Ujian Kasus Folikulitis Risna [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UJIAN KASUS Folikulitis



Oleh: Risna Annisa Mardiyati G991906029



Penguji: Arie Kusumawardhani, dr., SpKK, FINSDV, FAADV



KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI 2020



LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KASUS Kasus responsi yang berjudul: Folikulitis Risna Annisa Mardiyati, NIM G991906029 Periode: 20 April – 16 Mei 2020 Telah diperiksa dan disetujui oleh penguji dari Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin RSUD Dr Moewardi – Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Yang bertanda tangan di bawah ini:



Surakarta, 13 Mei 2020



Staff Penguji



Arie Kusumawardhani, dr., SpKK, FINSDV, FAADV



KASUS UJIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN Penguji



: Arie Kusumawardhani, dr., SpKK, FINSDV, FAADV



Nama Mahasiswa



: Risna Annisa Mardiyati



NIM



: G991906029



FOLIKULITIS A. DEFINISI Folikulitis merupakan suatu bentuk dari pioderma yang mengenai folikel rambut dan merupakan radang pada folikel rambut. Penyebab utama adalah Staphylococcus aureus. Kelainan kulit ini seirng ditemukan pada iklim tropis dengan tempt tinggal yang padat dan higine buruk. Folikulitis dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman invasinya (superfisial dan profunda) serta etiologinya. Pada folikulitis superfisial biasanya inflamasi terkena pada folikel rambut bagian atas dan secara klinis penderita tidak akan merasakan nyeri serta pustul sumbuh sendiri dan tidak memberikan jaringan parut. Folikulitis superfisial disebut juga impetigo Bockhart. Biasanya terjadi pada semua umur, namun lebih sering dijumpai pada anak-anak. Frekuensi kejadiannya sama antara pria dan wanita.(1,2,3) B. EPIDEMIOLOGI Penyakit folikulitis biasanya sering terjadi pada lelaki yang berkulit hitam. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini antara lain daerah tropis dan iklim panas serta kebersihan yang kurang dan higiene yang buruk. Pityrosporum folliculitis sedikit lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, sedangkan eosinophilic folliculitis lebih sering mengenai pria dibandingkan wanita. Insidensi meningkat pada keadaan lingkungan dengan hygiene yang buruk. (2,4)



I. ETIOLOGI Pada kasus folikulitis superfisial disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Beberapa penyebab dalam folikutlitis superfisial antara lain bakteri, jamur, virus dan penyebab lainnya dengan diagnosis yang berbeda. a. Bacterial Folliculitis 



Staphylococcus aureus folliculitis -



Periporitis staphylogenes



-



Superficial (follicular/ Bockhart impetigo)



-



Deep (sycosis) dapat berkembang menjadi furunkel atau karbunkel







Pseudomonas aeruginosa folliculitis







Gram-negative folliculitis







Syphilitic folliculitis



b. Fungal Folliculitis 



Dermatophytic folliculitis -



Tinea capitis



-



Tinea barbae



-



Majocci granuloma







Pityrosporum folliculitis







Candida folliculitis



c. Viral Folliculitis 



Herpes simplex virus folliculitis







Follicular molluscum contagiosum



d. Infestation 



Demodicidosis Penyebab peradangan rambut dapat berakibat dari gesekan saat mencukur



atau memakai baju, keringat berlebih, kondisi kulit mengalami inflamasi berupa dermatitis maupun acne, dan kulit yang mengalami trauma seperti setelah operasi atau abrasi. Orang-orang yang rentan dengan infeksi seperti diabetes mellitus, leukemia dan HIV, obesitas, dan pegobatan antibiotik dan kortikosteroid dalam jangka lama dapat menjadi faktor resiko terjadinya folikulitis superfisial.



