Tumor Tulang Primer-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Struktur Anatomi dan Fisiologi Tulang Tulang adalah organ dalam sistem rangka, yang tidak hanya berperan sebagai tempat melekatnya otot, namun juga berperan dalam menyokong berat badan dan bersama dengan otot mengontrol pergerakan. 1 Tulang manusia dewasa berjumlah 206 buah, yang terbagi menjadi 74 tulang kerangka axial, 126 tulang kerangka appendikular, dan 6 tulang pendengaran.2 Kerangka axial terdiri dari tulang tengkorak, kolumna vertebrae, sternum, dan tulang costa, sedangkan kerangka appendikular terdiri dari tulang ekstremitas dan tulang yang menghubungkan ektremitas dengan tubuh yaitu pada bahu dan pelvis.1 Berdasarkan bentuknya, tulang dibagi menjadi empat kategori yaitu tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, dan tulang ireguler. Tulang panjang termasuk klavikula, humerus, radius, ulna, metacarpal, femur, tibia, fibula, metatarsal dan phalang. Tulang pendek termasuk carpal, tarsal, patella dan tulang sesamoid. Tulang pipih termasuk tengkorak, mandibula, skapula, sternum dan costa, sedangkan yang termasuk tulang ireguler adalah tulang vertebrae, sacrum, coccyx, dan tulang hyoid.2 Struktur tulang panjang terdiri dari hollow shaft atau diafise, bagian yang melebar dan berbentuk kerucut atau metafise yang terletak di bawah lempeng pertumbuhan, dan bagian berbentuk bulat atau epifise di atas lempeng pertumbuhan.2 Struktur tulang terdiri dari korteks dan medulla. Korteks merupakan bagian tulang yang kompak dan terdiri atas matriks dan sel tulang. Matrisk tulang mengandung serat kolagen dan garam kalsium terutama kalsium fosfat dan mengandung sedikit kalsium karbonat, sedangkan sel tulang tersusun dalam lakuna yang mengelilingi pembuluh darah.1 Sementara itu, cavitas medulla berisi sumsum tulang, jaringan ikat longgar dan didominasi oleh adiposit (yellow marrow) atau oleh campuran sel darah merah dan sel darah putih yang matur dan imatur dan stem cell yang memproduksi keduanya (red marrow).1 Terdapat dua tipe jaringan tulang yaitu tulang kompak atau cortical bone dan tulang trabekular atau spongy bone.1 Tulang kompak merupakan tulang yang solid dan mengelilingi sumsum tulang, sedangkan tulang trabekular tersusun dari jaringan honeycomb-like network dari lempeng trabekular yang mengisi ruang diantara sumsum tulang.2 Baik tulang kompak maupun trabekular keduanya



tersusun dari osteon-osteon.2 Keduanya terdapat dalam tulang tipikal seperti humerus dan femur.1 Jaringan tulang dipisahkan oleh jaringan sekitarnya oleh periosteum. 1 Hampir semua permukaan tulang dilapisi oleh periosteum,yang tersusun atas lapisan fibrosa pada bagian luar dan lapisan selular pada bagian dalam.1 Periosteum membantu menghubungkan tulang dengan jaringan di sekitarnya dan menghubungkan tendon dan ligamen.1 Lapisan selular pada periosteum berfungsi pada pertumbuhan tulang dan ikut serta berperan pada perbaikan setelah trauma. 1 Sementara itu, jaringan pelapis tulang bagian dalam disebut endosteum, yang melapisi tulang pada rongga sumsum tulang.1 Jaringan ikat penyokong tidak hanya terdiri dari tulang, namun juga tulang rawan. Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara tulang dan tulang rawan (tabel 1). Tulang rawan terbagi menjadi tiga jenis yaitu tulang rawan hialin, elastis dan fibrosa. Hialin merupakan jenis tulang rawan paling banyak, dimana matriksnya mengandung serat kolagen. Tulang rawan hialin dapat ditemukan pada penghubung antara sternum dan costa, tulang rawan disepanjang jalan nafas dari traktus respiratori, dan tulang rawan sendi. Tulang rawan elastis mengandung serat elastik yang membuatnya menjadi flexible, contohnya pada daun telinga, epiglotis, dan kartilago cuneiform pada laring. Sedangkan tulang rawan fibrosa memiliki lebih sedikit substansi, matriksnya terdiri atas serat kolagen, dan dapat ditemukan diantara tulang vertebrae, diantara tulang pubik, dan pada beberapa sendi dan tendon.1 Tabel 2.1 Perbandingan tulang dan tulang rawan



