Vaksinasi Covid 19 Di Masa Pandemi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH VAKSINASI COVID 19



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai Vaksin Covid 19 ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang wabah penyakit akibat Coronavirus Disease 19 ini Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.



DAFTAR ISI Halaman Judul…………………………………………………..…………….….....1 Kata Pengantar………………………………………………………….................1 Daftar Isi……………………………………………………………..…..……….…..1 BAB I : Pendahuluan ……………………..............................………………………. ……...2 Latar Belakang…………………………………………………………..……….….2 Identifikasi Masalah……………………………………………………..…………..2 Batasan Masalah…………………………………………………………..…….….2 Rumusan Masalah…………………………………………………………..……...3 Tujuan Masalah……………………………………………………………..……....3 BAB II : Pembahasan ….............................. ………………………………………………..4 Definisi Covid 19……………………………………….........................................…..4 Vaksin……………………………...............................................….…...4 Vaksin Covid 19.......................................................................….….…4 Pro dan Kontra Vaksin Covid 19…...............................................................................9 BAB III : Penutup ..................................................................................................10 Kesimpulan…....……………………………………………………………...…….10



BAB I Pendahuluan Latar Belakang Sejak 2019 lalu, dunia diguncang oleh Pandemi COVID-19 yang bermula di Wuhan, Hubei, Republik Rakyat Tiongkok. Pandemi didefinisikan sebagai wabah penyakit menular berskala besar yang bisa meningkatkan morbiditas dan mortalitas suatu wilayah geografis yang luas dan menyebabkan permasalahan baik dari segi kesehatan, ekonomi, sosial, dan politik (Madhav dkk., 2017). Kini sudah tercatat 133 juta kasus terinfeksi COVID-19 di dunia dan 1.5 juta kasus di Indonesia (WHO, 2021b) (Satgas COVID-19, 2021a). Kondisi pandemi telah mengakibatkan suatu krisis yang berdampak terhadap semua aspek kehidupan manusia. Meskipun sudah tersedia banyak obat dan metode penanganan pasien COVID-19, lonjakan kasus positif dan mortalitas masih tetap terjadi. Upaya pencegahan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) dinilai kurang cukup untuk menekan penyebaran virus ini sebab diperlukan sesuatu yang dapat menjaga kesehatan secara menyeluruh untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi masyarakat (Hakam, 2021). Belum lagi ditambah dengan ketidakpatuhan warga terhadap penerapan protokol kesehatan. Selain karena kurangnya edukasi, ketidakpatuhan warga disebabkan oleh motif ekonomi, sikap tidak peduli, merasa berpotensi rendah terhadap penularan virus, serta ketidakpercayaan kepada pemerintah yang mengeluarkan kebijakan dan pernyataan yang inkonsisten (Sari, 2020). Hal ini seolah membantu membuat pandemi berlangsung lebih lama hingga saat ini. Dalam upaya mengembalikan kondisi dunia sebagaimana sebelum pandemi, telah diusung program vaksinasi oleh pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Vaksinasi COVID-19 telah mengalami perjalanan yang panjang untuk memastikan keamanan dan keampuhannya melalui berbagai penelitian dan uji coba. Program vaksinasi dianggap sebagai kunci dalam mengakhiri pandemi karena dapat digunakan dalam rangka mengurangi angka morbiditas dan mortalitas serta membentuk kekebalan kelompok terhadap virus COVID-19 (Satgas COVID-19, 2021c). Namun, perjalanan vaksin hingga diterima dengan baik dan didistribusikan kepada masyarakat luas saat ini membutuhkan proses yang lebih panjang karena masih terdapat pro dan kontra terhadap vaksinasi (Hakam, 2021). Banyak dari masyarakat yang tidak mempercayai penggunaan vaksin sebagai solusi dalam mengakhiri pandemi. Berdasarkan survei mengenai penerimaan vaksin COVID-19 yang dilakukan oleh Kementerian



Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan World Health Organization (WHO) yang dilakukan pada September 2020 dan melibatkan 115.000 responden, mendapatkan hasil bahwa masih banyak masyarakat yang ragu bahkan menolak vaksinasi COVID-19, di mana sebanyak 7,6% menolak dan 27% ragu-ragu. Alasan dibalik penolakan dan keraguan mengenai vaksin tersebut sangatlah beragam, seperti tidak yakin terhadap keamanan vaksin, ragu terhadap efektivitas vaksin, takut terhadap efek samping vaksin, tidak mempercayai kegunaan vaksin, dan karena keyakinan agama. Ketidakpercayaan dan keraguan banyak masyarakat terhadap vaksin COVID-19 tak lepas dari banyaknya kesimpangsiuran informasi dan minimnya edukasi yang memadai. Padahal, akses informasi edukasi mengenai vaksinasi dalam pandemi dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksinasi, sehingga dapat membantu proses vaksinasi oleh pemerintah.



B. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang tertulis, saya memberikan informasi berikut tentang masalah yang akan digunakan sebagai bahan pembahasan dalam makalah ini. i. Pengaruh vaksin untuk meminimalisir morbiditas dan membentuk kekebalan



kelompok.



ii. Cepatnya penyebaran Virus Corona dari suatu negara ke negara lain . C. BATASAN MASALAH Agar penelitian ini lebih terarah, terfokus, dan menghindari pembahasan menjadi terlalu luas, maka penulis perlu membatasinya. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagaai berikut : i.



Pertama kalinya ditemukan Virus Corona di Wuhan, China pada akhir Desember



ii.



Gejala awal COVID-19 yang menyerupai gejala Flu.



iii.



Penyebab tersebarnya Virus Corona ke penjuru dunia.



iv.



Vaksin Covid 19



v.



Penggunaan Vaksin covid 19



vi.