Orang dengan diabetes mellitus memiliki fungsi imunitas selular yang abnormal serta keadaan hiperglikemi yang dapat mempercepat kolonisasi beberapa jenis patogen. Pada kondisi sistem kekebalan tubuh yang menurun seperti HIV, leukemia, dan pengobatan kortikosteroid invasi bakteri juga akan lebih mudah dan perjalanan penyakit akan semakin berlanjut. II. PATOGENESIS Secara umum, hampir 20% populasi manusia membawa bakteri Staphylococcus aureus dalam tubuh mereka. Lokasi yang paling sering adalah hidung, aksila dan perineum. Staphylococcus aureus memproduksi beberapa toksin yang dapat meningkatkan kontribusi untuk invasi dan membantu mempertahankan kehidupan stafilokokus dalam jaringan. Produk-produk yang dihasilkan di dinding sel bakteri ini menimbulkan berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh penderita. (5) Produk-produk yang dihasilkan pada dinding sel ini adalah asam teichoic, peptidoglycan dan protein A. Protein A ini membantu pelekatan bakteri pada sel host. Selanjutnya, bakteri akan terikat pada porsi Fc dari IgG sebagai tambahan pada fragmen Fab pada IgE.(5) Pada follikulitis superfisial, populasi sel neutrofil dapat memfiltrasi pada bagian infundibulum pada folikel rambut dan mencetuskan suatu infeksi. Ini merupakan satu contoh yang disebut sebagai suatu invasi secara langsung.(5) III. GEJALA KLINIS Berdasarkan perjalanan penyakitnya keluhan utama yang dapat timbul berupa rasa gatal dan rasa terbakar pada daerah folikel. Gambaran klinis/ efloresensinya berupa makula eritematosa disertai papula dan pustula yang ditembus oleh rambut. Pertumbuhan rambut sendiri tidak terganggu. Kadangkadang penyakit ini ditimbulkan oleh discharge (sekret) dari luka dan abses.(2) Periporitis staphylogene adalah penyakit akibat infeksi sekunder miliaria pada bayi yang disebabkan S.aureus. Infeksi S.aureus pada kelopak mata memberikan gambaran skuama dan krusta pada pinggir kelopak mata dan biasanya disertai dengan konjungtivitis.(4)



Gambar 1. Folikulitis superfisial di daerah leher Distribusi dari lesi follikulitis juga dapat bervariasi dan terjadi pada daerah-daerah yang memiliki folikel rambut, antara lan: 



Wajah. S. aureus. Follikulitis gram negatif dapat timbul menyerupai bahkan timbul bersama dengan acne vulgaris.







Area janggut (beard area).







Scalp. S. aureus, dermatofit.







Leher







Kaki. Biasanya pada wanita yang mencukur bulu kakinya.







Trunkus. Biasanya setelah mencukur axila, dan pada punggung pasien yang cukup lama berbaring (Folikulitis candidiasis)







Pantat. Banyak terjadi folikulitis S. aureus, dermatofit.



IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pewarnaan Gram, preparat KOH, dan kultur. Pada pewarnaan Gram didapatkan coccus gram positif. Preparat KOH digunakan untuk mengidentifikasi spesies jamur. Golongan dermatofit dapat diidentifikasi dari gambaran hifa dan spora, M. furfur diidentifikasi dengan adanya bentuk ragi multipel dan Candida dengan bentuk miselial. Kultur digunakan untuk menentukan organisme penyakit, yaitu bakteri, jamur atau pun virus. Untuk kasus folikulitis relaps yang kronis, perlu dilakukan kultur dari swab hidung dan perianal untuk mengidentifikasi adanya S. aureus.(7)



V. DIAGNOSIS



Anamnesis dan Pemeriksaan fisik Pada folikulitis superfisial biasanya inflamasi terkena pada folikel rambut di daerah kulit kepala, dagu, ketiak dan ektremitas. Kelainan kulit diawali dengan pustul pada folikel rambut. Pustul pecah diikuti pembentukan krusta. Erupsi papulopustular umumnya terlokalisir. Sering disertai dengan keluhan pruritus dan secara klinisnya penderita tidak akan merasakan nyeri serta pustul yang tumbuh akan membaik sendiri.(2)



Gambar 2. Papul-papul eritematosa, diskret,diatasnya terdapat pustule. (Dikutip dari kepustakaan 2) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pewarnaan Gram, preparat KOH, dan kultur. Pada pewarnaan Gram didapatkan coccus gram positif. Preparat KOH digunakan untuk mengidentifikasi spesies jamur. Golongan dermatofit dapat diidentifikasi dari gambaran hifa dan spora, M. furfur diidentifikasi dengan adanya bentuk ragi multipel dan Candida dengan bentuk miselial. Kultur digunakan untuk menentukan organisme penyakit, yaitu bakteri, jamur atau pun virus. Untuk kasus folikulitis relaps yang kronis, perlu dilakukan kultur dari swab hidung dan perianal untuk mengidentifikasi adanya S. aureus.(7) Pemeriksaan Histopatologi Secara histologis, pada kasus folikulitis superficial terdapat infiltrasi selsel inflamasi di ostium folikuler dan di daerah folikel bagian atas. Dalam kebanyakan kasus, peradangan awalnya terdiri dari neutrofil dan kemudian



menjadi lebih beragam dengan penambahan limfosit dan makrofag. Apabila infeksi adalah penyebab terjadinya folikulitis, maka berbagai organisme dapat diidentifikasi dalam folikel. (7)



Gambar 3. Folikulitis Superficial dengan neutrofil terkonsentrasi pada bagian atas folikel. VI. DIAGNOSIS BANDING 1. Acne vulgaris : umumnya terjadi pada remaja, berlangsung kronis, tempat predileksi di wajah dan tubuh (acne corporis) atau pada bagian yang memiliki kelenjar minyak, polimorf, terdiri atas komedo, papul, pustul, nodus dan kista, serta jaringan parut hipertrofi dan hipotrofi. Umumnya tidak gatal.



