Warta Veteriner 2014 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Warta Veteriner



2014



KEMENTERIAN PERTANIAN



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



VETERINARY FOCUS



Mampukah Mencapai Sumatera Bebas Kasus Rabies Tahun 2018 ? IDEA SHARE



Rabies Immunoperoxidase Antigen Detection (RIAD) Solusi Pengujian Rabies Cepat, Akurat & Murah FROM OUR LAB



Jawaban Hasil Pemeriksaan Elektronik INVESTIGASI / SURVEILANS



Investigasi Penyakit Jembrana



B v e t B u k i t t i n g g i SABANG



BANDA ACEH LHOKSEUMAWE



SIGLI BLANGBINTANG



JANTHOI TAKENGON



P. Laut



Kr. Jamboeye LANGSA



NANGGROE ACEH DARUSSALAM PROVINCE MEULABOH



KEP. NATUNA



Pangkalanbrandan



STABAT



4366 G. Lauser



MEDAN



BINJAI



TAPAKTUAN KUTACANE



KABUPATEN KEP. MERANTI PROV. RIAU



LUBUKPAKAM



2094 G. Sibayak



TEBINGTINGGI



KABANJAHE PEMATANGSIANTAR



Kisaran



TANJUNGBALAI SIDIKALANG P. Samosir



P. Simeuleu



Danau Toba



P. Mubur P. Matak



P. Serasan



KEP. ANAMBAS



Balige



N AT U N A S E A



RANTAUPRAPAT



TARUTUNG



P. Subi



P. Midai P. Jemaja



KEP. BANYAK SIBOLGA uli



P. Mursala



k Ta



pan



P. Bengkalis P. Rangsang



PADANGSIDEMPUAN



P. Nias



NORTH SUMATERA PROVINCE



2912 G. Talakmau



P. Tanah Masa



BUKITTINGGI D. Maninjau



ul er ib tS la



PADANG



PAYAKUMBUH



TEMBILAHAN



RENGAT



BATUSANGKAR SAWAHLUNTO D. Singkarak MUARO SOLOK



P. Lingga e Sel at B



PARIAMAN TABING



Se



PROVINSI KEPULAUAN RIAU



RIAU ISLANDS PROVINCE



BANGKINANG LUBUKSIKAPING



PADANGPANJANG



P. Tanah Bala



P. Kundur P. Mendol



SIMPANGTIGA



P. Tambelan Besar



TANJUNGPINANG KEP. RIAU



P. Pini



KEP. BATO



P. Bintan KIJANG



BATAM



P. Tebingtinggi



PEKANBARU 2145 G. Sorikmerapi



KEP. TAMBELAN



P. Padang



RIAU PROVINCE



Telu



GUNUNGSITOLI



JAPURA



rh



DABO Dabo P. Singkep



al a



KUALATUNGKAL



2597 G. Talang



MUARABUNGO SULTAN TAHA



JAMBI JAMBI MUARABULIAN PROVINCE



P. Bangka an Sel at B



SUNGAILIAT Muniek



PANGKALPINANG



BANGKA PANGKALPINANG



g



ka



EN



P. Sipora



AI W TA



KABUPATEN KEP. MENTAWAI PROV. SUMBAR



SEKAYU



SOUTH SUMATERA PROVINCE



P. Pagai Utara 2883 G. Seblat



PALEMBANG Kertapati



LUBUK LINGAU



P. Pagai Selatan



PRABUMULIH ARGAMAKMUR



CURUP



G. Seblat (1940)



KAYUAGUNG



BENGKULU



LAHAT



BELITUNG PROVINCE



SULTAN MAHMUD BADARUDDIN spor



BANGKO



D. Kerinci



Selat Ga



PAINAN WEST SUMATERA PROVINCE 3305 G. Karieu



SUNGAIPENUH



M P.



E20S15 I B JU RMA ENU



P. Siberut



KE



E FRE



TANJUNGPANDAN



BULUH TUMBANG



P. Belitung



MUARA ENIM BATURAJA



PADANGKEMILING



BENGKULU PROVINCE



LAMPUNG PROVINCE



MANNA



KOTA BUMI METRO D. Ranau



P. Enggano



BANDAR LAMPUNG



BRANTI KALIANDA



VETERINARY FOCUS



Mampukah Mencapai



Sumatera Bebas Rabies Tahun 2018 ? 2014 Bukittinggi Veteriner Review



FROM THE EDITOR



From the Editor A Better Services & Information Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya Warta Veteriner Bukittinggi edisi tahun 2014 ini dapat diterbitkan. Warta ini persembahan dari kami Balai Veteriner Bukittinggi yang memberikan informasi veteriner serta menjadikan sarana review kami dalam memberikan pelayanan veteriner agar menjadi lebih baik di tahun 2015 yang baru saja kita jalani. A Better services and information menjadi tajuk dalam Warta Veteriner kami diawal tahun 2015 ini mengingat salah satu fungsi dari Balai Veteriner Bukittinggi tidak hanya sebagai Laboratorium Pengujian saja tetapi juga dapat mampu mengendalikan, menekan, pencegahan atas Penyakit Hewan dan Produk Asal Hewan di masyarakat serta melakukan edukasi tiada henti tanpa kenal lelah. Satu saja wabah penyakit hewan berkembang di masyarakat efeknya sangat luar biasa yang tidak hanya dari sisi penyakitnya, efek dari sisi ekonomi kemasyarakatan dan butterfly efek yang lain. Tahun 2015 ini menjadi tahun yang spesial untuk kami Balai Veteriner Bukittinggi dimana sebuah perjuangan dan komitmen kami untuk ada serta melayani berbuah kado terindah dan semoga segera dapat terwujud 3 daerah BEBAS RABIES yaitu Provinsi Kepulauan Rian, Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat serta Kabupaten Meranti Provinsi Ria. Semoga tulisan yang ditampilkan di Warta Veteriner ini dapat menjadi sumber informasi, tambahan pengetahuan serta sarana motivasi bagi kita semua khususnya bagi kami Balai Veteriner Bukittinggi dalam memberikan pelayanan pengujian Penyakit Hewan yang lebih baik, lebih dekat serta lebih dapat berbuat untuk masyarakat. Masukan dan saran dalam rangka peningkatan kualitas masih sangat kami harapkan serta Redaksi memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan masih terjadi kekurangan Selamat membaca dan semoga bermanfaat



drh. Rina Hartini, Editor in Chief



1



Bukittinggi Veteriner Review 2014



FREE



RABIES MENUJU 2015



CONTENTS



VETERINARY FOCUS



05



Mampukah Mencapai Sumatera Bebas Kasus Rabies Tahun 2018 ?



drh. Rudi Harso Nugroho



07



Menuju Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Kep. Meranti - Riau dan Kabupaten Kep. Mentawai Sumatera Barat Bebas Rabies Melalui SK Menteri Pertanian



drh. Martdeliza, M.Sc



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



Contents Daftar Isi



INVESTIGASI / SURVEILANS



03



drh. Rina Hartini FROM OUR LAB



03



03



Isolasi Virus Dengan Tissue Culture



drh. Martdeliza, M.Sc



03



Rabies Immunoperoxidase Antigen Detection (riad) Solusi Pengujian Rabies Cepat, Akurat & Murah



03



Bahaya Hormon Trenbolon Asetat Terhadap Daging Sapi



03



Program Autovaksin untuk Papilomatosis



Drh. I Gde Eka Budiyatnya, MP



03



Caseouse Lymphoadenitis Pada Kambing



Drh. Budi Santosa



03



Penyakit Paratuberculosis



Drh. Dwi Inarsih



drh. Yuli Miswati, M.Si



03



Jaga Keamanan PAH Menjelang Idul Fitri Tahun 2014 drh. Cut Irzamiati



Inhouse Training Pengenalan ISO/IEC 17043:2010



drh. Martdeliza, M.Sc



03



03



Bimtek Petugas Lapangan Regional Isikhnas Modul Surveilans Tahun 2014



drh. Rina Hartini



03 03 03



WORKSHOP



03



Peningkatan Kompetensi SDM Laboratorium Parasitologi



drh. Budi Santosa



Noviarti



03



Pengembangan Pengujian Toksikolologi Di Laboratorium Patologi



Investigasi Penyakit Jembrana Di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau



Katamtama, Sofina Latief



Drh. Ibnu Rahmadani, MSi



03



03



Jawaban Hasil Pemeriksaan Elektronik



drh. Rina Hartini IDEA SHARE



Investigasi Jembrana Di Batanghari



Inhouse Training Elisa Rabies



Drh. Ibnu Rahmadani, MSi



03



Kunjungan Kerja Menteri Pertanian Di Balai Veteriner Bukittinggi



drh. Rina Hartini



Workshop Kesehatan Hewan & Kesmavet Regional Tahun 2014



Drh. Dwi Inarsih



03



Wilna Sri



Pembinaan Laboratorium Type B drh. Rina Hartini



Workshop Dan Proficiency Test Rabies Immunoperoxidase Antigen Detection ( RIAD ) II



Workshop Pembebasan Hog Cholera Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi Dan Kepulauan Riau



drh. Rina Hartini



03



Workshop Diagnosis Rabies Tingkat Regional



Changchun Veterinary Research Institute, China



2014 Bukittinggi Veteriner Review



2



IDEA SHARE



Isolasi Virus Dengan



Tissue Culture drh. Martdeliza, M.Sc



Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel makhluk hidup. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Virus dapat diisolasi dan diperbanyak pada telur embrio tertunas, pada hewan percobaan dan pada tissue culture. Tehnik isolasi virus dengan tissue culture dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur bebas dari kontaminasi jamur dan bakteri. Komponen yang diperlukan pada teknik ini: sel/jaringan, sistem buffer pH, antibiotika dan anti jamur. Beberapa faktor penunjang penting yang perlu perhatian untuk berlangsungnya kegiatan biakan jaringan adalah : 1. Peralatan dan penyiapan alat-alat yang dibutuhkan: Biohazard, Incubator, Refrigerator, Water Bath, Microscope, Centrifuge 2. Ruang laboratorium yang ber-AC dan berfasilitas lampu Ultra Violet. Peralatan lain yang harus disiapkan sebelum melakukan pekerjaan antara lain : botol-botol Tissue Culture, pipet dan seperangkat filter media. Faktor penting lainnya adalah penyiapan media,larutan penyangga dan sumber air. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya yaitu faktor penyimpanan sel. Ada 3 sel kultur yang bisa digunakan untuk isolasi virus yaitu, sel primer, sel semi lestari dan sel lestari. Perkembangan virus dalam tissue culture dapat diketahui dari: 1. Efek sitopatik (cythopathic effect/CPE) Kerusakan sel berupa: degenerasi, nekrosis, sinsisium dan adanya sel raksasa 2. Adsorpsi sel darah merah oleh sel yg terinfeksi Untuk golongan virus yg tidak menunjukkan CPE sehingga untuk mengetahui pertumbuhan virus dapat ditambahkan eritrosit setelah 24 – 48 jam eritrosit melekat pada permukaan sel yang terinfeksi (hemadsorpsi) karena virus tersebut menghasilkan hemaglutinin 3. Pembentukan plaque/foki. Foki terbentuk karena virus menginfeksi langsung dari sel ke sel. Bila diwarnai sel yg masih hidup menyerap warna dan sel yg mengalami degenerasi tidak menyerap warna sehingga terlihat daerah yang kosong. Bentuk plaque bervariasi



3



Bukittinggi Veteriner Review 2014



ANUGRAH PENCAPAIAN



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



MENJADI KADO TERINDAH TAHUN BARU 2015 SABANG



BANDA ACEH LHOKSEUMAWE



SIGLI BLANGBINTANG



JANTHOI TAKENGON



P. Laut



Kr. Jamboeye LANGSA



NANGGROE ACEH DARUSSALAM PROVINCE MEULABOH



KEP. NATUNA



Pangkalanbrandan



STABAT



4366 G. Lauser



MEDAN



BINJAI



TAPAKTUAN KUTACANE



KABUPATEN KEP. MERANTI PROV. RIAU



LUBUKPAKAM



2094 G. Sibayak



TEBINGTINGGI



KABANJAHE PEMATANGSIANTAR



Kisaran



TANJUNGBALAI SIDIKALANG P. Samosir



P. Simeuleu



Danau Toba



P. Mubur P. Matak



P. Serasan



KEP. ANAMBAS



Balige



N AT U N A S E A



RANTAUPRAPAT



TARUTUNG



P. Subi



P. Midai P. Jemaja



KEP. BANYAK SIBOLGA uli



P. Mursala



k Ta



pan



P. Bengkalis P. Rangsang



PADANGSIDEMPUAN



P. Nias



P. Tebingtinggi



PEKANBARU 2145 G. Sorikmerapi



NORTH SUMATERA PROVINCE



2912 G. Talakmau



P. Tambelan Besar



TANJUNGPINANG



P. Kundur P. Mendol



SIMPANGTIGA



BUKIT TINGGI D. Maninjau



ul er ib la tS



PADANG



PAYAKUMBUH



TEMBILAHAN



RENGAT



BATUSANGKAR SAWAHLUNTO D. Singkarak MUARO SOLOK



P. Lingga e Sel at B



PARIAMAN TABING



Se



PROVINSI KEPULAUAN RIAU



RIAU ISLANDS PROVINCE



BANGKINANG LUBUKSIKAPING



PADANGPANJANG



P. Tanah Bala



P. Bintan KIJANG



BATAM



KEP. RIAU



P. Pini



P. Tanah Masa KEP. BATO



KEP. TAMBELAN



P. Padang



RIAU PROVINCE



Telu



GUNUNGSITOLI



JAPURA



rh



DABO Dabo P. Singkep



al a



KUALATUNGKAL



2597 G. Talang



MUARABUNGO



P. Bangka



BANGKO



D. Kerinci



SUNGAILIAT Muniek



PANGKALPINANG



BANGKA PANGKALPINANG



g



ka



EN



P. Sipora SEKAYU



AI W TA



SOUTH SUMATERA PROVINCE



P. Pagai Utara 2883 G. Seblat



PALEMBANG Kertapati



LUBUK LINGAU



P. Pagai Selatan



PRABUMULIH



KABUPATEN KEP. MENTAWAI PROV. SUMBAR



ARGAMAKMUR



CURUP



G. Seblat (1940)



KAYUAGUNG



BENGKULU



LAHAT



BELITUNG PROVINCE



SULTAN MAHMUD BADARUDDIN spor



M P.



SUNGAIPENUH



an Sel at B



KE



E20S15 I B JU RMA ENU



SULTAN TAHA



JAMBI JAMBI MUARABULIAN PROVINCE



PAINAN WEST SUMATERA PROVINCE 3305 G. Karieu



Selat Ga



P. Siberut



E FRE



TANJUNGPANDAN



BULUH TUMBANG



P. Belitung



MUARA ENIM BATURAJA



PADANGKEMILING



BENGKULU PROVINCE



LAMPUNG PROVINCE



MANNA



KOTA BUMI METRO D. Ranau



P. Enggano



BANDAR LAMPUNG



BRANTI KALIANDA



KABUPATEN KEP. MERANTI PROVINSI RIAU



KABUPATEN KEP. MENTAWAI PROVINSI SUMATERA BARAT



Hasil diskusi dengan komisi ahli menyatakan secara keseluruhan daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau memenuhi syarat OIE untuk ditetapkan sebagai wilayah bebas rabies melalui SK Menteri Pertanian, tetapi perlu melakukan kajian analisa resiko. Dalam hal ini Komisi Ahli Kesehatan akan memberikan rekomendasi untuk penetapan bebas rabies.



Hasil diskusi dengan komisi ahli menyatakan secara keseluruhan daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat memenuhi syarat OIE untuk ditetapkan sebagai wilayah bebas rabies melalui SK Menteri Pertanian, tetapi perlu melakukan kajian analisa resiko. Dalam hal ini Komisi Ahli Kesehatan akan memberikan rekomendasi untuk penetapan bebas rabies.