Cara Kerja vaksin covid 19



D. RUMUSAN MASALAH i. Bagaimana vaksin Covid-19 di Indonesia? ii. Bagaimana cara kerja vaksin covid 19 iii. Bagaimana Penggunaan Vaksin covid 19



E. TUJUAN MASALAH Dari beberapa masalah yang telah diidentifikasi dan dirumuskan, terdapat tujuan dari masalah itu sendiri. i. Memahami dan mengetahui Jenis Vaksin COVID-19. ii. Dapat mengaplikasikan cara Kerja Vaksin Covid 19. iii. Memahami dan mengetahui Penggunaan Vaksin Covid 19.



BAB II Pembahasan



Pandemi COVID-19 2.1.1    Definisi COVID-19 Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus  severe acute respiratory syndrome coronavirus-2  (SARS-CoV-2). Virus ini pertama kali ditemukan di Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok, tetapi sangat mudah menular dan kini telah menyebar ke seluruh dunia. Analisis genomik mengungkapkan bahwa SARS-CoV-2 secara filogenetik terkait dengan virus mirip kelelawar severe acute respiratory syndrome-like atau SARS-like. Oleh karena itu, kelelawar dikatakan menjadi reservoir utama yang paling mungkin. Sumber perantara asal dan proses transfer virus ini ke manusia belum diketahui, tetapi penyebaran virus dari manusia ke manusia yang sangat cepat telah dikonfirmasi secara luas (Shereen dkk., 2020). Mayoritas orang yang terinfeksi COVID-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus. Orang tua dan mereka yang memiliki masalah medis seperti penyakit kardiovaskular (penyakit pada jantung dan pembuluh darah), diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker lebih mungkin untuk mengidap penyakit yang serius setelah terinfeksi virus ini (WHO, 2021a). Hal inilah yang menyebabkan banyak pasien COVID-19 dengan gejala parah merupakan orang-orang yang memiliki penyakit penyerta. 2.1.2    Prevalensi COVID-19 di Indonesia Prevalensi COVID-19 meningkat secara cepat baik di dunia maupun di Indonesia dan infeksinya sudah menyebar ke 34 provinsi di Indonesia. Berdasarkan data nasional Satgas COVID-19 (2021) pada tanggal 23 April 2021, tercatat 1.651.794 kasus terkonfirmasi, 1.506.599 kasus sembuh, dan 100.256 kasus aktif COVID-19. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2021 adalah 271.349.889 jiwa, sehingga diperoleh prevalensi COVID-19 di Indonesia adalah 0,006 atau 6 per 1000 penduduk. Perkembangan penanganan COVID-19 di Indonesia dinilai sejalan dengan tingkat dunia di mana penurunan kasus positifnya kira-kira 17% dan penurunan kematiannya 10% (Satgas COVID-19, 2021b). Perkembangan kasus terinfeksi COVID-19 di Indonesia yang sudah mengalami penurunan dapat dapat dilihat pada Grafik 2.1.



Grafik 2.1 Perkembangan Kasus Positif COVID-19 di Indonesia (Satgas COVID-19, 2021a).



Vaksin 2.2.1    Definisi Vaksin Vaksin merupakan suatu produk biologi yang berisi antigen yang apabila diberikan pada seseorang maka dapat menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu (Kemenkes, 2020). Pemberian vaksin biasanya dilakukan untuk mencegah maupun mengurangi pengaruh infeksi akibat patogen tertentu. Patogen atau mikroorganisme parasit merupakan agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya (Levinson, 2008). Vaksin dapat bersifat profilaksis, yakni mencegah ataupun memperbaiki efek infeksi yang dapat terjadi di masa depan oleh patogen alami maupun liar serta bersifat terapeutik, yang digunakan dalam membantu pengobatan seperti vaksin terhadap kanker (Melief, dkk. 2015). Terdapat beberapa jenis vaksin, seperti vaksin hidup yang dilemahkan (mengandung patogen hidup yang dilemahkan yang cukup memicu respon imun, tetapi tidak mampu menyebabkan penyakit), vaksin inaktif (mengandung patogen tidak aktif, sehingga tidak dapat mereplikasi diri di dalam tubuh inang), vaksin toksoid (mengandung toksin yang sudah dinonaktifkan), vaksin subunit (mengandung antigen murni daripada mengandung seluruh patogen), dan vaksin konjugat (mengandung protein yang digunakan untuk membawa antigen berbasis polisakarida) (WHO, 2021c). Singkatnya, vaksin dapat diartikan sebagai suatu produk kesehatan buatan yang bertujuan untuk menguatkan sel imun tubuh untuk mengantisipasi apabila terdapat infeksi di masa mendatang.



