Virus Hepatitis C [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

VIRUS HEPATITIS C ANDERSEN* Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510 *Email : [email protected]



PENDAHULUAN 1 Sebelum ditemukannya virus hepatitis C (VHC), dunia medis mengenal 2 jenis virus sebagai penyebab hepatitis, yaitu : virus hepatitis A (VHA) dan virus hepatitis B (VHB). Namun demikian, terdapat juga peradangan hati yang tidak disebabkan oleh kedua virus ini dan tidak dapat di kenal pada saat itu sehingga dinamakan hepatitis Non-A, Non-B (hepatitis NANB). Hepatitis NANB mempunyai sifat yang menyerupai hepatitis B yaitu didapatkan umumnya pasca transfuse darah. Diketahui bahwa penyakit hepatitis tersebut dapat timbul dengan menyuntikkan serum dari pasien pada hewan percobaan (simpanse) sehingga diduga keras penyebabnya adalah satu jenis virus. Pencarian penyebab hepatitis itu kemudian dilakukan oleh banyak Institute sampai kemudian Choo dan kawan-kawan dengan cara amplifikasi dan identitifikasi genetic berhasil mendapatkan virus penyebab hepatitis yang baru ini. Virus baru ini kemudian dinamakan virus hepatitis C (VHC). Penemuan VHC didapatkan dengan melakukan identifikasi virus ini, hal yang biasanya terbalik dalam mengidentifikasi mikroorganisme dimana identifikasi gen baru dilakukan setelah mikroorganisme ditemukan secara fisis seperti dalam bentuk partikel-pertikel virus. Choo dan kawan-kawan berhasil mendapatkan sequence gen VHC dan mengembangkan teknik deteksi virus ini untuk pertama kalinya dengan metode EIA menggunakan antigen yang didapat dari virus ini. Dalam penelitian lebih lanjut ternyata hepatitis NANB sebagia besar (> 80%) disebabkan oleh VHC. Hal ini kemudian menyebabkan banyak penelitian mengenai virus ini dan hepatitis yang ditimbulkannya. Infeksi VHC merupakan masalah yang besar karena pada sebagian besar kasus menjadi hepatitis kronik yang dapat membawa pasien pada sirosis hati dan kanker hati. Di Negara maju,



infeksi VHC merupakan salah satu indikasi utama transplantasi hati. Maka dari itu untuk dapat memahami penyakit ini dibuatlah makalah mengenai virus hepatitis C ini.



PEMERIKSAAN A. ANAMNESIS 2 1. Identitas: nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dll). 2. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya. 3. Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas, latar belakang, lokasi anatomi dan penyebarannya, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan, intermitten harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Catat riwayat yang berkaitan termasuk pengobatan sebelumnya faktor resiko dan hasil pemeriksaan yang negatif. Riwayat keluarga dan psykososial yang berkaitan dengan keluhan utama. Masalah lain yang signifikan harus dicantumkan juga dalam riwayat penyakit sekarang dalam bagian yang berbeda. 4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): pengobatan yang dijalani sekarang, operasi, rawat inap di rumah sakit, trauma dan riwayat penyakit yang dulu. 5. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga (tanya apakah ada yang menderita hepatitis, kanker hati, ), penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan.



B. PEMERIKSAAN FISIK 2,3 Pemeriksaan pada hepatitis umumnya dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. a. Inspeksi : melihat apakah kulit pasien dan mata (sclera) pasien menguning, apakah terdapat vena superficial yang melebar, caput medusa, spider nevi yang biasanya muncul di daerah dada dan bahu, apakah ada kemerahan di telapak tangan (Palmaris eritema)



yang disebabkan oleh ekspansi di pembuluh darah superficialis, pembengkakan pada kaki, dan apakah perutnya membesar oleh karena adanya cairan. b. Palpasi : merasakan suhu tubuh pasien dan mengukurnya apakah pasien mengalami demam, merasakan bagian kanan atas perut pasien untuk melihat apakah hati atau limpa yang ,membesar, konsistensi hepar, permukaan, tepi, dan tanda nyeri tekan, melakukan Murphy sign, merasa kelenjar di leher, bawah lengan, dan di pangkal paha untuk melihat apakah terdapat pembengkakan karena 10-20% terjadi pembengkakan kelenjar getah bening. c. Perkusi : menentukan batas paru hati dan peranjakan hati. d. Auskultasi : pasien diperiksa pada posisi terlentang. Jika pasien dengan pelebaran vena superficial atau caput medusa, maka dilakukan auskultasi pada daerah abdomen pasien untuk mendeteksi dengung atau bising vena abdomen. Jika terdapat pembesaran hepar, auskultasi kuadran kanan atas untuk mendeteksi bruit dari arteri hepatic. Dan auskultasi daerah kuadran kanan atas untuk mendeteksi friction rub hati atau bunyi gesekan hati yang terdengar seperti kita menggosokkan jari kita di dekat telinga. Ketiga bunyi tersebut digunakan untuk mengetahui kemungkinan dan membantu diagnostic hipertensi portal, sirosis hati, hepatitis alkoholik, kanker primer atau metastasis.



C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 4,5 Beberapa tes laboratorium ( darah ) dipakai terkait hepatitis C (HCV). Tes ini termasuk tes fungsi hati, viral load HCV, tes genotipe, tes genetik IL28B, dan tes pembekuan darah. Tes Fungsi Hati Tes laboratorium yang di sebut



“ tes fungsi hati” tidak mengukur bagaimana hati



berfungsi. Sebaliknya, tes tersebut mengukur tingkat enzim yang ditemukan di jantung, hati, dan otot. Enzim adalah protein yang terkait dengan reaksi kimia dalam organisme hidup. Lihat Lembaran Informasi (LI) 135 untuk informasi lebih lanjut mengenai tes fungsi hati. Tingkat enzim yang tinggi dapat menunjukkan kerusakan pada hati yang disebabkan oleh obat, asupan alkohol yang berat, hepatitis virus, asap beracun atau penggunaan narkoba. Hasil tes enzim hati dapat sulit ditafsirkan. Orang dengan kerusakan hati yang berat kadang kala memiliki tingkat enzim hati yang normal. Pola yang berbeda dari enzim ini ialah ketika ada yang tinggi dan yang



lain tetap normal, adalah bagian dari informasi yang dipakai oleh dokter memakai untuk memantau kesehatan hati.



