Verbatim [PDF]

  • Author / Uploaded
  • aim
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Latar Belakang Kasus: Angga adalah seorang siswa yang baru saja mengikuti program penjurusan sebelum dia masuk ke kelas X. Dan seperti yang diinginkan oleh kebanyakan orangtua, IPA adalah pilihan yang favorit bagi mereka. Mungkin dengan masuk IPA, banyak yang bisa dibanggakan. Banyak hitungannya, banyak melahirkan dokter yang kaya raya, dan bukan jurusan terbuang. Nah, begitu pula dengan pilihan Ayah Angga. Beliau juga menginginkan Angga untuk masuk IPA, bahkan lebih tepatnya memaksa. Padahal Angga tidak ingin masuk ke jurusan IPA. Angga inginmasuk ke jurusan IPS yang lebih sesuai dengan jiwanya. Namun dia tidak memiliki keberanian untuk melakukan itu karena takut diusir dari rumah. Nah, inilah yang mengganggu Angga, sehingga baru masuk saja Angga sudah merasa sangat tidak nyaman dengan jurusannya yang baru. Apalagi berhubungan dengan sekolah Angga yang tidak menerapkan minggu percobaan untuk program penjurusan.



Verbatim Konseling Subjek



Dialog



Konseli



Tok… Tok… Tok… (mengetuk pintu ruang konseling)



Konselor



Ya, silahkan masuk (menghentikan aktivitas menulis)



Konseli



... (membuka pintu dan memandang konselor sebelum masuk



Tahap Attending



ke dalam ruangan) Konselor



Oh Angga! Silahkan masuk Nak.



Konseli



... (mengangguk dan berjalan masuk ke ruangan)



Konselor



... (berdiri dan menyambut kedatangan Angga dengan senyum



Acceptance



hangat) Nah, coba, Angga ingin duduk di mana? Pilih saja tempat duduk yang kamu suka. Konseli



Di sini saja Bu (sambil memilih salah satu tempat duduk yang paling nyaman menurutnya).



Konselor



Baiklah.. (ikut duduk di kursi sebelah konseli).



Konseli



Iya Bu… (sambil menunduk lesu)



Konselor



Di tahun ajaran ini, masih tetap setia dengan ekskul basket? Ibu dengar, prestasi kamu di bidang basket benar-benar mengagumkan ya? Sampai secara aklamasi kamu terpilih menjadi kapten basket tim junior kita?



Konseli



Ah, Ibu bisa saja! Hanya tim basket junior kok, bukan tim basket inti. Dan saya rasa semua orang juga bisa menjadi kapten tim basket junior, bukan hanya saya. Apalagi kan



Tersenyum



memilihnya secara aklamasi. Kebetulan saja, kakak-kakak kelas dan pelatih basket kita memilih saya. Padahal kalau mau memilih yang lain juga banyak kok… Konselor



Meskipun kamu bilang hanya kebetulan, tapi Ibu rasa keterampilan kamu dalam bidang basket itu bisa membuat kamu menjadi orang yang sukses lho nantinya. Jadi, kalau kamu tidak hanya memandang prestasi kamu sebagai suatu kebetulan, melainkan kamu memang mempunyai keinginan untuk menjadi yang terbaik dalam bidang basket, Ibu rasa itu bukan sesuatu yang buruk. Kamu bisa menjadi pemain basket yang ahli nantinya.



Konseli



Terima kasih Bu, saya akan berusaha. (sambil menunduk lesu)



Konselor



Sepertinya ada yang sedang mengganggu pikiran Angga saat Pertanyaan Tertutup ini, benarkah demikian?



Konseli



Iya bu, benar.



Konselor



Baik, sekarang ceritakan apa yang menjadi permasalahanmu… Ibu akan mendengarkan cerita kamu, dan pada akhirnya nanti akan membantu kamu supaya kamu bisa menemukan solusi sendiri atas masalah yang kamu hadapi saat ini. Sudah tugas Ibu untuk membantu siswa-siswi di sini menemukan solusi atas masalah yang dihadapinya.