Menurut komisi ahli secara keseluruhan Provinsi Kepulauan Riau sudah memenuhi persyaratan OIE untuk dinyatakan sebagai daerah bebas, tetapi perlu dilakukan analisa resiko dan perbaikan rancangan jumlah sampel untuk surveilans rabies di Kota Batam. Dibutuhkan 5 sampel otak dari Batam (unit epidemiologi terkecil kabupaten / kota) untuk memenuhi syarat jumlah sampel wilayah Provisionally free berdasarkan persyaratan WHO.



Konsultan Expert WHO menyatakan sudah merupakan wilayah Provisionally Free RABIES



Workshop Pembebasan Rabies diselenggarakan oleh Balai Veteriner Bukittinggi



Pertemuan Rencana Pembebasan Rabies dan Kajian Tim Ahli Kesehatan Hewan di Direktorat Jenderal Peternakan dan Keswan



SEJAK TAHUN 2004



KOTA BATAM, TANGGAL 12 - 13 NOVEMBER 2014



KOTA JAKARTA, TANGGAL 16 - 17 DESEMBER 2014



KEMENTERIAN PERTANIAN



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



MENUJU 2015



FREE



RABIES



PROVINSI KEPULAUAN RIAU



For further information dont hesitate to contact 0752 - 28300 0752 - 28290 [email protected] [email protected] http://bvetbukittinggi.ditjennak.deptan.go.id 2014 Bukittinggi Veteriner Review



4



VETERINARY FOCUS



MENUJU 2015



FREE



RABIES



Mampukah Mencapai Sumatera Bebas Kasus Rabies Tahun 2018 ? drh. Rudi Harso Nugroho



Situasi Rabies di Wilayah Regional II Sumatera



Angka kematian manusia akibat rabies dari tahun ke tahun terlihat semakin meningkat. Di India kasus kematian mencapai 20.000-30.000 kematian per tahun, di Vietnam 9.000 kematian per tahun, di China rata-rata 2.500 kematian per tahun, di Filipina 200 - 300 kematian per tahun, sedangkan di Indonesia selama 4 tahun terakhir rata-rata sebanyak 143 kematian per tahun. Kasus lyssa (rabies pada manusia) di Indonesia endemis di 24 propinsi, yang tertinggi adalah Provinsi Bali, diikuti Sumatera Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, sedangkan 9 provinsi lainnya masih dinyatakan sebagai daerah bebas rabies yaitu Provinsi Bangka Belitung, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat. Penyebaran rabies di Indonesia semakin lama semakin meluas. Saat ini, dari 33 propinsi di Indonesia hanya 9 propinsi yang masih dinyatakan bebas yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua, Papua Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan Nusa Tengggara Barat. Di propinsi Sumatera Barat saja rata-rata terdapat 2.500-3.000 kasus gigitan oleh hewan penular rabies (HPR) pertahun sehingga Sumatera Barat merupakan daerah dengan jumlah kasus gigitan kedua tertinggi setelah propinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan data yang ada pada Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, setiap tahunnya terdapat rata-rata 10-11 kasus kematian manusia akibat rabies. Tahun 2012 terjadi 3.412 kasus gigitan oleh hewan penular rabies (HPR) dengan 14 kasus kematian akibat rabies, sedangkan pada tahun 2013 terjadi 1.940 kasus gigitan dengan 9 kasus kematian akibat rabies. Masa inkubasi penyakit rabies berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa bulan, tergantung dari virulensi, lokasi gigitan dan jumlah gigitan. Tingginya kasus gigitan tidak sebanding dengan jumlah sampel yang diperiksa di Balai Veteriner Bukittinggi sebagai laboratorium rujukan pengujian rabies.



5



Bukittinggi Veteriner Review 2014



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



Tabel Jumlah Pengujian Rabies dalam 3 tahun terakhir di Balai Veteriner Bukittinggi DIAGNOSA FAT



TAHUN



JUMLAH DIUJI



POSITIF



NEGATIF



2012



183



137



46



74,86 %



2013



157



118



39



75,16 %



2014



370



116



252



31,35 %



Dari tabel Data Pengujian Rabies dalam 3 tahun terakhir di Balai Veteriner Bukittingi terlihat jumlah kasus rabies yang masih tinggi. Kasus Rabies di Propinsi Sumatera Barat merupakan kasus yang paling tinggi dibandingkan delapan propinsi lain di Pulau Sumatera, sebagai dampak langsung kebiasaan masyarakat memelihara anjing untuk olahraga berburu. Upaya pembebasan wilayah Sumatera dari Penyakit Rabies adalah tujuan bersama seluruh instansi terkait Kesehatan Hewan di Pulau Sumatera. Dalam Rapat Koordinasi Regional se-Sumatera telah beberapa kali dicanangkan target Sumatera bebas rabies yang sebelumnya ditargetkan tahun 2005 kemudian diundur menjadi tahun 2007, lalu tahun 2015 dan terakhir pencanangan pembebasan tahun 2018 sama dengan target nasional. Target tersebut merupakan 'pekerjaan rumah' yang sangat berat namun karena hal tersebut merupakan target bersama instansi terkait (Karantina, Dinas Peternakan atau yang membidangi kesehatan Hewan tingkat propinsi dan kabupaten kota, Balai Veteriner, Dinas kesehatan) sehingga meskipun berat namun dengan komitmen bersama yang kuat hal tersebut bukan merupakan target yang tidak mungkin untuk dicapai. Propinsi Sumatera Barat telah mencanangkan tahun 2018 sebagai target Bebas Kasus Rabies dan tahun 2020 bebas agen virus rabies. Roadmap pembebasan Rabies sudah dibuat oleh Dinas peternakan, juga payung hukum berupa perda di tingkat masing masing daerah. tinggal pengaplikasian dan pelaksanaan untuk mencapai target tersebut yang perlu diupayakan pencapaiannya oleh masing-masing instansi terkait, baik tingkat propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan melalui berbagai program seperti vaksinasi, sterilisasi dan upaya lainnya dengan target utama sasaran pemberantasan rabies diarahkan pada vaksinasi dan eliminasi anjing serta sterilisasi hewan produktif.



PROSENTASE POSITIF



Melihat fluktuasi kasus Rabies di Propinsi Sumbar setiap tahunnya dari tahun 2004 s/d 2014 yang secara alamiah turun naik, dapat diartikan bahwa program pemberantasan rabies yang dilaksanakan belum dapat memutus atau merubah siklus kejadian rabies di wilayah ini. Hal ini karena program pemberantasan rabies yang dilakukan dengan vaksinasi anjing peliharaan dan eliminasi anjing-anjing liar dalam pelaksanaannya kelihatan mengendur sehingga tidak dapat mengimbangi jumlah pertambahan populasi anjing. Disamping itu program pembebasan rabies di Propinsi Sumatera Barat selalu mengalami kendala terutama karena kesadaran masyarakat untuk dilakukan vaksinasi terhadap hewan peliharaannya masih terbilang rendah, hal ini disebabkan beberapa kendala dan permasalahan di tingkat pemilik anjing itu sendiri seperti masalah faktor ekonomi maupun adanya pemahaman yang salah atas efek vaksinasi terhadap kemampuan berburu. Artinya baik vaksinasi maupun eliminasi belum mampu menurunkan kasus dan masih jauh dari yang kita harapkan, sehingga target 0 kasus pada 2018 menjadi akan sangat sulit tercapai. Dengan segala programnya akan menjadi tugas yang sangat berat dan sulit untuk dicapai, karena akan menghadapi kendala non teknis yang cukup sulit yakni pola tingkah laku/perilaku masyarakat yang tidak sejalan dengan salah satu upaya utama pembebasan Rabies yakni vaksinasi. Namun dengan upaya-upaya yang konsisten tidak menutup kemungkinan upaya pemberantasan dan pembebasan Rabies di Sumbar dapat berhasil dicapai pada masa mendatang, untuk itu diperlukan upaya yang lebih keras guna mempercepat upaya pembebasan, bahkan jika lengah sedikit saja maka upaya pembebasan akan semakin sulit dan kecenderungan rabies akan meningkat lagi.



2014 Bukittinggi Veteriner Review



6



VETERINARY FOCUS



MENUJU 2015



FREE



RABIES Menuju Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Kep. Meranti - Riau dan Kabupaten Kep. Mentawai - Sumatera Barat



Bebas Rabies



Melalui SK Menteri Pertanian drh. Martdeliza, M.Sc



DAFTAR PESERTA WORKSHOP PEMBEBASAN RABIES INSTANSI



1 Dirkeswan/P3H/P2H/UPPAI



4



2 Prof.drh.Setyawan Budiharta MPH, PhD



1



3 drh. Heru Susetyo MP, PhD



1



4 Balai Veteriner Bukittinggi



2



Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan



5 Provinsi Kepulauan Riau



2



Laboratorium Keswan type B, Provinsi 6 Kepulauan Riau



1



Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, 7 Kehutanan kota Batam



2



8 Dinas Peternakan Kab. Natuna



1



Dinas Pertanian dan Kehutanan 9 Kabupaten Anambas Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, Kehutanan 10 dan Energy Kota Tanjung Pinang



2



11 Dinas Peternakan Kabupaten Bintan



2



12 Dinas Peternakan Kabupaten Karimun



1



Dinas Pertanian dan Peternakan SDA 13 Kabupaten Lingga



1



Peternakan dan kesehatan Hewan 14 Dinas Provinsi Sumbar



2



Pertanian dan Peternakan Kabupaten 15 Dinas Kepulauan 'Mentawai



2



Peternakan dan Kesehatan Hewan 16 Dinas Provinsi Riau



2



Dinas Pertanian, Peternakan, Ketahanan 17 Pangan Kab. Kepulauan Meranti



2



18 Balai Karantina Pertanian Kelas I Batam



3



Balai Karantina Pertanian Kelas II 19 Tanjung Pinang



1



Balai Karantina Pertanian Kelas II 20 Tj. Balai Karimun



1



Balai Karantina Pertanian Kelas I 21 Padang



1



22 Balai Karantina Pertanian Kelas I



1



Pekanbaru



JUMLAH



7



PESERTA



Bukittinggi Veteriner Review 2014



2



37



Rabies adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini menginfeksi hewan domestik dan liar. Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosis yang sangat penting artinya bagi kesehatan masyarakat, karena apabila penyakit tersebut menyerang manusia dan apabila tidak sempat atau terlambat mendapat perawatan medis akan mengakibatkan kematian dengan gejala klinis yang mengharukan. Lebih dari 55.000 orang meninggal karena rabies setiap tahunnya dan 95 % dari kematian tersebut terjadi di Asia dan Afrika. Menurut World Health Organization (WHO), rabies terjadi di lebih dari 150 negara, termasuk Indonesia. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan ditularkan melalui gigitan, cakaran atau melalui kulit yang terluka. Kasus klinis rabies pada hewan maupun manusia selalu berakhir dengan kematian. Penyakit Rabies menimbulkan dampak psikologis seperti kepanikan, kegelisahan, kekhawatiran, kesakitan dan ketidak-nyamanan pada orangorang yang terpapar. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan pada daerah tertular terjadi karena biaya penyidikan, pengendalian yang tinggi, serta tingginya biaya postexposure treatment. Disamping itu, kerugian akibat pembatalan kunjungan wisatawan, terutama di daerah yang menjadi tujuan wisata. Rabies telah ada di Indonesia sejak abad ke-19 dan telah tersebar disebagian besar wilayah. Wilayah kerja BPPV Regional II termasuk daerah endemis rabies, namun beberapa kepulauan (Kabupaten Kepulauan Mentawai di Provinsi Sumbar, Kabupaten Meranti di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau) yang berada diwilayah kerja BPPV Regional II dinyatakan bebas rabies secara historis. Dalam hal ini perlu diupayakan SK Menteri Pertanian yang menyatakan ke tiga wilayah tersebut bebas rabies. Bebas rabies berdasarkan SK Menteri Pertanian merujuk pada persyaratan bebas rabies OIE. Menurut OIE satu wilayah dianggap bebas rabies jika :  Rabies merupakan penyakit yang wajib dilaporkan;  Memiliki sistem surveilans penyakit yang efektif;  Memiliki peraturan perundangan untuk pencegahan dan pengendalian



rabies yang berjalan termasuk prosedur pemasukan yang efektif;  Tidak ada kasus rabies, baik pada hewan maupun manusia selama 2



tahun terakhir (indigenous);  Tidak ada kasus rabies pada hewan karnivora di luar karantina selama 6



bulan terakhir.



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



Instansi yang terkait dalam memenuhi syarat OIE diatas sudah berupaya melaksanakan tugasnya masing-masing. Untuk melihat kesiapan Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau dan Kabupaten Mentawai Provinsi Sumbar BVet Bukittinggi menyelenggarakan Workshop Pembebasan Rabies Propinsi Kepulauan Riau, Kab. Kepulauan Mentawai Prop. Sumbar Dan Kabupaten Kepulauan Meranti Prop.Riau. Workshop ini dilaksanakan tanggal 12 – 13 November 2014 bertempat di The Hills Hotel Batam, Jl. Teuku Umar No. 1 Nagoya Batam. Workshop dibuka secara resmi oleh Direktur Kesehatan Hewan Bapak Drh. Pujiatmoko, Ph.D. Acara dimulai dengan menyanyikan Indonesia Raya yang dipimpin oleh drh. Rina Hartini dilanjutkan dengan laporan dari penyelenggara yaitu oleh Kepala Balai Veteriner Bukittinggi, drh. Azfirman tentang tujuan penyelenggaraan workshop, peserta dan hasil yang diharapkan dari penyelenggaraan workshop. Selanjutnya sambutan selamat datang dari Kadis Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Propinsi Kepulauan Riau/mewakili drh.Honis Mandri. Workshop Pembebasan Rabies Propinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Kepulauan Meranti (Propinsi Riau) dan Kabupaten Kepulauan Mentawai ( Propinsi Sumatera Barat) diikuti oleh Unsur Pusat (Direktorat Kesehatan Hewan), Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Sumbar, Propinsi Riau, dan Propinsi Kepulauan Riau, Dinas Kesehatan Propinsi Kepulauan Riau, Propinsi Sumatera Barat dan Propinsi Riau, Balai Karantina Pertanian yang ada di wilayah kerja Regional II. Narasumber pada Workshop ini adalah : 1. Drh. Pudjiatmoko, Ph.D ( Direktur Kesehatan Hewan ) 2. Prof.drh.Setyawan Budiharta MPH, PhD (Komisi Ahli ) 3. Drh. Heru Susetyo MP, PhD ( Dosen FKH UGM ) 4. Drh. Azfirman ( Bvet Bukittinggi ) 5. Drh.M.Kamil, MP ( Dinas Peternakan Prov. Sumatera Barat ) 6. Drh. Honismandri (Dinas Peternakan Prov. Kepulauan Riau ) 7. Drh. Sri Mulyani (Disnak Propinsi Riau) Materi workshop 1. Kebijakan Nasional dalam rangka Pembebasan Rabies oleh Direktur Kesehatan Hewan 2. Tinjauan Hasil Surveilan Rabies Provinsi Kepulauan Riau, Kab. Kepulauan Meranti (Prov. Riau) dan Kab. Kepulauan Mentawai (Prov. Sumbar) oleh Prof.Setyawan Budiharta, MPH.PhD. 3. Peluang dan tantangan dalam rangka pembebasan Rabies oleh Drh. Heru Susetya, Ph.D 4. Kebijakan Pengendalaian dan Penanggulangan Rabies di Propinsi Sumatera Barat oleh Drh. M.Kamil, MP 5. Kebijakan Propinsi Kepulauan Riau dalam mempertahankan Wilayah bebas Rabies oleh Drh. Honismandri 6. Kebijaklan dan kesiapan Propinsi Riau mempertahanlan Kabupaten Kepulauan Meranti Bebas rabies oleh Drh. Sri Mulyati