Gambar 2.1 Struktur Tulang Tulang memiliki beberapa fungsi vital, yaitu1 : 1) Penopang. Sistem skeletal merupakan struktur penopang seluruh tubuh. Tulang menyediakan rangka untuk menghubungkan jaringan lunak dan organ. 2) Menyimpan mineral. Kalsium pada tulang merepresentasikan cadangan mineral untuk mempertahankan konsentrasi normal ion kalsium dan fosfat dalam cairan tubuh. Tubuh manusia mengandung 1-2 kg kalsium yang 98% tersimpan pada tulang. 3) Produksi sel darah. Sel darah merah, sel darah putih, dan platelet diproduksi pada red marrow, yang mengisi cavitas interna dari berbagai tulang. 4) Proteksi. Jaringan lunak dan organ selalu dikelilingi oleh elemen skeletal. Tulang costa melindungi jantung dan paru, tulang tengkorak melindungi otak,



tulang vertebrae melindungi spinal cord, dan tulang pelvis melindungi organ digestiv dan reproduksi. 5) Pengungkit. Tulang dapat mengubah jarak dan arah gaya yang dihasilkan otot. Gerakan dapat dilakukan mulai oleh gerakan ringan ujung jari sampai perubahan posisi yang kuat untuk memposisikan seluruh tubuh. Definisi Epidemiologi Insiden sebenarnya dari tumor tulang jinak belum diketahui pasti, meskipun beberapa studi radiografi telah memperkirakan bahwa terdapat sejumlah proporsi besar dari populasi yang memiliki lesi indolen. Sebaliknya, insiden keganasan tulang jarang terjadi dan dilaporkan hanya 0,2% dari semua neoplasma. Secara keseluruhan, insidens keganasan tulang di Amerika dan Eropa adalah 0,8 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden ini dilaporkan tinggi di Argentina dan Brazil (1,5-2) dan Israel (1,4). Insiden keganasan tulang tertentu berhubungan dengan usia dan kelompok tertentu. Puncak kejadian pertama dilaporkan terjadi pada usia dekade kedua, sedangkan kejadian kedua pada usia >60 tahun. Risiko perkembangan keganasan tulang selama usia dekade kedua hampir sama dengan usia >60 tahun, namun secara absolut lebih banyak kasus berkembang pada usia dekade kedua.3 Etiologi Sebagian besar keganasan tulang primer terjadi secara de novo, namun dilaporkan terdapat peningkatan yang jelas pada beberapa kasus yang berhubungan dengan faktor predisposisi tertentu (tabel 2). Beberapa kondisi seperti Paget disease, paparan radiasi, bone infarction, osteomielitis kronik, dan adanya tumor tulang jinak tertentu dapat membentuk lesi pre kanker. Terakhir dilaporkan bahwa sejumlah kecil keganasan tulang berhubungan dengan implantasi perangkat logam, prostase sendi, dan bone graft, namun penyebab yang berhubungan belum dapat dibuktikan. Faktor predisposisi genetik juga berperan pada keganasan tulang. Osteosarkoma yang merupakan keganasan tulang primer paling banyak, dapat



berkembang dan berhubungan dengan retinoblastoma, Li-Fraumeni, dan Rothmund-Thomson syndromes. Bentuk familial dari osteosarkoma paling banyak terjadi pada sindrom retinoblastoma autosomal dominan, dimana mengenai anggota keluarga yang membawa perubahan germline yang menginaktivasi salah satu alel gen RB1. Pada Li-Fraumeni syndrome terjadi mutasi gen TP53 yang berkembang pada osteosarkoma.3 Tabel 2.2 Faktor Predisposisi Tumor Tulang Ollier disease (endchondromatosis) dan Maffucci syndrome Familial retinoblastoma syndrome Li-Fraumeni syndrome Rothmund-Thomson syndrome Multiple osteochondromas Paget disease Radiation Fibrous dysplasia Bone infarction Chronic osteomyelitis Metallic and polyethylene implants Osteogenesis imperfecta Giant cell tumor of bone Klasifikasi Osteoma Osteoma merupakan tumor jinak tulang yang tersusun dari tulang kompak matur atau tulang cancellous yang meningkat jumlahnya karena pembentukan yang terus menerus. Sebagian besar kasus terjadi pada tulang craniofasial, paling sering pada sinus paranasal dan mandibula, jarang terjadi pada dinding orbita, tulang temporal, prosesus pterygoid, dan kanalis auditorius eksternus. 4,5 Terdapat dua jenis osteoma, yang dibedakan berdasarkan asalnya yaitu periferal (periosteal) osteoma yang berkembang sebagai massa yang menempel pada korteks dan sentral (endosteal) osteoma yang muncul dari permukaan endosteum.4



