mongolia, dan Eskimo, serta populasi di kawasan Asia Tenggara. Carabelli’s cusp adalah ciri yang paling umum dimiliki oleh populasi keturunan Eropa (Hillson, 1996; Scott & Turner, 2000). 2.8.2.1 Shovel shape Shovel shape adalah bentukan yang terdapat pada palatal atau lingual incisivus yang disebabkan adanya peninggian pada marginal ridge, dimana marginal ridge lebih menonjol dan memagari fossa yang dalam pada bagian palatal atau lingual gigi. Shovel shape paling sering ditemukan pada gigi incisivus pertama rahang atas (I1 RA) dan gigi incisivus kedua rahang atas (I2 RA), kadangkadang pada gigi caninus rahang atas, dan dapat juga membentuk pit pada bagian palatal atau lingual gigi incisivus pertama rahang atas. Frekuensi tertinggi (> 90%) dijumpai di antara populasi Asia dan populasi asli Amerika, frekuensi terendah pada populasi Eropa (Hillson, 1996). Shovel shape terdiri dari dua jenis, yaitu shovel shape tunggal dan ganda. Pada shovel shape tunggal terdapat pada sebelah palatal, sedangkan shovel shape ganda terdapat pada sebelah labial gigi incisivus rahang atas. Kebanyakan peneliti mengevaluasi adanya marginal ridge pada sebelah mesial dan distal untuk memberi skor shovel shape tunggal. Pandangan umum tentang kegunaan shovel shape adalah untuk menambah kekuatan incisivus (Mizoguchi, 1985).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



Menurut Arizona



47



State University (ASU) Dental Anthropology System,



terdapat tujuh kelas untuk membedakan derajat shovel shape. Kelas pertama sampai keenam dapat ditemukan baik pada gigi I1 RA dan gigi I2 RA, sedangkan kelas ketujuh hanya ditemukan pada I2 RA. Berikut adalah kelas dalam pembagian derajat shovel shape (Hillson, 1996): 0 : none (tidak terdapat shovel shape) - permukaan palatal atau lingual datar. 1 : faint - mulai tampak dan terasa adanya peninggian pada daerah mesial dan distal. 2 : trace - peninggian sudah terlihat jelas oleh sebagian besar pengamat. 3 : semi-shovel. 4 : semi shovel – ridge tambahan cenderung saling kontak di cingulum. 5 : shovel – ridge tambahan tampak hampir saling kontak di cingulum. 6 : marked shovel – tampak adanya kontak antar ridge tambahan di cingulum. 7 : barrel – gigi I2 sudah tidak tampak seperti shovel (sekop), tetapi lebih tampak seperti barrel atau tong kayu.



Gambar 2.12 Shovel shape I1 RA (tanda panah) (Scott & Turner, 2000 p.26).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



48



Adapun penelitian yang dilakukan Turner II (1987) menunjukkan frekuensi shovel shape di Afrika sebesar 7,3% untuk shovel shape ganda 2,6%, di Eropa sebesar 2,3% dan shovel shape ganda 3,6%, di Asia utara sebesar 73,5% dan shovel shape ganda 24,2%, di Asia tenggara sebesar 34,5% dan shovel shape ganda 9,6%, di Malaya sebesar 26,8% dan shovel shape ganda 28,4%, di Malaysia sebesar 9,3% dan shovel shape ganda 5,1%, di Australia sebesar 15,9% dan shovel shape ganda 7%. Ciri adanya shovel shape terjadi hampir merata dan paling sering terjadi pada ras Mongoloid. Meningkatnya frekuensi shovel shape merupakan ciri khas yang menunjukkan derajat Mongoloidnya. Hal ini terlihat bahwa frekuensi di Indonesia lebih rendah dibandingkan ras Mongoloid lainnya (Mizoguchi, 1985; Hsu, Tsai, Liu, & Ferguson, 1997). Karakteristik gigi shovel shape pada gigi incisivus rahang atas banyak dijumpai pada ras Mongoloid yang terdiri dari kelompok Sundadont dan Sinodont, dimana shovel shape pada Sundadont lebih rendah dibandingkan dengan Sinodont. Ras Mongoloid tersebut



termasuk Asia Timur, bangsa Indian di



Amerika Utara dan Selatan. Kelompok Sundadont menetap atau hidup di sekitar daratan Cina. Shovel shape tampak jelas pada orang Eskimo atau Amerika Utara sekitar 4000 tahun yang lalu, melalui jembatan antar benua pada zaman Es terakhir (Scott & Turner, 2000). Penelitian Wahyuningsih & Prameswari (2007), mengenai perbedaan karakteristik shovel shape incisivus sentral permanen rahang atas pada beberapa populasi di Jawa Timur menyimpulkan bahwa, populasi Tengger menunjukkan kecenderungan derajat yang tinggi yaitu dengan skor 2 (shovel shape kecil)