7. Upaya penetapa bebas Rabies melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian pada pulau-pulau luar Sumatera di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi dan Situasi AI di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi oleh Drh. Azfirman Hasil workshop tertuang dalam rumusan sebagai berikut : Setelah mendengarkan dan membahas : 1. Arahan dan paparan Direktur Kesehatan Hewan, 2. Paparan dan pembahasan atas surveillans Rabies di Kab. Kepulauan Meranti (Propinsi Riau), Kab. Mentawai (Propinsi Sumatera Barat) dan Propinsi Kepulauan Riau oleh Kepala BVET Bukittinggi. 3. P a p a r a n d a n p e m b a h a s a n a t a s u s u l a n - u s u l a n mempertahankan di Kab. Kepulauan Meranti (Propinsi Riau), Kab. Mentawai (Propinsi Sumatera Barat) dan Propinsi Kepulauan Riau sebagai daerah bebas rabies oleh masingmasing Kepala Dinas yang bersangkutan. 4. Evaluasi hasil surveillans dan prospek peluang dan tantangan pembebasan di Kab. Kepulauan Meranti (Propinsi Riau), Kab. Mentawai (Propinsi Sumatera Barat) dan Propinsi Kepulauan Riau oleh para narasumber beserta diskusinya. Maka Workshop Pembebasan Rabies dan Avian Influenza pada hari Rabu 12 November dan Kamis 13 November 2014 menindaklanjuti hal-hal sebagai berikut : 1. Perlu komitmen dari Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka pembebasan Rabies di Propinsi Kepulauan Riau, Kab. Kepulauan Meranti (Propinsi Riau) dan Kab. Kepulauan Mentawai (Propinsi Sumatera Barat). 2. Bahwa saat ini Kab. Kepulauan Meranti (Propinsi Riau), Kab. Kepulauan Mentawai (Propinsi Sumatera Barat) dan Propinsi Kepulauan Riau menurut konsultasi expert WHO 2004 sudah merupakan wilayah Provisionally free. 3. Untuk mengubah status dari provisionally free menjadi status free usaha yang telah dilaksanakan antara lain : a. Surveillans berbasis laboratorium (detect disease) b. Surveillans klinis pada hewan, dan c. Surveillans klinis pada manusia 4. Usaha-usaha yang dijalankan sampai saat ini oleh pemangku kepentingan untuk daerah tersebut dipandang masih perlu dilengkapi lagi, antara lain : a. Data surveilans sindromik/ atau pelaporan negatif Rabies b. Data lalu lintas HPR (biosecurity) c. Data dari Dinas Kesehatan tentang kasus gigitan dan penanganan. 5. Setelah memenuhi persyaratan diatas Pemerintah Daerah mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk ditetapkan sebagai Daerah Bebas Rabies melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian. 6. Perlu dilakukan kajian analisa resiko masuknya penyakit Rabies di Kabupaten/Kota se Propinsi Kepulauan Riau, Kab. Kepulauan Meranti (Propinsi Riau) dan Kab. Kepulauan Mentawai (Propinsi Sumatera Barat), dalam rangka



2014 Bukittinggi Veteriner Review



8



VETERINARY FOCUS



MENUJU 2015



FREE



RABIES 4



1



5



3



2



6



7



8



1 Kiri ke kanan: Drh. Pudjiatmoko, Ph.D ( Direktur Kesehatan Hewan ) , Drh. Az rman ( Bvet Bukittinggi ) 2: Sambutan dan Pembukaan secara resmi oleh Dirkeswan 3: Paparan oleh Bapak Dirkeswan 4: Paparan oleh KeBvet Bukittinggi 5: Paparan Kepala Dinas Peternakan dan Keswan Prov. Kepri 6: Paparan Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Prov. Riau 7: Paparan Kepala Dinas Peternakan dan Keswan Prov. Sumatera Barat. 8: Paparan dan Diskusi dengan Prof drh.Setyawan Budiharta MPH, PhD



penentuan kebijakan untuk mempertahankan status bebas Rabies. Workshop ditutup dengan harapan segera ditindaklanjuti dengan menyiapkan semua bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mengajukan penetapan ketiga daerah diatas bebas rabies berdasarkan SK Menteri Pertanian Republik Indonesia. Pembahasan & Kajian Tim Ahli Kesehatan Hewan Manindaklanjuti hasil workshop pembebasan rabies diatas, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengagendakan pertemuan Rencana Pembebasan Rabies Pulau Mentawai Provinsi Sumatera Barat dan Pulau Meranti Provinsi Riau Jakarta tanggal 16 Desember 2014, dan pada tanggal 17 Desember 2014 Agenda Pertemuan Rencana Pembahasan Rabies Provinsi kepulauan Riau. Sehubungan dengan rencana penetapan ketiga daerah tersebut diatas bebas rabies perlu dilakukan kajian oleh Tim Ahli Kesehatan Hewan mengenai laporan hasil kegiatan yang telah dilakukan. Pertemuan tanggal 16 Desember 2014 dihadiri oleh, Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan drh. Mardiatmi dan staf, Kasubdit Pengamatan Penyakit Hewan, Drh. Muhammad Syibli, Kasubdit Kelembagaan Sumber Daya dan Kesehatan Hewan drh Krisnandana, wakil dari Direktorat Kesmavet, Drh Agus Wiyono PhD dan drh. Heru Susetya, M.P.Ph.D (Komisi Ahli Kesehatan Hewan), Kepala Balai Veteriner Bukittinggi, drh. Azfirman dan staf, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Riau, Drs Zailani Arif Syah dan staf, Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan



9



Bukittinggi Veteriner Review 2014



Pangan Kabupaten Kepulauan Meranti, Yulian Norwis SE MM dan staf. Acara dibuka secara resmi oleh Direktur Kesehatan Hewan/mewakili Kasubdit Pengamatan Penyakit Hewan, Drh. Muhammad Syibli. Acara kajian dengan Tim Komisi Ahli Kesehatan hewan, dipimpin oleh Drh Agus Wiyono PhD (Komisi Ahli Kesehatan Hewan), pembahasan dibagi 2 tahap, pertama untuk Kabupaten Kepulauan Mentawai dimulai dengan paparan tentang hasil surveilans rabies di Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat oleh Kepala Balai Veteriner Bukittinggi, drh. Azfirman, dilanjutkan oleh laporan data kasus rabies serta tindakan yang sudah, sedang dan akan dilakukan untuk mempertahankan Kabupaten Kepulauan Mentawai tetap bebas rabies oleh Kepala Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat/mewakili, drh. Saharuddin Gafar MM. Kedua paparan tersebut merupakan rencana dan laporan hasil kegiatan dalam rangka penetapan bebas dan untuk mempertahankan tetap bebas rabies sebagai bahan diskusi dengan komisi ahli. Hasil diskusi dengan komisi ahli menyatakan secara keseluruhan daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat memenuhi syarat OIE untuk ditetapkan sebagai wilayah bebas rabies melalui SK Menteri Pertanian, tetapi perlu melakukan kajian analisa resiko. Dalam hal ini Komisi Ahli Kesehatan akan memberikan rekomendasi untuk penetapan bebas rabies. Pembahasan tahap kedua untuk Kabupaten Kepulauan Meranti dimulai dengan paparan tentang hasil surveilans rabies di Kepulauan Meranti Provinsi Riau oleh Kepala Balai Veteriner Bukittinggi, drh. Azfirman, dilanjutkan oleh laporan data kasus



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



1



3



2



4



rabies serta tindakan yang sudah, sedang dan akan dilakukan untuk mempertahankan Kabupaten Kepulauan Meranti tetap bebas rabies oleh Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Riau / Drs Zailani Arif Syah. Kedua paparan tersebut merupakan rencana dan laporan hasil kegiatan dalam rangka penetapan bebas dan untuk mempertahankan tetap bebas rabies sebagai bahan diskusi dengan komisi ahli. Hasil diskusi dengan komisi ahli menyatakan secara keseluruhan daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau memenuhi syarat OIE untuk ditetapkan sebagai wilayah bebas rabies melalui SK Menteri Pertanian, tetapi perlu melakukan kajian analisa resiko. Dalam hal ini Komisi Ahli Kesehatan akan memberikan rekomendasi untuk penetapan bebas rabies. Untuk Provinsi Kepulauan Riau pembahasan dengan komisi ahli diagendakan pada tanggal 17 Desember 2014, pembahasan dihadiri oleh oleh, Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan drh. Mardiatmi dan staf, , wakil dari subdit Kelembagaan Sumber Daya dan Kesehatan Hewan, wakil dari Direktorat Kesmavet, Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhill., PhD Drh Agus Wiyono PhD dan drh. Heru Susetya, M.P.Ph.D (Komisi Ahli Kesehatan Hewan), Kepala Balai Veteriner Bukittinggi, drh. Azfirman dan staf, Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau/mewakili dan staf. Acara dibuka oleh Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan drh. Mardiatmi. Pembahasan dipimpin oleh Ketua Komisi Ahli Kesehatan Hewan Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhill. Rangkaian acara pembahasan sama seperti hari sebelumnya, pertama paparan tentang hasil



1 : Pembukaan oleh Kasubdit P2H Drh. Muhamad Sybli 2: Paparan KaBVet Bukittinggi 3: Paparan Kepala Dinas Peternakan dan Keswan Prov. Sumatera Barat. 4: Diskusi



surveilans rabies di Provinsi Kepulauan Riau oleh Kepala Balai Veteriner Bukittinggi, drh. Azfirman, dilanjutkan oleh laporan data kasus rabies serta tindakan yang sudah, sedang dan akan dilakukan untuk mempertahankan Provinsi Kepulauan Riau tetap bebas rabies oleh Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau/ Mewakili drh Honis Mandri. Kedua paparan tersebut didiskusikan dan dibahas dengan komisi ahli. Menurut komisi ahli secara keseluruhan Provinsi Kepulauan Riau sudah memenuhi persyaratan OIE untuk dinyatakan sebagai daerah bebas, tetapi perlu dilakukan analisa resiko dan perbaikan rancangan jumlah sampel untuk surveilans rabies di Kota Batam. Dibutuhkan 5 sampel otak dari Batam (unit epidemiologi terkecil kabupaten/kota) untuk memenuhi syarat jumlah sampel wilayah Provisionally free berdasarkan persyaratan WHO. Kepala Balai Veteriner Bukittinggi, drh. Azfirman, dan Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau/ Mewakili drh Honis Mandri menyanggupi segera melengkapi kekurangan sampel tersebut secepatnya. Sehingga penetapan Provinsi Kepulauan Riau sebagai wilayah bebas rabies berdasarkan SK Menteri Pertanian tetap bisa di proses. Dari semua usaha yang dilakukan bertahun-tahun dan rangkaian kegiatan diatas diharapkan penetapan Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau Dan Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat Bebas Rabies melalui SK Menteri Pertanian segera terwujud.



2014 Bukittinggi Veteriner Review 10



IDEA SHARE



RABIES IMMUNOPEROXIDASE ANTIGEN DETECTION (RIAD) SOLUSI PENGUJIAN RABIES CEPAT, AKURAT & MURAH Drh. Ibnu Rahmadani, MSi Laboratorium Patologi Balai Veteriner Bukittinggi Rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis utama yang sampai sekarang menjadi masalah bagi kesehatan hewan dan kesehatan masyaraka di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus family Rhabdoviridae genus Lyssavirus. Virus rabies ditularkan melalui gigitan dan cakaran hewan diduga rabies. Di Indonesia Anjing, kucing dank kera merupakan sumber utama virus rabies. Usaha pengendalian dan pemberantasan telah dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah serta lembaga swadaya masyarakat, namun usaha tersebut masih belum dapat menurunkan angka kejadian penyakit rabies secara signifikan. Masih rendahnya kemampuan laboratorium mendiagnosa rabies serta belum tersedianya laboratorium di beberapa daerah endemis rabies merupakan salah satu kendala. Sehingga jika terjadi kasus gigitan hewan yang diduga rabies harus dikirimkan ke laboratorium regional yang memerlukan waktu lama untuk mendapatkan hasilnya. Beberapa laboratorium propinsi, kabupaten / kota sudah dapat mendiagnosa sampel yang diduga rabies, namun masih menggunakan metode sellers yang sudah tidak direkomendasikan lagi oleh organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) karena tingkat sensitifitasnya yang rendah. Metode pengujian antigen rabies yang rutin dilakukan oleh laboratorium di I n d o n e s i a a n t a r a l a i n FA T, m o u s e inoculation, kultur sel, imunohistokimia dan sellers. Sedangkan pengujian antibodi rabies yang rutin dilakukan antara lain Elisa, Virus Netralisasi dan RFFIT. Menurut OIE metode dFAT (direct Fluoresence Antibody Technique) atau yang biasa dikenal dengan FAT merupakan Gold standard dalam pengujian rabies. Di Indonesia FAT ini telah rutin dilakukan oleh Balai Veteriner, Balai Besar Veteriner dan beberapa Laboratorium Kesehatan hewan propinsi dan kabupaten / kota. Metode FAT mempunyai tingkat 11



Bukittinggi Veteriner Review 2014



sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi namun memerlukan mikroskop fluoresens dan reagen uji yang cukup mahal, serta memerlukan operator yang terlatih. Laboratorium di propinsi dan kabupaten yang tidak memiliki mikroskop fluoresens masih tetap menggunakan uji sellers untuk mendiagnosa rabies. Seperti diketahui uji sellers lebih murah daripada FAT namun tingkat sensitifitasnya rendah sehinggga hal tersebut masih menjadi kendala dalam diagnosa laboratorium di kabupaten/kota di Indonesia. Pengembangan metode pengujian rabies yang murah namun mempunyai tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi sangat diperlukan. Balai Veteriner Bukittinggi sebagai laboratorium rujukan penyakit rabies nasional berdasarkan SK Menteri Pertanian No. Tahun 2012 salah satu tugasnya adalah mengembangkan metode uji dalam diagnosa rabies.



Prinsip kerja RIAD (Certoma A et al, 2014)



SUBSTRAT



Sejak tahun 2012 atas kerjasama Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Departemen Pertanian Kehutanan dan Perikanan (DAFF) Australia dalam kerangka kerjasama Australian Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases (AIP-EID) sub komponen laboratorium telah dilakukan usaha peningkatan kapasitas uji Rabies. Salah satu kegiatannya adalah pengembangan metode Rabies Immunoperoxidase Antigen Detection (RIAD). Dalam kegiatan ini juga dikembangkan kit pengujian RIAD yang diharapkan dapat memudahkan penggunaan uji tersebut di lapangan. RABIES IMMUNOPEROXIDASE ANTIGEN DETECTION (RIAD) RIAD merupakan metode uji rabies yang murah namun mempunyai tingkat sensitifitas dan spesifisitas pengujian yang tinggi. Menurut Rahmadani et al (2014) sensitifitas dan spesifisitas RIAD sebesar 100%. Uji ini hanya menggunakan mikroskop cahaya untuk mendiagnosa sampel. Diharapkan uji ini dapat diaplikasikan di laboratorium kabupaten dan kota yang tidak mempunyai mikroskop fluoresens serta menggantikan uji sellers. Bahan dan alat yang Prinsip Kerja RIAD



KONJUGAT



⬮ ⬮



⫼ ⫼



SERUM PENDETEKSI



⫽⫽ ⫽⫽ ⫽ ⫽ ⫽ ⫽ ANTIGEN RABIES



OTAK POSITIF RABIES



Prinsip kerja RIAD sama dengan pewarnaan imunohistokimia yaitu dengan mereaksikan antigen dengan antibodi spesifik rabies. Ikatan antigen-antibodi rabies ditandai adanya perubahan warna dengan penambahan substrat tertentu (AEC). RIAD menggunakan sampel organ otak segar yang di smear pada objek glass yang telah dicoating, sedangkan uji imunohistokimia menggunakan organ yang diblok dengan paraffin cair. Hasil uji RIAD dianalisa dengan menggunakan mikroskop cahaya.