Tes fungsi hati termasuk :  Albumin adalah protein yang paling umum dalam darah. Hal ini penting untuk pengalihan cairan tubuh secara benar. Albumin membantu memindahkan molekul kecil di seluruh tubuh. Karena albumin dibuat oleh hati, penurunannya mungkin merupakan tanda penyakit hati, penyakit ginjal, atau gizi buruk.  ALT (alanin aminotransferase, dulu dikenal sebagai SGPT) dipakai bersamaan dengan AST untuk memantau kesehatan hati. Kadang kala ALT dipakai untuk melihat apakah pengobatan berhasil memperbaiki fungsi hati.  AST (aspartat aminotransferase, dulu dikenal sebagai SGOT) biasanya dipakai dengan ALT untuk memantau kesehatan hati.  Bilirubin adalah cairan berwarna kuning yang dihasilkan ketika sel darah merah menjadi rusak. Tingkat bilirubin yang tinggi dapat menyebabkan



ikterus (penyakit kuning), yang



menyebabkan bagian putih mata dan kadang kala kulit menjadi berwarna kuning. Tingginya tingkat bilirubin dapat menandakan penyakit hati, tapi mungkin juga tidak penting jika disebabkan oleh obat antirertroviral (ARV) indinavir atau atazanavir.  Fosfatase alkalin. Sel hati yang rusak mengeluarkan jumlah fosfatase alkali yang meningkat ke aliran darah. Tingkat yang tinggi juga bisa menandakan penyakit tulang.  Feritin adalah protein yang mengikat pada zat besi. Tingkat feritin atau zat besi dalam darah yang tinggi dapat menandai pengumpulan zat besi (hemokromatosis) atau penyakit hati lain.  GGT (gamma glutamil transpeptidase). Hasil tes ini dapat menunjukkan apakah hasil tes abnormal yang lain disebabkan oleh masalah hati atau masalah tulang. Bila AST dan ALT tidak meningkat, tes GGT mungkin dilakukan untuk membantu menentukan apakah sumber fosfatase alkali tinggi adalah kelainan tulang atau penyakit hati. Tingkat GGT meningkat dengan konsumsi alcohol yang berat.  LDH (laktik dehidrogenase) adalah enzim ditemukan dalam banyak jaringan tubuh. Peningkatan tingkat LDH biasanya menunjukkan beberapa jenis kerusakan jaringan. Tes ALT, AST, dan fosfatase alkali membantu menentukan organ yang mana terlibat.



Tes Viral Load Tes viral load HCV menghitung berapa banyak bibit virus hepatitis C (HCV) dalam darah. Tes ini mirip dengan tes viral load HIV tetapi ada beberapa perbedaan penting: 



Viral load HCV diukur dalam satuan internasional per mililiter (IU/mL). Satu IU adalah sekitar tiga tiruan (copy) HCV.







Viral load HCV jauh lebih tinggi dibandingkan viral load HIV. Viral load HCV dapat mencapai beberapa juta IU. Viral load HCV di bawah 400.000 sampai 600.000 IU dianggap rendah.







Viral load HIV dipakai untuk meramalkan perkembangan penyakit. Namun, hal ini tidak dibenarkan untuk viral load HCV. Viral load HCV yang tinggi tidak menunjukkan bahwa penyakit berkembang lebih cepat. Namun, viral load HCV dapat meramalkan tanggapan terhadap pengobatan HCV: semakin rendah viral load, semakin mungkin pengobatan HCV akan berhasil.







Viral load dipakai untuk menentukan apakah pengobatan HCV berhasil, dan seberapa cepat viral load menjadi tidak terdeteksi. Bila viral load menjadi tidak terdeteksi selama pengobatan HCV dan tetap begitu selama enam bulan setelah pengobatan selesai, hal ini di sebut sebagai sustained virologic response atau SVR. Bila kita mencapai SVR, umumnya hasil ini tetap dialami selama sepuluh tahun atau lebih, dan dianggap penyembuhan.



Tes Genotipe HCV Ada lebih dari enam tipe HCV, yang diidentifikasi oleh nomo r. Ada juga subtipe, yang diidentifikasi oleh huruf. Contohnya , ada genot ipe 1a dan 1b. Genotipe HCV ditentukan dengan menganalisis contoh darah untuk mengetahui kode genetik virus. Tipe HCV yang paling umum di Amerika Utara adalah genotype 1, jauh lebih lazim daripada genotipe 2 dan 3. Tampaknya keadaan genotipe juga mirip di Indonesia. Genotipe dan subtipe HCV memberikan informasi yang penting pada dokter untuk memilih pengobatan. Misalnya, genotype 2 dan 3 paling mudah diobati dengan interferon.



Tes Genetik IL28B Para peneliti baru-baru ini menemukan hubungan antara kode genetik pasien dan tanggapannya terhadap pengobatan yang baku. Kode genetik dari sekelompok besar pasien dengan HCV genotipe 1 dianalisis. Pasien dengan jenis gen IL28B yang tertentu lebih dari dua kali lebih mungkin menanggapi pengobatan HCV baku dengan interferon dan ribavirin secara baik. Tes IL28B mungkin akan menjadi alat penting untuk memandu pengobatan HCV. Tes Pembekuan Darah Beberapa tes mungkin akan dipakai jika kita akan melakukan biopsi hati. Dengan biopsi, ada risiko perdarahan. Tes pembekuan darah mengukur seberapa cepat darah membentuk pembekuan, yang menghentikan perdarahan. Nilai abnormal pada tes ini mungkin menandakan penyakit hati lanjut. o PT/INR (Prothrombin Time dan International Normalized Ratio) adalah tes pembekuan darah yang paling umum. Contoh kecil darah dites di laboratoriumuntuk menentukan dibutuhkan berapa lama untuk membentuk pembekuan. o Hitung Trombosit (Platelet Count) menunjukkan jumlah trombosit dalam darah. Orang dengan penyakit hati lanjut mungkin memiliki lebih sedikit trombosit dan mungkin lebih cenderung berdarah setelah biopsi hati. Uji Serologi Bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap VHC. Untuk menunjukkan adanya infeksi yang terjadi baik pada waktu yang lampau maupun padasaat sekarang yaitu dengan menentukan antibodi terhadap VHC, dengan cara enzymeimuno-assay (EIA) dan sebagai tes konfirmasi dipakai cara recombinant immunoblot  assay  (RIBA). Setelah terpapart VHC terdapat periode yang belum terjadi reaksi serologi yang disebut sebagai window period. 1. Enzymeimuno-assay (EIA), antigen yang digunakan untuk deteksi dengan cara ini adalah antigen C-100 dan beberapa antigen non-struktural (NS 3,4 dan 5) sehingga tes ini menggunakan poliantigen dari VHC. Antibody terhadap VHC dapat dideteksi pada minggu ke 4-10 dengan sensitivitas 99% dan spesifitas lebih dari 90%. Negative palsu dapat terjadi pada pasien dengan HIV, gagal ginjal, atau pada krioglobulinemia.