Konseli



Hhhh…. (menghela nafas panjang)



Konselor



... (Diam, membiarkan konseli berpikir sejenak)



Konseli



Saya merasa tidak nyaman dengan keadaan saya saat ini. Akhir-akhir ini saya merasa kehilangan semangat saya untuk sekolah.



Konselor



Hmm…



Minimal respon



Konseli



Sebenarnya masuk ke jurusan IPA kali ini bukanlah keinginan saya Bu…



Konselor



Jadi kamu masuk di jurusan IPA ini bukan keinginan kamu Refleksi sendiri ya?



Konseli



Iya bu. Sungguh itu bukan keinginan saya sendiri. Saya justru ingin masuk jurusan IPS, yang menurut saya lebih sesuai dengan kemampuan dan jiwa saya. Saya tidak terlalu suka



dengan pelajaran-pelajaran eksak yang akan saya temui di jurusan IPA, meskipun selama ini nilai-nilai saya selalu bagus. Saya justru lebih suka dengan ilmu sosial, yang menurut saya lebih nyata, dan lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Konselor



... (mengangguk-angguk)



Konseli



Tapi Ayah saya memaksa saya untuk masuk ke jurusan IPA. Kata Beliau, jurusan IPA adalah yang terbaik, memiliki prestise yang lebih tinggi ketimbang jurusan IPS yang biasanya berisi anak-anak buangan. Sudah begitu, kata Bapak, anak IPS nakal-nakal pula. Jadilah saat ini saya terdampar di jurusan yang tidak sesuai dengan minat saya, sebenarnya.



Konselor



Nah, kalau memang menurut kamu itu tidak sesuai dengan Pertanyaan jiwa dan kemampuan kamu, apa yang membuat kamu tetap terbuka menuruti permintaan Ayah untuk masuk ke jurusan IPA?



Konseli



Selama ini saya tidak pernah bisa menolak keinginan Ayah saya, Bu. Ayah saya punya sifat yang keras sekali. Kalau keinginan Beliau tidak bisa terkabul, contohnya saja saat Kakak saya menolak menikah dengan laki-laki yang dijodohkan oleh Ayah saya, Ayah tidak segan-segan untuk mengusir Kakak saya dari rumah. Saya tidak bisa menolak keinginan Ayah saya meskipun saya ingin.



Konselor



Dari cerita kamu tadi, rasa-rasanya sekarang ini kamu sedang Refleksi jengkel dengan diri kamu sendiri.



Konseli



Bagaimana saya tidak jengkel dengan diri saya sendiri Bu? Saya ini laki-laki. Yang saya tahu, laki-laki itu punya keberanian. Punya kharisma. Punya otoritas. Tapi mana keberanian, kharisma, dan otoritas saya? Saya hanya berani tunduk di bawah ketiak Ayah saya. Oke, kalau hanya masuk ke jurusan IPA, mungkin saya masih bisa menerima. Tapi Ayah sudah menargetkan saat kuliah nanti, saya harus bisa diterima di ITB, dengan jurusan yang sudah Beliau tetapkan pula. Padahal, saya sekarang ini masih duduk di kelas X. Pelajaran di jurusan IPA itupun apa, saya belum bisa mengerti sepenuhnya. Saya bosan dengan kehidupan yang seperti ini.



Perasaan



Konselor



Angga, Ibu mengerti apa yang kamu rasakan. Lalu…



Empati



Konseli



Saya datang kemari, untuk minta pertolongan pada Ibu… Saya ingin berubah.



Konselor



Apa yang Angga maksud dengan berubah?



Pertanyaan terbuka



Konseli



Saya ingin sekali saja bisa mengatakan tidak pada Ayah saya. Saya ingin mengaspirasikan apa yang sebenarnya saya inginkan, tapi saya juga tidak ingin membuat beliau marah. Di bangku sekolah, saya sudah harus memenuhi apapun yang diinginkan beliau, saat kuliah nanti, saya tidak ingin menyianyiakan diri saya lagi. Saya ingin kuliah sesuai dengan minat dan kemampuan saya. Karena di mana saya kuliah, akan berpengaruh terhadap kehidupan saya selanjutnya.