2.2.2    Sejarah Vaksin Konsep dasar mengenai vaksin telah ada sejak 2000 tahun yang lalu di Tiongkok dan India, yakni inokulasi bahan yang didapat penderita cacar yang diberikan kepada orang sehat (WHO, 2021c). Namun, vaksin di dunia modern pertama kali ditemukan oleh Edward Jenner, seorang dokter asal Inggris. Jenner menemukan fakta bahwa seseorang yang meminum susu dari sapi yang terinfeksi cacar relatif kebal terhadap penyakit cacar. Hal ini membuat Jenner terpikirkan untuk mengambil eksudat dan sekresi dari sapi yang terinfeksi cacar lalu dimasukkan ke dalam tubuh seorang anak laki-laki bernama James Phipps pada 14 Mei 1796. Hasil percobaan Jenner tersebut sukses membuat Phipps tidak terinfeksi penyakit cacar lagi di masa mendatang. Lalu, pada abad ke-19, Louis Pasteur mengembangkan penemuan Jenner lewat pengembangan vaksin rabies. Hingga akhirnya pada abad yang sama undang-undang vaksinasi wajib mulai disahkan di Inggris (Mandal, 2012). Puncak keberhasilan penggunaan vaksin adalah pada tahun 1980, di mana program vaksinasi cacar yang dijalankan oleh WHO berbuah manis dengan membuahkan hasil berupa dunia yang dinyatakan bebas dari penyakit cacar. Hal ini tentu saja menjadi suatu tonggak sejarah awal kemenangan gemilang umat manusia dalam melawan penyakit berbahaya lewat penggunaan vaksin (WHO, 2021c). Perjalanan panjang disertai keberhasilan vaksin selama ini telah menjadi bukti nyata bahwa vaksin sangat berperan besar dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat secara global. 2.2.3    Cara Kerja Vaksin WHO (2021c) menyatakan bahwa tujuan utama semua jenis vaksin adalah untuk merangsang sistem kekebalan tubuh untuk membuat antibodi pada tubuh yang bertahan cukup lama untuk melawan antigen dari patogen spesifik yang masuk kedalam tubuh orang tersebut. Dengan kata lain, vaksin berperan dalam melatih sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan memerangi patogen. Ketika vaksin yang berisi antigen yang telah dilemahkan dimasukkan ke dalam tubuh, maka sistem kekebalan tubuh akan mendeteksinya sebagai antigen berbahaya, meskipun antigen dalam vaksin sudah didesain untuk tidak menimbulkan penyakit. Sistem kekebalan tubuh lalu akan memproduksi antibodi dan mengingatnya apabila antigen tersebut menyerang lagi di kemudian hari. Apabila seseorang di kemudian hari terinfeksi oleh antigen tersebut, maka sistem kekebalan tubuh mampu mengenali antigen secara lebih efektif, sehingga mampu melakukan penyerangan terhadap antigen secara lebih agresif dan destruktif untuk mencegah antigen menyebar dalam tubuh dan menyebabkan penyakit.



2.2.4    Manfaat Penggunaan Vaksin Vaksin dapat dikatakan sebagai salah satu produk peradaban manusia yang paling gemilang. Selama penggunaannya, vaksin sangat efektif dalam melawan, memusnahkan dan meminimalisir infeksi penyakit seperti cacar, polio, dan rubella. Contoh nyata manfaat pemberian vaksin adalah penurunan kasus campak di Amerika Serikat. Pada tahun 1958, terdapat kurang lebih sekitar 763.094 kasus campak di Amerika Serikat, dan 552 kasus diantaranya berakhir dengan kehilangan nyawa (Orenstein, Papania, dan Wharton, 2004). Setelah pengadaan vaksinasi, kasus campak di Amerika Serikat menurun drastis menjadi kurang dari 150 kasus per tahun (Redd, dkk. 2008). Selain membentuk kekebalan pada taraf individu, vaksinasi juga dapat membantu membentuk kekebalan pada tingkat komunitas (herd immunity). Herd immunity merupakan suatu kekebalan yang telah tercipta pada tiap individu dalam suatu komunitas, baik kekebalan tersebut tercipta secara alami maupun buatan lewat vaksinasi. Ketika herd immunity tercapai, maka patogen tidak akan mendapatkan inang untuk berkembang biak, sehingga patogen dan penyakit yang disebabkannya akan menghilang dengan sendirinya (John dan Samuel, 2000). Tercapainya herd immunity  ini dapat membantu dalam menangani dan menghentikan penyakit yang telah menginfeksi orang dalam jumlah banyak dalam suatu komunitas atau dalam kata lain disebut sebagai wabah.



Penggunaan Vaksin Sebelumnya Vaksinasi merupakan salah satu temuan terhebat dalam sejarah manusia. Dengan vaksinasi, jutaan nyawa manusia terselamatkan dari penyakit menular yang berbahaya. Sebelum mewabahnya COVID-19, vaksinasi sudah menjadi kunci utama dalam menangani berbagai wabah penyakit menular. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbasminya penyakit smallpox atau cacar yang merupakan penyakit menular berbahaya selama berabad-abad sebelum vaksin ditemukan. Deklarasi terbasminya penyakit cacar dilakukan pada tanggal 8 Mei 1980 di pertemuan World Health Assembly ke-33. Penerapan vaksinasi dalam menangani wabah penyakit di masa lalu dengan vaksinasi COVID-19 memiliki prinsip yang sama, yaitu memberikan suatu imunitas kepada individu, sehingga individu menjadi kebal terhadap penyakit. Namun, terdapat perbedaan antara kedua masa tersebut. Penerapan vaksin di masa sekarang lebih mudah untuk dilakukan karena menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju. Dengan demikian, pembuatan dan penerapan vaksin dapat dilakukan dengan lebih efektif dan keamanannya terjamin (Shah dkk., 2017). 2.3.1    Penggunaan Vaksin di Wabah Polio