Osteoma sering terjadi pada usia antara dekade kedua sampai dekade kelima, namun dapat terjadi pada berbagai usia. Etiologi osteoma belum diketahui pasti. Beberapa peneliti berpendapat bahwa osteoma merupakan neoplasma sebenarnya atau anomali perkembangan, ada juga yang menduga bahwa osteoma merupakan lesi reaktivasi sekunder dari trauma, infeksi atau muscle traction. Gejala biasanya asimtomatik, jika simtomatik, gejala beevariasi tergantung ukuran dan lokasi tumor. Perferal osteoma dapat menyebabkan deformitas wajah, sakit kepala, eksoftalmus, deviasi mandibula.5 Secara klinis, periferal osteoma tampak sebagai lesi unilateral, tidak bertangkai atau bertangkai, berbatas tegas, atau massa seperti mushroom dengan diameter 10-40 mm.4 Osteoma biasanya ditemukasn insidential pada pemeriksaan radiologi. Jika bergejala, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan radiologi. Radiografi panoramik dan CT scan dapat dilakukan sebagai pencitraan, namun CT scan sangat berguna dalam mendeteksi lokasi dan perluasan massa, serta sebagai petunjuk selama pembedahan.5 Pada pemeriksaan radiologi konvensional, osteoma tampak sebagai massa radioopak berbentuk oval atau bundar dengan pinggir berbatas tegas dan tumbuh pada dasar korteks atau pada tangkai di atas korteks tulang.4 Lesi ini biasanya tidak menyebabkan hancurnya jaringan tulang di dekatnya.4 Pada pencitraan CT scan, osteoma tampak sebagai massa yang berbatas tegas, berbentuk bulat atau oval seperti cendawan dan hiperdens.5 Lesi yang tidak bertangkai sering menempel pada dasar korteks yang luas, sedangkan lesi bertangkai menempel sedikit pada korteks.5



Gambar 2.2 CT Scan Kepala; Osteoma pada Os Temporan dan Mandibula



Eksostosis, osteoblastoma, osteoid osteoma, ossifying fibroma, late-stage central ossifying fibroma atau kompleks odontoma dapat menjadi diagnosis banding osteoma. Eksostosis merupakan perluasan dari tulang dan biasanya berhenti setelah pubertas. Ossifying fibroma merupakan massa berbatas tegas dengan sklerosis di pinggir dan korteks tipis. Perluasan tulang dapat terjadi pada 50% kasus. Lesi yang agresif dapat menimbulkan gambaran ground-glass appearance. Osteoblastoma dan osteoid osteoma merupakan lesi yang sangat nyeri akibat pertumbuhan yang sangat cepat. Osteoblastoma merupakan tmor osteoblastik dan memiliki karakteristik pola radioopaq dan radiolusen, tergantung derajat kalsifikasi. Osteoblastoma muncul dari medula, sedangkan osteoid osteoma muncul dari korteks. Kompleks odontoma merupakan lesi radioopak berbatas tegas yang lebih dense dibanding jaringan tulang didekatnya, sehingga lingkaran radiolusen yang sempit dapat ditemukan di sekeliling massa.5 Simple Bone Cyst Simple bone cyst pertama kali dilaporkan oleh Virchow pada tahun 1891 sebagai “struktur ksitik” yang pada saat itu dipikirkan sebagai anomali pada sirkulasi lokal. Kista ini juga dapat multi-loculated, berisi cairan, mengakibatkan penipisan tulang. Biasanya ksita ini dilaporkan pada area metafisis tulang panjang.6 Simple bone cyst 85% terjadi pada anak dan dewasa muda. Dilaporkan usia puncak antara usia 3 sampai 14 tahun dengan rata-rata diagnosis pada usai 9 tahun. Simple bone cyst terjadi sebanyak 3% dari seluruh tumor tulang yang dilakukan biopsi dan terjadi dua kali lebih banyak pada anak laki-laki dibanding perempuan. Biasanya lesi kurang nyeri, sehingga 80% pasien tidak akan menunjukkan gejala sampai terjadi fraktur patologis atau fraktur stress undisplace. Pada pasien tanpa riwayat trauma, gejala biasanya nyeri ringan, pembengkakan lokal. Pada pasien yang tidak pernah bergejala biasanya lesi ditemukan insidensial pada pemeriksaan rontgen.6 Foto rontgen merupakan modalitas pilihan dan memiliki akurasi yang tinggi untuk diagnosis. Kista tidak eksentrik dan muncul di sentral cavitas medula



