Wakaf Sebagai Instrumen Investasi Publik  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH WAKAF SEBAGAI INTRUMEN INVESTASI PUBLIK Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Manajemen Investasi Perbankan Syari’ah



Dosen Pengampu: Nurfaedah, M.E. Disusun Oleh Kelompok VI PBS-V Ali Imron Abdul Jabar Ilham Alipansyah Muhamad Iqbal Rifqi Gozali Rif’at Faturohman Yana Yulio



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SILIWANGI GARUT PRODI PERBANKAN SYARIAH TAHUN AKADEMIK 2020-2021 Jl. Raya Tutugan No. 117 Leles Haruman Kabupaten Garut, Jawa Barat 44152



Abstrak Adanya peningkatan pendapatan nasional yang lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk tentu akan meningkatkan



pendapatan nasional per



kapitanya yang pada akhirnya diharapkan akan mengatasi masalah kemiskinan yang ada (Nadjib et al., 2008). Salah satu alternatif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Investasi yang saat ini banyak diperbincangkan adalah investasi wakaf. Wakaf sebagai salah satu kegiatan ekonomi umat Islam yang dikembangkan untuk memacu



laju



pertumbuhan ekonomi untuk



meningkatkan kesejahteraan



masyarakat. Walaupun banyak masyarakat yang sudah mengenal istilah wakaf, akan tetapi pemanfaatan wakaf sebagai salah satu instrument investasi belum cukup lama dikenal. Hal ini dikarenakan konsep wakaf yang berkembang di masyarakat masih terlalu sempit dan menganggap bahwa harta yang bisa diwakafkan hanya berupa harta (aset) tetap seperti tanah dan bangunan. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang apa itu wakaf, bagaimana wakaf dalam perspektif ekonomi serta bagaimana peran wakaf dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu Negara



Kata Kunci : Investasi, Wakaf



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wakaf merupakan suatu instrumen ekonomi Islam yang belum diberdayakan secara optimal di Indonesia. Sedangkan di negara lain seperti Mesir, Saudi Arabia, Yordania, Turki, Bangladesh, Mesir, Malaysia dn Amerika Serikat, wakaf telah dikembangkan sebagai salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang dapat membantu berbagai kegiatan umat dan mengatasi masalah umat seperti kemiskinan. Kurangnya pembahasan wakaf disebabkan karena umat Islam hampir melupakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari lembaga perwakafan. Masalah management dan korupsi diperkirakan menjadi penyebab utama sehingga kegiatan lembaga perwakafan ini kurang diminati atau bahkan ditingkatkan oleh umat Islam lebih kurang seabad yang lalu. Oleh karena itu, tulisan-tulisan yang berkaitan dengan kegiatan perwakafan sangat jarang, baru pada tahun terakhir ini muncul kembali minat ummat Islam untuk menghidupkan kembali lembaga perwakafan. B. Rumusan Masalah 1.



Bagaimana latar belakang wakaf ?



2.



Apa yang dimaksud dengan wakaf dan Nadzir?



3.



Bagaimana wakaf dalam perspektif ekonomi ?



4.



Bagaimana Kelembagaan Perbankan Syari’ah Sebagai Nadzir dalam pengembangan Investasi Wakaf



C. Tujuan 1.



Mengetahui latar belakang wakaf



2.



Mengetahui definisi wakaf dan Nadzir



3.



Memahamhi wakaf dalam perspektif ekonomi



4.



Memahami Kelembagaan Perbankan Syari’ah Sebagai Nadzir dalam pengembangan Investasi Wakaf



BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang Wakaf Praktik wakaf sebenarnya telah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW yang pengelolaannya masih sangat sederhana, yaitu sebatas mewakafkan tanah pertanian untuk dikelola dan diambil hasilnya kemudian hasil tersebut dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat.1 Dalam Islam, terdapat perbedaan pendapat tentang awal diberlakukannya wakaf. Semasa hidup Rasulullah SAW, praktik wakaf juga banyak dilakukan oleh para sahabat. Misalnya saja Umar bin Khathab mewakafkan tanahnya di Khaibar dan Usman bin Affan yang mewakafkan sumur yang beliau beli dari seorang Yahudi. Wakaf mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, dimana praktik pengelolaan wakaf produktif menunjukkan hasil yang positif masa keemasan perkembangan wakaf terjadi pada abad ke-8 dan ke-9 Hijriah yang sudah mencakup berbagai macam aset wakaf seperti sekolah, masjid dan lain sebagainya. Fase perkembangan wakaf selanjutnya menurut Aziz (2010) adalah wakaf tunai (cash waqf) yang telah menjadi perbincangan di antara ulama. Misalnya saja al-Zuhri (124 H) sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Bukhari (252 H), beliau berpendapat bahwa mewakafkan dinar dan dirham hukumnya diperbolehkan. Caranya adalah dengan menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha (dagang), kemudian laba yang diperoleh disalurkan sebagai wakaf untuk kesejahteraan umat. Walaupun wakaf uang bukan merupakan hal baru dalam perkembangan wakaf, akan tetapi bagi umat muslim Indonesia wakaf uang masih terasa asing. Hal ini dikarenakan umat muslim Indonesia sering mengidentikkan wakaf dengan suatu barang yang tidak bergerak atau aset tetap, seperti tanah dan bangunan. Padahal, suatu barang yang bergerak (uang) pun dapat dijadikan harta wakaf. Keberadaan wakaf tunai dapat memberikan alternatif bagi pemanfaatan harta wakaf karena sifatnya yang fleksibel dan memiliki potensi yang lebih besar 1



Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari’ah, (Bandung: Alfabet, 2010), hlm 249



unutk dikelola dibandingkan aset tetap seperti tanah. Pada tanggal 11 Mei 2002, MUI mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan wakaf uang. Fatwa-fatwa tersebut adalah: 1. Wakaf uang (cash waqf/waqf al-Niqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang , kelompok orang, lembaga atau badan hukum yang berbentuk uang tunai. 2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Wakaf uang hukumnya jawas (boleh). 3. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i. 4. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan. Diperbolehkannya wakaf uang ini, memperlihatkan adanya upaya untuk memaksimalkan sumber dana wakaf untuk pemberdayaan umat. Karena semakin banyak dana wakaf yang dapat dihimpun, berarti semakin banyak pula kebaikan yang dapat mengalir kepada pihak yang berwakaf. Dengan diperbolehkannya wakaf dalam bentuk uang, maka peluang untuk aset wakaf dapat digunakan untuk berinvestasi2 B. Pengertian Wakaf dan Nadzir 1. Wakaf Secara



bahasa



wakaf



bermakna



berhenti



atau



berdiri



(waqafa/yaqafu/wafqan) dan secara istilah syara' definisi wakaf menurut Muhammad Ibn Ismail dalam "sulubus salam"nya, adalah menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusak bendanya (ain-nya) dan digunakan untuk kebaikan. Jadi benda wakaf bersifat tidak dapat dimiliki secara pribadi atau perorangan, benda wakaf merupakan milik Allah SWT yang dibahakan sebagai milik umum dengan tujuan yang spesifik. Jadi dengan definisi ini kita kenallah wakaf yang bersifat terus menerus atau abadi (perpetual).



2



Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, ( Jakarta: Rajawali, 1989)



Jumhur ulama termasuk pengikut mazhab syafii, hanafi, hambali mendefinisikan wakaf dengan menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk diri sendiri, dan benda yang diwakafkan tetap ada, sedang manfaatnya digunakan untuk kebaikan atau ridha Allah SWT. Definisi tersebut melahirkan kesimpulan dikalangan ulama, bahwa harta Wakaf harus kekal, sehingga yang boleh diwakafkan hanyalah benda yang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan. Namun ketika masa khalifah umar bin khattab pernah terjadi wakaf tertentu yang wakafnya bersifat tidak permanen. Seorang wakif mewakafkan dalam bentuk sebuah kebun, dimana hasilnya atau keuntungannya pertama kali diberikan kepada keturunan wakif, dan jika ada lebih harus diberikan kepada fakir miskin. Wakaf tersebut termasuk wakaf keluarga. Jadi beberapa ulama terutama mazhab maliki berpendapat bahwa wakaf dapat bersifat temporer. Dalam literatur klasik ekonomi islam pembahasan wakaf lebih terfokus pada barang-barang yang tidak habis berapa kalipun dipakai, seperti tanah dan bangunan. Karena pada kedua bentuk barang itulah terjaga karakteristik wakaf yang tidak habis dipakai. Para ulama sepakat benda yang dapat diwakafkan tidak terbatas hanya tanah dan bangunan. Sepanjang bendanya tidak langsung musnah ketika diambil manfaatnya, barang tersebut dapat diwakafkan. Jadi mayoritas fuqaha sepakat pada wakaf benda bersifat kekal atau setidaknya terus ada sepanjang usia harta tersebut, seperti bangunan, kuda, unta dll. Dalam perspektif ekonomi, wakaf dapat didefinisikan sebagai pengalihan dana (aset lainnya) dari keperluan konsumsi dan menginvestasikannya ke dalam aset produktif yang menghasilkan pendapatan untuk konsumsi di masa yang akan datang baik oleh individual ataupun kelompok3 Secara khusus, wakaf menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, bab 1 pasal 1 ayat (1) adalah "Perbuatan hukum wakof untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu



3



Wadjdy, Farid dan Mursyid. 2007



sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah" Dalam pasal 5 UU nomor 41/2004 dijelaskan "wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum". Sedang pasal 6 UU no. 41/2004 menyebutkan, "wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut: a. Wakif b. Nazir c. Harta benda wakaf d. Ikrar wakif e. Peruntukan harta benda wakaf f. Jangka waktu wakaf.” Jadi dapat disimpulkan bahwa benda apa saja sepanjang tidak dapat musnah setelah diambil manfaatnya, dapat diwakafkan. Uangpun termasuk benda yang dapat diwakafkan (wakaf tunai), sepanjang uang tersebut di manfaatkan sesuai tujuan akad wakaf dan tidak habis atau musnah. Jadi uang dapat saja diwakafkan dengan mekanisme membelanjakan uang tersebut pada benda-benda yang memiliki sifat tidak musnah. Namun dalam kasus wakaf tunai yang bersifat temporer, uang diposisikan juga sebagai harta yang dapat diwakafkan. Dan harta yang diwakafkan bukanlah perpindahan kepemilikan fisik atau materi harta tapi hanya sekedar mewakafkan manfaat kegunaan uang tersebut yang secara fisisk atau materi kepemilikannya tidak berubah. 2. Nadzir Sedangkan kata nadzir berasal dari istilah bahasa arab yaitu dari nazara yang mempunyai arti menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Adapun nazhir adalah isim fa’il dari kata nazara yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa Indonesia dengan pengawas atau penjaga. Sedangkan nadzir wakaf atau biasa disebut nazhir adalah orang yang diberi tugas untuk mengelola wakaf. Pengertian ini kemudian di Indonesia dikembangkan



menjadi kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas untuk memelihara dan mengurus benda wakaf. Dalam kitab fikih masalah nazhir ini dibahas dengan judul al- wilayat ‘ala al- waqaf artinya penguasaan terhadap wakaf atau pengawasan terhadap wakaf. Orang yang diserahi atau diberi kekuasaan atau diberi tugas untuk mengawasi harta wakaf itulah yang disebut nazhir atau mutawalli. Dengan demikian nazhir adalah orang yang berhak untuk bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memeliharanya, mengembangkan dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak menerima. Walaupun para mujtahidin tidak menjadikan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakaf harus menunjuk



nazhir wakaf



(pengurus wakaf). 4



C. Wakaf Dalam Perspektif Ekonomi Hakim menjelaskan bahwa saat ini muncul pemikiran mengenai menggerakkan roda perekonomian melalui penambahan pendapatan dari luar sistem negara dengan melalui pengembangan zakat secara produktif. Harta wakaf yang dikelola secara produktif akan menghasilkan peluang bagi terbukanya sektor strategis yang menguntungkan seperti membuka lapangan pekerjaan baru dan pengelolaan pelayanan publik yang meringankan beban ekonomi masyarakat. Dengan melakukan wakaf berati seseorang telah memindahkan harta dari upaya konsumsi menjadi reproduksi dan investasi dalam bentuk modal produktif yang dapat menghasilkan sesuatu yang bisa dikonsumsi pada masa yang akan datang,baik oleh pribadi maupun kelompok. Karena itu, wakaf merupakan kegiatan yang mengandung unsur investasi masa depan dan mengembangkan harta produktif untuk generasi yang akan datang. Harta wakaf juga bisa mengasilkan suatu barang atau pelayanan lainnya yang dapat dijual kepada para pemakai dan hasilnya dapat disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Aziz (2010) menjelaskan bahwa, menurut Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, bahwa 4