2. recombinant immunoblot  assay  (RIBA), dulu digunakan untuk tes konfirmasi pada pasien dengan anti-HCV positif dengan EIA. Uji Molekuler Bertujuan untuk mendeteksi adanya genom RNA VHC. Amplifikasi sekuens (deretan) asam nukleotida VHC dengan cara PCR (polymerase  chain  reaction), merupakan cara untuk mendeteksi adanya virus. PCR dapat mendeteksi adanya RNA VHC pada 1 – 3 minggu setelah inokulasi , merupakan cara terbaik untuk diagnosis infeksi VHC. Pemeriksaan HCV RNA PCR terdiri dari pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. PCR kualitatif dapat mengetahui keberadaan virus hepatitis C dalam darah (viremia). Sedangkan PCR kuantitatif dapat mengetahui jumlah virus dalam darah, sehingga dapat menentukan apakah perlu diberikan pengobatan dengan antivirus atau tidak. Namun, jumlah virus dalam darah (viral load) tidak berhubungan dengan beratnya penyakit.



Radiografi Hanya dengan penggunaan X-Ray dapat menemukan pembesaran liver dengan menempatkan X-Ray tepat diatas bagian abdominal



WORKING DIAGNOSIS 6,7 Diketahui sekitar 75 persen orang yang terinfeksi hepatitis C tidak memiliki gejala saat pertama kali didiagnosis, dan 25 persen sisanya mengeluh kelelahan, kehilangan nafsu makan, nyeri otot atau demam. Sedangkan kondisi kulit dan mata yang menguning jarang terjadi pada tahap awal infeksi. Infeksi hepatitis C akan menjadi kronik pada 70-90% kasus dan sering kali tidak menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hari berjalan terus. Hilangnya VHC setelah terjadi kerusakan hati berjalan terus. Hilangnya VHC setelah terjadi hepatitis kronik sangat jarang terjadi. Diperlukan waktu 20-30 tahun untuk terjadinya sirosis hati yang akan terjadi pada 15-20% pasien hepatitis C kronik. Kerusakan hati akibat infeksi kronik tidak dapat tergambar pada pemeriksaan fisis maupun laboratorium kecuali bila sudah terjadi sirosis hati. Pada pasien dimana ALT selalu



normalm 18-20% sudah terdapat kerusakan sel hati yang bermakna, sedangkan diantara pasien dengan peningkatan ALT, hampir semuanya sudah mengalami kerusakan hati sedang sampai berat. Biasanya diagnosis awal dari hepatitis C diketahui melalui pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya peningkatan kadar enzim di hati, tanda kerusakan hati yang menjadi petunjuk pertama kemungkinan adanya infeksi. Namun manifestasi klinis hepatitis C yang tidak spesifik dan sering kali asimtomatik, mengakibatkan infeksi VHC sulit untuk dideteksi, apalagi untuk membedakan hepatitis tipe lainnya. Maka diperlukan diagnosis hepatitis C dengan bantuan pemeriksaan biokimia dan serologi. Diagnosis hepatitis C berdasarkan pemeriksaan laboratorium yaitu Anti HCV dengan metode enzyme immunoassay (EIA) untuk mendeteksi antibodi terhadap hepatitis C. Sedangkan untuk konfirmasi diagnosis dilakukan pemeriksaan HCV RNA dengan metode PCR.



DIAGNOSIS DIFFERENTIAL 8,9 Hepatitis A Penularan : rute orofekal; makanan, air, susu dan kerang yang tercemar; pusatperawatan harian dalam keadaan terjangkit wabah. Inkubasi : 2-6 minggu Kronis : tidak ada Diagnosis : hepatitis akut = 1gM anti-HAV (+); pernah terpajan = anti-HAV(+), 1gM anti HAV-



Hepatitis B Penularan : perkutaneus, seksual, perinatal Inkubasi : 2-6 bulan Sindrom ekstrahepatik : poliartritis nodosa, glomerulonefritis membranosa Kronisitas : < 10% Serologi :HbsAg : muncul sebelum gejala; digunakan untuk skrining pendonor darahHbeAg : bukti replikasi virus dan ↑infektivitas.



IgM anti-HBc : Antibodi yang pertama kali muncul : menunjukkan infeksi akut IgG anti-HBc : menunjukkan infeksi HBV sebelumnya (HbsAg-) atau infeksi HBV yang sedang berlangsung (HbsAG +) Anti-HBe : menunjukkan penghentian replikasi virus, infektivitas ↓ Anti-HBs : menunjukkan resolusi penyakit akut dan kekebalan (petanda tunggal setelah vaksinasi) HBV DNA : muncul dalam serum yang berhubungan dengan replikasi virusaktif di dalam hepar Diagnosis Diagnosis Hepatitis akut Riwayat pajanan Hepatitis kronis Imunisasi



HBsAg + + -



Anti-HBs + +/+



Anti-HBc IgM IgG IgG -



Penatalaksanaan untuk penyakit kronis (HbsAg (+), HBV DNA (+), ALT) IFN-α-2b atau lamuvidine hilangnya petanda replikasi virus dan normalisasi uji fungsi hepar pada 20 40%.Transplantasi hepar : 80-100% reinfeksi dan hasilnya sering buruk kecuali bila diberikan HBIG atau lamuvidine.