dengan axis paralel yang panjang di sepanjang tulang. Akibat berlokasi di sentral, kerusakan korteks dan jaringan lunak jarang terjadi. Lokasi pada metafisis dan juxtafisis, dengan gambaran geografik berupa pinggir sklerotik tipis. Pada frakur dapat ditemukan tanda “fallen fragment” dimana fragmen fraktur bergerak pada posisi menggantung dan mengubah posisinya dengan perubahan postur pasien. Selain itu, adanya tanda seperti gelembung udara yang bermigrasi ke atas (rising bubble sign) juga mencirikan simple bone cyst. Tanda ini dianggap patognomonik dan jika ditemukan maka modalitas lain tidak perlu dilakukan lagi untuk konfirmasi diagnosis.6 Peran CT scan untuk evaluasi kista yang dicurigai berada pada pelvis atau spina yang sulit dideteksi dengan rontgen. CT scan dapat mendemosntrasikan lebih akurat perluasan kista pada kompleks area, dapat mengevaluasi ketebalan dinding kista dan risiko fraktur. CT scan juga dapat membedakan kista dengan lipoma yang sulit dibedakan dengan foto rontgen. Gambaran radiologi yang sama juga ditemukan pada pemeriksaan CT scan, dimana gambaran kista berupa lesi di sentral dengan penipisan korteks di sekelilingnya. HU pada CT berkisar antara 15-20 HU, kadang fluid-fluid level juga ditemukan. Pada kasus fraktur, “fallen fragmen” pada tulang ditemukan sebagai floating bone di dalam cairan kista. Gambaran “rising bubble sign” juga dapat ditemukan pada pemeriksaan CT scan.6 MRI digunakan bersama foto polos dan CT scan. MRI mendemonstrasikan adanya cairan atau mengkonfirmasi bahwa itu merupakan kista alami. Tidak hanya itu, MRI juga merupakan modalitas yang dapat menguraikan gambaran agresif pada lesi. Gambaran agresif berarti perubahan agresif lokal seperti fraktur, perluasan loka, penipisan korteks, erosi, dan perubahan bentuk yang signifikan.6 Simple bone cyst menunjukkan intensitas sinyal rendah homogen pada pencitraan T1-weighted dan intensitas sinyal tinggi pada T2-weighted dan sekuens yang sensitif terhadap cairan. Pada pencitraan T1-weighted, sebaran heterogen tinggi sinyal kadang ditemukan, yang berhubungan dengan produk darah akibat fraktur.6



Gambar 2.3 Anak laki-laki usia 7 tahun dengan SBC pada fibula kiri. Rontgen AP dan Lateral menunjukkan rongga kistik, berbatas tegas, dengan penipisan korteks dan perluasan minimal



Gambar 2.4 Anak perempuan usia 12 tahun dengan SBC pada tibia. Gambaran CT potongan coronal (A) dan axial (B) menunjukkan lesi litik luas (panah panjang) berisi septa (panah pendek). Lesi ini memiliki gambaran tipikal SBC.