Ibid., Abdul Aziz, hlm 252-256



diperlukan dana pemeliharaan diatas biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menjamin kelanggengan harta wakaf agar dapat terus memberikan pelayanan prima sesuai dengan tujuannya. Hal ini berlaku pada proyek penyedia jasa maupun pada proyek penghasilan pendapatan, sehingga dengan demikian pada proyek penyedia jasa (service) pun diperlukan persyaratan menghasilkan pendapatan untuk menutup biaya pemeliharaan. Jadi, apabila wakaf tunai dapat didistribusikan untuk investasi publik yang dapat secara signifikan menekan biaya sosial yang harus ditanggung masyarakat. Sehingga wakaf tunai memiliki kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan kesejahteraan. Jadi wakaf tunai dapat mengimbangi investasi didunia usaha dapat bertujuan meningkatkan kinerja ekonomi secara rill. Dengan karakter yang tidak akan punah, menjadikan wakaf menjadi salah satu solusi yang efisien untuk program pembangunan masyarakat. Kontribusi wakaf pada program pendidikan, kesehatan, pembangunan jalan,sarana dan prasarana sosial lainnya membuat kehidupan rakyat semakin lancar, wakaf tidak hanya menekan biaya yang harus ditanggung rakyat tetapi meringankan beban negara. Investasi



wakaf



tunai



dapat



dilakukan



untuk



berbagai



jenis



investasi,seperti: 1. Investasi jangka pendek, yaitu dalam bentuk mikro kredit. Bank-bank telah mempunyai pengalaman dalam bentuk kerjasama dengan pemerintah untuk menyalurkan kredit mikro, seperti skim KPKM ( Kredit Penugasan Kecil dan Mikro) dari BI. 2. Investasi jangka menengah, yaitu industri/usaha kecil. Dalam hal ini Bank di Indonesia telah terbiasa dengan adanya beberapa skim kredit program KKPA,KKOP,dan KUK (sesuai ketentuan BI). 3. Investasi jangka panjang, yaitu untuk industri manufaktur,industri besar lainnya.



Bank mempunyai pengalaman dalam melakukan investasi jangka



panjang seperti investasi pabrik dan perkebunan. Bank pun mempunyai kemampuan untuk melakukan sindikasi dengan bank lain untuk melakukan investasi besar. Dana wakaf harus diinvestasikan dengan pertimbangan



keamanan tingkat investasi dan tingkat probabilitas usaha. Hal ini dapat dilakukan dengan kerja sama dalam melakukan: a. “market survey” untuk memastikan jaminan pasar dari output/produk investasi. b. Analisa kelayakan investasi. c. Pihak yang akan bekerjasama untuk mengelola investasi tersebut. d. Monitoring terhadap proses realisasi investasi. e. Monitoring terhadap tingkat profitabilitas investasi tersbut. Kemampuan



tersbut



hanya



ada



dan



dimiliki



oleh



lembaga



perbankan,karena memang sifat bisnis bank adalah menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan,baik investasi maupun modal kerja. Karena itu wakaf sangat dekat dengan bidang ekonomi. 5 D. Kelembagaan Perbankan Syari’ah Sebagai Nadzir dalam pengembangan Investasi Wakaf Perbankan syariah dapat membantu pengembangan wakaf, khususnya wakaf tunai. Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai nazhir, karena fungsi dari bank sendiri adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan. Bank syariah sangat sejalan dengan aturan yang ada dalam pengelolaan wakaf yang terkait dengan mempertahankan keutuhan harta wakaf. Biro Perbankan Syariah BI (2001) menjelaskan ada beberapa keunggulan bank syariah yang dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan operasional wakaf tunai, diantaranya 6 1. Jaringan Kantor. Relatif luasnya jaringan kantor perbankan syariah dibandingkan lembaga keuangan syariah lainnya merupakan keunggulan tersendiri dalam pengelolaan wakaf tunai. Hal ini diharapkan dapat membantu dalam mengefektifkan sosialisasi keberadaan produk wakaf tunai dan penggalangan wakaf tunai juga akan semakin optimal.