Hepatitis D Penularan : perkutaneus atau seksual Patogenesis : memerlukan fungsi pembantu infeksi HBV untuk menimbulkan baik infeksi spontan maupun superimposisi Perjalanan penyakit : hepatitis yang lebih berat, perubahan ke arah sirosisyang lebih cepat Diagnosis : anti-HDV



Hepatitis E Penularan : oro-fekal; wisatawan ke Pakistan, India, Asia Tenggara, Afrika,dan Meksiko. Perjalanan penyakit : hepatitis akut dengan mortalitas yang meningkat (10-20%) selama kehamilan. Diagnosis : IgM anti-HEV (melalui CDC) Hepatitis G



Family flavivirus Penularan : hubungan seksual dan darah Peerjalanan penyakit : belum jelas hubungannya dengan penyakit hati tetapi dapat menyebabkan infeksi kronik puluhan tahun, 60-70% sembuh sendiri dengan antibody (+) Diduga mempengaruhi replikasi HIV



Hepatitis Alkoholik  Kadar aminotransferase biasanya < 300-500 dengan rasio AST : ALT > 2 : 1,sebagian karena adanya defisiensi B6 yang terjadi bersamaan. Pengobatan : diindikasikan jika fungsi diskriminan > 32 atau ensefalopati (tanpa GIB atau infeksi) Fungsi diskriminan = [4,6 x (PT-kontrol)] + bilirubin total (mg/dl) Prednison 40 mg per oral 4 kali sehari selama 1 bulan



Hepatotoksisitas Asetaminofen Patofisiologi : metabolisme normal melalui glukuronidasi dan sulfas → metabolit nontoksis;Over dosis → hidroksilasi N oleh sitokrom P450 → senyawa reaktif elektrofilik yang disimpan oleh glutation sampai jenuh → hepatotoksisitas. Pengobatan : N-asetilsestein : diberikan sampai 36 jam setelah konsumsi obatjika kadar asetaminofen sudah ↓ (sehingga kadar puncak tidak diketahui). Regimen : dosis pembebanan 140 mg/kg setiap 4 jam sebanyak 17 kali dosis tambahan



ETIOLOGI 10 VHC merupakan virus RNA yang digolongkan dalam flavivirus bersama-sama dengan virus hepatitis G, yellow fever, dan dengue. Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui transfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapar dengan sirkulaasi darah. Virus VHC yang ada dialam darah ini kemudian akan menyerang sel-sel hati dan mungkin juga sel limfosit B melalui reseptor yang mungkin sekali serupa dengan CD81 yang terdapat di sel-sel hati maupun limfosit sel B atau reseptor LDL (LDLR). Setelah menempel pada sel hati, virus melakukan penetrasi kemudian ketika berada di dalam sitoplasma VHC akan melepaskan selubung virusnya dan RNA virus siap untuk



melakukan translasi protein dan kemudian replikasi RNA. Struktur gen VHC adalah sebuah RNA rantai tunggal, positif sepanjang kira-kira 10.000 pasang basa deengan daerah open reading form (ORF) diapit oleh susunan nukleotida yang tidak ditranslasikan (untranslated region atau UTR) pada masing-masing ujung 5’ dan 3’. Kedua ujung gen VHC tidak ditranslasikan ini diketahui sangat terjaga (conservede) sehingga saat ini dipakai untuk identifikasi adanya infeksi VHC, terutama pada ujung 5’. Regio ini juga sedang diteliti untuk digunakan dalam terapi hepatitis C karena berperan dalam replikasi virus. Translasi protein VHC dilakukan oleh ribosom sel hati yang akan mulai membaca RNA VHC dari satu bagian spesifik (internal ribosom entry site atau IRES) yang terdapat di regio 5’ UTR. Daerah ORF akan menghasilkan satu poliprotein yang terdiri dari 3011 asam amino. Asam-asam amino yang dihasilkan ORF ini akan diproses oleh peptidase sel hati untuk proteinprotein struktural VHC (dari core dan envelope) dan protease-protease dikode oleh VHC untuk protein-protein regulator dari regio nonstruktural (NS region). Sampai saat ini telah dikenal 3 macam protein struktural (core, E1 dan E2) maupun 7 protein non-struktural (atau protein regulator) yaitu: NS2, NS3, p7, NS4a, NS5a, dan NS5b. Protein core dalam proses pengemasan virus setelah keluar dari sel akan membungkus RNA VHC rantai tunggal yang positif di retikulum endoplasma. Protein ini juga ditemukan dalam nukleus sel hati dan mungkin bertanggung jawab dalam timbulnya kerusakan sel hati atau dalam fungsi penekanan imunoregulasi dan apoptosis sel hati yang terinfeksi VHC. Dua bagian dari regio E2 dikenal sebagai hypervariable region (HVR1 dan HVR2) karena susunan nukleotidanya sangat bervariasi dan merupakan hasil interaksi antara regio E2 juga mentranslasikan CD81 yang juga berperan sebagai reseptor virus untuk infeksi ke dalam sel. Antibodi terhadap protein E2 ini dapat protektif pada percobaan dengan simpanse. Regio E2 ini memuat sequence yang identik dengan tempat fosforilasi protein kinase interferon (PKR) yang mungkin berperan dalam kerentanan VHC terhadap terapi interferon. Regio NS2, NS3 dan NS4a menghasilkan protease, NS3 menghasiilkan helikase dan NS5b menghasilkan RNA-dependent RNA polymerase. Di antara regio NS2 dam E terdapat regio yang menghasilkan protein p7 yang diduga berfungsi sebagai saluran (chanel) ion di membran selular. Bagian dari regio NS5A juga ditengarai mempunyai hubungan dengan keberhasilan terapi