Aneurysma Bone Cyst Aneurysma bone cyst (ABC) merupakan tumor jinak berupa lesi osteolitik yang meluas, berisi rongga yang diisi darah, dipisahkan oleh jaringan ikat septa yang berisi trabekula atau jaringan osteoid, kadang giant cell osteoklast. Istilah ABC dibuat oleh Jaffe dan Lichtenstein pada tahun 1942 untuk mendeskripsikan gambaran radiologik lesi ini. Peneliti meyakini bahwa ABC terjadi akibat malformasi vaskular di dalam tulang, meskipun penyebab malformasi masih menjadi perdebatan.7 Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 1,2:1. Lokasi tersering biasanya pada metafisis tulang panjang. Lesi pada diafisis dilaporkan hanya pada 8% kasus dan perluasan ke epifisis jarang terjadi. Gejala yang dialami dapat berupa pembengkakan yang sangat nyeri, beberapa kasus asimtomatik. Terdapat beberapa temuan radiografi, CT, dan MRI untuk mendiagnosis ABC.7 Akurasi pemeriksaan radiografi cukup tinggi, terutama pada lesi di tulang appendikular. Gambaran klasik ABC berupa lesi radiolusen eksentrik dan purely lytic atau kadang berupa trabekular, dengan episentrum pada metafisis tulang panjang. Trabekula pada kista dapat menimbulkan gambaran soap-bubble appearance pada lesi. Pinggir lesi berbatas tegas dengan dinding yang tipis dan sklerotik. Perluasan atau balloning pada korteks kadang dapat menimbulkan hilangnya batas yang jelas pada pinggir lesi. ABC sulit dibedakan dengan lesi maligna pada beberapa lokasi, seperti costa, scapula, atau sternum, terutama jika berhubungan dengan komponen soft tissue yang besar.8 CT scan dapat menunjukkan perluasan lesi intraosseus dan ekstraosseus. CT scan spinal dapat menunjukkan stenosis canal sehubungan dengan keterlibatan bagian posterior. Fluid-fluid level dapat terlihat pada kista, namun fluid-fluid level juga dapat ditemukan pada lesi lain sehingga tidak spesifik untuk ABC.8 MRI menunjukkan temuan yang lebih dari CT scan. Gambar T1-weighted menunjukkan intensitas sinyal yang predominan rendah sampai sedang, dengan atau tanpa fluid level. Perdarahan akut pada kista dapat menunjukkan intensitas sinyal tinggi. Gambar T2-weighted menunjukkan area intensitas sinyal rendah sampai sedang, atau beberapa area dengan intensitas sinyal tinggi yang heterogen, tergantung isi kista.9



Gambar 2.5 Rontgen Aneurysma Bone Cyst pada distal femur (kiri) dan midshaft ulna (kanan)



Gambar 2.6 Aneurysma Bone Cyst. Potongan axial T2W1 melalui corpus vertebrae thorakal menunjukkan lesi ekspansif melibatkan bagian posterior yang memiliki fluid-fliud level (panah) Giant Cell Tumor Giant cell tumor (GCT) merupakan tumor lokal agresif



dan sering



rekuren, yang terdiri dari jaringan ikat, sel stroma (mononuclear stromal), dan giant cells (multinucleated giant cells). GCT merupakan tumor jinak tulang primer yang muncul pada tulang panjang pada individu yang matur. Angka kejadian GCT



80% terjadi pada usia 20 sampai 50 tahun dengan puncak pada usia 30 tahun. Sebagian besar terjadi pada tulang panjang (75%-90%), lutut merupakan lokasi spesifik paling sering (50%-60%) dan distal femur adalah sisi tunggal yang paling sering dikenai (23%-30%). Sisi lain termasuk proksimal tibia (20%-25%), distal radius (10%-12%), sakrum (4%-9%), dan proksimal humerus (4%-8%).10 GCT hampir selalu terjadi pada pasien dengan physes yang sudah menutup dan secara tipikal muncul sebagai lesi litik eksentrik pada meta-epifise, berbatasan dengan permukaan sendi, dengan zona transisi non sklerotik yang sempit. GCT dapat menunjukkan remodeling tulang yang luas dan gambaran multiloculated sehubungan dengan pseudotrabekulasi



akibat destruksi tulang yang tidak



seimbang pada tiga dimensi, sehingga menciptakan gambaran soap bubble appearance. GCT dapat menunjukkan gambaran agresif dengan penipisan korteks tulang, menembus korteks dan meluas ke jaringan lunak.10 Terdapat empat kriteria radigrafi klasik pada GCT10 : 



Terjadi pada pasien dengan physe yang sudah menutup.







Lesi terdapat pada epifisis atau metafisis, berbatasan dengan permukaan sendi, dan dapat meluas ke tulang subkondral.