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



49



berjumlah 41,2%. Sedangkan untuk populasi Jawa menunjukkan hasil terbanyak dengan skor 1 (shovel shape samar-samar) yaitu 38.6%. Demikian juga dengan populasi Madura menunjukkan hasil terbanyak sebesar 3.4,3% dengan skor 1 (shovel shape samar-samar). Secara umum, karakteristik tengkorak Mongoloid dengan bentuk hampir persegi (brachycephalic), hidung datar, lengkung alveolar agak luas, telah dianggap sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan yang sangat dingin. Khususnya tengkorak orang Eskimo yang memiliki kekhasan seperti penurunan tulang hidung, wajah datar, pembesaran bagian zygomaticus, garis temporal tinggi, mandibula yang kuat dengan ramus yang lebar, rendah, dan miring ke atas, disebabkan oleh karena kebiasaan berburu yang secara langsung dan tidak langsung berhubungan pola makan dari hasil perburuan. Manusia berkembang secara bertahap, hal ini seiring dengan penggunaan rahang dan giginya untuk mengunyah



makanan



yang



secara



langsung



berhubungan dengan otot



pengunyahan dan tulang yang berhubungan dengan fungsi tersebut, dan shoveling pada dasarnya erat hubungannya dengan kekuatan menggigit (Hayek, 2009; (Nakbunlung & Wathanawareekool, 2009). 2.8.2.2 Carabelli’s cusp Carabelli’s cusp atau carabelli traits adalah bentukan berupa cusp tambahan (accessory cusp) pada bagian mesiopalatal gigi molar rahang atas, seringkali ditemukan pada gigi molar pertama permanen rahang atas (M1 RA), gigi molar kedua sulung rahang atas (m1 RA), dan kadang-kadang pada gigi molar kedua permanen rahang atas (M2 RA). Carabelli’s cusp ditemukan oleh Georg von Carabelli pada tahun 1842, adalah seorang dokter gigi yang dipekerjakan oleh



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



50



Kaisar Franz di Austria. Carabelli’s cusp mungkin adalah yang paling dikenal oleh dokter gigi kulit putih (Eropa, Amerika serikat, Australia) (Hillson, 1996; Scott & Turner, 2000).



Gambar 2.13 Carabelli’s cusp M1 RA (tanda panah) (Harris, 2007 p.241). Derajat carabelli’s cusp (0-7) menurut



Arizona State University (ASU)



Dental Anthropology System (Hillson, 1996), yaitu: 0. Tonjol mesiopalatal rata 1. Terdapat groove 2. Terdapat pit 3. Terdapat depresi berbentuk seperti huruf Y yang kecil 4. Terdapat depresi berbentuk seperti huruf Y yang besar 5. Terdapat tonjol kecil 6. Terdapat tonjol sedang 7. Terdapat tonjol dengan ukuran besar Pada penelitian yang mengkorelasikan antara carabelli’s cusp dengan ukuran mahkota gigi, ternyata terdapat korelasi yang positif antara besarnya carabelli cusps dengan ukuran mahkota gigi. Diameter dari buccolingual dengan adanya carabelli’s cusp lebih besar dibandingkan diameter buccolingual tanpa adanya carabelli’s cusp. Ada indikasi dimorfisme sexual pada ukuran carabelli’s cusp, di mana laki-laki cenderung mempunyai cusp yang lebih besar, meskipun tidak



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



semua penelitian menghasilkan kesimpulan yang sama



51



(Noss, Scott, Potter,



Dahlberg, & Thelma, 1983; Mizoguchi, 1985). Etiologi terjadinya carabelli’s cusp secara pasti belum diketahui, tetapi ada dua faktor yang berperan dalam terjadinya carabelli’s cusp, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Para peneliti setuju bahwa harus ada gen dominan yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya carabelli’s cusp yang menentukan fenotip dari bentukan carabelli’ cusp tersebut (Mavrodisz, 2007). Faktor nutrisi dan faktor hormonal sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi



proses



pertumbuhan



dan



perkembangan



gigi



(Alvesalo,



Tammisalo, & Townsend, 1991; Agnihotri & Sikri, 2010; Mavrodisz, 2007). Pemenuhan nutrisi yang berbeda pada setiap individu dapat mempegaruhi proses pembentukan carabelli’s cusp, sedangkan hormon pertumbuhan berperan dalam mengendalikan pertumbuhan serta mempengaruhi kecepatan pertumbuhan. Apabila pemenuhan nutrisi dan produksi hormon kurang, maka akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan gigi dan akan berpengaruh terhadap variasi tipe bentuk carabelli’s cusp (Djoharnas, 2000). Persebaran populasi yang paling banyak terdapat carabelli’s cusp adalah pada populasi Eropa. Penelitian menunjukkan bahwa ada tidaknya carabelli’s cusp lebih banyak disebabkan oleh faktor genetik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari suatu populasi. Faktor genetik juga mempengaruhi ada tidaknya carabelli’s cusp pada gigi sulung. Seseorang yang awalnya memiliki carabelli’s cusp pada gigi sulung mungkin bisa tidak memilikinya pada gigi permanen, begitu juga sebaliknya namun kasus lebih sedikit. Carabelli’s cusp dapat menjadi pembantu dalam kedokteran gigi forensik, karena dapat ditentukan etnis atau



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



52



populasi dari ada atau tidaknya carabelli’s cusp tersebut (Bang & Hasund, 2005; Harris, 2007). 2.8.3 Kegunaan karakteristik gigi Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, karena enamel yang melapisi mahkota gigi mengandung komponen inorganik bahan utama hidroksiapatit atau Ca10 (PO4)6 (OH)2 (Junqueira, Carnairo, & Kelly, 1997). Komponen inorganik ini sangat tahan lama, dimana pada tempat yang terdapat fosil dan situs arkeologi, gigi merupakan komponen terbaik yang masih tersisa atau dapat ditemukan (Scott & Turner, 2000). Gigi secara keseluruhan merupakan sistem terintegrasi yang berkembang dibawah kontrol genetik. Hal ini berlaku tidak hanya untuk pembentukan mahkota dan akar, tetapi juga untuk variasi morfologi gigi atau karakteristik gigi. Dahlberg (1971) mencatat bahwa setiap manusia mempunyai morfologi gigi dan kondisi gigi yang sama. Perbedaan antar setiap individu adalah seberapa besar karakteristik gigi yang dipengaruhi oleh faktor genetik yang berbeda dari setiap individu, dan ada perbedaan karakteristik gigi pada setiap populasi. Gigi menyediakan banyak informasi yang relevan untuk berbagai macam masalah biologis. Mahkota gigi manusia merupakan struktur yang komplek, dimana



dimensi



mahkota



gigi



banyak



didokumentasikan



sebagai



ciri



antropometrik. Dimensi mahkota gigi terdiri dari ukuran panjang gigi (mesiodistal) dan lebar gigi (labiolingual dan buccolingual), memberikan informasi yang signifikan pada masalah biologis manusia, sebagai hubungan genetik



antara populasi dan adaptasi lingkungan manusia. Sebagai sistem



experimental, dimensi mahkota gigi berfungsi sebagai test pada prosedur dento-



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



53



craniofacial, sementara sebagai kesatuan evolusi, membantu memecahkan masalah anatomi komparatif dan filogeni (Kieser , 1990; Yuen, Lisa, & Tang, 1997). Gigi juga merupakan satu-satunya jaringan keras pada tubuh manusia yang dapat di observasi langsung pada individu hidup. Namun pada umumnya, lebih efisien dengan mereplikasi gigi-geligi pada rahang atas dan rahang bawah dengan memakai cetakan negatif alginate yang berfungsi sebagai mould untuk pencampuran plaster, sehingga menghasilkan cetakan permanen atau model studi (Kieser, 1990). 2.9 Penentuan pewarisan Dari sensus material tulang yang berasal dari empat belas situs hominid Afrika, Tobias (1972) cit. Kieser (1990) menyimpulkan bahwa gigi mewakili tiga-perempat dari total sampel. Data gigi memberikan bukti yang cukup tentang evolusi, pada hubungan antara populasi manusia dan antara individu, pada variasi pertumbuhan normal dan faktor yang mempengaruhi mereka, pada pengendalian perkembangan, pada mekanisme genetika dan pada model warisan. Ketika studi pada golongan darah tidak banyak menolong dalam penentuan genetis suatu populasi prasejarah, antropologi dapat mempunyai peran. Antropologi dental dapat menjadi penghubung antara populasi prasejarah dengan populasi masa kini berdasarkan studi genetika dari karakteristik gigi (Kieser, 1990; Scott & Turner, 2000). Pengetahuan mengenai besarnya faktor genetis dalam mempengaruhi karakteristik gigi sangat berguna untuk beberapa hal: 1) penentuan ras manusia, dapat dilakukan berdasarkan karakteristik giginya, dan juga hereditas atau