5



Ibid., Nindy Putri Nadjib, Mochammad, dkk. Investasi Syariah:Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik. (Yogyakarta: 2008) h.322-324 6



2. Kemampuan sebagai Fund Manager. Sebagai lembaga itermediasi keuangan, perbankan syariah dengan sendirinya wajib memiliki kemampuan untuk mengelola dana. Dalam kaitannya dengan wakaf tunai, perbankan syariah berperan sebagai lembaga yang mengelolanya dan semua kegiatannya harus dipertanggungjawabkan kepada wakif dan publik. Perbankan syariah juga memiliki kemampuan untuk penyaluran dana yang lebih luas. 3. Pengalaman, Jaringan Informasi dan Peta Distribusi. Dalam praktiknya, ketiga hal tersebut menjadi faktor yang akan selalu dipertimbangkan dalam mengoptimalkan pengelolaan dana. Jaringan informasi serta peta distribusi juga memungkinkan terbentuknyasuatu database mengenai sektor usaha maupun debitur yang akan dibiayai oleh dana wakaf. 4. Citra Positif. Dengan adanya ketiga hal di atas, maka diharapkan akan timbul citra positif pada gerakan wakaf tunai itu sendiri maupun pada perbankan syariah. Selain itu adanya pengawasan dari Bank Indonesia akan menimbulkan akuntabilitas yang positif dari pengelolaan wakaf tersebut. Pemunculan cintra positif dipandang penting utnuk menyukseskan dan mengoptimalkan keberadaan wakaf tunai serta sebagai upaya menghindari citra yang kurang baik dari pengelolaan dana sosial umat terdahulu. 7



7



Ibid., Abdul Aziz, hlm 259-262



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dalam pasal 5 UU nomor 41/2004 dijelaskan "wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum". Hakim menjelaskan bahwa saat ini muncul pemikiran mengenai menggerakkan roda perekonomian melalui penambahan pendapatan dari luar sistem negara dengan melalui pengembangan zakat secara produktif. Harta wakaf yang dikelola secara produktif akan menghasilkan peluang bagi terbukanya sektor strategis yang menguntungkan seperti membuka lapangan pekerjaan baru dan pengelolaan pelayanan publik yang meringankan beban ekonomi masyarakat. Instrumen wakaf merupakan sarana ibadah yang bersifat fleksibel. Karena bersifat fleksibel, maka pemanfaatan wakaf ini tidak hanya sebatas sebagai penunjang ibadah dan sarana-sarana sosial saja, akan tetapi dapat berpotensi juga sebagai salah satu instrumen investasi dunia dan akhirat. Selain barang-barang tidak bergerak seperti tanah, potensi wakaf yang ada saat ini juga ada dalam bentuk wakaF tunai (uang). Apabila semua potensi wakaf yang ada digabung, maka akan tercipta suatu kekuatan besar dalam mendorog tingkat kesejahteraan umat. B. Saran Agar pemanfaatan investasi wakaf lebih maksimal, dapat dimulai dari pihak internal lembaga wakaf itu sendiri. Para pengelola diminta untuk lebih professional lagi dalam melaksanakan tanggung jawabnya



DAFTAR PUSTAKA  Aziz, Abdul, Manajemen Investasi Syari’ah, Bandung: Alfabet, 2010  Al-Alabij, Adijani, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rajawali, 1989  Putri, Nindy, dkk,. Makalah Wakaf Sebagai Instrumen Investasi Publik, diakses dari https://www.academia.edu  Hadi, A. Chairul. 2009. Pendidikan Islam.



Peluang Wakaf Produktif untuk Pembiayaan



Jurnal Turats. Vol. 5, No. 1. (http://www.ejournal-



unisma.net/ojs/index.php/turats/article/view/79)  Nadjib, Mochammad, dkk. 2008. Investasi Syariah:Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik. Yogyakarta: Kreasi Wacana  Norma. 2013. Investasi Dana Wakaf. Jurnal Khatulistiwa. Vol. 3, No. 1. (http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/view/209/1 67)  Undang-Undang



Republik



Indonesia



No



41



Tahun



2004.



(www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/39/246.bpkp).  Wadjdy, Farid dan Mursyid. 2007. Wakaf dan Kesejahteraan Umat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.