Polio adalah penyakit menular yang menyebabkan kelumpuhan hingga kematian pada penderitanya. Penyakit polio disebabkan oleh poliovirus yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Awalnya, polio merupakan penyakit yang jarang ditemukan dan hanya sedikit yang terinfeksi dalam suatu populasi. Akan tetapi, polio mulai mewabah pada abad ke-19 dan menyebar hingga ke 125 negara pada tahun 1988 (Hinman, 2017). Akibat angka kejadian yang tinggi, upaya vaksinasi polio mulai dilakukan pada tahun 1988 dengan menggunakan dua jenis vaksin polio, yaitu vaksin polio oral dan vaksin polio inaktif. Vaksin tersebut ditemukan oleh Jonas Salk (vaksin polio inaktif) dan Albert Sabin (vaksin polio oral) pada tahun 1955, tepat 55 tahun setelah epidemi polio terjadi. Penerapan vaksinasi bersama dengan implementasi strategi global membuahkan hasil yang luar biasa berupa menurunnya angka kejadian lebih dari 99% dan penurunan jumlah negara yang terdampak polio dari 125 negara (1955) menjadi 20 negara (2000) dan 4 negara (2010). Usaha tersebut didukung oleh WHO yang menetapkan pembasmian penyakit polio pada pertemuan World Health Assembly tahun 1988 (Bahl dkk., 2018; Bandyopadhyay dkk., 2015; Jones, 1997). 2.3.2    Penggunaan Vaksin di Wabah Kolera Kolera merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Vibrio cholerae. Dampak dari penyakit kolera adalah diare akut yang membuat penderitanya kehilangan banyak cairan tubuh sehingga dapat mengancam nyawa pasien. Pada abad ke-18, penyakit kolera mewabah ke seluruh dunia dari Delta Gangga di India dan mengakibatkan fenomena pandemi sebanyak 7 kali dengan pandemi paling terakhir terjadi di benua Asia pada tahun 1961 (Clemens dkk., 2017). Penanganan dan pencegahan wabah penyakit kolera perlu ditinjau dari berbagai aspek, seperti pemantauan populasi, sanitasi dan kebersihan, mobilisasi sosial, perawatan, serta penggunaan vaksin. Dalam penggunaan vaksin, WHO menganjurkan untuk menggunakan jenis vaksin kolera oral untuk populasi di daerah yang endemis atau pada saat wabah penyakit. Penggunaan vaksin kolera oral bersamaan dengan kombinasi pengobatan lainnya terbukti efektif dalam menangani penyakit kolera. Meskipun terdapat peningkatan dalam kualitas air, sanitasi, kebersihan, dan perawatan terhadap kolera, penyakit kolera tetap menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya. Dengan demikian, WHO bersama dengan organisasi kesehatan di dunia mengeluarkan rancangan Ending Cholera : A global Roadmap to 2030  dengan target dalam mengurangi kematian akibat penyakit kolera sebanyak 90% dan membasmi penyakit kolera pada 20 negara di tahun 2030. Upaya tersebut juga didukung oleh generasi vaksin kolera



oral terbaru yang dijamin lebih aman dan efektif dibandingkan dengan vaksin generasi lama (Calain dkk., 2004; Harris, 2018; Reiser dan Altintas, 2019).



Vaksin COVID-19 2.4.1    Penggunaan Vaksin di Pandemi COVID-19 Seperti vaksin lainnya, vaksin COVID-19 dapat melindungi tubuh dari penyakit yang disebabkan oleh COVID-19 dengan cara menstimulasi imunitas spesifik tubuh dengan pemberian vaksin tersebut (Kemenkes, 2021). Oleh karena itu, vaksin merupakan senjata utama yang digunakan dalam menghentikan laju suatu wabah, khususnya kini pada pandemi COVID-19. Indonesia sendiri melakukan langkah antisipasi yang ketat pencegah COVID-19 dalam bentuk program vaksinasi. Vaksin diedarkan secara berkala dan sesuai dengan tingkat risiko pekerjaan atau usia yang mudah terpapar virus COVID-19. Pada gelombang satu periode Januari – April 2021 pemerintah mewacanakan distribusi vaksin tertuju kepada tenaga kesehatan, petugas pelayanan publik, dan masyarakat lanjut usia. Tak berhenti sampai disana, pada gelombang dua periode April 2021 – Maret 2022, giliran masyarakat rentan yang tinggal di daerah mudah tertular dan masyarakat lainnya yang mendapat vaksinasi COVID-19 (Iskandar et al., 2021). Menurunkan angka kematian akibat COVID-19, mencapai imunisasi kelompok untuk melindungi masyarakat, melindungi dan memperkuat seluruh sistem kesehatan, serta menjaga produktivitas untuk meminimalkan dampak sosial dan ekonomi merupakan tujuan dari program vaksinasi COVID-19 yang dilakukan pemerintah (Satgas COVID-19, 2021c). Ada beberapa upaya pemerintah dalam penyebarluasan vaksin COVID-19 terkhususnya di area kualitas dan keamanan vaksin, ketersediaan vaksin, kejadian lanjutan pasca imunisasi (KIPI), dan komunikasi. Upaya dalam area kualitas dan keamanan vaksin meliputi adanya uji klinis oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan diterbitkannya emergency use authorization (EUA). Upaya mewujudkan keamanan wilayah distribusi vaksin dilakukan dengan menerapkan sistem informasi dan proses distribusi vaksin yang terintegrasi melalui TNI/Polri, dengan penyediaan fasilitas cold chain yang memadai sesuai standarisasi WHO. Selanjutnya, upaya dalam area ketersediaan vaksin dilakukan dengan cara diplomasi ketersediaan vaksin (sesuai kerangka kerjasama bilateral dan multilateral) dan pengadaan vaksin serta logistik sesuai amanah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020. Selain itu, dalam pelayanan vaksinasi yang baik agar ketersediaan vaksin dapat dimanfaatkan secara maksimal, perlu diperhatikan penyediaan sumber daya manusia yang kompeten dan memadai, penyediaan sistem informasi untuk proses