Lesi litik berbatas tegas dengan pinggir non sklerotik







Lokasi eksentrik CT scan dan MRI digunakan untuk mengetahui staging tumor. CT scan



dapat mendeteksi penipisan korteks, reaksi periosteal, fraktur patologik, dan luasnya remodeling tumor. Pemeriksaan ini juga mengkonfirmasi tidak adanya matriks kalsifikasi pada GCT, mengidentifikasi pembentukan kalus setelah terjadi fraktur patologik, dan menunjukkan lapisan kalsifikasi perifer setelah terapi dengan Denosumab.10 Pada pemeriksaan MRI, GCT merupakan lesi berbatas tegas dengan intensitas sinyal intermediet atau menurun pada gambar T1-weighted dan intensitas sinyal meningkat pada gambar T2-weighted. GCT dapat menunjukkan intensitas sinyal rendah akibat sklerosis osseus atau pseudokapsul. Meskipun hiperintensitas lebih sering ditemukan pada gambar T2-weighted, GCT juga dapat menunjukkan intensitas sinyal rendah sehubungan dengan adanya hemosiderin atau kolagen yang tinggi.10



Gambar 2.7 Giant Cell Tumor. Lesi litik berbatas tegas dengan pinggir non sklerotik tampak berbatasan dengan permukaan sendi pada distal femur pada pasien dengan epifisis yang sudah menutup (kiri). Lesi litik berbatas tegas dengan pinggir non sklerotik pada trokanter mayor (kanan) Fibrous Dysplasia Fibrous dysplasia merupakan kondisi jinak dimana sel tulang yang normal digantikan oleh jaringan ikat fibrosa sehubungan dengan adanya defek pada diferensiasi dan maturasi osteoblas. Fibrous dysplasia merupakan suatu proses kongenital jinak yang dapat muncul pada usia berapa pun dan dapat menyerupai hampir semua kondisi proses patologik secara radigrafi. Gambarannya dapat berupa lesi yang tampak tidak teratur, gambaran lusen yang diskret, tidak utuh, sklerotik, luas, multiple, dan berbagai deskripsi lainnya. Deskripsi klasik dari fibrous dysplasia adalah memiliki gambaran “ground glass” atau “smoky matrix”. Fibrous dysplasia sering merupakan lesi purely lytic dan menjadi berkabut akibat kalsifikasi matriks. Klasifikasi matriks dapat berlangsung signifikan sehingga gambaran menjadi lesi sklerotik. Fibrous dysplasia dapat berupa lesi monostotic (paling sering) atau polyostotic dan predileksinya pada pelvis, proksimal femur, costa dan skull.



Gambar 2.8 Fibrous Dysplasia. Pasien dengan polyostotic fibrous dysplasia melibatkan seluruh pelvis dan proksimal femur (kiri). Pasien dengan lesi litik berbatas tegas, berkabut, dengan gambaran ground-glass appearance pada collum femur dextra (kanan) DAFTAR PUSTAKA 1. Martini FH, Timmons MJ, Tallitsch RB. Human Anatomy. 7th ed. New York: Benjamin Cummings; 2012. 2. Clarke B. Normal bone anatomy and physiology. Clin J Am Soc Nephrol. 2008; 3(Suppl 3): S131-S139. 3. Grimer RJ, Hogendoorn PC, Vanel D. Tumours of Bone: Introduction. In: World Health Organization Classification of Tumours. 4th ed. Rapenburg: Lyon; 2013. p. 244-47. 4. Patait M, Nipunge D, Thorat A, Narkhede S, Amberkar S. Diagnosis of osteoma of mandible with 3D cone beam CT. International Journal of Applied Dental Sciences. 2017; 3(1): 68-70. 5. Sayit AT, Kutlar G, Idilman IS, Gunbey PH, Celik A. Peripheral osteoma of the mandible with radiologic and histopathologic findings. Journal of Oral and Maxillofacial Radiology. 2014; 2(1): 35-7. 6. Noordin S, Allana S, Umer M, Jamil M, Hilal K, Uddin N.



Unicameral bone cysts: Current concepts. Annals of Medicine and Surgery. 2018; 34: 43–49.



7. Khanduri PS, Upadhyay D, Bhadury S, Singhal S. Radiologic and pathologic correlation of aneurysmal bone cyst at unusual sites. Journal of Cancer Research and Therapeutics. 2012; 8(1): 103-5 8. Rapp TB, Ward JP, Alaia MJ. Aneurysmal bone cyst. J Am Acad Orthop Surg. 2012; 20(4): 233-41. 9. Kletke SN, Popovic S, Algrid A, Alobaid A, Reddy KK. Aneurysmal bone cyst of the temporal bone presenting with headache and partial facial palsy. J Neurol Surg Rep. 2015; 76(1): e18-22. 10. Ruano CAS, et al. Imaging of giant cell tumor of bone. EPOS TM. 2014. 11. Brant WE, Helms CA. Fundamentals of Diagnostic Radiology. 3rd ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.