Konselor



Jadi kamu tidak mau begitu saja mengiyakan perintah Ayah Refleksi isi kamu, kamu ingin mencoba menjadi diri kamu sendiri, tapi tidak ingin menerima resiko negative dari Ayah kamu.



Konseli



Sekarang coba Ibu pikir, saya selalu mengikuti keinginan Ayah saya, tanpa memperhatikan keinginan saya sendiri. Apa saya ini boneka? Saya bukan boneka Bu… Saya manusia, yang punya perasaan dan keinginan.



Konselor



Baiklah, yang menjadi sumber masalah di sini adalah, menurut Summarizing kamu, Ayahmu senantiasa memaksakan apa yang beliau inginkan untuk kamu laksanakan, tidak peduli apakah kamu suka, mau atau tidak melaksanakannya. Dan sampai saat ini kamu tidak bisa mengatakan tidak pada Ayahmu, karena takut Pertanyaan pengalaman yang terjadi pada Kakakmu, akan terulang lagi?



Konseli



Iya Bu.



Konselor



Menurut kamu, selama ini kamu diperlakukan semena-mena oleh Ayahmu, sehingga kamu tidak bisa mengeluarkan pendapat kamu, tidak bisa memutuskan sedikit hal saja tanpa dibayang-bayangi oleh Ayahmu.



Konseli



Benar Bu.



Konselor



Jika demikian, mari coba kita kaji lebih mendalam, apa sebenarnya



yang



menyebabkan



kamu



tidak



berani



mengeluarkan pendapat kamu dengan terus terang dan apa



tertutup



adanya. Konseli



Sudah saya katakan kan Bu, kalau saya takut dengan Ayah saya. Saya takut diusir dari rumah seperti Kakak…



Konselor



Sudah pernahkah kamu mencoba untuk menolak keinginan Lead khusus Ayah kamu sekali saja?



Konseli



Ibu saya selalu mengatakan ‘jangan nak, kasihan Ayah…’ yang akhirnya membuat saya tidak bisa menolak lagi Bu…. Saya terpaksa harus mengikuti keinginan Ayah saya.



Konselor



Kamu setuju dengan apa yang dilakukan Ibumu?



Konseli



Saya ingin sekali tidak setuju, tapi bagaimana lagi? Saya tidak berani mencoba melawan Bu…



Konselor



Nah, kalau kamu tidak mencoba, maka selamanya kamu akan seperti ini. Selalu harus mengikuti apa kemauan Ayah kamu. Tidak punya otoritas atas diri kamu sendiri, tidak punya kesempatan untuk mandiri, dan terus saja dibayang-bayangi oleh Ayah kamu.



Konseli



Jadi sebenarnya saya harus melawan Ayah?



Konselor



Hari ini saya akan mengajari kamu, bagaimana caranya supaya Pemilihan Strategi kamu bisa menjadi diri kamu sendiri, melawan otoritas Ayah kamu, dan tidak selamanya tunduk di hadapan beliau. Kita akan coba permainan dialog, atau yang lebih dikenal dengan sebutan empty chair.



Konseli



Empty chair? Kursi kosong?



Konselor



Benar. (Konselor mengambil dua kursi yang ada di ruangan, diletakkan berhadapan). Kali ini kamu akan bermain peran dengan dua kursi ini sebagai medianya. Teknik ini sendiri akan kita laksanakan 2 kali. Yang pertama adalah teknik untuk mengetahui apa yang sebenarnya kamu inginkan sehubungan dengan pertentangan nilai antara kamu dan Ayahmu. Dalam pelaksanaan yang pertama ini, kamu tidak perlu menggunakan dua kursi. Satu kursi saja cukup untuk melaksanakan teknik yang pertama. Kali ini, kamu harus membayangkan, pertentangan batin yang kamu alami saat ini sehubungan dengan Ayahmu. Bisa dimengerti?