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



54



keturunan. Populasi yang berbeda mempunyai karakteristik yang berbeda. Sebagai contoh, orang Asia mempunyai akar gigi yang pendek, dan mahkota yang besar, relatif terhadap orang Eropa; 2) determinasi umur dapat dilakukan karena kemunculan gigi (erupsi gigi) dapat diprediksi pada masa tertentu (yang juga khas pada ras tertentu). Lebih penting lagi, setelah erupsi sempurna, gigi cenderung mengalami masa statis di mana tidak lagi terjadi pertumbuhan; 3) karena gigi berkaitan dengan gen, maka logis kalau gigi dapat dikaitkan dengan jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin juga berakibat pada perbedaan morfologis gigi tertentu. Dimorfisme seksual pada gigi manusia tidak sebesar dimorfisme seksual pada tengkorak dan kerangka manusia; 4) karena sifat genetis gigi yang kuat maka gigi pun dapat dipergunakan untuk menentukan parentage. Gigi anak banyak mirip dengan gigi orang tua, karena sifatnya yang diturunkan. Begitu juga morfologi gigi antar saudara, dapat dikatakan bahwa gigi saudara kembar satu telur (monozygot) akan lebih mirip satu sama lain dari pada gigi anak kembar dizygot ataupun gigi saudara sekandung (Artaria, 2009). Penelitian saudara kembar sangat popular pada genetika manusia selama abad ke-20. Kegunaannya adalah untuk membedakan kontribusi relatif dari gen dan lingkungan terhadap anatomi, fisiologi, dan atau ciri kebiasaan yang modus penurunan sifatnya tidak diketahui atau diperkirakan menjadi kompleks. Perkiraan awal adalah bahwa kembar identik menyumbang 100% gen pada umumnya, jadi dapat diukur perbedaan antara kembar tersebut dengan lingkungan aslinya (Scott & Turner, 2000). Banyak penelitian yang tidak mengemukakan bagaimana karakteristik gigi diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu alternatif dari



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



55



kuantitatif genetik, yang lebih menekankan terhadap korelasi fenotip antara anggota keluarga (Scott & Turner 2000). 2.10 Penelitian sebelumnya Goose (1967), melakukan studi pendahuluan dari ukuran gigi pada 20 keluarga Liverpool dengan dua generasi untuk melihat korelasi ukuran mesiodistal gigi antara orang tua dengan keturunan. Hasil penelitian menunjukkan, korelasi antara ayah dengan keturunan dan antara orang tua dengan keturunan agak rendah, meskipun hanya untuk ayah dengan keturunan pada nilai gigi incisivus lateral



dan untuk orang tua dengan keturunan pada nilai gigi caninus, ada



perbedaan signifikan dengan nilai teori. Sebagian besar penulis sepakat bahwa ukuran gigi terutama ditentukan secara genetik. Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga mempengaruhi ukuran gigi. Holloway 1961 cit. Goose 1967 menunjukkan bahwa tikus dengan protein diet rendah memiliki keturunan gigi lebih kecil. Demikian juga untuk faktor diet, Painter & Grainger (1956) cit. Goose (1967) menunjukkan bahwa pada tikus, pengurangan ukuran gigi dikaitkan kekurangan vitamin A atau kelebihan fluorida atau fosfat. Untuk mengetahui sejauh mana faktor genetik mempengaruhi karakteristik gigi, dapat dilakukan studi kembar pada kembar identik atau kembar monozygot. Kemungkinan munculnya sifat yang diturunkan tersebut bisa berasal dari salah satu orang tua atau dari keduanya, dan hasilnya mungkin harmonis atau bisa juga disharmonis. Tidak diketahui secara pasti kombinasi dan rekombinasi gen yang diturunkan dan berapa perbandingannya, tetapi benar ada sifat yang diturunkan (Mossey, 1999). Hal itu didukung dengan pendapat Salzmann (1974) dan Harris