registrasi, pencatatan dan pelaporan, serta penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu melakukan vaksinasi. Kemudian, pada area kejadian lanjutan pasca imunisasi (KIPI), dilakukan upaya peningkatan kapasitas SDM (Komnas, Komda dan Focal Point KIPI) di seluruh daerah dan koordinasi intensif dengan Komnas/Komda PP KIPI. Lalu, pada area terakhir yaitu komunikasi, upaya yang dapat dilakukan dengan cara melalui media komunikasi, informasi dan edukasi vaksinasi dan 3M (Iskandar, H, Nugroho, R, Laudder, M & Matulessy, A, 2021). Vaksin yang diproduksi secara massal telah melalui proses yang panjang dan harus memenuhi syarat utama yaitu aman, efektif, stabil, dan efisien dari segi biaya. Melalui beberapa tahap uji klinis yang benar dan sesuai terhadap prinsip dan standar ilmiah serta kesehatan, keamanan vaksin dapat dipastikan. Intinya, pemerintah tidak terburu-buru melaksanakan vaksinasi dan terus mengedepankan keamanan, manfaat, atau khasiat vaksin. Pemerintah saat ini menyediakan vaksin COVID-19 yang sudah terbukti aman, telah lolos uji klinis, dan sudah mendapatkan emergency use authorization (EUA) dari BPOM. Hingga saat ini ada beberapa jenis vaksin yang disebarluaskan dan lulus uji BPOM seperti Sinovac Biotech Ltd, PT. Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer-BioNTech, dan Novavax (Kemenkes, 2021). 2.4.2    Jenis Vaksin COVID-19 Coronavirus  adalah virus RNA beruntai positif dengan genomnya dikemas dalam protein nukleokapsid (N) dan diselimuti oleh protein membran (M), protein amplop (E), dan protein spike (S). Berbagai studi vaksin coronavirus yang menargetkan protein struktural telah dilakukan, tetapi upaya ini dihentikan setelah wabah SARS dan MERS. Kemunculan COVID-19 mendesak penelitian vaksin coronavirus untuk terus dilanjutkan (Ong dkk., 2020). Jenis vaksin yang memiliki potensi dan disetujui untuk melewati tahap uji coba meliputi: (1) virus yang diinaktivasi atau dilemahkan, jenis yang tidak memiliki kemampuan untuk menyebabkan penyakit, tetapi dapat memicu respon imun yang bersifat protektif (CoVaxin & Sinovac Biotech); (2) protein-based, mengandung fragmen virus yang tidak berbahaya, seperti protein spike atau cangkang protein yang menyerupai COVID-19 (Epivac Corona Vaccine); (3) vaksin vektor virus, menggunakan carrier virus yang berfungsi untuk membawa gen yang memproduksi protein virus korona pada inang untuk menimbulkan respon imun (Gam-Covid-Vac/Sputnik V & AstraZeneca/Oxford Vaccine Trial); (4) vaksin RNA dan DNA, menggunakan modifikasi gen mRNA atau DNA untuk menghasilkan protein yang menginduksi sistem imun (Moderna Vaccine Trial/mRNA 1273 dan Pfizer/BioNTech Vaccine Trial/BNT162b2) (Shmerling, 2021; Singh, 2021).



Melalui pengamatan dan penelitian yang melibatkan masyarakat sebagai sukarelawan, dihasilkan data mengenai efektivitas masing-masing jenis vaksin. Vaksin yang diresmikan di Amerika Serikat, yaitu Pfizer/BioNTech Vaccine Trial/BNT162b2, melibatkan 44.000 orang dan terbukti efektif hingga 95%. Selain itu, vaksin lainnya yang juga diresmikan di Amerika Serikat, seperti Moderna Vaccine Trial/mRNA 1273 memiliki efektivitas hingga 94% dan Johnson & Johnson/Janssen memiliki efektivitas hingga 66% secara keseluruhan. Vaksin yang diresmikan di Inggris, seperti AstraZeneca/Oxford Vaccine Trial memiliki efektivitas hingga 70% dengan penggunaan dosis penuh dan 90% dengan penggunaan dosis yang lebih rendah (Shmerling, 2021).



Pro dan Kontra Vaksin COVID-19 2.5.1    Pro Penggunaan Vaksin COVID-19 Target dari vaksin adalah membentuk imunitas kelompok (herd immunity), di mana sebagian besar masyarakat dapat terlindungi dari infeksi virus dan menghambat transmisi antar individu secara signifikan, sehingga dapat memusnahkan pandemi secara perlahan. Kekebalan yang muncul secara alami setelah pasien terinfeksi COVID-19 memang menimbulkan respon imun yang lebih tahan lama dan lebih baik dibandingkan kekebalan tubuh yang didapat melalui vaksin. Namun, sangat tidak mungkin untuk menerapkan hal ini sebagai solusi preventif, di mana masyarakat harus terinfeksi terlebih dahulu untuk mendapatkan imunitas alami. Menurut Centers for Disease Control and Prevention atau CDC (2021b), pasien yang mendapatkan vaksin COVID-19 dapat melindungi diri sendiri dan masyarakat di sekitar dari transmisi COVID-19, terutama orang-orang dengan penyakit komorbid yang lebih rentan terinfeksi. Selain itu, jika terinfeksi COVID-19, vaksin dapat mencegah pasien mengalami gejala-gejala yang serius. Kombinasi antara pelaksanaan protokol kesehatan dan penerimaan vaksin COVID-19 dapat menjadi solusi untuk membantu menyelesaikan pandemi COVID-19 (CDC, 2021b; Singh, 2021). 2.5.2    Kontra Penggunaan Vaksin COVID-19 Seperti obat-obatan pada umumnya, vaksin juga memiliki efek samping farmakologis. Vaksin COVID-19 dapat menimbulkan beberapa efek ringan, seperti menginduksi demam ringan, nyeri, atau kemerahan di area injeksi vaksin. Selain itu, efek yang ditimbulkan juga dapat berupa rasa lelah, mual, muntah, sakit kepala, serta nyeri otot dan sendi. Efek ringan dapat hilang dengan sendirinya dalam satu hari sampai satu minggu (Shmerling, 2021; Singh, 2021). Efek samping vaksin COVID-19 yang berat sangat jarang terjadi, namun tercatat 11 kasus per satu juta kasus mengalami reaksi anafilaksis setelah menerima vaksin Pfizer/BioNTech Vaccine Trial/BNT162b2 (CDC, 2021a). Studi kasus lain yang dilakukan di Norwegia



melaporkan terdapat 23 kasus kematian pada warga lanjut usia yang tidak diketahui penyebabnya setelah menerima vaksin COVID-19 (Torjesen, 2021). Hal inilah yang menyebabkan beberapa masyarakat menjadi kontra terhadap vaksin karena ketakutan akan efek samping vaksin yang dipercaya dapat berdampak negatif terhadap tubuh.