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



KIT PENGUJIAN RIAD



A. Slide yang dicoating B. Slide Positif C. Slide Negatif D. 30 % H202 E. Washing Bugger 20x



F. Detecting Serum G. Konjugat Peroksida H. Diluen Konjugat I. Buffer Asetat J. Substrat



K. DMF L. Hematoksilin M. Loop 1 ul N. Humidity Chamber O. Kontainer Slide



P. Pipet Transfer 1 ml Q. Tabung 15 dan 50 ml R. Mounting Media T. Cover Slip U. Kertas Lakmus



URUTAN KERJA RIAD



Jaringan Otak Smear



dikeringkan



Subtrat AEC 10 menit



Aquades 30 detik



Bahan dan Alat Sampel RIAD berupa otak segar hewan yang diduga terinfeksi rabies. Alat yang diperlukan telah disiapkan dalam suatu KIT pengujian RIAD



TBS



Fiksasi Aseton 20 menit -20oC



TBS



3 x 2’



Konjugat Peroksida 45 menit



3 x 2’



Mayer Hematoksilin 30 detik



Aquades



TBS



H2O2 3% 10 menit



TBS



3 x 2’



Detecting Serum 45 menit



3 x 2’



TBS



Mounting



Amati dengan mikroskop cahaya (obj20x, 40x) HASIL PENGAMATAN



Interpretasi Hasil Uji Hasil dikatakan positif jika didapatkan bentukan spot warna merah atau granul berwarna merah menyala dengan latar belakang warna biru. Sedangkan hasil negatif jika tidak didapatkan bentukan granul atau spot warna merah seperti terlihat pada gambar. Kesimpulan Diharapkan dengan dapat diaplikasikannya metode ini dapat meningkatkan kemampuan uji laboratorium di propinsi dan kabupaten kota dalam mendignosa rabies. Masalah waktu pengujian yang lama karena jauhnya jarak laboratorium dapat diatasi.



HASIL POSITIF RABIES (A,B,C) HASIL NEGATIF RABIES (D)



2014 Bukittinggi Veteriner Review 12



WORKSHOP



Narasumber : Dr John Allan (AAHL), Drh. Ibnu Rahmadani MSi (Patologist), Dr Andrea Certoma (Diagnostic Virologist) dan Dr. Jean Payne (Histologist) dari AAHL



Workshop Dan Proficiency Test Rabies Immunoperoxidase Antigen Detection ( RIAD ) II Drh. Ibnu Rahmadani, MSi



Laboratorium Patologi Balai Veteriner Bukittinggi



13 Bukittinggi Veteriner Review 2014



Rabies Immunoperoxidase Antigen Detection (RIAD) merupakan metode pengujian rabies yang dikembangkan oleh Balai Veteriner Bukittinggi bekerjasama dengan Australian Animal Health Laboratory (AAHL) dalam kerangka kerjasama Australian Indonesia Pertnership on Emerging Infectious Disease (AIPEID). RIAD mempunyai tingkat sensitifitas dan spesifisitas sama dengan FAT. Metode ini dikembangkan untuk memecahkan masalah diagnosa rabies di laboratorium kesehatan hewan propinsi dan kabupaten/kota yang belum memilki mikroskop fluoresens, serta menggantikan uji sellers yang tingkat sensitifitasnya rendah.



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



1



2



3



1: Penyampaian materi RIAD yang disampaikan Oleh Dr. Jean Payne (AAHL) 2: Praktikum pembuatan smear otak pelatihan oleh Dr John Allan (AAHL) kepada Drh Kadek Suartika (Lab Keswan Prop. Sulawesi Utara)



Untuk menyebarluaskan dan mengetahui kemampuan peserta dalam mengaplikasikan metode ini maka diadakan Workshop dan Proficiency Test Rabies Immunoperoxidase Antigen Detection (RIAD) yang ke 2. Workshop ini merupakan kelanjutan dari workshop yang pertama. Berdasarkan evaluasi dari workshop yang pertama bahwa perlu adanya penyederhanaan alat dan bahan dalam uji RIAD untuk memudahkan pengerjaan, maka dalam workshop yang kedua ini diperkenalkan kit RIAD yang telah dikembangkan oleh Tim AAHL dan Balai Veteriner Bukittinggi. Diharapkan dengan workshop ini dapat mengetahui kemampuan personal laboratorium dalam mengaplikasikan kit RIAD untuk pengujian rabies.



3: Penyerahan serti kat



Diakhir pelatihan dibagikan sertifikat kepada semua peserta serta satu paket kit RIAD untuk 50 sampel, pengujian, diharapkan peserta dapat mengaplikasikan hasil workshop menggunakan kit yang diperoleh. Selain itu juga diadakan proficiency test (PT) yang harus dikerjakan oleh masing-masing peserta. PT RIAD ini bertujuan mengetahui kemampuan masing masing peserta dalam mengaplkasikan Kit RIAD. Workshop ini ditutup oleh Drh. Muhammad Syibli (Kasubdit P2H Ditkeswan) pada tanggal 11 September 2014.



DAFTAR PESERTA WORKSHOP RIAD II NO NAMA PESERTA



INSTANSI



1



Didik Arief Zubaidi, AMd



Balai Bessar Veteriner Wates



2



Drh. Al nus



Balai Besar Veteriner Maros



3



Drh. Joko Susilo



Balai Veteriner Lampung



4



Drh. Rinto Sukoco



Balai Veteriner Subang



WORKSHOP DAN PROFICIENCY TEST RIAD TAHAP II



5



Joni Rismaweli Purba



Balai Veteriner Medan



Workshop tahap kedua ini diikuti oleh 18 peserta yang berasal dari Balai Veteriner, Balai Besar Veteriner serta laboratorium kesehatan hewan Propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Terbatasnya jumlah peserta ini disesuaikan dengan daya tampung tempat praktikum yang ada di Balai Veteriner Bukittinggi. Acara ini dibuka oleh Kepala Balai Veteriner Bukittinggi Drh. Azfirman mewakili Direktur Kesehatan Hewan.



6



Himawan Tri Hadiyanto



Lab Propinsi Riau



7



Drh. Dwi Febrianto



Lab. Propinsi Jambi



8



Drh. Alda Syafyeni, MP



Lab. Propinsi Sumatera Barat



9



Drh. Nur Idha Antari



Lab. Propinsi Bengkulu



10



Drh. Defrisca Nur



Lab. Propinsi Sulawesi Tengah



11



Drh. Rahwana



Lab. Propinsi Sulawesi Tenggara



12



Drh. Kadek Suartika



Lab. Propinsi Sulawesi Utara



13



Drh. Rostiani Silta



Lab. Kabupaten Toraja Utara



Workshop ini diadakan di Balai Veteriner Bukittinggi pada tanggal 8–11 September 2014 atas kerjasama Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Departemen Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Australia dalam kerangka kerjasama AIPEID.



Sebagai narasumber dalam workshop kali ini adalah Dr Andrea Certoma (Diagnostic Virologist) dan Dr. Jean Payne (Histologist) dari AAHL serta Drh. Ibnu Rahmadani MSi (Patologist) dan Drh Yul Ftria (Virologist) dari Balai Veteriner Bukittinggi. Dalam workshohp ini disampaikan materi secara teori dan praktikum di laboratorium dengan komposisi 20 % teori dan 80% praktek. Materi teori disampaikan tentang dasar diagnosa penyakit rabies, dasar-dasar RIAD, sedangkan materi praktikum meliputi pembuatan smear otak, serta praktek uji RIAD.



14 Adman



Lab. Propinsi Kalimantan Tengah



15



Balai Veteriner Bukittinggi



Drh. Tri Susanti



16 Sri Wilyani



Balai Veteriner Bukittinggi



17



Herman



Balai Veteriner Bukittinggi



18



Syo na Latif



Balai Veteriner Bukittinggi



2014 Bukittinggi Veteriner Review 14



IDEA SHARE



Bahaya Hormon Trenbolon Asetat Terhadap Daging Sapi Oleh. Noviarti Penggunaan beberapa hormon pemicu pertumbuhan pada sapi potong (feedlot) di Indonesia perlu di waspadai pengaruh bagi kesehatan manusia. Hormon sintetis yang di gunakan untuk hewan agar pertambahan berat badan sapi lebih cepat dan karkas yang dihasilkan lebih banyak (untuk menggertak petumbuhan agar pertumbuhan daging lebih banyak). Sifat kerjanya adalah sebagai anabolik sehingga membuat metabolismenya lebih cepat. Hormon yang sering digunakan sebagai growth promotor ( pemicu pertumbuhan ) adalah Trenbolon asetat (TBA), Estrogen alami, Progesteron alami, Malagestrol asetat, Zeranol, DES ( diethyl stibestrol ). REGULASI Didunia bagian Eropa semua jenis pemacu pertumbuhan ( antimikroba, beta agonis, hormon ) dilarang di gunakan pada hewan. Peraturan dilakukan secara ketat dalam rangka perlindungan terhadap kesehatan masyarakat. Di dunia Amerika penggunaan antibakteri, semua hormon pemacu pertumbuhan boleh digunakan asalkan sesuai dengan aturan yang berlaku di negara tersebut yaitu : 1. Pengawasan 2. Pencatatan/ recording 3. Waktu henti obat ( withdrawal time ) dengan berdasarkan perhitungan MRL (Maksimum Residu Limit) 4. Lama Pemberian 5. Penghentian pemberian Di Indonesia berdasarkan :  Keputusan Menteri Pertanian Nomor 806 tahun 1994, Surat



edaran Direktur Kesehatan Hewan Nomor 329/X-C tanggal 4 Oktober 1983  Hasil rapat komisi obat hewan Indonesia tanggal 12 Agustus 1998 Trenbolon asetat sebagai hormon pemacu pertumbuhan pada ruminansia tidak diijinkan peredaran dan penggunaannya, karena diklasifikasikan sebagai obat keras.  Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI: 01-6366-2000) batas maksimum residu trenbolon dalam makanan asal hewan belum ditetapkan, karena trenbolon tidak diijinkan peredaran dan penggunaannya. PENGERTIAN HORMON TRENBOLON ASETAT  Hormon berasal dari kata Yunani yang berarti membangun



aktifitas, zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjer endokrin.  Hormon merupakan substansi atau zat biokimia (asam amino,



peptide, steroid, asam lemak) yang diproduksi oleh kelenjar tak



15 Bukittinggi Veteriner Review 2014



berduktus dan bersifat spesifik. Lalu dilepaskan dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh cariernya ke bagian tubuh lain untuk menghasilkan efek inisiasi, koordinasi, dan regulator yang sifatnya spesifik.  Hormon dihasilkan dalam jumlah kecil, namun berperan penting mengontrol fungsi tubuh, seperti pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi. Berdasarkan sifatnya hormon ada 2 macam yaitu :  Hormon yang bersifat natural artinya hormon ini secara alami diproduksi oleh tubuh dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam fungsi reproduksi baik pada manusia maupun hewan, misalnya 17 β estradiol, progesteron dan testosteron.  Hormon sintetik adalah hormon yang tidak diproduksi oleh tubuh, namun mempunyai sifat sebagaimana hormon natural yang digunakan antara lain sebagai pemacu pertumbuhan, misalnya trenbolon asetat (TBA), zeranol, dan melengesterol (MGA). Trenbolon Asetat ( TBA ) TBA atau 17β-hydroxy-estra-4,9,11-trien-3-one-17-acetate merupakan anabolik sintetik steroid. Rumus kimia TBA : C20H24O3. Metode Identifikasi Hormon TBA pada produk hewan :  ELISA yang bersifat screening test (kualitatif);  High Performance Liquid Chromatography (HPLC) / Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (kuantitatif); atau  Liquid Chromatography Mass Spectrophotometry / Mass Spectrophotometry (LC-MS/MS). Cara Pemakaian : Hormon ini biasanya diberikan secara implantasi atau injeksi.  Hormon TBA disuntikkan dibawah telinga, biasanya selama 60-90 hari sebelum waktu pemotongan (with drawal time).  Setelah disuntikkan pada sapi, secara cepat trenbolon asetat dihidrolisa menjadi trenbolon. Mekanisme kerja TBA hingga saat ini belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi diketahui bahwa TBA secara cepat terhidrolisa menjadi metabolit, yaitu 17 β-hidroksi yang akan berubah menjadi 17α-hidroksi epimer. 



Residu hormon TBA dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia:  Reaksi alergik yang dapat terjadi setelah individu memperoleh residu yang berada dalam bahan makanan. Bentuk reaksi



BALAI VETERINER BUKITTINGGI











 







alergi dapat berupa urtikaria atau hipersensitifitas pada kulit. Efek teratogenik (dapat menyebabkan/ manghasilkan bayi cacat / kecacatan tubuh pada kelahiran) yang dapat terjadi jika embrio pada awal masa kebuntingan terpapar residu. Efek karsinogenik (dapat mendorong atau menyebabkan kanker). Efek tersebut merupakan kekhawatiran utama konsumen. Efek mutagenik (terjadi mutasi gen) yang dapat terjadi akibat adanya kerusakan unsur genetik seluler individu. Hormon TBA merupakan salah satu dari 6 jenis hormon steroid pemacu pertumbuhan yang penggunaannya diijinkan oleh Food and Drug Administration (FDA) karena dianggap tidak berbahaya bagi manusia apabila jumlahnya masih dibawah batas ambang maksimum residu yang ditentukan. Pada tahun 1997, standar codex menetapkan bahwa persyaratan Acceptable Daily Intake (ADI) untuk TBA adalah 00,02 µg/kg (ppb) berat badan sapi, Maximum Residues Limit (MRL) pada daging sapi 2 µg/kg (2 ppb), dan pada hati sapi 10 µg/kg (10 ppb).