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



56



& Smith (1994) yang mengatakan tidak ada individu yang mempunyai genotip sama kecuali kembar identik atau kembar monozygot. Moyers (1988), menyatakan bahwa dalam sebuah keluarga sering terlihat kemiripan satu dengan lain, meskipun belum diketahui secara pasti pola transmisi ataupun peranan gen. Konsep gigi secara berurutan berulang dari stuktur meristik, dan dipandang sebagi satu unit, bervariasi dan berkembang secara keseluruhan (Bateson, 1894 cit. Scott & Turner, 2000). Berdasarkan data spesifik suatu ciri khas populasi, menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis penelitian yang meneliti pada kembar dari tiga populasi yang berbeda mengenai ada tidaknya carabelli’s cusp. Scott & Potter (1984) dan Townsend & Martin (1992) mengkalkulasi sifat keturunan carabelli’s cusp adalah 0.46, 0.38 dan 0.144 (Mean kiri dan kanan UMI), berturutturut untuk keturunan carabelli’s cusp di Jepang, Amerika (kulit putih), kembar Australia (kulit putih). Hasil serupa didapatkan pada sifat keturunan shoveling, dimana Hanihara, Masuda, & Tanaka (1975), Blanco & Chakraborty (1976) cit. Scott & Turner (2000) menemukan jarak hereditas dari 0.68 sampai 0.76 berdasarkan pada korelasi antar keluarga. Kieser (1990) dan Lauweryns, Carels, & Vlietink (1993) melakukan penelitian pada diameter mesiodistal dan buccolingual pada 75 pasang kembar, untuk membuktikan: (1) adanya kontrol genetik yang kuat pada diameter mahkota individu; (2) keberadaan kelompok gen berkontribusi terhadap diameter mesiodistal dan buccolingual dan (3) penentuan gen dari gigi maxilla dan mandibula. Sesuai dengan pendapat Alvesalo & Tigersteds (1974) dan Garn (1977), sebagian besar bukti mengarah bahwa diameter mesiodistal dan



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



57



buccolingual ditentukan oleh faktor genetik, dan faktor genetik cenderung mempengaruhi karakter pada ke dua sisi lengkung geligi yang sama. Ukuran gigi di populasi manusia telah menjadi subyek penelitian untuk menentukan banyak aspek, antara lain pola variabilitas gigi yang berbeda, hubungan diantara lengkung geligi, dan derajad relatif pengaruh genetik dan lingkungan. Meskipun faktor genetik cukup kuat, faktor lingkungan juga perlu mendapat perhatian (Dempsey, Townsend, Martin, & Neale, 1995). Dempsey & Townsend (2001), melakukan penelitian diameter mesiodistal dan buccolingual pada 28 mahkota gigi permanen (tidak termasuk molar ketiga), terhadap 600 kembar monozygot dan dizygot. Dari 56 variabel menunjukkan kontribusi variasi genetik yang signifikan, yaitu 56-96% dari variasi fenotipik dan sebagian besar lebih dari 80%, faktor individu atau lingkungan berkisar 8-29%. 2.11 Kawasan Bromo Gunung Bromo berada di kawasan pelestarian alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir kaldera seluas 2.250 hektar, yang berada pada ketinggian ± 2100 m dpl. Gunung Bromo termasuk gunung api aktif yang se waktu-waktu dapat mengeluarkan asap letusan dan mengancam kehidupan manusia disekitarnya (± 3.500 jiwa). Dasar Kaldera Tengger berupa laut pasir seluas 5.290 ha, terdapat Gunung Bromo (2.392 m), Gunung Batok (2.470 m), Gunung Kursi (3.392 m), Gunung Watangan (2.601 m), dan Gunung Widodaren (2.600 m). Gunung Bromo merupakan gunung yang masih aktif yang pada waktu tertentu mengeluarkan asap. Menurut Schmidt and Ferguson, tipe iklim di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tergolong tipe C dan



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



58



D, dan musim hujan berlangsung pada bulan Oktober sampai dengan Maret. Suhu rata-rata berkisar 7-18 derajat Celcius. Disamping untuk tujuan pariwisata, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berfungsi pula untuk penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, konservasi dan pembinaan cinta alam (Kabupaten Probolinggo, 2012) 2.11.1 Populasi Tengger Populasi Tengger adalah populasi yang tinggal di kawasan Bromo, yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah suku asli yang mayoritas beragama Hindu. Masyarakat Tengger mempunyai sejarah yang unik. Menurut pengakuan para pewaris aktif tradisi lisan terutama para dukun Tengger, masyarakat Tengger adalah keturunan pengungsi dari kerajaan Majapahit. Dipertegas melalui kisah Rara Anteng dan Jaka Seger yang sampai sekarang tetap diyakini sebagai sejarah asal usul masyarakat Tengger. Penemuan prasasti yang terbuat dari batu berangka tahun 851 S (929M) di desa Walandhit dan kemudian disusul dengan penemuan prasasti terbuat



dari kuningan yang



ditemukan di desa Wonokitri kabupaten Pasuruan berangka tahun 1327 S atau 1407 M. Kedua prasasti menyebutkan bahwa sebuah desa bernama Walandhit yang terletak di pegunungan Tengger merupakan tempat suci yang dihuni para hulun hyang atau abdi dewata (Sutarto, 2006) Identitas orang Tengger terkesan problematik, mereka bukan suku primitif, suku terasing, atau suku lain yang berbeda dari suku Jawa. Jumlah mereka tidak banyak, yakni sekitar populasi kecil yang berada di tengah-tengah masyarakat yang sedang berkembang, Tengger kekurangan referensi untuk menemukan kembali jatidiri dan sejarah mereka. Sebelum munculnya gerakan reformasi Hindu