Miskonsepsi terhadap Vaksin Seiring dengan perkembangan vaksin, tidak dapat dipungkiri bahwa masih sangat banyak terjadi penyalahartian konsep atas vaksin itu sendiri. Miskonsepsi yang terjadi di masyarakat utamanya tentang vaksin, cenderung terjadi akibat kesalahpahaman dalam menghubungkan berbagai konsep yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Secara umum, dikutip dari laman Dasar Keamanan Vaksin WHO  (2021), ada beberapa miskonsepsi yang dianut oleh beberapa kalangan masyarakat. Sebagian besar miskonsepsi tersebut diakibatkan karena konsep vaksinasi itu sendiri; membangun sistem kekebalan tubuh dengan memasukkan antigen (yang sebenarnya telah dinonaktifkan) ke dalam tubuh. Miskonsepsi tersebut di antaranya meliputi masyarakat masih menganggap bahwa vaksin tersebut memiliki efek jangka panjang yang merusak. Walaupun sebenarnya memang sering kali terjadi reaksi pasca vaksinasi yang disebabkan oleh akibat dari reaksi tubuh yang berusaha untuk membuat pertahanan atas antigen lemah yang dimasukkan ke dalam tubuh. Reaksi-reaksi tersebut dapat berupa reaksi lokal pada area suntikan, reaksi sistemik, bahkan reaksi lainnya. Namun, yang perlu diingat adalah reaksi-reaksi tersebut merupakan hal yang sangat wajar terjadi setelah melakukan vaksinasi (Hadinegoro, 2016). Selain itu, seperti yang kita ketahui, pemerintah sedang gencar-gencarnya menanggulangi pandemi COVID-19 yang melanda dunia, khususnya di Indonesia, yang mana vaksinasi menjadi salah satu langkahnya. Berbicara kembali mengenai miskonsepsi, utamanya miskonsepsi vaksinasi COVID-19, tersebar informasi di masyarakat bahwa vaksin COVID-19 yang beredar mengandung microchip yang bisa melacak bahkan membasmi kehidupan di seluruh dunia, apalagi didukung dengan adanya barcode pada setiap botol vaksin yang seakan mengiyakan kabar tersebut. Namun, dilansir dari laman resmi KPC PEN, kabar tersebut merupakan berita yang tidak benar atau hoax. 2.5.1    Gerakan Antivaksin Berangkat dari banyaknya miskonsepsi terkait vaksinasi, terdapat satu gerakan mendunia yang khusus menolak vaksinasi. Gerakan antivaksin atau anti-vax movement. Para pengikut gerakan ini yang menamai mereka dengan sebutan anti-vaxxer percaya bahwa vaksin merupakan ancaman baru untuk tubuh yang bisa



menimbulkan penyakit-penyakit lain yang ditimbulkan. Tidak hanya vaksin COVID-19, para antivaxxer ini juga menentang hampir segala jenis vaksin yang ada di dunia. Dilansir dari CNN Indonesia (2020), berdasarkan sebuah jajak pendapat yang dilakukan salah satu organisasi nirlaba asal inggris yang bergerak di bidang kesehatan, Wellcome Trust, pada tahun 2019 ditemukan tingkat ketidakpercayaan terhadap vaksin yang cukup tinggi di beberapa wilayah. Setelah dikaji lagi, ternyata gerakan antivaksin sudah ada bahkan di abad ke-18. Penentangan saat itu menyasar vaksinasi cacar yang mulai diberikan di inggris pada tahun 1800-an. Pada saat itu, vaksinasi cacar dibuat berdasarkan getah bening dari lepuhan cacar sapi. Ide itu dikritik oleh banyak pihak pada saat itu. Bahkan menurut sejarah, terdapat sebanyak 80-100 ribu orang yang bergabung dalam komunitas antivaksin di tahun itu (Porter dan Porter, 1988). Berlanjut di abad ke-19, komunitas antivaksin juga muncul di Amerika Serikat, serta menamai komunitasnya sebagai Anti-Vaccine of America yang bahkan berhasil mencabut beberapa undang-undang vaksinasi di beberapa negara pada saat itu. Dikutip dari laman Verywell Health (Iannelli dan Hall, 2021) yang membahas tentang History of the Anti-Vaccine Movement, mereka percaya bahwa vaksin akan menimbulkan penyakit, mengandung bahan kimia beracun seperti asam karbolat, vaksin yang sebenarnya tidak efektif, hingga pentingnya praktik medis alternatif, dan bahkan mereka percaya pada literatur-literatur buatan sendiri dan cenderung menakut-nakuti orang lain untuk menjauhi vaksin. Berbeda dengan yang terjadi di abad ke-20, para anti-vaxxers mulai menolak hal yang berbeda, yaitu vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) yang saat itu sedang meletus di Eropa, Asia, dan Amerika Utara. Pada saat itu, penolakan semakin menjadi-jadi setelah ditemukannya laporan tentang 36 anak di salah satu rumah sakit yang mengalami gangguan neurologis setelah mendapatkan vaksin DPT. Setelah DPT, gerakan antivaksin MMR (measles atau campak, mumps atau gondongan, dan rubella) berkembang 25 tahun setelahnya. Lalu bagaimana dengan kabar para anti-vaxxer di abad ke-21? Meledaknya kasus COVID-19 tentu membuat pemerintah memikirkan segala cara untuk menanggulanginya, salah satunya dengan vaksin. Komunitas gerakan antivaksin tentu tidak akan tinggal diam mendengar gebrakan baru ini. Dilansir dari artikel berita Pikiran Rakyat, salah satu kaum anti-vax  yang populer menyebutkan bahwa mereka percaya vaksin akan disuntikkan ke tubuh, dan kita akan dipasangi chip elektronik yang bisa meracuni dan membuat kita menjadi sakit. Hal ini tentu sangat berbahaya apabila terus dibiarkan. Para kaum antivaksin pasti akan terus menyebarkan berita-berita yang menurut mereka benar utamanya terkait dengan bahaya



vaksin. Jika dibiarkan terus berkembang, tidak dapat dipungkiri bahwa upaya penanggulangan COVID-19 di dunia akan semakin terhambat akibat masih banyaknya kaum anti-vax di dunia.