Pada tahun 2006, standar codex menetapkan bahwa MRL :  Trenbolon asetat 2,2 ppb pada daging dan 10 ppb pada hati.  Zeranol 2 ppb pada daging dan 10 ppb pada hati.  MGA 1 ppb pada daging dan 10 ppb pada hati



Jenis Hewan



Jenis Organ



CODEX



SNI



MRL (µg/Kg)



Trenbolone acetate



sapi sapi sapi



otot hati otot



2 10 1



Tidak diatur 2.5



Melengestrol acetate



sapi sapi sapi



hati ginjal lemak



10 2 18



-



Zeranol



sapi sapi



otot hati



2 10



2 -



Jenis Hormon



DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN PASCAPANEN dan DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Tahun 2014 mengeluarkan kebijakan Kajian ulang laju importasi sapi dan daging beku dengan berbasis ilmiah yaitu Indikasi adanya penggunaan hormon TBA secara ilegal yang bertujuan : 1. Mengidentifikasi keberadaan residu hormon anabolik sintetik pada daging dan hati sapi beku impor yang beredar di Indonesia; 2. Mengidentifikasi keberadaan residu hormon anabolik sintetik pada daging dan hati sapi bakalan ex-impor dan/atau sapi siap potong impor yang dipotong di RPH-R di Indonesia; 3. Mengidentifikasi keberadaan residu hormon anabolik sintetik pada daging lokal yang dipotong di RPH-R di beberapa kota di Indonesia (sentra konsumsi ternak )



Target pengambilan sampel sebanyak 101 sampel yang terdiri dari : 1. RPH R sebanyak 17 sampel 2. Sapi bakalan Ex Impor sebanyak 38 sampel 3. Daging atau hati beku impor sebanyak 25 sampel. Lokasi pengambilan contoh sampel PROPINSI RIAU : a. Kabupaten Rokan Hilir (TPH ) b. Kabupaten Kampar ( 2 RPH ) c. Kabupaten Bengkalis ( 2 RPH ) d. Kabupaten Pelalawan ( 2 RPH ) e. Kabupaten Siak ( 2 RPH )



di RPH-R adalah : PROPINSI JAMBI : a. Kabupaten Muaro Bungo



SAMPEL DARI IMPORTIR : 1. Kota Batam a. PT. Dewi Niaga b. PT. Kharisma Karya Kartika c. PT. Minangjaya Sejahtera PROPINSI SUMATERA BARAT : d. PT. Sumber Alam Prima Makmur a. Kabupaten Dharmasraya ( TPH ) 2. Kab. Tanjung Balai Karimun : b. Kota Padang ( 3 RPH ) a. CV.AP Sejati c. Kota Padang Panjang ( RPH ) d. Kota Solok ( RPH ) e. Kota Sawahlunto ( RPH )



Target populasi daging dan hati sapi yang berasal dari produk impor maupun lokal, baik dalam bentuk daging dan hati sapi beku/dingin maupun daging dan hati sapi segar pasca pemotongan di RPH-R. Lokasi pengambilan contoh Target lokasi pengambilan contoh adalah RPH-R dan cold storage/importir yang ada di Indonesia. Metode dan Hasil Pemeriksaan : Metode : Metode Uji yang di lakukan dengan Metode Elisa untuk komfirmasi ke HPLC di kirim ke Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) Bogor. Hasil Pemeriksaan : Dari 101 sampel yang di pemeriksa dengan metode Elisa di temukan 4 sampel di atas 400 ppt. Setelah di lakukan uji konfirmasi ke HPLC di BPMSPH didapatkan hasil 1 sampel positif mengadung hormon TBA yaitu 2,3 ppb β Trenbolon Asetat. Kesimpulan dan Saran : Cara Pencegahan pemakaian hormon pemicu pertumbuhan : 1. Pengawasan obat hewan secara ketat 2. Melakukan tindakan pengawasan di :  Peternakan  Rumah peternak 3. Memonitor ketidak harmonisan dari produk ternak di:  Supermarket  Rumah potong  Pasar daging 4. Pemberian sanksi pelanggaran kepada peternak/fed lotter 5. Pengawasan obat hewan (karantina) 6. Masak daging secara sempurna sehingga residu kuman dapat didegradasi 7. Penerangan (sosialisasi) penggunaan hormon kepada para peternak.



2014 Bukittinggi Veteriner Review 16



IDEA SHARE



Program Autovaksin Untuk Papilomatosis Drh. I Gde Eka Budiyatnya, MP



Cutaneous papilomatosis atau kutil merupakan tumor kulit yang berbentuk seperti bunga kol, disebabkan oleh Bovine Papilomavirus (BPV) type BPV-1, BPV-2, dan BPV-5 yang termasuk dalam famili Papovaviridae. Kutil hampir ditemui pada semua ternak terutama sapi, kuda, domba, kambing, babi, anjing, dan kucing. Pada ternak sapi umur muda, kutil ditemui pada sekitar leher. Penularan kutil ini dapat melalui kontak langsung, makanan, penggunaan jarum suntik yang berulang dan peralatan kandang lainnya yang terkontaminasi ternak penderita (Meuten, 2002). Kerugian ekonomis akibat kutil adalah performans ternak sapi terlihat tidak baik karena pertumbuhan kutil yang meluas dipermukaan tubuh. Hal ini secara tidak langsung menurunkan nilai jual ternak sapi tersebut. Nilai jual ternak sapi muda yang seharusnya dengan nilai jual sapi bakalan, namun karena adanya kutil yang tumbuh secara meluas, maka ternak sapi tersebut hanya dinilai dengan harga daging perkilonya. Pada awal tahun 2013 saat kunjungan team Surveilans dan Monitoring Penyakit Hewan dari Balai Veteriner Bukittinggi (B.Vet) ke Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak Padang Mangatas (BPTUHPT) ditemukan beberapa ternak sapi milik BPTUHPT Padang Mangatas terinfeksi kutil. Ketua team Surveilans B.Vet Bukittinggi yang pada saat itu Drh. Yuli Miswati, M.Si kemudian berkoordinasi dengan Kasi Pelayanan Teknis (Yantek) B.Vet Bukittinggi Drh. I Gde Eka Budhiyadnya, M.P tentang cara terapi penyakit kutil tersebut. Oleh Kasi Yantek yang pada 2008 saat mengemban tugas



17 Bukittinggi Veteriner Review 2014



sebagai Koordinator Instalasi Hewan Percobaan telah berhasil menyembuhkan seekor ternak sapi milik B.Vet Bukittinggi dari infeksi kutil dengan terapi autovaksin menyarankan mengisolasi ternak terinfeksi dan melakukan terapi dengan autovaksin. Selanjutnya Drh. Yuli Miswati, M.Si berkoordinasi dengan Kasi Yantek BPTUHPT Padang Mangatas Ir. Yan Hendri, M.Si dan Dokter Hewan yang ada di BPTUHPT Padang Mangatas untuk melakukan isolasi ternak dan melakukan pengambilan kutil sebagai bahan dasar pembuatan Autovaksin yang akan di buat di B . Ve t B u k i t t i n g g i . D r h . I G d e E k a Budhiyadnya sebagai Kasi Yantek B.Vet Bukittinggi dan sekaligus sebagai penanggung jawab kegiatan surveilan dan minitoring penyakit hewan di BPTUHPT Padang Mangatas periode 2013-2014 secara intensif melakukan koordinasi dalam terapi kutil tersebut. Awal kegiatan pembuatan autovaksin dilakukan pada Lab. Bakteriologi Tahun 2008, kemudian dilakukan pada Lab.



Bioteknologi awal Tahun 2013 dan selanjutnya pertengatahan Tahun 2013 kegiatan pembuatan autovaksin kembali dilakukan pada Lab. Bakteriologi B.Vet Bukittinggi. Mengingat jarak yang cukup jauh antar B.Vet Bukittinggi dan BPTUHPT Padang Mangatas ± 30 Km, untuk efisiensinya pembuatan autovaksin, maka dilakukan BIMTEK pembuatan autovaksin kepada Drh. Bahagia Sari, Drh. Fatri Alhadi dan 3 orang paramedis BPTUHPT oleh Drh. I Gde Eka Budhiyadnya dan team Lab. Bakteriologi pada pertengahan Tahun 2014. Dari BIMTEK tersebut telah berhasil melakukan pembuatan autovaksin. Selama 2 tahun terakhir, sapi BPTUHPT Padang Mangatas terinfeksi kutil sebanyak 23 ekor dan telah sembuh sebanyak 20 ekor, sedangkan 3 ekor lagi masih dalam terapi. Dalam program penanganan Cutaneous Papilomatosis di BPTUHPT Padang Mangatas dilakukan isolasi ternak terinfeksi, selanjutnya terapi autovaksin sampai sembuh dan melepaskan kembali ke padang pengembalaan.



1



2



3



4



5



6



Gambar Sapi Uji 1: Sisi kiri depan sebelum terapi, 2: Sisi kiri depan setelah terapi, 3: Sisi kiri seluruh tubuh setelah terapi, 4: Sisi kanan depan sebelum terapi, 5: Sisi kanan depan setelah terapi, 6: Sisi kanan depan seluruh tubuh setelah terapi



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



PROSES PRODUKSI AUTOVAKSIN



Adapun proses pembuatan dan terapi dengan autovaksin adalah : 1. Koleksi Kutil Kutil diambil dari hewan terinfeksi. Sebelum kutil diambil terlebih dahulu dilakukan anastesi lokal dengan lidocain pada lokasi kutil yang akan disayat. Penyayatan dilakukan dengan menggunakan pisau bedah. Setelah kutil diambil dilakukan pembuatan autovaksin dengan metode Budhiyadnya dkk. (2008) dan pembuatan preparat histopatologi dengan metode Mikel (1994). Pembuatan Autovaksin (Budhiyadnya dkk., 2008) Pembuatan autovaksin dilakukan melalui tiga langkah yaitu : Koleksi virus (Vallat, 2004) 1. Kutil terkumpul, ditimbang sebanyak 1gr, masukkan ke dalam lumpang kemudian digerus selanjutnya ditambahkan PBS Isotonik PH 7 – 7,2 steril dengan perbandingan 1:1 {1gr sayatan kutil + 1ml PBS Isotonik PH 7 – 7,2} 2. Gerusan yang telah tercampur PBS Isotonik dimasukkan kedalam test tube lalu di sentrifuge 3000rpm selama 15 menit 3. Koleksi supernatan kemudian masukkan dalam test tube yang baru ditambah antibiotik {Procaine Penicillin-G (0,1gr/ml) dan Stretomycin Sulfat (0,02gr /ml)} 4. Perbandingan penambahan antibiotik dengan supernatan adalah 1:10 (1 bagian antibiotik + 9 bagian supernatan)



Inaktivasi virus (Budhiyadnya dkk., 2008) 1. 10 ml Supernatan yang diperoleh ditambahkan -propiolactone 10% sebanyak 0,025 % dari volume supernatant (10 ml)



1 Koleksi Kutil



2 Kutil ditimbang



3 Kutil + PBS digerus



4 Kutil + PBS



5 Kutil + PBS di Centrifuge



6 Pisahkan Supernatan



7 Inaktifasi Virus



8



9



10 Persiapan Injeksi



11 Injeksi Autovaksin



12 Sapi Sembuh



Formulasi autovaksin (Budhiyadnya dkk., 2008) 1. Virus yang telah di inaktifasi pada suhu 4°C selama 48 jam ditambah Thimerosal 10 % 2. Selanjutnya tambahkan Al (OH)3 2 % sebanyak 0,25 % dari volume supernatan (10ml) 3. Divortek setiap 2 jam dalam suhu 4°C selama 24 jam 4. Setelah 24 jam hentikan vortek, selanjutnya berikan Al (OH)3 2%, inkubasi selama 24 jam dalam suhu 4°C 5. S e t e l a h i n k u b a s i b u a n g supernatan sampai batas endapan Al(OH)3 2%. 2. Imunoterapi Dengan Autovaksin Imunoterapi dilakukan dengan cara injeksi autovaksin secara sub kutan (s.c) sebanyak 1ml/20kg berat badan dan pengulangan (booster) satu kali dengan volume yang sama, interval empat minggu setelah dilakukan injeksi per tama. Selanjutnya dilakukan pengamatan selama enam minggu. Booster interval empat minggu dilakukan mendasar pada respon imunitas dan penelitian yang dilakukan Budhiyadnya dkk (2008). Pengamatan enam minggu mendasar pada penelitian Inayat dkk. (1999), Budhiyadnya dkk. (2008), dan Panggty dkk. (2010), yaitu autovaksin mampu meregresi kutil antara empat sampai enam minggu.



2014 Bukittinggi Veteriner Review 18



IDEA SHARE



Caseouse Lymphoadenitis Pada Kambing



Caseous Lymphadenitis (CLA)



Common Abcess Locations



Drh. Budi Santosa



Pendahuluan Masyarakat kita telah familiar dengan ternak kambing. Kambing telah menjadi hewan yang dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia disamping sapi dan kerbau. Keberadaanya telah banyak memberi manfaat pada masyarakat. Namun demikian, selayaknya mahluk hidup yang lain, kambing juga terancam oleh berbagai macam penyakit yang bisa merusak kualitas hidupnya bahkan menimbulkan kematian. Di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat pernah dilaporkan banyaknya terjadi kematian kambing secara terus-menerus namun tidak sekaligus (sporadik). Adanya kematian ini, berdasar penuturan peternak, bermula setelah didatangkan kambing jenis PE dari luar daerah. Sebelum terjadi kematian, gejala klinis yang nampak adalah adanya benjolan-benjolan (abses) yang letaknya hampir seragam, yaitu di dagu, leher, di perut dan di bagian lainnya yang satu sama lain selalu sama. Dari kambing yang mati, saat benjolan itu dibuka maka akan dilihat material seperti keju. Dan hewan menunjukkan gejala batuk-batuk. Penyakit ini menular bahkan terhadap kambing-kambing yang sudah lama dipelihara di situ dan bukan jenis kambing PE. Dari hasil pengamatan dan pengujian laboratorium, kematian kambing-kambing tersebut didiagnosa disebabkan oleh penyakit kambing yang disebut Caseouse Lymphoadenitis (CL). Untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengenalan terhadap penyakit ini maka tulisan ini dibuat.



Apa itu Caseouse Lymphoadenitis? Caseouse lymphoadenitis adalah penyakit kronis dan bersifat menular yang menyerang kambing. Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium pseudotuberculosis. Penyakit ini telah tersebar luas di



19 Bukittinggi Veteriner Review 2014



seluruh dunia, dan menjadi perhatian terutama pada negara-negara yang banyak terdapat peternakan ruminansia kecil. Penyakit ini ditandai dengan adanya abses di titik titik nodus lymphaticus pada permukaan luarnya (external form) dan pada thorax dan abdomen (internal form). Pada CL internal form biasanya akan terjadi sakit dan gangguan pernafasan. Seringkali penyakit ini menjadi endemik pada suatu farm karena sulit untuk melakukan pemberantasan agen penyebabnya, dan adanya infeksi subklinis yang akan menjadi sumber kontaminasi terhadap lingkungannya. Kerugian ekonomi disebabkan adanya keropeng pada karkas yang akan menurunkan kualitas. Selain itu untuk penjualan komoditi kulit dan bulu akan mengalami penurunan harga karena penyakit ini meninggalkan bekas yang cukup mencolok pada kulit dan bulu. Culling pada hewan yang terinfeksi juga akan merugikan pada breeding stock. Bahkan, penyakit ini seringkali mengakibatkan kematian di suatu kandang atau farm secara terus menerus. Penyakit ini terutama menyerang kambing dan biri-biri, namun pernah juga dijumpai pada kuda, sapi, unta, babi, hewan liar, kerbau air dan bangsa unggas. Bahkan penyakit ini juga dijumpai pada manusia, sehingga perlu kehati-hatian untuk menangani hewan dari penyakit ini, terutama ketika bersentuhan dengan eksudat purulen yang berasal dari lesi lesi pada hewan tersebut.



Etiology dan Patogenesitas Corynebacterium pseudotuberculosis adalah bakteri gram positif, fakultatif dan coccobacillus intracellular. Berdasarkan kemampuan bakteri mengurangi nitrat bakteri ini dibagi menjadi dua biotype, yaitu grup nitrat-negative yang menginfeksi kambing dan biri-biri, dan grup positive-nitrate yang menginfeksi kuda. Sedangkan pada sapi bisa diisolasi dua jenis grup ini.



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



Semua strain membproduksi exotoxin yang disebut phospolipase D yang meningkatkan penyebaran bakteri dengan merusak sel endhotelial dan meningkatkan permeabilitas vascular. Bakteri ini mempunyai faktor virulensi kedua, suatu selubung lipid eksternal yang menyediakan proteksi dari enzym hydrolitik pada phagositosis hostnya. Replikasi bakteri terjadi pada phagositosit yang akan menghancurkan dan membuang bakteri. Kelanjutan proses replikasi bakteri diikuti kematian sel-sel radang, membentuk abses yang karakteristik yang diasosiasikan sebagai Caseous lymphoadenitis. Infeksi terjadi setelah C pseudotuberculosis melakukan penetrasi ke dalam kulit atau ke dalam mebran mukosa. Kebanyakan infeksi terjadi melalui kontak dengan eksudat purulent dari runtuhan eksternal atau dari radang paru-paru. Kerusakan kulit biasanya terjadi karena goresan gunting bulu, penandaan pada telinga, kastrasi, dan ancaman dari lingkunan lainnya seperti besi yang tajam, kayu yang runcing, cakar kuku hewan dan goresan kawat berduri. Hal tersebut yang membuka kemungkinan terjadinya infeksi C pseudotubercullosis pada tubuh. Melakukan dipping untuk memberantas ektoparasit yang sering dilakukan di banyak farm ternyata meningkatkan resiko penularan Caseouse lymphoadenits, karena bakteri C pseudotuberculosis bisa bertahan hidup pada cairan dipping sampai 24 jam. Dan yang lebih diperhatikan lagi adalah dipping secara bersamaan seringkali menyebabkan terjadinya abrasi pada kulit sehingga bakteri C pseudotuberculosis mudah menginfeksi. Bakteri ini tidak bermultifikasi di alam bebas, namun demikian bakteri ini bisa bertahan hidup di jerami , kayu dan tanah selama keadaannya tetap lembab. Anak kambing atau anak biri-biri yang baru lahir akan tertular melalui tali pusar yang menyentuh tanah yang terkontaminasi.