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



59



pada tahun 1980-an, upaya orang Tengger untuk mendefinisikan kembali warisan leluhurnya dalam kaitannya dengan masyarakat Jawa hanya bersandar pada sumber budaya setempatnya (Sutarto, 2006). Anggapan yang berkembang akhir-akhir ini, terutama yang muncul dalam tulisan, brosur, dan penelitian tentang Tengger, yang dimasukkan ke dalam “desa Tengger” adalah desa dalam wilayah 4 kabupaten yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan masih memegang teguh adat-istiadat Tengger. Desa yang dimaksud adalah Ngadas, Jetak, Wonotoro, Ngadirejo, dan Ngadisari (Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo), Ledokombo, Pandansari, dan Wonokerso (Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo), Tosari, Wonokitri, Sedaeng, Ngadiwono, Podokoyo (Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan), Keduwung (Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan), Ngadas (Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang), dan Argosari serta Ranu Pani (Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang) (Sutarto, 2006). Masyarakat Tengger dikenal sebagai petani tradisional yang tangguh, bertempat tinggal berkelompok di bukit yang tidak jauh dari lahan pertanian mereka. Suhu udara yang dingin membuat mereka betah bekerja di ladang sejak pagi hingga sore hari. Prosentase penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sangat besar, yakni 95%, sedangkan sebagian kecil dari mereka (5%) hidup sebagai pegawai negeri, pedagang, buruh, dan usaha jasa. Bidang jasa yang mereka tekuni antara lain menyewakan kuda tunggang untuk para wisatawan, baik dalam maupun luar negeri, menjadi sopir jeep (biasanya miliknya sendiri), dan menyewakan kamar untuk para wisatawan. Hasil pertanian yang utama adalah sayur mayur, seperti kobis, kentang, wortel, bawang putih, dan bawang prei.



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



60



Lahan mereka juga cocok untuk tanaman jagung. Pada awalnya jagung adalah makanan pokok orang Tengger. Pada saat ini mereka kurang suka menanam jagung karena nilai ekonominya rendah dan menggantinya dengan sayur-sayuran yang nilai ekonominya tinggi. Meskipun begitu, sebagian lahan pertanian mereka masih ditanami jagung karena tidak semua orang Tengger mengganti makanan pokoknya dengan beras. Hanya saja, untuk memanen jagung, orang Tengger harus menunggu cukup lama, hampir satu tahun. Sampai sekarang nasi aron Tengger (nasi jagung) masih tercatat sebagai makanan tradisional dalam khazanah kuliner Nusantara (Sutarto, 2006). Kehidupan dan pola berkebudayaan masyarakat Tengger di tengah begitu derasnya arus perubahan zaman, merupakan sebuah pembelajaran dan perhelatan sebuah keharmonisan dan keselarasan hidup. Mereka begitu teguh memegang adat-istiadat dan itu dijadikan sebagai sebuah perekat sosial sehingga timbul sebuah integrasi sosial yang sangat kohesif dan mampu menetralisasi dan membendung segala apa yang dibawa dari luar. Bahkan jika seandainya ada budaya luar yang masuk, maka masyarakat Tengger akan dengan begitu cerdas memanfaatkan budaya luar tersebut sebagai jalan untuk merekatkan dan memberdayakan masyarakatnya untuk tetap melestarikan tradisi dan adat-istiadat asli mereka. Masyarakat Tengger sangat toleran dengan masyarakat luar dan bisa menghormati dan menghargai, namun bila yang berkaitan dengan hak atas daerah maupun perkembangan budaya serta lestarinya adat-istiadat di daerah mereka, orang luar tidak boleh mengganggunya. Keeksklusifan mereka memang sangat terjaga dan itu diperkuat dengan pewarisan adat-istiadat yang berkelanjutan dari