2. Malassezia folikulitis: Folikulitis Malassezia atau folikulitis pitirosporum adalah penyakit kronis pada folikel pilosebasea yang disebabkan oleh jamur Malassezia spp., berupa papul dan pustul folikular,



yang biasanya gatal dan terutama



berlokasi di batang tubuh, leher, dan lengan bagian atas.



3. Erupsi akneiformis : reaksi peradangan folikular akut atau subakut dan tempat predileksi di seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel polisebasea. Manifestasi klinis erupsi adalah papul, pustul, monomorfik atau oligomorfik. Dapat disertai demam, malese, dan umumnya tidak terasa gatal.



DAFTAR PUSTAKA



1. Sharquie KE, Al-Hamdi KI, Al-Haroon SS, AL127 Artikel Asli Profil Malassezia Folliculitis Mohammadi A. Malassezia folliculitis versus truncal acne vulgaris (Clinical and histopathological study). J CosmetSci:2012;2:277-82. 2. Suyoso S, Ervianti E, Astari L. Malassezia folliculitis. Panduan Praktik Klinis Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: RSUD Dr. Soetomo; 2013. 3. Ayers K, Sweeney SM, Wiss K. Pityrosporum folliculitis diagnosis and management in 6 female adolescents with acnevulgaris. Arc Pediatr Adolesc Med:2005;159:64-7. 4. Sweeney Sarah. Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis, Dermatology:April 03,2020. http://www.eMedicine.com . 5. Hay RJ. and Moore MK. Mycology. In : Rook's TextBook of Dermatology, Burns T, Cox N, Griffiths C and Breathnach S. Rooks, Wilkinson Ebling. 7thed. London Blackwell Publishing Company:2004;2:31.1-31.15. 6. Molly Hinshaw ,Jack B. Fungal diseases. In: Atlas and synopsis of Lever's Histopathology of the Skin, Longley Elder ,David E, Elenitsas, Rosalie,Johnson, Bernett L., Murphy and George F . 9th ed. London: Lippincott Williams , Wilkins, 2005;23:604. 2006;15:314. 7. Mathew



P.Janik



and



Michael



P.Heffernan.



Yeast



infection



of



skin.In:



FitzPatrick’s, Dermatology In General Medicine ,Irwin M.Freedberg. 7th ed Philadelphia:2008;ch. 189: 1828-1830. 8. Yu HJ , Lee SK, Son SJ, Kim YS, Yang HY and Kim JH. Steroid acne vs Pityrosporum folliculitis: the incidence of Pityrosporum ovale and the effect of antifungal drugs in steroid acne. Int J Dermatol:1998;37:772-777. 9. Wolff, Klaus et al. Pityrosporum Folliculitis. In : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th ed. New York.Mc Graw Hill Medical:2011; P 2310-2311. 10. Akaza N, Akamatsu H, Sasaki Y, Kishi M, Mizutani H, Sano A, et al. Malassezia folliculitis is caused by cutaneous resident Malassezia species. Med Mycol:2009; 47: 618–624. 11. Gupta AK, Batra R, Bluhm R, Boekhout T, Dawson TL Jr. Skin diseases associated with Malassezia species. J Am Acad Dermatol 2004; 51: 785–798.



12. Miranda E. Folikulitis malassezia. Dalam: Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editor. Dermatomikosis Superfisialis. Edisi ke-2. Jakarta: Badan penerbit FKUI:2013;h. 35-40. 13. Aytimur D, Sengoz V. Malasseziafolliculitis on the scalp of a 12-year-old healthychild. J Dermatol:2004;31:36-8. 14. Bramono K., Budimulja U. Nondermatofitosis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit FKUI:2015. 15. Marianne Hald, Maiken C. Arendrup, Else L. Svejgaard, Rune Lindskov, Erik K. Foged and Ditte Marie L. Saunte. Evidence-based Danish Guidelines for the Treatment of Malasseziarelated Skin Diseases. Acta Derm Venereol. Denmark. Danish Society of Dermatology:2015; 95: 12–19