BAB III Penutup Kesimpulan Vaksin merupakan produk biologis yang sangat berguna dalam meminimalisir kejadian penyakit yang bekerja dengan cara melatih sistem kekebalan tubuh agar mampu menghadapi infeksi dengan memasukkan antigen yang telah dilemahkan ke dalam tubuh. Oleh sebab itulah pemberian vaksin dalam pengendalian pandemi COVID-19 sangat penting, utamanya dalam meminimalisir tingkat kejadian dan sebagai upaya dalam menuju herd immunity (kekebalan komunitas) untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 sehingga pandemi dapat berakhir. Manfaat vaksin selama beberapa tahun terakhir telah terbukti meminimalisir angka penyakit bahkan mengeradikasi penyakit seperti cacar dan polio. Oleh karena itulah, program vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah harus didukung pelaksanaannya dalam mengakhiri pandemi COVID-19. Segala bentuk miskonsepsi dan misinterpretasi mengenai vaksin COVID-19 harus dihindari menggunakan edukasi yang tepat agar pandemi COVID-19 dapat segera berakhir.



Saran Adapun saran yang kami dapat berikan adalah: 1.



Bagi pemerintah agar tetap terbuka terhadap akses informasi mengenai vaksinasi dan mengadakan edukasi yang lebih intens lagi untuk menghindari miskonsepsi dan misinterpretasi mengenai vaksinasi COVID-19.



2.



Bagi masyarakat umum agar lebih berhati-hati lagi dalam memilah informasi. Carilah informasi dari sumber-sumber terpercaya seperti pemerintah dan lembaga penelitian atau kesehatan. Minimalisir pencarian informasi di blogspot ataupun akun anonim karena berpotensi besar merupakan informasi yang menyesatkan. Tetap lakukan cross check informasi untuk menjamin kebenaran informasi yang diterima.



3.



Bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran dan ilmu kesehatan lainnya, sebagai calon tenaga medis di masa depan ada baiknya mampu membantu pemerintah dalam memberikan edukasi ke masyarakat, sehingga masyarakat yang belum memahami mengenai vaksin dapat memahaminya, sehingga mampu meminimalisir misinformasi dan misinterpretasi mengenai vaksinasi.



Daftar Pustaka Bahl, S., Bhatnagar, P., Sutter, R. W., Roesel, S., dan Zaffran, M. 2018. Global polio eradication – way ahead. Indian Journal of Pediatrics, 85(2), 124–131. DOI: 10.1007/s12098-017-2586-8. Bandyopadhyay, A. S., Garon, J., Seib, K., dan Orenstein, W. A. 2015. Polio vaccination: past, present and future. Future Microbiology, 10(50), 791–808. DOI: 10.2217/fmb.15.19. Calain, P., Chaine, J. P., Johnson, E., Hawley, M. Lou, O’Leary, M. J., Oshitani, H., dan Chaignat, C. L. 2004. Can oral cholera vaccination play a role in controlling a cholera outbreak. Vaccine, 22(19), 2444– 2451. DOI: 10.1016/j.vaccine.2003.11.070. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2021a. Allergic Reactions Including Anaphylaxis After Receipt of the First Dose of Pfizer-BioNTech COVID-19 Vaccine. MMWR Morb Mortal Wkly Rep, 70(2), 46–51. DOI: 10.15585/mmwr.mm7002e1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2021b. Benefits of Getting a COVID-19 Vaccine. [Daring] Centers for Disease Control and Prevention. Tersedia pada: www.cdc.gov/coronavirus/2019ncov/vaccines/vaccine-benefits.html (Diakses 9 April 2021). Clemens, J. D., Nair, G. B., Ahmed, T., Qadri, F., dan Holmgren, J. 2017. Cholera. The Lancet, 390 (10101), 1539–1549. DOI: 10.1016/S0140-6736(17)30559-7. CNN Indonesia. 2020. Selayang Pandang Gerakan Anti-Vaksin di Dunia. [Daring] CNN Indonesia. Tersedia



pada https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20201127123819-255-575265/ selayang-



pandang-gerakan-anti-vaksin-di-dunia  (Diakses 9 April 2021). Hadinegoro, S. R. S. 2016. Kejadian ikutan pasca imunisasi, Sari Pediatri, 2(1), 2-10. e-ISSN: 2338-5030. Hakam. 2021. Understanding the Importance of Covid-19 Vaccines. [Daring] Universitas Gadjah



Mada. Tersedia pada: https://www.ugm.ac.id/en/news/20658-understanding-the-importance-of-covid19-vaccines (Diakses 10 April 2021). Harris, J. B. 2018. Cholera: immunity and prospects in vaccine development. Journal of Infectious  Diseases, 218(3), 141–146. DOI: 10.1093/infdis/jiy414. Hinman, A. R. 2017. The eradication of polio: have we succeeded?. Vaccine, 35(42), 5519–5521. DOI: 10.1016/j.vaccine.2017.09.015. Iannelli, M. D. V. dan Hall, A. 2021. History of the Anti-Vaccine Movement. [Daring] Verywell Health. Tersedia pada https://www.verywellhealth.com/history-anti-vaccine-movement (Diakses 9 April 2021). Iskandar, H., Nugroho, R., Laudder, M., dan Matulessy, A. 2021. Pengendalian COVID-19 Dengan 3M, 3T, Vaksinasi, Disiplin, Kompak, dan Konsisten: Buku 1. Jakarta: Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Jones, J. S. 1997. Eradicating polio. South African Medical Journal, 87(8), 1038. PMID: 9323424. Jusuf,



W.



2021. Bagaimana



Gerakan



Anti-vaksin



Mendunia?. [Daring]



Tirto.