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



61



generasi ke generasi sehingga nilai-nilai budaya mereka bisa lestari dan tetap eksklusif (Santoso, 2007). 2.11.2 Model perkawinan masyarakat Tengger Kehidupan masyarakat Tengger sangat dekat dengan keagamaan dan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyangnya secara turun menurun. Dukun Tengger berperan penting dalam pelaksanaan adat, baik mengenai perkawinan, kematian ataupun kegiatan lainnya. Sistem perkawinan masyarakat Tengger memiliki kekhasan tersendiri dengan nilai luhur yang terkandung di dalamnya, pada umumnya mempunyai pendirian yang cukup bermoral dalam perkawinan. Di tengah arus pariwasata dan unsur modernitas yang berkembang pesat di sana, masyarakat Tengger mampu mempertahankan dan memegang teguh warisan budayanya tersebut. Menurut kepercayaan masyarakat Tengger perkawinan tidak hanya menyangkut dua orang dan dua keluarga, tetapi diikuti juga oleh arwah para leluhur kedua belah pihak. Keluarga meminta nasihat dukun mengenai kapan sebaiknya perkawinan dilaksanakan, dan sebelum upacara perkawinan dimulai maka didahului dengan acara nelasih atau ziarah kubur dan memberikan tetamping atau sesaji (Yasinta, Chairisma, Siti, & Noviani, 2012). Perkawinan dalam masyarakat Tengger umumnya masih terjadi antara kalangan mereka sendiri (endogami). Endogami masyarakat Tengger tergolong dalam endogami lokal yaitu perkawinan antar desa di wilayah Tengger sendiri, di mana tingkat endogami dalam masyarakat Tengger sebesar 62,86%. Sedangkan yang dimaksud dengan eksogami masyarakat Tengger adalah perkawinan antara masyarakat Tengger dan masyarakat non Tengger yaitu sebesar 25,71% (Novita, 2012). Lebih lanjut Novita (2012) menyatakan bahwa,



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



model perkawinan



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



62



endogami ini terjadi secara turun temurun dalam kehidupan masyarakat Tengger yang disebabkan isolasi biologis yang terjadi sejak jaman nenek moyang mereka dan kuatnya pengaruh adat Tengger dalam kehidupan sehari-hari mereka. Walaupun orang tua mengijinkan anaknya untuk menikah dengan orang yang berbeda agama, tetapi karena ajaran agama dan adat yang telah mereka anut sejak kecil membuat mereka enggan untuk menikah dengan orang selain orang Tengger. Faktor geografis dan transportasi juga memungkinkan tingginya endogami lokal masyarakat Tengger. Sebelum terbukanya trasnportasi seperti saat ini, mereka tinggal di lereng gunung Tengger yang terkadang harus berjalan kaki (Hefner, 1999). Keadaan ini membuat mereka sulit untuk bersosialisasi dengan kelompok di luar Tengger, sehingga pencarian jodoh hanya terjadi di dalam rerata Mean Matrimonial Radius (MMR) sebesar 1,68-6.5 km (Novita, 2012). Faktor warisan juga menjadi alasan masyarakat Tengger untuk menganut sistim perkawinan endogami oleh karena faktor kepercayaan dan faktor kepemilikan harta. Perkawinan merupakan peristiwa penting di mana orang tua akan memberikan harta bendanya sebagai warisan bagi anaknya (Fauzi, 2012). Dalam masyarakat Tengger warisan terbesar adalah tanah yang tidak akan berhenti menghasilkan hasil bumi yang berguna bagi umat manusia. Masyarakat Tengger tidak akan pindah walaupun gunung Bromo meletus, dan mereka akan tetap melaksanakan upacara adat dan tetap tinggal di wilayah tersebut. Bagi masyarakat Tengger, gunung Bromo senantiasa memberikan kebaikan bagi mereka, yang secara ilmiah terbukti bahwa abu dari letusan gunung Bromo akan menyuburkan lahan pertanian mereka (Mudjono cit. Novita, 2012).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



63



2.12 Populasi Jawa Populasi di Indonesia menurut sensus BPS tahun 2010, terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau atau tepatnya 1.340 suku bangsa. Populasi Jawa adalah kelompok populasi terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi, yaitu sekitar 100 juta orang. Populasi Jawa kebanyakan berkumpul di Pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di Nusantara bahkan bermigrasi ke luar negeri seperti ke Malaysia dan Suriname. Populasi Jawa, dengan ciri ragawi tertentu, warna mata coklat tua, lipatan mata kadang-kadang jelas, rambut hitam lurus atau berombak, warna kulit coklat (Kota Surabaya, 2009) Adanya variasi biologis populasi manusia di Pulau Jawa adalah contoh polimorfisme. Selain karena adaptasi terhadap lingkungan, polimorfisme juga tercipta karena percampuran ras. Migrasi bergelombang membuat percampuran tidak hanya terjadi dalam satu tahap, melainkan bertahap. Tiap tahapan percampuran juga diikuti oleh adanya proses adaptasi terhadap lingkungannya. Pulau Jawa telah dihuni oleh manusia kurang lebih selama dua juta tahun. Ada indikasi cukup kuat bahwa evolusi Homo erectus ke arah Homo sapiens terjadi disini. Pulau Jawa dan sebagian besar kepulauan Nusantara sejak 40 ribu tahun yang lalu yaitu pada masa Mesolitik, telah dihuni oleh Homo sapiens yang berciri ras Australomelanesid. Mulai masa Neolitik, migrasi populasi dengan ciri Mongolid



dari



Utara



ke



Selatan,



maka



populasi



asli



yang



berciri



Australomelanesid lambat laun berubah dengan dominasi ciri Mongoloid, seperti dapat kita saksikan dewasa ini pada populasi Jawa (Glinka, 1981).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