Gejala Klinis Caseouse lymphoadenitis adalah penyakit yang bersifat kronis dan seringkali terjadi infeksi berulang. Beberapa saat setelah inokulasi bakteri tersebut, secara perlahan terbentuk selubung abses di titik masuk pada kulit atau didekat titik nodus lymphaticus. Infeksi ini akan tersebar melalui darah atau lymphe ke dalam nodus lymphaticus dan ke organ dalam seperti paru-paru, ginjal, otak, hati dan uterus. Namun kurang umum infeksi terjadi di ambing dan scrotum. Awal



infeksi bersifat subklinis pada beberapa hewan dan sering diasosiasikan dengan demam, anorexia, dan selulitis pada sel infeksi. Ruptur dari abses superficial akan melepas material infeksius purulen ke lingkungan. Luka di kulit akan sembuh meninggalkan jaringan parut dan cenderung akan kembali terjadi radang sebulan atau setahun kemudian.



Biri-biri dan kambing sedikit banyak berbeda distribusi absesnya. Sehingga managemen penanganannyapun berbeda. Eksternal abses di sekitar kepala dan leher sering terjadi pada kambing, sementara bentuk visceral sering terjadi pada biri biri. Abses internal juga harus dipertimbangkan didiagnosa sebagai sindrom “thin ewe”, dimana ruminansia kecil dewasa menurun kondisinya meski mengkonsumsi pakan yang baik. Berkumpulnya biribiri saat pencukuran bulu meningkatkan penularan terutama pada waktu biri-biri batuk batuk sementara paru-parunya telah terinfeksi. Sebagai tambahan, gunting cukur yang terkontaminasi material purulen dapat menginfeksi biri-biri lain selama pencukuran bulu.



Radang Caseouse lymphoadenitis di daerah kepala



Radang makin sering terjadi seiring bertambahnya umur, penyakit klinis lebih sering terjadi pada hewan dewasa, dan hingga 40% hewan di flock bisa memiliki abses superficial. Secara umum gejala klinis CL adalah sebagai berikut: kambing/biri-biri selalu tertinggal di belakang; dyspnea; exudat purulent; pembesaran tonjolan pada



2014 Bukittinggi Veteriner Review 20



IDEA SHARE



Caseous Lymphadenitis pada Kambing



permukaan nodus lymphaticus,kehilangan berat badan, kehilangan selera makan,depresi; caseouse abses pada permukaan nodus lymphaticus dan pada struktur otot karkas;isi abses seperti krim dan pasta; dan pneumonia.



Lesi Pada biri-biri, abses seringkali memiliki lapisan yang disebut sebagai “onion ring” yang nampak jelas berlapis-lapis. Pada kambing abses kurang berbentuk dan eksudatnya lunak dan seperti pasta. Pada beberapa literatur penyakit ini juga disebut Chessy Gland, karena sifat dari isi benjolan yang seperti keju.



Caseous Diagnosa limfadenitis lesi, Keberadaan abses eksternal pada hewan bentuk eksternal, r u m i n a n s i a k e c i l s a n g a t m e n u n j u k k a n kelenjar getah kecenderungan penyakit Caseouse lymphoadenitis, khususnya pada peternakan yang endemis. Tetapi bening untuk lebih memastikan diagnosa penyebab abses prefemoral



tersebut maka dilakukan kulur bakteri. Organisme pyogenes lainnya seperti Arcanobacter pyogenes, Staphylococcus aureus, Pasteurella multocida, dan bakteri yang anaerob seperti Fusobacterium necrophorum juga dapat menyebabkan peradangan. Hewan yang diduga terkena C pseudotuberculosis diisolasi selama hasil kultur bakteri belum didapat. Hewan yang diduga terkena abses internal akan lebih memerlukan pendiagnosaan yang lebih rumit lagi. Radiografi dan ultrasonogarfi bisa digunakan untuk mendeteksi jenis lesi yang terjadi dalam tubuh. Kultur



21 Bukittinggi Veteriner Review 2014



dari cairan trachea bisa digunakan pada hewan dengan gejala pneumonia untuk memastikan bahwa penyebabnya adalah Caseouse lymphoadenitis. Abses pada kambing tidak hanya disebabkan oleh C pseudouberculosis, tapi juga bisa oleh bakteri lain seperti Pasteurella sp. Untuk membedakannya, abses yang disebabkan oleh Pasteurella sp lebih berbau dibanding abses CL. Dan abses yang disebakan oleh Pasteurella lebih lengket dan basah, sedangkan pada CL abses berisi pus yang cenderung kering tidak lengket dan tidak berbau, massa seperti keju. Test inhibisi hemolytik synergis bisa digunakan untuk mendiagnosa penyakit ini. Test ini mendeteksi antibodi phospolipase D exotoxin. Titer yang dihasilkan harus dievaluasi dengan mempertimbangkan sejarah penyakit pada peternakan, ada tidaknya gejala klinis penyakit ini, dan sejarah vaksinasi CL. Titer 1/8 atau lebih mengindikasikan adanya infeksi. Sedangkan titer 1/256 atau lebih mengindikasikan adanya peradangan internal. Namun demikian, test ini tidak bisa membedakan antara titer hasil vaksinasi atau hasil infeksi alami. Negatif palsu dapat terjadi jika pengujian dilakukan pada dua minggu pertama setelah terpapar. Juga pada hewan dengan sifat penyakit kronis. Ketika hewan dengan titer positif dianggap meragukan, test titer kembali dilakukan setelah 2 – 4 minggu. Jika titernya ternyata meningkat dan gejala klinis pada hewan bisa diamati, maka dapat diasumsikan penyebabnya adalah CL. Titer dari kolostrum akan hilang 3-6 bulan umur hewan, oleh karena itu pengujian titer antibody pada anak hewan kurang dari 6 bulan harus ditafsirkan dengan hati-hati.



Penanganan dan Kontrol Sekali diagnosa CL telah dilakukan untuk suatu peternakan, maka edukasi terhadap pemiliknya perlu dilakukan dengan jelas dan kontinyu mengingat penyakit ini secara alami akan kembali muncul. Pendekatan yang paling praktis untuk peternakan komersial adalah dengan cara memisahkan atau menghilangkan hewan yang positif dari kawanan ternak. Namun demikian, hewan yang masih menderita abses yang berair tidak boleh dibawa pergi untuk dijual sampai absesnya tidak berair dan lukanya sembuh. Penanganan secara individual harus disadari bahwa penyakit ini merupakan penyakit yang sulit diobati. Hewan dengan nilai ekonomis atau nilai



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



emosi ditangani terutama untuk alasan estetika atau untuk membatasi infeksi ke lingkungannya. Bila waktu memungkinkan bisa dilakukan operasi untuk membuang abses ini. Dan sebagai alternatif, abses ini dapat dibuka dan dialiri dengan cairan Iodine. Material purulent dapat dimasukan dalam suatu wadah tertutup untuk kemudian dimusnahkan dalam incenerator. Pembedahan dilakukan dengan sarung tangan disposal untuk mencegah kemungkinan terjadinya penularan pada petugasnya. Hewan yang ditangani harus dipisahkan dari kawanannya sampai lukanya sembuh. Efikasi therapi antibiotik sistemik masih menjadi kontroversi. Meskipun C pseudotuberculosis peka terhadap Penicillin in vitro, namun pada in vivo hal ini tidak efektif karena Penicillin sulit menembus dinding abses. Longterm (4-6 mgg) Penicillin (22.000 IU/Kg, IM), dan rifampin (10–20 mg/kg, PO) telah digunakan untuk mengobati internal form CL dengan tingakat keberhasilan yang terbatas. Praktek pengobatan dengan menyuntikan formalin ke dalam abses sangat tidak dianjurkan karena residu dari formalin merupakan karsinogen. Vaksin CL komersial telah diproduksi untuk biribiri. Vaksinasi pada hewan muda pengganti telah mengurangi angka insidensi dan prevalensi pada suatu flock, tetapi itu tidak mencegah infeksi baru dalam flock atau mengobati hewan yang terinfeksi. Sekarang ini, semua kandungan phospolipid D toxoid, dan beberapa juga mengadung semua sel bakteri mati. Vaksin tersedia sebagai monovalen bakterin dan persiapan polyvalent dikombinasikan dengan Clostridium tetani, C perfringen type D. Dosis yang ditentukan diberikan secara SC pada space axillary setelah kekebalan kolostrum menurun (kurang lebih umur 3 bulan) dan harus diulang dalam 4 minggu. Imunitas kolostrum dapat ditingkatkan dengan memberikan booster kepada induk yang bunting, yaitu 1 bulan sebelum melahirkan. Booster tahunan dianjurkan. Bukti diperoleh bahwa vaksinasi setiap 4-6 minggu mungkin menguntungkan untuk peternakan dengan paparan yang tinggi.Vaksin ini seharusnya digunakan terutama bagi biri-biri yang potensial terinfeksi, karena kadang-kadang terjadi reaksi balik dari vaksinasi ini seper ti kelambanan dan kepincangan. Pada kambing pemberian vaksin menunjukkan efikasi yang rendah dan reaksi balik yang tinggi,



seperti penurunan produksi susu, malaise, demam, ataxia, edema ventral dan kematian mendadak. Meski demikian, penggunaan vaksin komersial pada kambing juga dilaporkan banyak berhasil. Program kontrol yang efektif perlu dilakukan sekali diagnosa CL di suatu peternakan telah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi angka kejadian penyakit. Hewan yang terinfeksi secepat mungkin di culling, atau dengan cara lain dilakukan pemisahan antara hewan yang terinfeksi dan hewan yang “bersih”. Adanya hewan terinfeksi yang asymtomatic pada kelompok yang “bersih”akan membatasi keberhasilan program ini, ini salah satu alasan eradikasi CL sulit dilakukan. Anak kambing dan anak biri-biri dari area terinfeksi dapat diberi kolostrum atau susu yang yang berasal dari induk terinfeksi namun harus dilakukan pasteurisasi. Vaksinasi pada hewan muda pengganti perlu dipertimbangkan dan culling pada hewan lebih tua yang terinfeksi harus dilakukan secara bertahap untuk pertimbangan ekonomis. Jika kasus penyakit ini dalam keadaan rendah, maka program vaksinasi dihentikan dan semua hewan non vaksinasi yang seropositif di-culling. Penggantian hewan harus berasal dari produser yang menerapkan pencegahan CL dengan baik. Penggantian dengan hewan yang tidak jelas asal usulnya sangat tidak dianjurkan. Hanya hewan yang seronegatif, tidak ada abses pada lympho nodulusnya dan berasal dari daerah yang tidak ada kejadian, yang boleh masuk dalam area “bersih”. Produser harus menghilangkan item-item berbahaya seperti kawat berduri, kuku yang mencuat, dan peralatan makan yang keras dari lingkungan peternakan untuk menghindari terjadinya kelukaan dan menjadi keadaan yang potensial untuk penularan CL. Peternak biri-biri seharusnya membeli alat cukur bulu sendiri dan cairan perendam sendiri dan tidak saling menukarnya dengan flock lainnya. Hewan yang lebih tua dan yang terdapat abses apabila dilakukan pencukuran harus dilakukan paling belakangan. Dan peralatan harus didesinfeksi setelah terkontaminasi exudat. Pencukur harus datang ke flock dengan tangan yang bersih dan pakaian tertutup yang bersih juga. Semua item yang kontak atau berasal dari flock yang berbeda harus disterilisasi, diganti atau dibersihkan.(Dari berbagai sumber).



2014 Bukittinggi Veteriner Review 22



IDEA SHARE



Penyakit Paratuberculosis Drh. Dwi Inarsih



Sifat penting dari penyakit ini meliputi jalan penyakit yang lambat serta tidak jelasnya proses infeksi, masa tunas/inkubasi penyakit yang panjang dan daya tahan yang tinggi kuman untuk hidup diluar tubuh hewan.



23 Bukittinggi Veteriner Review 2014



Paratuberkulosis pertama kali dilaporkan oleh Johne dan Frothingham pada tahun 1895. Penyakit ini telah tersebar luas di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Denmark, Belgia, Belanda, Kanada, India dan Australia (bersifat endemik di Victoria dan Tasmania). Bakteri Mycobacterium avian subspesies paratuberculosis (MAP) merupakan kuman bakteri penyebab Penyakit Paratubercolosis atau Johne's Desease (JD) pada sapi. Kadang-kadang bakteri ini juga disebut sebagai Myco Johne. Sedangkan pada manusia menyebabkan Crohn's Diseases (CD). Kedua penyakit ini mempunyai ciri-ciri gejala dan patologis yang sama yaitu menimbulkan radang kronis pada usus terutama ileum dan kolon yang khas dengan granulomatosa. Hubungan antara JD dan CD masih dalam penelitian, beberapa peneliti menyatakan tidak ada bukti yang kuat bahwa MAP ditularkan dari hewan atau hasilnya. Tapi beberapa peneliti menyatakan bahwa susu sapi dan produk olahannya merupakan bahan pangan yang diduga kuat sebagai sumber penularan. Mikobacterium ini merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang pendek dan gemuk serta ujung-ujungnya bulat, nonmotil, berukuran kecil dan membentuk kelompok, dia dalam pertumbuhannya sangat tergantung pada mycobactin. Kuman ini mempunyai sifat pertumbuhan yang lambat, namun kemampuan menimbulkan penyakit sangat merugikan. Meskipun Mycobacterium avian subspesies paratuberculosis bersifat parasit obligat, namun kuman tersebut dapat tahan hidup utuk waktu yang lama diluar tubuh hospesnya bila suasana serasi.



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



Masa inkubasi penyakit ini sangat lama (2-4 tahun) yaitu sejak hewan masih muda (0-6 bulan) dan akan menunjukkan gejala klinis pada saat sapi berumur 2 tahun keatas karena bersifat kronis, sehingga pada sapi berumur kurang dari 2 tahun jarang teramati gejala klinisnya. Penyakit paratuberculosis merupakan gangguan yang berupa radang usus kronis yang tersifat yang disertai dengan gejala klinis pada stadium akhir berupa diare kronik dan kehilangan berat badan atau kekurusan yang bersifat progresif walaupun demikian nafsu makan sapi tetap baik. Gejala yang ditimbulkan tidak spesipik seperti diare, muntah, demam, hingga diare berdarah sehingga sering tidak di diagnosis segera. Sedangkan pada sapi perah akan diikuti dengan penurunan produksi susu. Penularannya bisa melalui kotoran (feses) yang mengandung kuman Mycobacterium avian subspesies paratuberculosis yang menempel pada punting susu induk atau pakan yang terkontaminasi feses yang mengandung kuman. Sapi yang sudah menunjukkan gejala klinis akan sangat berbahaya bagi hewan sekelompoknya. Jadi sifat yang penting dari penyakit ini meliputi jalan penyakit yang lambat serta tidak jelasnya proses infeksi, masa tunas/inkubasi penyakit yang panjang dan daya tahan yang tinggi kuman untuk hidup diluar tubuh hewan. Petunjuk diagnosa pada penyakit paratubercolosis dapat dari sejarah penyakit, ditemukan gejala klinis utama, uji laboratorium antara lain uji serologi untuk mendeteksi Antidody dengan berupa Complement Fixation Test (CFT), Enzyme Linked Immono Sorbent Assay (ELISA) dan AGP, sementara Fragmen DNA bakteri dapat diamplifasi dengan metode uji teknologi biomolekuler berupa Polimerase Chain Reaction (PCR). Uji laboratorium yang lain juga dapat dengan pemeriksaan mikroskopis secara langsung dengan pengecatan tahan asam, serta dilakukan Isolasi dan Identifikasi dengan medium khusus berupa pemeriksaan bakteriologis dari tinja, ujia lergi yang analog denganuji tuberculin untuk tuberkulosis. Biofsi kelenjar limfe mesentrika dengan melakukan laparotomi untuk mengeluarkan kelenjar limfe kemudian dilakukan pemeriksaan FAT. Pencegahan dan Pemberantasan. Kandang harus dijaga tetap bersih dan yang tercemar dapat melakukan desinfeksi kandang. Hewan yang terserang biasanya resisten terhadapan Antibiotika dan kemoterapi lainnya. Oleh karena itu pengobatan adalah tidak efektif. Vaksinasi untuk pencegahan dapat dilakukan menggunakan vaksin inaktif dari bakteri M. paratuberkulosis yang tidak ganas dengan menyuntikkan di bawah kulit atau menggunaka vaksin aktif yang disuntikkan di bawah kulit leher. Pada pedet disuntik pada umur kurang dari 1 bulan.