Konseli



Mmm… Saya masih bingung dengan apa yang mesti saya lakukan Bu…



Konselor



Baik. Begini… Saat ini kamu merasakan dua hal yang saling bertentangan dalam pikiran kamu. Yaitu, pikiran ingin melawan otoritas Ayahmu, dan pikiran akan ketakutan untuk melawan beliau, padahal kamu ingin. Benar begitu?



Konseli



(Mengangguk-anggukkan kepala setuju)



Konselor



Nah, yang akan kamu lakukan sekarang adalah, katakan apapun yang ada dalam pikiran kamu saat ini sehubungan dengan pertentangan tersebut. Anggap saja, pikiran yang menyuruh kamu melawan adalah posisi under dog kamu, sedangkan pikiran yang menyuruh kamu menuruti kata Ayahmu adalah posisi top dog mu. Dari sini, kita akan tahu, pikiran mana yang akan kamu menangkan, dan dari sini pula kita akan mengambil tindakan ke depan. Bagaimana? Mengerti?



Konseli



Ya Bu… Saya mengerti.



Konselor



Baik, siapkan diri kamu sebelum kita benar-benar mulai. Jika sudah siap, katakan siap!



Konseli



Saya siap Bu…



Konselor



Baiklah, sekarang pikirkan apa yang sebenarnya kamu inginkan saat ini sehubungan dengan keinginan-keinginan Ayahmu!



Konseli



Mmm… Saya ingin mengatakan tidak pada Ayah saya…



Konselor



Hanya itu yang kamu pikirkan?



Konseli



Tapi saya juga tahu itu tidak mungkin.



Konselor



Kata siapa tidak mungkin?



Konseli



Mana mungkin saya bisa melawan ayah? Ayah selalu bilang, tugas seorang anak adalah berbakti kepada orangtuanya. Dan salah satu wujud keberbaktian itu adalah dengan menuruti seluruh keinginan orangtuanya. Saya pikir itu benar… (top dog).



Konselor



Ya… Itu memang benar. Tapi benarkah menuruti semua keinginan orangtua itu namanya berbakti? Kamu mau, jadi kerbau yang dicocok hidungnya terus menerus?



Konseli



Tentu saja tidak mau seperti itu. Saya pun ingin melawan… (under dog). Tapi tentu saja saya tidak berani. Tiap hari saya dikasih makan oleh Ayah, disekolahkan sampai saya bisa duduk di bangku SMA seperti sekarang. Punya ilmu, masa saya harus melawan…( top dog). Tapi mungkin kalau hanya melawan sekali saja, saya tidak akan berdosa.. ( under dog). Namun, kalau saya tidak dosa, saya pasti tetap akan diusir dari rumah karena tidak mau menuruti perintah Ayah… ( top dog) Ah! Diusir kan juga masih ada rumah nenek yang bisa saya singgahi. Lagian saya kan anak laki-laki. Masa takut dengan ancaman macam itu? Saya harus melakukan perubahan! Jangan sampai Ayah bersikap seperti ini terus. Kapan saya bisa maju kalau hanya begini terus? (under dog).



Konselor



Tidak ada satupun harapan bagi orang yang takut berusaha. Dan kamu pun demikian! Selamanya kamu akan tetap menjadi bebek, mengikuti kemana saja Ayah mu menggiringmu!



Konseli



Tidak mau! Saya harus bisa menjadi diri saya sendiri, dan sukses dengan pilihan saya!



Konselor



Bagus! Cukup dulu Angga… Nah, dari sini kita tahu bahwa sebenarnya kamu percaya pada dirimu, kamu mengatakan bahwa kamu bisa. Dan kita bisa ambil kesimpulan, bahwa kamu memang benar-benar harus bisa melawan otoritas Ayahmu, kan?