dengan interferon sehingga disebut sebagai interferon sensitivity determining region (ISDR) walaupun hal ini masih kontroversial. VHC bereplikasi melalui RNA-dependent RNA polymerase yang akan menghasilkan saluran RNA virus tanpa mekanisme proof-reading (mekanisme yang akan menghancurkan salinan nukleotida yang tidak persis sama dengan aslinya). Keadaan ini mengakibatkan timbulnya banyak salinan-salinan RNA VHC yang sedikit berbeda namun masih berhubungan satu sama lain pada seorang pasien yang disebut sebagai quasispecies. Perbedaan nukleotida diantara quasispecies tidak lebih dari 10% namun menimbulkan masalah pada pengenalan sistem imunologik pasien terhadap virus ini karena perbedaan struktur antigen yang diekspresikan oleh VHC. Kecepatan replikasi VHC sangat besar, melebihi HIV maupun VHB. Data yang ada menunjukkan replikasi VHC terjadi dalam sitoplasma sel hati dengan membuat salinan RnA negatif sementara yang dilakukan oleh RNA-dependent RNA polymerase, protein yang dikode oleh regio NS5b pada gen VHC. Melalui salinan RNA negatif ini dibuat salinan-salinan RNA positif. Untuk kegiatan replikasi ini, VHC memerlukan semua aktivitas enzim-enzimnya, gen p7 dan susunan ujung 3’ yang tepat. Untai ganda RNA ini akan diurai oleh helikase VHC (hasil translasi NS3) dan dalam proses pengeluaran virus dari sel, rantai RNA positif tunggal yang dimasukkan dalam protein C (core) dan E (envelope). Susunan gen-gen yang berbeda pada regio 5’ UTR, core maupun NS5b diketahui dapat menggolongkan VHC dalam beberapa genotipe dan subtipe. Genotipe dipisahkan oleh perbedaan susunan gen lebih kurang 30% sedangkan subtipe dipisahkan oleh perbedaan susunan gen 30% sedangkan subtipe dipisahkan oleh perbedaan susunan gen 80%) dan pasien hemodialisis (70%). VHC didapatkan pada saliva pasien tetapi infeksi VHC melalui saliva dan kontak-kontak lain dalam rumah tangga diketahui sangat tidak efisien untuk tejadinya infeksi dan transmisi VHC sehingga amat jarang ditemukan adanya transmisi VHC melalui hubungan dalam rumah tangga.



KELOMPOK RESIKO TINGGI 11,12 Angka kejadian HCV akan lebih tinggi pada kelompok resiko tinggi.Berdasarlaporan hasil penelitian, diperoleh dara mereka yang dapatdigolongkan kelompok resiko tinggi ialah : 1. Penerima tranfusi darah atau produk darah (resipen). 2. Yang sering menggunakan obat-obat intravena (intravena drug users/ab-users). 3. Tenaga medis/paramedis yang sering kontak dengan darah atau komponen darah.



4. Menerima perawatan hemodialisis untuk jangka waktu yang panjang 5. Dilahirkan untuk wanita dengan infeksi hepatitis C 6. Menerima transfusi darah atau transplantasi organ



PATOFISIOLOGI 13 Kerusakan sel hati akibat VHC atau partikel virus secara langsung masih belum jelas mekanismenya. Namun beberapa bukti menunjukkan adanya mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Protein core misalnya diduga dapat menimbulkan reaksi perlepasan radikal oksigen dari mitokondria. Selain itu, protein ini diketahui pula mampu berinteraksi pada mekanisme signalling dalam inti sel terutama berkaitan dengan penekanan regulasi imunologik dan apoptosis. Adanya bukti-bukti ini menyebabkan kontroversi apakah VHC bersifat sitotoksik atau tidak. Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relatif lemah masih mampu mengakibatkan terjadinya kerusakkan sel-sel hati dan melibatkan virus maupun menekan evolusi genetik VHC sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus. Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan aktivitas limfosit sel T-helper (Th) spesifik VHC. Adanya pergeseran dominasi aktivasi Th1 menjadi Th2 berakibat pada reaksi toleransi dan melemahnya respons CTL. Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflmasi seperti TNF-α, TGFβ1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivasi sel-sel stelata di ruang disse hati. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan “tenang” (quiscent) kemudian berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan sirosis hati.



GEJALA KLINIS 13,14 Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanya bergejala minimal. Hanya 20-30% kasus yang menunjukkan tanda-tanda hepatitis akut 7 – 8 minggu (berkisar 2 – 26 minggu) setelah terjadinya paparan. Tanda dan gejala : 



Malaise.







Jaundice (kulit atau mata menjadi kuning), jarang terjadi.







Fatigue (lelah).







Loss of appetite (anorexia/hilang selera makan).







Nausea and vomiting (mual dan muntah).







Low-grade fever (demam rendah).







Pale or clay colored stools (pucat).







Dark urine (urine menjadi gelap).



Hepatitis C Akut Masa inkubasi VHC sekitar 7 minggu (3 – 20 minggu). Manifestasi y a n g tidak spesifik menyebabkan diagnostik VHC akut sulit ditegakkan tanpa pemeriksaan serologis. 4 – 12% dengan gejala klinis beerupa malaise, nausea, nyeri perut kwadran kanan atas yang diikuti dengan urin berwarna tua dan ikterus. Gambaran histopatologi VHC akut yaitu adanya pembengkakan atau nekrosis sel hati, infiltrasi sel mononuklear atau terjadinya kolestasis.Setelah beberapa minggu kadar serum alanin amino transferase (ALT) meningkat diikuti dengan timbulnya gejala klinis. Hampir semua pasien (lebih dari 80%) terjadi peningkatan sementara ALT dengan puncaknya lebih besar dari 10 kalin o r m a l , t e t a p i h a n y a 1 / 3 n y a y a n g t e r d a p a t g e j a l a k l i n i s a t a u i k t e r u s , s e d a n g k a n sisanya tanpa ikterus dan gejala subklinis. Lamanya sakit berlangsung 2-12 minggu,bila sembuh maka RNA VHC tidak ditemukan lagi dalam beberapa minggu dan nilaiALT akan kembali normal.



Hepatitis C akut menurut waktu timbulnya gejala klinis, RNA VHC, nilai ALT dan anti VHC



Sumber : http://www.scribd.com/doc/51290434/Virus-Hepatitis-C-HCV



Hepatitis C Kronis Manifestasi klinis hepatitis C kronis tidak spesifik dan sering bersifat asimtomatik, sehingga sering tidak terdeteksi. Gejala klinis yang paling sering ditemukan adalah rasa lelah. Gejala klinis seperti anoreksia, nausea, nyeri perut daerah kuadran atas kanan, urine warna tua dan gatal-gatal juga dapat ditemukant erutama pada kasus-kasus yang berat. Manifestasi klinis fase akut akan menghilang, tetapi kadar ALT tetap tinggiatau berfluktuasi dan RNA VHC masih dapat ditemukan. Sedangkan anti VHC yangpositif dapat terjadi baik pada infeksi akut maupun kronis. Telah dilaporkan adanya anti VHC yang persisten selama lebih dari 10 tahun, setelah RNA VHC tidak ditemukan lagi dalam serum penderita.