Di beberapa negara seperti New Zeland, Australia, Inggris dan Medeterranean, penyakit ini terkenal sebagai salah satu penyakit menular yang penting pada industri peternakan sapi dan domba. Di Afrika, paratuberculosis dilaporkan di sejumlah Negara antara lain Sudan, Ethiopia, Kenya, Uganda, Tansania, Nigeria, Zambia danAfrika selatan. Di USA penyakit tersebut dapat menimbulkan kerugian ekonomi pada industry petenakan. Di beberapa negara seperti Australia dan New Zeland prevalensi penyakit ini cukup tinggi yaitu 17% dan 22%. Indonesia pernah mengimpor bibit sapi dari Negara tersebut untuk pengembangan peternakan, baik berupa sapi perah maupun sapi potong, hal ini memungkinkan penyakit tersebut terbawa masuk ke Indonesia dan menginfeksi hewan-hewan yang ada di Indonesia. Selain itu adanya program pemerintah dalam swasembada daging sapi menjadikan pemberantasan terhadap penyakit ini sangat diperlukan. Permintaan produksi daging sapi domestik terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran pemenuhan kebutuhan. Dalam rangka membantu program pemerintah tersebut salah satu tupoksi dari Balai Veteriner Bukittinggi adalah menyidik dan menguji penyakit guna mengetahui sedini mungkin tentang adanya kasus penyakit serta ikut berupaya dalam mencegah penyebaran penyakit tersebut. Dalam pengujian terhadap penyakit Paratubercolosis ini, Balai Veteriner Bukittingg telah melakukan pengujian untuk mendeteksi antibody secara serologi dengan metode ELISA yang dilakukan oleh laboratorium Bakteriologi dan bila dihasilkan positif akan di konfirmasi dengan menggunakan metode PCR yang dilakukan olah laboratotrium Biotek. Pengujian secara serologi sendiri telah dikerjakan sejak tahun 2011 terutama pada sapi-sapi yang mempunyai gejala kurus, diare dan menurut peternak sapi tersebut mempunyai nafsu makan yang masih baik. Didapatkan pula hasil serpositif pada pengujian yang telah dilakukan, maka sekiranya sangat perlu dan penting melakukan Survaillans dan monitoring yang yang berkelanjutan serta berulang untuk melakukan pemantauan dan ini akan sangat bermanfaat dalam membantu program pemerintah dalam swasembada daging. Yang tidak kalah pentingnya merupakan salah satu upaya dalam menjaga rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumi produk asal hewan. Sebagai laboratorium yang telah menemukan adanya seropositif maka kami himbau dan sarankan kepada semua pihak yang terkait dalam masalah kesehatan hewan untuk perketat pengawasan lalulintas ternak serta hindari kemungkinan adanya kontaminasi pakan, air, air susu dan peralatan dari kotoran sapi yang terinfeksi terutama terhadap pedet-pedet disekitar sapi yang terinfeksi kuman Mycobacterium avian subspesies paratuberculosis.



2014 Bukittinggi Veteriner Review 24



FROM OUR LAB



3.



JHP



Lounching kegiatan ini pada saat rapat koordinasi wilayah kerja.



4. JHP yang sudah selesai di proses, di scanning dan dikirim ke ke pelanggan dan di tembuskan ke intansi yang terkait. Dampak dari pengiriman JHP dengan menggunakan email : 1. JHP sampai ke pelanggan dengan cepat 2. Data/JHP terarsip dengan baik secara elektronik baik bagi kita pengirm maupun pelanggan yang menerima. 3. Data mengiriman JHP tercatat secara elektronik



INOVASI LAYANAN



Jawaban Hasil Pemeriksaan Elektronik drh. Rina Hartini DALAM ERA KEMAJUAN TEKNOLOGI INFORMASI sekarang ini, tuntutan meningkatkan pelayanan publik dengan meningkatkan kecepatan pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Salah satu bentuk produk balai adalah Jawaban Hasil Pemeriksaan (JHP). Sebelum tahun 2013, Balai Veteriner Bukittinggi dalam memberikan pelayanan kecepatan pengiriman JHP masih di nilai kurang. Hal ini ditunjukkan dengan kritik/saran dari pelanggan (Instansi/Perusahaan/perorangan) berkaitan dengan lamanya JHP sampai ke pelanggan dan bahkan tidak sampai. Kendala-kendala yang dihadapi adalah leyak geografis wilayah kerja Balai veteriner yang meliputi Propinsi sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau sehingga menyebabkan proses pengirimkan JHP memakan waktu, disamping itu prosedur penerimaan surat di Instansi yang kadang meneyebabkan JHP tidak sampai kepada yang bersangkutan. Sebagai solusinya, pada tahun 2012 Bvet Bukittinggi membuat inisiatif baru dengan menggunakan kemajuan teknologi informasi (email) dalam pengiriman JHP. Kegiatan ini merupakan wujud komitmen Bvet Bukittinggi memberikan pelayanan prima kepada pelanggan. Secara teknik, pengiriman JHP adalah 1.



Menyediakan email khusus untuk pengiriman JHP yaitu : [email protected]



2. Mendata semua alamat email semua Instansi terkait yang ada di wilayah kerja, sedangkan bagi perusaahaan/pribadi disediakan form untuk mengisikan alamat email.



25 Bukittinggi Veteriner Review 2014



4. Tidak ada lagi pelanggan yang mengeluhkan JHP tidak sampai.



Pengembangan Pengujian Toksikolologi di Laboratorium Patologi Katamtama, Sofina Latief Dalam perkembangannya pengujian toksi pada hewan semakin diperlukan di masyarakat. Hal ini karena semakin banyak penggunaan senyawa–senyawa kimia baik untuk keperluan pertanian, industri maupun rumah tangga yang kadang–kadang menjadi penyebab keracunan pada ternak. Selain itu banyaknya kasus keracunan pada ternak yang disengaja (kriminal) juga ikut andil dalam banyaknya kasus keracunan ternak. Untuk diagnosa keracunan, pertama kali harus mengetahui hasil penyidikan mengenai sejarah kematian (kematian akut atau kronis), gejala klinis, pengamatan patologi anatomi (postmortem findings) atau keadaan lingkungan (industri, pertanian), maka dapat menentukan atau mengarahkan pemeriksaan senyawa toksiknya. Secara prinsip metode analisa senyawa toksik antara lain: 1. Metode reaksi kimia (kwalitatif) Mereaksikan sampel yang telah di ekstraksi dengan bahan kimia tertentu sehingga bisa diketahui/ diperkirakan kandungan dan sifat kimia bahan sampel yang diuji 2. Metode pemeriksaan KIT Mereaksikan sampel yang telah diekstraksi dengan kit tertentu sehingga diperoleh hasil kadar tertentu atau kandungan zat tertentu, misalnya dengan KIT pHmeter, KIT Nitrat/Nitrit, dll



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



3. Metode Spektrofotometri Pada prinsipnya adalah mereaksikan sampel yang telah diekstraksi dengan senyawa kimia tertentu sehingga terjadi perubahan warna. Warna yang dihasilkan diukur intensitasnya dengan alat spektrofotometer yang telah ditentukan panjang gelombangnya. Spektrofotometer akan membaca absorben warna sehingga bisa dikonversi dengan absorben pada pengukuran larutan standart 4. Metode kromatografi Kata kunci metode kromatografi ini adalah pemisahan, maksudnya adalah memisahkan senyawa target dengan metode tertentu, sehingga senyawa yang telah terpisah tersebut bisa dianalisa dengan larutan standart. Contoh metode ini adalah KLT (Kromatografi Lapis Tipis) atau TLC (Thin Layer Chromatografi), GC (Gas Chromatografi) dan HPLC



Inhouse Training Pengenalan ISO/IEC 17043:2010 drh. Martdeliza, M.Sc



Pada pengujian menggunakan KIT antara lain pH dan Nitrat–Nitrit. Untuk metode spektrofotometri antara lain Phospor darah, Magnesium darah, Calsium d a r a h , To t a l P ro t e i n m e t o d e i n i menggunakan sampel uji dari serum. Selain itu pada pengujian amonia dengan pereaksi nesler juga bisa menggunakan spektrofotometer.



Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 89/Kpts/PD.620/1/2012 BVet Bukittinggi ditetapkan sebagai laboratorium rujukan untuk penyakit rabies. Untuk itu BVet Bukittinggi dituntut meningkatkan kapasitas dalam metode uji rabies. Peningkatan kapasitas laboratorium BVet Bukittinggi dilakukan melalui proyek AIPEID (Australia Indonesia Project Emerging Infectious Disease). diantaranya pengembangan dan peningkatan diagnosa rabies. Proyek kerjasama dengan AIP-EID (Australia Indonesia Project Emerging Infectious Disease) di Bukittinggi dimulai dari Tahun 2012. Pengembangan metode yang dilakukan untuk pengujian serologi (The Rapid Fluorescent Focus Inhibition Test/RFFIT) yang merupakan gold standar WHO dan untuk identifikasi virus dengan metode uji RIAD (Rabies Indirect Antigen Detection). Peningkatan SDM dilakukan dengan mengikut sertakan BVet Bukittinggi uji profisiensi FAT (Flurescent Antibody Test), ELISA, PCR dan RIAD yang diadakan oleh AAHL (Australian Animal Health Laboratory).



Pada pengujian menggunakan metode kromatografi, Balai Veteriner Bukittinggi menggunakan Gas Chromatografi. Sementara ini tersedia metode pengujian insektisida organochlorin dengan parameter standart ɤ-BHC, Heptachlor, Heptachlor epoxide Isomer B, Endrin, Methoxichlor.



Bekerjasama dengan AIP-EID, Bukittinggi menjadi provider (penyedia uji profisiensi) untuk uji profisiensi rabies dengan metode FAT dari Tahun 2012 dan Pada tahun 2014 dilakukan secara mandiri oleh BVet Bukittinggi. Ke depannya BVet Bukittinggi berusaha mendapatkan sertifikat ISO/IEC 17043 :2010.



Untuk Balai Veteriner Bukittinggi, yang biasa dilakukan pada pengujian reaksi kimia antara lain uji Chlor, Phosporus, sianida, Zink Phospide, Oksalat, amonia, dll. Pada pemeriksaan ini menggunakan sampel isi rumen/isi lambung, air, hijauan dan material lain yang diduga menjadi penyebab ternak mengalami keracunan misalnya serbuk warna hitam, putih dll yang ditemukan di sekitar kasus kematian ternak.



Sebagai langkah awal pada tanggal 23 sampai 24 Oktober 2014, Balai Veteriner Bukittinggi mengadakan Inhouse Training mengenai "Pengenalan ISO/IEC 17043:2010”. Peserta training ini adalah semua dokter hewan dan semua pegawai BVet Bukittinggi yang bekerja dibagian teknis. Narasumber training bapak Nana Suryana MSc Training dibuka oleh Kepala Balai Veteriner Bukittinggi, drh. Azfirman yang menjelaskan tujuan dan harapannya diadakan acara ini Dalam training disampaikan mengenai ISO/IEC 17043:2010, dokumen-dokumen yang harus disiapkan untuk memperoleh sertifikat ISO/IEC 17043:2010 dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Beberapa dokumen yang harus disiapkan sebagai berikut : Panduan Mutu persyaratan Manajemen dan Teknis, Dokumen Prosedur dan Skema Uji Profisiensi. Dari training ini diharapkan staff BVet Bukittinggi mengenal ISO/IEC 17043:2010. Selain itu, diharapkan juga agar staff BVet Bukittinggi khususnya yang akan ditugaskan oleh pimpinan dapat menyusun dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pengajuan sertifikat ISO/IEC 17043 dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dengan harapan BVet Bukittinggi segera bisa memperoleh sertifikat ISO/IEC 17043.



2014 Bukittinggi Veteriner Review 26



FROM OUR LAB



LABORATORIUM PARASITOLOGI



Peningkatan Kompetensi SDM Laboratorium Parasitologi drh. Budi Santosa Laboratorium Parasitologi Balai Veteriner se-Indonesia mempunyai kegiatan tahunan berupa kegiatan Peningkatan Kompetensi SDM Laboratorium Parasitologi. Kegiatan ini dilaksanakan secara bergiliran pada semua BVet/BBVet yang ada di Indonesia. Untuk tahun 2014, kegiatan ini dilaksanakan di Balai Veteriner Bukittinggi. Pelaksanaan tepatnya mulai tanggal 21 sampai dengan 25 April 2014 bertempat di Hotel Kharisma Bukittinggi dan di Laboratorium Balai Veteriner Bukittinggi. Maksud diadakannya kegiatan ini adalah meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pada laboratorium Parasitologi di BBVet dan BVet seIndonesia. Melalui kegiatan yang dilaksanakan ini diharapkan akan bisa tercapai tujuan menambah pengetahuan dan keterampilan personel laboratorium yang bekerja di Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner yang ada di Indonesia. Selain itu, melalui kegiatan ini juga diharapkan tercapai tujuan adanya tukar pengalaman dan informasi tentang metode pengujian Parasitologi, penemuan kasus penyakit parasiter pada hewan tukar informasi tentang perkembangan penyakit prasiter pada masing-masing regional dan menyepakati standar pengujian penyakit parasiter. Pada pelaksanaan kegiatan di Bukittinggi kali ini, juga diundang perwakilan dari Fakultas Kedokteran Hewan se-Indonesia. Dan yang bisa hadir adalah Bapak Drh. Yudha Fahrizal, MSc, PhD (FKH Unsyah, Aceh), Drh. Fadjar Satrija, MSC, PhD. (FKH IPB, Bogor), Drh. R Wisnu Nurcahyo dan Drh. Ana Sahara, MSi (FKH UGM, Yogyakarta) dan Drh. Dedeh N. Adi Suratma, MP dan DR. Drh. Hapsari Mahatmam, MP.(FKH Udayana, Denpasar) Sedangkan perwakilan PB PDHI adalah Prof. Bambang Pontjo P, MS, PhD. Dan sebagai narasumber adalah Bapak Drh. Didik Tulus Subekti, MKes. (BBLITVET BOGOR).