64



Populasi Jawa pada awalnya bukanlah perantau, tapi sejak masa penjajahan Belanda, banyak orang Jawa yang dipindahkan sebagai buruh yang ditempatkan di beberapa daerah, seperti pertama kali di Sumatra Utara, sebagai buruh kontrak di perkebunan, yang dilanjutkan ke daerah lain di Indonesia. Populasi orang Jawa yang begitu besar, membuat banyak orang Jawa yang berada di bawah garis kemiskinan. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sekolompok orang Jawa pernah dibawa ke Suriname di Amerika Selatan, sebagai buruh pekerja paksa, yang akhirnya tetap menetap di negara tersebut hingga saat ini, dan membentuk suatu komunitas tersendiri di Suriname sebagai etnis Jawa, yang tetap mempertahankan adat-istiadat serta budaya Jawa (Suku Jawa, 2009 ). Orang Jawa terkenal karena keramahan dan sopan santun apabila berbicara dengan orang lain. Mereka juga tidak mudah tersinggung dalam menghadapi orang lain, mereka juga suka bercanda dan periang, serta bisa menempatkan diri di hadapan kelompok etnis lain. Karena sifat dan karakter seperti ini lah yang membuat mereka bisa hidup dan berbaur dengan populasi dari mana saja. Orang Jawa berbicara dalam bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari, tapi mereka juga bisa berbicara dalam bahasa Indonesia dengan dialek yang kental, untuk berkomunikasi. Populasi Jawa yang telah bermukim di luar pulau Jawa, seperti di Sumatra Utara dan yang terdapat di daerah Tondano provinsi Sulawesi Utara, para generasi mudanya kebanyakan sudah tidak bisa berbahasa Jawa lagi, mereka cenderung menggunakan bahasa dan dialek setempat (Suku Jawa, 2009). 2.12.1 Populasi Jawa di Surabaya Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



65



Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Surabaya berada pada dataran rendah, ketinggian antara 3 - 6 m di atas permukaan laut kecuali di bagian Selatan terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m di atas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas. Menurut Sensus Penduduk Tahun 2010, Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.765.908 jiwa, dengan wilayah seluas 333,063 km² maka kepadatan penduduk Kota Surabaya adalah sebesar 8.304 jiwa per km² (Surabaya, 2009). Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur dan merupakan kota metropolis terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kubilai Khan. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO (ikan hiu/berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai BOYO (buaya atau bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya (Surabaya, 2009). Populasi Jawa adalah populasi



mayoritas di Surabaya



(83,68%), tetapi



Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia,



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI



ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



termasuk populasi



Madura (7,5%), Tionghoa (7,25%),



66



Arab (2,04%), dan



sisanya merupakan suku bangsa lain seperti Bali, Batak, Bugis, Manado, Minangkabau, Dayak, Toraja, Ambon, dan Aceh atau warga asing. Dibanding dengan masyarakat Jawa pada umumnya, populasi Jawa di Surabaya memiliki temperamen yang sedikit lebih keras dan egaliter. Salah satu penyebabnya adalah jauhnya Surabaya dari kraton yang dipandang sebagai pusat budaya Jawa (Surabaya, 2009). Surabaya memiliki Bahasa Jawa dengan dialek khas yang dikenal dengan Boso Suroboyoan. Dialek ini dituturkan di daerah Surabaya dan sekitarnya, dan memiliki pengaruh di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Dialek ini dikenal egaliter, blak-blakan, dan tidak mengenal ragam tingkatan bahasa seperti Bahasa Jawa standar pada umumnya. Masyarakat Surabaya dikenal cukup fanatik dan bangga terhadap bahasanya, tetapi oleh peradaban yang sudah maju dan banyaknya pendatang yang datang ke Surabaya yang telah mencampuradukkan bahasa Suroboyo, Jawa Ngoko dan Madura, bahasa asli Suroboyo jarang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Contoh Boso Suroboyoan Njegog: Belok, Ndherok: Berhenti, Gog: Paklek atau Om, Maklik: Bulek atau tante ( Surabaya, 2009).



DISERTASI



PEWARISAN KARAKTERISTIK METRIS .....



SUSY KRISTIANI