Hepatitis C kronis, waktu ditemukan RNA VHC,Anti-VHC dan nilai ALT



Sumber : http://www.scribd.com/doc/51290434/Virus-Hepatitis-C-HCV



Pada hepatitis C kronis terdapat 3 bentuk kelainan histopatologis y aitu,



hepatitis kronis aktif, hepatitis kronis persisten dan hepatitis kronis lobuler.



Ditemukannya



nekrosis



piecemeal dan



nekrosis



lobuler



merupakan



faktor



prediksiprogresifitas dan derajat beratnya penyakit.



Hepatitis Fulminan Hepatitis C akut dapat berlanjut menjadi hepatitis fulminan walaupun sangat jarang. Terjadinya hepatitis fulminan karena respons CD4 + CTL terhadap hepatosit yang terinfeksi VHC menyebabkan lisis hepatosit dan pengeluaran enzim transaminase yang masif



PENATALAKSANAAN 15 a. Medikamentosa Alpha Interferon Terapi untuk hepatitis C kronis telah berkembang terus sejak interferon alpha pertama kali disetujui untuk digunakan dalam penyakit ini lebih dari 15 tahun yang lalu. Pada saat ini, rejimen yang optimal tampaknya menjadi 24 - atau 48 minggu saja dari kombinasi pegylated interferon alfa dan ribavirin. Alpha interferon adalah protein host yang dibuat sebagai respons terhadap infeksi virus dan memiliki aktivitas antivirus alami. Bentuk rekombinan alfa interferon telah diproduksi, dan beberapa formulasi (alfa-2a, alfa-2b, interferon konsensus) yang tersedia sebagai terapi untuk hepatitis C. Bentuk-bentuk standar interferon, bagaimanapun, sekarang digantikan oleh pegylated interferon (peginterferon) . Peginterferon adalah alpha interferon yang telah dimodifikasi secara kimiawi dengan penambahan molekul inert besar polietilen glikol. Pegilasi perubahan penyerapan, distribusi, dan ekskresi interferon, memperpanjang waktu paruhnya. Peginterferon dapat diberikan sekali seminggu dan menyediakan tingkat yang lebih konstan interferon dalam darah, sedangkan interferon harus diberikan beberapa kali seminggu dan memberikan tingkat intermiten dan



berfluktuasi. Selain itu, peginterferon lebih aktif daripada interferon standar dalam HCV menghambat dan hasil yang lebih tinggi tingkat tanggapan yang bertahan dengan efek samping yang serupa. Karena kemudahan administrasi dan kemanjuran yang lebih baik, peginterferon telah menggantikan interferon standar baik sebagai monoterapi dan sebagai terapi kombinasi untuk hepatitis C. Ribavirin Ribavirin adalah agen antivirus oral yang memiliki aktivitas terhadap berbagai virus. Dengan sendirinya, ribavirin memiliki dampak kecil pada HCV, tetapi menambahkan ke interferon meningkatkan tingkat respon ditopang oleh 2 - untuk 3-kali lipat. Untuk alasan ini, terapi kombinasi sekarang direkomendasikan untuk hepatitis C, dan interferon monoterapi hanya diterapkan jika ada alasan tertentu untuk tidak menggunakan ribavirin. Kombinasi Terapi Terapi kombinasi mengarah ke perbaikan cepat kadar ALT serum dan hilangnya RNA HCV yang terdeteksi pada sampai dengan 70 persen pasien. Namun, perbaikan jangka panjang pada hepatitis C terjadi hanya jika RNA HCV menghilang selama terapi dan tetap tidak terdeteksi setelah terapi dihentikan. Di antara pasien yang menjadi RNA HCV negatif selama pengobatan, beberapa akan kambuh ketika terapi dihentikan. Tingkat relaps lebih rendah pada pasien yang diobati dengan terapi kombinasi dibandingkan dengan monoterapi. Jadi, kursus 48 minggu terapi kombinasi menggunakan peginterferon dan ribavirin menghasilkan tingkat tanggapan yang bertahan sekitar 55 persen. Sebuah kursus serupa monoterapi peginterferon menghasilkan tingkat tanggapan yang bertahan hanya 35 persen. Sebuah respon dianggap "berkelanjutan" jika RNA HCV tidak terdeteksi selama tetap 6 bulan atau lebih setelah menghentikan terapi. Dosis Dua bentuk peginterferon telah dikembangkan dan dipelajari dalam uji klinis besar: peginterferon alfa-2a (Pegasys: Hoffman La Roche, Nutley, NJ) dan peginterferon alfa-2b (PegIntron: Schering-Plough Corporation, Kenilworth, NJ). Kedua produk yang kira-kira setara dalam keberhasilan dan keamanan, tetapi memiliki rejimen dosis yang berbeda.







Peginterferon alfa-2a diberikan subkutan dengan dosis tetap 180 mikrogram (mcg) per minggu.







Peginterferon alfa-2b diberikan subkutan mingguan dengan dosis berdasarkan berat badan dari 1,5 mcg per kilogram (kg) per minggu (dengan demikian dalam kisaran 75 sampai 150 mcg per minggu).