LAPORAN KASUS UJIAN FOLIKULITIS



A. ANAMNESIS 1. Identitas Nama



: Ny. AS



Usia



: 41 Tahun



Alamat



: Wirogunan, Kartasura, Sukoharjo



Pekerjaan



: Pedagang



Status



: Sudah Menikah



No RM



: 057xxx



Tanggal Pemeriksaan : 8 Mei 2020 2. Keluhan Utama Gatal pada bagian dada 2 minggu yang lalu. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS UNS dengan keluhan gatal sejak 2 minggu lalu. Keluhan gatal ini disertai muncul bintik-bintik merah terutama di dada, dan leher depan dan belakang pasien. Bintik merah yang muncul pertama pada bagian dada berjumlah banyak, kemudian gatal disrtai bintik juga muncul pada area leher bagian depan samping dan belakang. Bintik terbanyak dirasa muncul pada bagian dada pasien. Keluhan gatal ini disertai juga dengan rasa panas. Gatal terjadi hilang timbul. Gatal sangat hebat terjadi ketika pasien banyak berkeringat, dan gatal berkurang ketika pasien sudah melepaskan baju kemudian mandi air dingin dan menggunakan caladine cair, bedak salicyl pada bagian yang terasa gatal sebelumnya selanjutnya minum obat dari puskesmas. Pasien sudah mencoba memeriksakan diri ke puskesmas dan mendapatkan obat berupa cetirizine dan bedak salicyl. Namun karena keluhan tidak membaik, pasien memeriksakan diri ke dokter spesialis kulit.



4. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit serupa



: disangkal



Riwayat DM/HT



: disangkal



Riwayat alergi



: disangkal



Riwayat atopi



: disangkal



Riwayat digigit serangga



: disangkal



5. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa



: anak pasien (+)



Riwayat DM/HT



: disangkal



Riwayat alergi



: disangkal



Riwayat atopi



: disangkal



6. Riwayat Kebiasaan  Pasien mengaku mandi dengan sabun 3x/hari, apabila terasa gatal mengganggu, pasien akan segera mandi dan mengganti baju setiap mandi, mengeringkan badan dengan handuk, akan tetapi handuk pasien jarang diganti. Mengganti handuk sebulan sekali.  Pasien makan 2 kali sehari dengan lauk pauk dan sayur serta buah yang cukup.  Pasien tinggal bersama suami dan 2 anak  Pasien mengonsumsi obat dari dokter spesialis saraf karena pasien memiliki Low Back Pain yang belum sembuh, pasien mengonsumsi mecobalamin 1x1 hari, cataflam 2x1 hari dan eprison HCl 50 mg 3x1 hari. 7. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien adalah seorang pedagang sembako yang berobat ke RS UNS menggunakan asuransi kesehatan BPJS. B. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan Umum



: Baik, composmentis (GCS E4V5M6)



Vital Sign



:T HR



Status Gizi



: 114/89 mmHg : 106x/menit



RR : 18x Menit t : 36oC



: BB: 52 kg TB: 155 cm BMI: 21,64 (normal)



2. Status Dermatovenerologis -



Status Lokalis Regio thorax anterior, regio colli



-



Efloresensi Tampak papul eritematosa dan pustul folikuler, multipel, berukuran miliar 1-2 mm regional.



Regio thorax anterior



Regio colli



C. DIAGNOSIS BANDING



- Malassezia folikulitis - Acne vulgaris - Erupsi acneiformis D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Belum dilakukan pemeriksaan penunjang E. DIAGNOSIS Folikulitis F. TERAPI 1. Non- farmakologis a. Menjelaskan pada pasien mengenai penyakitnya b. Menghindari pakaian ketat agar kulit tidak lembab menjaga agar kulit tetap kering c. Menghindari keringat berlebih d. Mengedukasi untuk meningkatkan hygine diri seperti mengganti handuk seminggu sekali. 2. Farmakologis a. Asam fucidat cream 2% 10 mg dioleskan tipis pada daerah lesi 2x/hari selama 7 hari b. Doksisiklin tab 100 mg 2x/hari c. Cetrizine tab 10 mg 0-0-1 G. PLAN 1. Monitoring dan evaluasi pengobatan 2. Mencari factor penyebabnya dengan: a. Pemeriksaan KOH 20% kemungkinan penyebab jamur b. Pewarnaan gram kemungkinan penyebab bakteri H. PROGNOSIS Ad Vitam



: bonam



Ad Sanam



: bonam



Ad Fungsionam



: dubia ad bonam