Tersedia



pada https://tirto.id/bagaimana-gerakan-anti-vaksin-mendunia-cqJn  (Diakses 9 April 2021). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. 2020. Buku Saku #Infovaksin. [Daring] Dinas



Kesehatan



Provinsi



Jawa



Timur.



Tersedia



pada https://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/dokumen/Buku%20Saku.pdf  (Diakses 10 April 2021). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. 2021. Frequently Asked Question (FAQ) Seputar Pelaksanaan



Vaksinasi



COVID-19.



[Daring]



Kesmas



Kemkes.



Tersedia



pada https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_COVID__call _ center.pdf (Diakses 9 April 2021). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan World Health Organization (WHO). 2020. Survei Penerimaan Vaksin COVID-19 di Indonesia. [Daring] Covid19.go.id. Tersedia pada covid19.go.id/storage/app/media/Hasil%20Kajian/2020/November/vaccine-acceptance-survey-id-12-112020final.pdf (Diakses 12 April 2021). Levinson, W. 2008. Review of Medical Microbiology and Immunology. Edisi Kesepuluh. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Madhav, N., Oppenheim, B., Gallivan, M., Mulembakani, P., Rubin, E., dan Wolfe, N., 2017. Pandemics: Risks, Impacts, and Mitigation. Dalam D. T. Jamison (Eds.), Disease Control Priorities, Volume 9: Improving Health and Reducing Poverty.  Edisi Ketiga. Washington DC: World Bank.



Melief, C. J. M., van Hall, T., Arens, R., Ossendorp, F., dan van der Burg, S. H. 2015. Therapeutic cancer vaccines. JCI The Journal of Clinical Investigation, 125(9), 3401-3412. DOI: 10.1172/JCI80009. Ong, E., Wong, M. U., Huffman, A., dan He, Y. 2020. COVID-19 coronavirus vaccine design using reverse



vaccinology



and



machine



learning. Frontiers



in



Immunology,



11,



1581.



DOI: 10.3389/fimmu.2020.01581. Orenstein, W. A., Papania, M. J., dan Wharton, M. E. 2004. Measles elimination in the United States. The Journal of Infectious Diseases, 189, 1-3. DOI: 10.1086/377693. Porter, D. dan Porter, R. 1988. The politics of prevention?: Anti-vaccinationism and public health in nineteenth-century England. Medical History, 323(3), 231–252. DOI: 10.1017/s0025727300048225. Redd, S. B., Kutty, P. K., Parker, A. A., LeBaron, C. W., Barskey, A. E., Seward, J. F., Rota, J. S., Rota, P. A., Lowe, L., dan Bellini, W. J. 2008. Measles – United States, January 1 – April 25, 2008. Morbidity and Mortality Weekly, 57(18), 494-498. DOI: 10.1001/jama.299.22.2621. Reiser,    J.    dan    Altintas,    M.    M.     2019.    Podocytes.                  F1000Research,          5,      1– 19.                DOI: 10.12688/f1000research.7255.1. Sari, R. K. 2020. Identifikasi penyebab ketidakpatuhan warga terhadap penerapan protokol kesehatan 3M di masa pandemi COVID-19 (studi kasus pelanggar protokol kesehatan 3M di Ciracas Jakarta Timur). Jurnal AKRAB JUARA, 6(1), 84-94. ISSN 2620-9861. Satgas



COVID-19.



2021a. Peta



Sebaran



COVID-19.



[Daring]



Covid19.go.id.



Tersedia



pada https://covid19.go.id/peta-sebaran (Diakses 28 April 2021). Satgas COVID-19. 2021b. Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia Sejalan dengan Tingkat Dunia.  [Daring]



Covid19.go.id.



Tersedia



pada https://covid19.go.id/p/berita/perkembangan-



penanganan-covid-19-di-indonesia-sejalan-deng an-tingkat-dunia (Diakses 9 April 2021). Satgas COVID-19. 2021c. Mengapa Vaksinasi COVID-19 Diperlukan?. [Daring] Covid19.go.id. Tersedia pada https://covid19.go.id/edukasi/masyarakat-umum/mengapa-vaksinasi-covid-19-diperlukan (Diak ses 9 April 2021). Shah, R. R., Hassett, K. J., dan Brito, L. A. 2017. Overview of vaccine adjuvants: introduction, history, and current status. Methods in Molecular Biology, 1494, 1–13. DOI: 10.1007/978-1-4939-6445-1_1. Shereen, M., Khan, S., Kazmi, A., Bashir, N., dan Siddique, R. 2020. COVID-19 infection: origin, transmission, and characteristics of human coronaviruses. Journal of Advanced Research, Vol. 24, 91-98. DOI: 10.1016/j.jare.2020.03.005.



Shmerling, R. H. 2021. COVID-19 Vaccines: Safety, Side Effects and Coincidence. [Daring] Harvard Health Publishing. Tersedia pada https://www.health.harvard.edu/blog/covid-19-vaccines-safety-sideeffects-and-coincidence-2021020821906 (Diakses 9 April 2021). Singh, B. R. 2021. Pros and Cons of Covid-19 vaccines and vaccination. Infectious Diseases Research, 2(1), 5. DOI: 10.12032/IDR2021B0207001. Torjesen, I. 2021. COVID-19: Norway investigates 23 deaths in frail elderly patients after vaccination. BMJ (Clinical research ed.), 372, 149. DOI: 10.1136/bmj.n149. World Health Organization (WHO). 2021a. Coronavirus. [Daring] World Health Organization. Tersedia pada www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1 (Diakses 9 April 2021). World Health Organization (WHO). 2021b. WHO Coronavirus (COVID-19) Dashboard. [Daring] World Health Organization. Tersedia pada https://covid19.who.int/ (Diakses 9 April 2021). World Health Organization (WHO). Dasar-dasar Keamanan Vaksin: Pelatihan melalui Elektronik. [Daring] WHO Vaccine Safety Basics. Tersedia pada https://in.vaccine-safety-training.org/ (Diakses 10 April 2021).