Ribavirin adalah obat oral, diberikan dua kali sehari dalam kapsul 200-mg untuk dosis total harian berdasarkan berat badan. Dosis standar ribavirin adalah 1.000 mg untuk pasien yang beratnya kurang dari 75 kg (165 pon) dan 1.200 mg untuk mereka yang berbobot lebih dari 75 kg. Dalam situasi tertentu, dosis 800 mg (400 mg dua kali sehari) Efek Samping Pengobatan Efek samping yang umum dari alfa interferon dan peginterferon (terjadi di lebih dari 10 persen pasien) termasuk 



kelelahan







nyeri otot







sakit kepala







mual dan muntah







iritasi kulit di tempat injeksi







demam







berat badan







sifat lekas marah







depresi







tulang ringan penekanan sumsum







rambut rontok (reversibel)



Ribavirin juga menyebabkan efek samping, dan kombinasi pada umumnya kurang baik ditoleransi daripada monoterapi peginterferon. Efek samping yang paling umum ribavirin yang 



anemia







kelelahan dan lekas marah







gatal







ruam kulit







hidung tersumbat, sinusitis, dan batuk



Efek samping jarang interferon alpha, peginterferon, dan terapi kombinasi (terjadi dalam waktu kurang dari 2 persen pasien) termasuk 



Penyakit autoimun (terutama penyakit tiroid)







parah infeksi bakteri







ditandai trombositopenia







ditandai neutropenia







kejang







depresi dan bunuh diri atau usaha







retinopati (microhemorrhages)







gangguan pendengaran dan tinnitus



b. Non medikamentosa Pasien dengan hepatitis C kronis harus diberi rekomendasi standar mengenai gaya hidup sehat dan diet. Mempertahankan berat badan yang normal mungkin sangat menguntungkan baik dalam mencegah perkembangan hepatitis C dan meningkatkan kemungkinan respon terhadap terapi antivirus. Penggunaan alkohol harus berkecil hati terutama pada pasien dengan riwayat ketergantungan atau penyalahgunaan. Sementara penggunaan alkohol sederhana tidak mungkin merugikan pada pasien dengan ringan sampai sedang hepatitis C, pantang harus direkomendasikan selama terapi antiviral dan untuk pasien dengan sirosis. Pasien dengan hepatitis C kronis harus ditawarkan vaksinasi terhadap hepatitis A dan B dan skrining antibodi terhadap hepatitis A virus dan virus hepatitis B sebelum vaksinasi sering tepat. Akhirnya, pasien dengan hepatitis C harus memperingatkan terhadap penggunaan semua resep lain tetapi yang paling penting dan over-the-counter obat. Perhatian terutama harus diberikan pada penggunaan



obat herbal yang sering diiklankan sebagai membantu hati, sebagaimana mereka kadang-kadang dapat menyebabkan kerusakan yang cukup besar. Akhirnya, pasien dengan sirosis karena hepatitis C harus menjalani skrining dan surveilans untuk varises esofagus dan karsinoma hepatoseluler.



KOMPLIKASI 16 Infeksi hepatitis c yang terus selama bertahun-tahun dapat menimbulkan komplikasi yang signifikan, seperti : 1. Parut pada jaringan hati (sirosis) Setelah 20 sampai 30 tahun infeksi hepatitis C, sirosis dapat terjadi. Sirosis adalah keadaan hati yang sudah mengalami fibrosis dan pemebntuka jaringan parut yang difus di hati. Jaringan hati normal digantikan oleh nodus nodus fibrosa yang keras serta pita-pita fibrosa yang mengerut dan mengelilingi hepatosit. Arsitektur dan fungsi hati normal terganggu.



http://www.mayoclinic.com/images/image_popup/r7_normcirrhosis.jpg



Sebuah hati yang normal (kiri) tidak menunjukkan tanda-tanda jaringan parut. Pada sirosis (kanan), jaringan parut menggantikan jaringan hati normal. Sirosis hati terjadi sebagai respon terhadap cedera sel hati yang berulang dan reaksi peradangan yang ditimbulkannya. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis, obstruksi



saluran empedum yang menyebabkan penimbunanan empedu di kanalikulusa dan pecahnya kanalikulus dan cedera hepatosit akibat toksin. Angiotensin II (AII) dijumpai berperan pada pembentukan sirosis. Meski dalam keadaan normal terlibat dalam perbaikan jaringan hati, dalam beberap kondisi, AII merangsang peradangan dan pembentukan kolagen.



2. Kanker hati Kanker hati biasanya ditemui pada pasien yang pernah mengidap hepatitis B dan hepatitis C atau penyakit hati kronis. Kanker hati primer merupakan kanker hati yang berasal dari hepatosit (karsinoma hepatoseluler) atau dari duktus empedu (kolangiokarsinoma). Semua jenis kanker hati memiliki prognosis yang sangat buruk, sehingga sering kali dihubungkan dengan kekambuhan kanker intrahepatik. Angka bertahan hidup lebih dari 5 tahun pada orang yang menderita kanker hati adalah kurang dari 5%.



http://www.mayoclinic.com/images/image_popup/mcdc7_liver_cancer.jpg



Kanker hati dimulai di sel-sel hati. Bentuk paling umum dari kanker hati dimulai di sel yang disebut hepatosit dan disebut karsinoma hepatoseluler. 3. Gagal Hati Gagal hati merupakan hasil akhir akibat dari semua penyakit hati yang parah dan ganas. Gagal hati dapat terjadi setelah infeksi HCV stadium rendag menahun atau dapat terjadi tiba-tiba disertai awitan HBV fulminan. Gagal hati akut juga dapat terjadi setelah overdosis obat-obat tertentu. Gagal hati adalah suatu sindrom kompleks yang ditandai oleh gangguan pada banyak organ dan fungsi tubuh, dua keadaan yang terkait dengan gagal hati adalah ensefalopati hepatika dan sindrom hepatorenal.



4. Ensefalopati Hepatik Suati syndrome neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. 5. Sindrom Hepatorenal Sindrom hepatorenal merupakan timbulnya gagal ginjal yang berkaitan dengan penyakit hati stadium lanjut. Penyebab terjadi sindrom hepatorenal yang tersering adalah karena pendarah varises yang cukup banyak sehingga terjadi kolaps vaskular dan syok. Syok mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah hinjal yang dapat merusak ginjal secara ireversibel. Penurunan aliran darah ke ginjal secara ireversibel. Penurunan aliran darah ke ginjal juga dapat terjadi akibat vasokonstriksi perifer yang timbul karena response terhadap asites dan penimbunan cairan intestisium, akhirnya, terjadi penimbunan berbagai toksin yang secara spesifik merusak ginjal karena hati yang sakit tidak dapat melakukan biotransformasi atau detoksifikasi secara adekuat.