Konseli



Betul



Bu,



hanya



saya



tidak



tahu



bagaimana



harus



mengungkapkan itu semua pada Ayah…. Konselor



Nah, di sinilah kita akan melaksanakan teknik empty chair yang kedua, yang mana kamu akan menjalankan peranmu dan peran Ayahmu dengan bantuan dua buah kursi. Anggap saja, kursi yang ada di sebelah kanan Ibu, adalah kursi top dog, kursi tempat peran untuk Ayahmu. Sedangkan kursi yang di sebelah kiri ini, sebagai kursi under dog, yaitu kamu sendiri. Kamu harus berperan berganti-ganti menjadi diri kamu sendiri dan menjadi Ayah kamu sesuai dengan instruksi saya. Dengan



metode ini, Ibu berpengalaman untuk membantu siswa menyelesaikan konflik dirinya sehubungan dengan masalahmasalah yang tidak bisa selesai di waktu lalu. Kamu pun juga akan belajar untuk mengatakan tidak, melalui teknik ini. Bagaimana, kamu bersedia untuk mencoba? Konseli



Tentu saja mau Bu!



Konselor



Baik, persiapkan diri kamu dari sekarang. Atur pernafasan sebaik mungkin, usahakan untuk rileks, dan silahkan duduk di kursi under dog sini.



Konseli



(mengikuti apa yang dikatakan konselor sampai dia benarbenar siap).



Konselor



Siap?



Konseli



... (menggangguk-angguk)



Konselor



Bayangkan ini adalah ruangan rumah kamu yang biasanya menjadi tempat favorit Ayahmu. Dan kamu sedang duduk di kursi itu, siap untuk mendapatkan wejangan yang berisi instruksi dari Ayah kamu. Bayangkan, saat ini Beliau sedang berada di mana, dengan baju apa, dengan dandanan yang seperti apa, dan melakukan apa.



Konseli



(menghela nafas panjang). Ayah saya memakai kaos dalam buntung tanpa lengan warna putih, dengan celana pendek berwarna biru, sambil menyulut rokoknya di kursi goyang kesayangannya.



Konselor



Nah, bagus. Sekarang, coba kamu pindah ke kursi top dog, dan katakanlah apa yang Ayah kamu katakan sebagai wejangan untukmu.



Konseli



(pindah ke kursi top dog) Kamu ini sebagai anak Ayah, harus menjadi kebanggan Ayah. Ayah hanya punya kamu sebagai anak laki-laki ayah. Maka, kamu tidak boleh mempermalukan Ayah. Lulus SMA nanti, kamu harus diterima di ITB. Dengan jalur PMDK akan lebih baik lagi. Supaya teman-teman Ayah ini berdecak-decak kagum melihat kamu.



Konselor



Lanjutkan dengan kursi under dog mu.



Konseli



(pindah ke kursi under dog). Tapi syarat masuk ITB kan susah



Yah… Konselor



Katakan kata-kata Ayahmu yang lebih keras lagi.



Konseli



(pindah ke kursi top dog). Justru karena susah itu yang Ayah harapkan bisa kamu tempuh. Kalau teman-teman kamu yang lain nggak bisa masuk ke sana, dan ternyata kamu bisa, otomatis kan kamu bisa jadi unggulan to?



Konselor



Lanjutkan dengan kursi under dog mu, dan lakukan terus itu sampai kamu bisa mengatakan tidak.