6. Varises Esofagus Terjadi karena hipertensi portal, bila sudah pecah terjadi perdarahan yang menyebabkan kematian.



Sumber: http://1.bp.blogspot.com/_oIJP\/62v9BUa9WYY/s200/ans7_esphogeal_varices.jpg



7. Komplikasi yang tidak melibatkan hati berkembang dalam 1 sampai 2 persen orang dengan hepatitis C; yang paling umum adalah cryoglobulinemia, yang ditandai dengan 



ruam kulit, seperti purpura, vaskulitis, atau urtikaria







sendi dan nyeri otot







penyakit ginjal







neuropati







cryoglobulins, faktor rheumatoid, dan rendah-melengkapi kadar dalam serum



8. Komplikasi lain dari hepatitis C kronis 



glomerulonefritis







porfiria cutanea tarda



PREVENTIF 17 Prosedur lingkungan yang sederhana dapat membatasi resiko infeksi pada pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan lain-lain. Dengan pendekatan ini, semua darah dan cairan tubuh serta bahan-bahan yang terkontaminasi oleh mereka diperlakukan seolah-olah infeksius oleh HCV, dan patogen yang berasal dari darah lainnya. Banyak metode yang disarankan untuk mencegah kontak dengan sampel- sampel diatas, antara lain : •



Pemakaian sarung tangan ketika menangani semua bahan yang berpotensi infeksi,







Pakaian pelindung sebaiknya dipakai dan dilepas sebelum meningga l k a n tempat kerja,







Masker dan pelindung mata harus digunakan untuk melindungi dari percikan droplet bahan infeksius beresiko







Hanya memakai jarum sekali pakai







Jarum-jarum sebaiknya dibuang langsung kedalam wadah khusus dan ditutupkembali







Permukaan tubuh pekerja sebaiknya didekontaminasi menggunakan larutan pemutih.







Petugas laboratorium sebaiknya tidak menyedot pipet dengan mulut







Makan, minum dan merokok ditempat kerja







Benda dan alat dari logam dapt didesinfeksi dengan autoklaf atau melalui paparan terhadap gas ethylene oksida.







Skrining HCV terhadap donor darah







Hindari NAPZA







Jangan bergantian menggunakan alat cukur, jarum suntik, jarum tato, jarum tindik, dan sikat yang sama







Gunakan kondom



PROGNOSIS 18 Prognosis tergantung pada lamanya infeksi, luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoseluler, dan timbulnya komplikasi lain. Tetapi umum nya Hepatitis C memiliki prognosis yang buruk daripada hepatitis B, karena cronic carrier VHC > VHB.



KESIMPULAN Hepaitis C merupakan penyakit dengan manifestasi klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik, cenderung menyebabkan hepatitis kronis, sirosis, gagal hati dan karsinoma hepatoseluler (KHS). 85% hepaitits C akut akan menjadi kronis.Virus Hepatitis C (VHC) dapat ditularkan melalui beberapa cara antara lain melalui parenteral, kontak personal (intra familial), transmisi seksual dan transmisi perinatal (vertikal). Penularan secara parenteral, kecuali melalui transfusi, dapat terjadi melalui jarum suntik pada pengguna obat-obatan dan petugas  k e s e h a t a n Penularan secara parenteral merupakan penularan yang utama, 80% pasien dengan hepatitis kronis pasca transfusi penyebabnya adalah hepatitis C.Bila ada koinfeksi dengan VHB atau VHA, gejala hepatitis C menjadi lebih berat , maka dianjurkan pemberian vaksinasi hepatit is A dan hepatits B pada pasien-pasien dengan infeksi VHC.



DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo AW, Bambang S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4; jilid 3. Jakarta: InternaPublishing. 2009. Hal 662 2. Freidman LS, Isselbacher KJ, Indigestion. Dalam: Harrison's Principles of Internal Medicine. Hamburg: Mc. Graw - Hill Book Company. 2000. Hal 171-73.



3.



Kathleen Romito, Physical examination for hepatitis C virus (HCV) infection, 24 february 2011, diunduh dari: https://myhealth.alberta.ca/health/pages/conditions.aspx?hwid=hw144092&,



17



Juni



2011 4. Suryaatmadja M. Pendidikan berkisanambungan patologi klinik. Jakarta: departemen patologi klinik, FKUI. 2006. Hal 245-251 5. Yayasan spiritia, tes laboratorium hepatitis C, 1 Maret 2011, diunduh dari : http://www.spiritia.or.id/li/pdf/LI671.pdf, 17 Juni 2011 6. Kresno SB. Imunologi: diagnosis dan prosedur laboratorium. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001. Hal 365-66 7. Sudoyo AW, Bambang S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4; jilid 3. Jakarta: InternaPublishing. 2009. Hal 665 8. Tjarta A, Himawan S, kurniawan AN. Buku saku dasaar patologi penyakit. Edisi 5. Jakarta: EGC. 1999. Hal 511-23 9. Adnan, hepatitis, 25 Mei 2011, diunduh dari : http://www.scribd.com/doc/33496085/Hepatitis, 17 Juni 2011 10. Kresno SB. Imunologi diagnosis dan prosedur laboratorium edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2007. 360-9 11. Sudoyo AW, Bambang S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4; jilid 3. Jakarta: InternaPublishing. 2009. Hal 665-66 12. Indah amisani, hepatitis virus C (VHC), 22 Maret 2011, diunduh dari : http://www.scribd.com/doc/51290434/Virus-Hepatitis-C-HCV, 17 Juni 2011 13. Robbins, Cotrans, Kumar. Buku saku dasar patologi penyakit edisi ke 5. Jakarta: EGC. 2001.511-23



14. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FKUI. 2000. Hal 513-15 15. Goreng MW, Shiffman ML, Reddy KR, et al. Peginterferon alfa-2a plus ribavirin untuk infeksi hepatitis C kronis New England Journal of Medicine 2002;.. 347:972-982.



16. Mayo clinic staff, hepatitis C, 24 Mei 2011, diunduh dari : http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en| id&u=http://www.mayoclinic.com/health/hepatitis-c/DS00097/DSECTION %3Dcomplications, 17 Juni 2011 17. Thomas DL, et al. Alam sejarah Klinik Penyakit hepatitis C dalam hati.Jakarta: EGC.2005. Hal 383 18.  Arthur Schoenstadt, hepatitis C prognosis, 9 July 2006, diunduh dari : http://hepatitis-c.emedtv.com/hepatitis-c/hepatitis-c-prognosis, 18 Juni 2011