Konseli



(pindah ke kursi under dog). Iya Yah… Tapi kan masuk ke ITB bukan semudah membalikkan telapak tangan. Lagipula saya tidak ingin masuk ke sana kok. (pindah ke kursi top dog). Apa?! (pindah ke kursi under dog). Saya ingin masuk Universitas Airlangga saja Yah… Lebih dekat dengan sini (pindah ke kursi top dog). Ayah tidak mau tahu. Pokoknya Ayah ingin kamu masuk ke sana. (pindah ke kursi under dog). Ayah pikir saya siapa? Saya bukan robot Yah… Saya bisa menentukan apa yang harus saya jalani sendirian, tanpa perintah dari Yah. (pindah ke kursi top dog). Ooo, kamu mau jadi anak durhaka rupanya ya? Mahal-mahal sekolah, bisanya hanya seperti ini. Melawan pada Ibunya. (pindah ke kursi under dog). Saya bukan melawan Yah… Saya hanya ingin sekali saja menjadi diri saya sendiri. Saya tidak mau menjalani hidup saya dengan terpaksa. (pindah ke kursi top dog). Terpaksa kata kamu? Menuruti keinginan orangtua itu terpaksa? (pindah ke kursi under dog). Ya. Selama ini pernahkah Ayah memberikan ruang gerak untuk saya berpikir dan menentukan nasib saya sendirian? Pernahkan Ayah mengizinkan saya untuk melakukan apa yang saya inginkan? (pindah ke kursi top dog). Ya itu semua kan demi kebaikan kamu. Kamu ini anak ingusan! Apa yang kamu tahu tentang kehidupan? Nggak ada to? Ayah ini lebih pinter daripada kamu!



(pindah ke kursi under dog). Kalau Ayah memang lebih pinter, tentunya Ayah tidak akan memaksakan kehendak Ayah untuk saya. Ayah mestinya memberikan semacam kebebasan untuk saya berpendapat dan memilih jalan hidup saya sendiri. (pindah ke kursi top dog). Ooo kamu ini memang sekarang sudah keblinger ya?! (pindah ke kursi under dog). Bukan keblinger Yah… Saya ini justru terpenjara. Terpaksa mengikuti keinginan Ayah. Saya yang sekolah, Ayah yang senang. Saya yang juara, Ayah yang bangga. Saya memperoleh penghargaan, Ayah yang bisa mengunggul-unggulkannya di depan teman-teman Ayah. Sedang saya sendiri tidak pernah merasakan hal semacam itu. Kalau saya tidak mengambil tindakan seperti ini, lama-lama saya hanya tinggal kentut! (pindah ke kursi top dog). Maksud kamu apa? (pindah ke kursi under dog). Saya tidak mau lagi mengikuti keinginan Ayah yang serba semaunya Ayah. Saya ingin menjadi diri saya sendiri. Biarlah untuk sementara Ayah katakan saya anak durhaka. Tapi saya akan buktikan, kalau saya bisa menjadi diri saya sendiri. Kalau saya bisa berjaya dengan pilihan saya. Dan saya tetap bisa membuat Ayah bangga dengan pilihan saya. (pindah ke kursi top dog). Kamu mau mengikuti jejak Kakak kamu, keluar dari rumah ini? (pindah ke kursi under dog). Saya tidak takut dengan ancaman itu. Sekali lagi saya akan menentukan pilihan saya sendiri. Dengan atau tanpa persetujuan Ayah. Saya akan tetap menjadi yang terbaik. Konselor



Cukup!



Konseli



(menghela nafas panjang-panjang dan mengerjap-ngerjapkan matanya). Ternyata saya bisa!



Konselor



Nah, kamu sendiri bisa menyimpulkan kan? Kalau kamu mau Summarizing mencoba, maka kamu pasti bisa melakukannya. Namun, Ibu tekankan di sini, jangan secepat itu mengambil kesimpulan tentang kuliah kamu. Perjalanan untuk menuju ke sana masih



jauh. Mungkin nanti kamu akan jadi suka dengan pilihan Ayah kamu. Latihan di sini tadi, adalah latihan untuk membuat kamu lebih tegas dalam segala hal, bukan hanya masalah kuliah. Kamu harus menjadi diri kamu yang otonom, dan tidak bergantung orang lain. Konseli



Terimakasih Bu…



Konselor



Baiklah, sepertinya, konseling harus kita akhiri dulu, karena Terminasi Ibu ada janji dengan temanmu yang lain. Ingat pesan Ibu! Jadilah dirimu sendiri!



Konseli



Sekali lagi, terimakasih Bu…