27 Bukittinggi Veteriner Review 2014



Yang berbeda pada pertemuan kali ini adalah disepakati dan dideklarasikan Asosiasi Parasitologi Veteriner Indonesia (APARVI) dan berhasil dipilih Presidium yang diketuai oleh DR. Drh. R Wisnu Nurcahyo. Dan adanya a s o s i a s i i n i ya n g t e l a h l a m a d i t u n g g u - t u n g g u pembentukannya diharapkan bisa menjadi wadah bagi insan yang berkiprah di bidang Parasitologi, dan akan makin mendukung kemajuan dan pengembangan bidang Parasitologi Veteriner di Indonesia. Kegiatan kali ini dihadiri oleh semua Balai/Balai Besar Veteriner se-Indonesia yaitu Balai Veteriner Medan, Balai Veteriner Bukittinggi, Balai Veteriner Lampung, Balai Veteriner Subang, Balai Besar Veteriner Wates, Balai Besar Veteriner Denpasar, Balai Besar Veteriner Maros dan Balai Veteriner Banjar Baru. Tidak ketinggalan, BBLitvet Bogor juga turut hadir pada acara tahunan ini. Sedangkan dari Dinas Propinsi yang datang adalah Laboratorium Type B Sumatera Barat, Padang, Laboratorium Type B Riau, Pekanbaru dan Laboartorium Type B Jambi, Jambi. Selain itu hadir juga peserta dari Poskeswan di wilayah Sumatera Barat, antara lain Poskeswan Kota Bukittinggi, Poskeswan Kabupaten Agam, Poskeswan Kota Payakumbuh dan turut hadir juga BPTU-SP Padang Mangatas. Secara keseluruhan kegiatan ini dihadiri 50 orang. Kegiatan inti pada kegiatan “Workshop Peningkatan Kompetensi SDM Laboratorium Parasitologi se-Indonesia” ini adalah berupa Presentasi oleh Drh. Didik Tulus Subekti, MKes sebagai narasumber utama yang membawakan materi tentang ” Perkembangan, Struktur, Mekanisme Kerja dan Efikasi Trypanosidal untuk Surra; Pola Parasitemia dan Kematian Mencit yang Diinfeksi Trypanosoma evansi Isolat Indonesia; dan Trypanosomiasis ataukah Surra.” Dan pada sessi berikutnya adalah kegiatan praktikum di laboratorium Parasitologi Balai Veteriner Bukittinggi yaitu tentang Cryopreservasi Trypanosoma. Pada kegiatan ini peserta workshop diberi materi dan praktek tentang penyimpanan Isolat Trypanosoma. Dengan mengetahui teknik ini di kemudian hari tidak akan kesulitan lagi untuk menyimpan Trypanosoma secara biologis di mencit karena akan menyita waktu, tenaga dan biaya. Metode penyimpana ini akan sangat efisien dalam pelaksanaannya, sehingga kita bisa dengan mudah kembali membiakkan Trypanosoma dari isolat yang kita simpan ini. Selanjutnya bisa kita lakukan riset dan penelitian terhadap Trypanosoma ini. Akhir dari rangkaian kegiatan ini adalah dirumuskannya rekomendasi yang terkait dengan Surra dan penanganannya, baik di lapangan maupun di laboratorium. Dan rekomendasi ini diteruskan ke Pusat untuk selanjutnya menjadi pedoman tindakan dan penanganan Surra di Indonesia.@(busant)



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



Bimtek Petugas Lapangan Regional iSIKHNAS Modul Surveilans Tahun 2014 drh. Rina Hartini Dalam rangka penguatan Sistem Informasi Kesehatan Hewan melalui peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia dibidang manajemen informasi kesehatan hewan, Balai Veteriner Bukittinggi mengadakan Bimbingan Teknis Petugas Lapangan Regional tahun 2014 mengambil kegiatan Training of Trainer iSIKHNAS (Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu) Modul Surveilans tahun 2014 yang dilaksanakan 3 tahap. Kegiatan Tahap I Kegiatan Tahap I dilaksanakan di Bukittinggi, Propinsi Sumatera Barat, 3-5 Juni 2014 yang di buka oleh oleh Kasubdit P2H drh. M. Syibli. Bimbingan Teknis Petugas Lapangan Regional iSIKHNAS (Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu) Modul Surveilans tahun 2014 dibimbing oleh narasumber dari Direktoral Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Koordinator ISIKNAS Regional dan Propinsi). LABORATORIUM VIROLOGI



Dengan kegiatan ini harapkan peserta mengetahui keunggulan dan manfaat iSIKNAS untuk mendukung penguatan Sistem Informasi Kesehatan Hewan yang terintegrasi yang dapat diakses dengan cepat. Dan kedepan diharapkan langsung mengaplikasikan Isikhnas dan menjadi pelatih untuk Wilayah kerja (Kab/Kota). Peserta kegitan ini adalah koordinator iSIKHNAS Propinsi dan Koordinator Kabupaten yaitu dari Propinsi Sumatera Barat (Kab. Tanah Datar, Kab. Limapuluh Kota, Kab. Sijunjung, Kab. Pasaman Barat, Kab. Dharmasraya, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, Kota Solok, Kota Pariaman). Propinsi Riau (Kota Pekanbaru, Kab. Kampar, Kab. Rokan Hulu, Kab. Bengkalis, Kota Dumai dan Kab. Siak). Dari Propinsi Jambi Kota Jambi, Kab. Bungo, Kab. Sarolangun, Kab. Kerinci, Kab. Tanjab Barat dan Kab. Tanjab Timur). Dari Propinsi Kepulauan Riau (Kota Tanjung Pinang, Kab. Bintan dan Kab. Karimun).



Kegiatan Tahap II Kegiatan Tahap II dilaksanakan di Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau, 2021 November 2014 yang di buka oleh oleh Kasubdit P2H drh. M. Syibli. Peserta kegitan ini adalah koordinator iSIKHNAS Kabupaten dari Propinsi Sumatera Barat (Kab. Kepulauan Mentawai, Kab. Agam dan Kota Sawahlunto), Propinsi Riau (Kab. Kepulauan Meranti dan Kab. Pelelawan) dan dari Propinsi Kepulauan Riau (Kota Batam, Kab. Karimun, Kab. Natuna, Kab. Lingga dan Kepulauan Anambas). Kegiatan Tahap III Kegiatan Tahap III dilaksanakan di Kota Padang, Propinsi Sumatera Barat , 8-9 Desember. Peserta kegitan ini adalah koordinator iSIKHNAS Kabupaten dari Propinsi Sumatera Barat (Kab. Solok Selatan, Kab. Solok, Kab Padang Pariaman, Kab. Pesisir Selatan, Kab. Pasaman dan Kota Padang).



wilna Sri



Inhouse Training Elisa Rabies Bvet Bukittinggi ditunjuk sebagai laboratorium rujukan rabies berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 89/Kpts/ PD.620/1/2012. Karenanya Balai Veteriner Bukittinggi dituntut meningkatkan kapasitas dalam metode uji rabies. Dalam rangka meningkatkan kapasitas pengujian rabies BVet Bukittinggi mengadakan inhouse training “Elisa Rabies” pada tanggal 10 – 14 Juni 2014 dengan narasumber Prof Dr drh Suwarno, Msi.



Peserta seluruh dokter hewan BVet Bukittinggi dan paramedik veteriner yang bekerja di laboratorium virologi. Materi yang disampai oleh narasumber tentang prinsip dan prosedur ELISA secara manual tampa menggunakan kit komersil, dari persiapan bahan sendiri, coating sendiri dan pelaksanaan ujinya. Harapannya nanti laboratorium bisa mengurangi ketergantungannya laboratorium



2014 Bukittinggi Veteriner Review 28



INVESTIGASI / SURVEILANS



Investigasi Jembrana di Batanghari drh. Rina Hartini



Dalam rangka melaksanakan salah satu tugas dan fungsinya Balai Veteriner Bukittinggi melakukan kegiatan Investigasi di Kabupaten Batanghari Kecamatan Muaro Bulian, Desa Sungai Baung pada tanggal 27 Juni 2014. Kegiatan Investigasi penyakit hewan ini dilaksanakan bersama-sama dengan Dinas Peternakan Kabupaten Batanghari. Dilakukan wawancara dengan peternak dan petugas Dinas Peternakan di lokasi kejadian. Berdasarkan keterangan dari petugas Dinas Peternakan Kabupaten Batanghari dan petugas lapangan yang mendampingi tim Balai Veteriner Bukittinggi, diperoleh informasi bahwa pada tanggal 14 Mei 2014 seorang peternak membeli 4 ekor sapi dari Pasar Ternak Muaro Bulian dan mencampurkan dengan sapi yang lama sebanyak 8 ekor. Dalam perjalan seekor sapi menunjukan gejala sakit dan dilakukan potong paksa. Petugas jagal mengakui sempat memperhatikan sekilas perubahan patologi anatomi organ sapi yang telah dipotong paksa diketahui adanya pembengkakan pada hati dan limfa. Seminggu kemudian sapi menunjukkan gejala klinis demam tinggi berkisar 41 s/d 430C, anoreksia, leleran hidung, hiperlakrimasi, hipersalivasi, vulvovaginistis, sesak nafas dan feses berdarah. Pada saat tim Balai Veteriner mengunjungi lokasi peternakan, hasil pengamatan langsung pada sapi Bali masih ditemukan hewan yang menunjukkan gejala klinis sakit sedangkan kematian pada ternak sapi tidak terjadi lagi. Dari keterangan yang didapat bahwa pada bulan Mei–Juni tahun 2014 telah terjadi kematian ternak Sapi Bali sebanyak 16 ekor, sebagian dijual dan dipotong paksa dari total populasi sebanyak 200 ekor. Lokasi peternakan sapi Bali ini berada di sepanjang sungai Batanghari. Pengambilan sampel dilakukan di kandang sapi pada kelompok ternak yang terancam. Pengambilan sampel dalam rangka kegiatan penyidikan penyebab kematian ternak sapi Bali yang diarahkan kepada kasus Penyakit Jembrana. Sampel yang diambil berupa darah, darah antikoagulan, organ, dan ulas darah. Pengujian di laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya agen virus Jembrana pada ternak sapi. Pengujian dengan menggunakan metode PCR dari sampel darah antikoagulan dan hasilnya Positif virus Jembrana. Pengujian parasit darah dengan Metode Pewarnaan



29 Bukittinggi Veteriner Review 2014



Giemsa ditemukan adanya Trypanosoma sp, Anaplasma sp, Babesia sp, dan Theilleria sp. Sedangkan kasil pemeriksaan gambaran darah menunjukkan leukopenia. Penyakit Jembrana merupakan penyakit yang berakibat kematian bagi sapi Bali. Hewan yang terinfeksi penyakit dilakukan penyuntikan antibiotik berspektrum luas untuk pengobatan untuk mencegah infeksi sekunder. Dianjukan juga untuk pemberian terapi suportif. Pemusnahan vektor harus dilaksanakan dengan segera, baik pada setiap kandang yang terjangkit maupun sekitarnya secara meluas.



Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau drh. Yuli Miswati, M.Si



Gambar 1. Sapi Mengalami pembesaran kelenjar limfe



Pada bulan April - September 2014 terjadi kematian sebanyak 127 ekor ternak sapi Bali di Kabupaten Pelalawan yang meliputi 3 kecamatan dan 7 desa dengan gejala klinis demam tinggi, anaroksia, defikasi hingga diare berdarah, hipersalivasi, pembengkakan limfoglandula prefemoralis dan keringat berdarah. Investigasi oleh Tim Balai Veteriner Bukittingi yang dipimpin oleh Drh. Yuli Miswati, M.Si dan beranggotakan Sri Winarti, Saprianto dan Hanif telah dilakukan pada tanggal 22-26 September 2014. Pengamatan klinis dan epidemiologis dilakukan di lokasi wabah. Gambaran pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya leukopenia. Pengujian laboratorium dengan metode PCR dan pemeriksaan hematologi terhadap sampel darah dan organ limpa dilakukan untuk meneguhkan diagnosa



TRAVELING WORKSHOP BALAI VETERINER BUKITTINGGI



Workshop Diagnosis Rabies Tingkat Regional Changchun Veterinary Research Institute, China



Gambar 2. Sapi Mengalami pembesaran Limpa



klinis dan epidemiologis kemungkinan adanya Virus Penyakit Jembrana (Jembrana Disease Virus/JDV). Hasil uji PCR menggunakan primer JDV-1 dan JDV-3 menunjukkan bahwa 10 dari 18 sampel darah (55,56%) proviral DNA khas JD dan 1 organ limpa menunjukkan positif Virus JD.



Jaga Keamanan PAH Menjelang Idul Fitri Tahun 2014 drh. Cut Irzamiati Sebagaimana tahun sebelumnya, pada tahun 2014 inipun menjelang Idul Fitri Balai Veteriner Bukittinggi melaksanakan Pengawasan terhadap bahan pangan asal hewan yang beredar di masyarakat. Ada 7 team (20 Kabupaten / Kota) yang diberangkatkan keempat Propinsi (Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau) Wilayah kerjanya BVET Bukittinggi pada pertengahan Juli 2014. Kegiatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan Instansi / Dinas Peternakan di Kabupaten/ Kota yang dikunjungi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan penjaminan produk pangan asal hewan yang ASUH



yaitu untuk meningkatkan kesehatan masyarakat kita melalui konsumsi produk pangan yang mengandung gizi dan bebas dari bahan pengawet yang dilarang seperti formalin dan boraks, bebas dari residu obat/hormon dan penyakit zoonosis (food borne disease). Yang lebih penting lagi yaitu untuk menentramkan bathin masyarakat, dimana daging sapi yang beredar tidak dicampurkan atau dikontaminasikan dengan daging babi. Hal ini kemungkinan terjadi besar, apalagi ketika permintaan sedang tinggi-tinggi saat mendekati lebaran, meski kebutuhan diperkirakan cukup menjelang Idul Fitri. Pada kegiatan ke Kabupaten Agam dilakukan uji langsung di lapangan yang meliputi uji untuk mendeteksi awal terjadinya pembusukan (uji Eber) dan uji formalin. Berdasarkan hasil pantauan dan pengujian tersebut, produk pangan asal hewan seperti daging sapi dan daging ayam yang dijual, layak dikonsumsi karena masih dalam kondisi segar atau tidak ditemukan hasil yang positif dari uji Eber. Begitu juga dengan uji formalin pada daging ayam dan bakso, tidak ditemukan adanya produk pangan yang mengandung formalin. Keadaan ini menggambarkan bahwa pelaku usaha sudah memahami dan lebih mengutamakan pangan yang berkualitas untuk konsumennya walaupun permintaan pasar semakin naik.



Pada tanggal 18-22 Agustus 2014 Drh. Yuli Miswati, M.Si telah mengikuti Workshop Diagnosis Rabies tingkat Regional di Changchun Veterinary Research Institute, China. Workshop diselenggarakan oleh OIE bekerja sama dengan Australian Aid dan Republik Rakyat Tiongkok. Workshop ini diikuti oleh 11 negara Asean (12 orang peserta) yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Philipina, Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar dan Thailand. Materi yang diberikan adalah tentang koleksi spesimen metode “drinking straw” dan transport spesimen otak untuk pengujian Rabies, diagnosa laboratorium metode : FAT, Inokulasi pada mencit, Nested PCR, Real Time PCR, FAVN, Rapid Test, Elisa, Biosafety Laboratory dan Pembuangan limbah laboratorium.



2014 Bukittinggi Veteriner Review 30



WORKSHOP



WORKSHOP KESEHATAN HEWAN & KESMAVET REGIONAL TAHUN 2014 BUKITTINGGI, 17 S/D 19 FEBRUARI 2014 Drh. Dwi Inarsih Rapat koordinasi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Veteriner merupakan salah satu sarana komunikasi yang di fasilitasi oleh Balai Veteriner Bukittinggi setiap tahunnya dalam melakukan keterpaduan padangan dan wawasan antara balai Veteriner Bukittinggi dengan pihak Dinas Kabupaten/Kota serta Propinsi di wilayah kerja regional II. Selain itu juga sebagai upaya melakukan kegiatan penanggulangan penyakit hewan serta pemenuhan kebutuhan bahan pangan yang ASUH yang akan dilakukan pada tahuntahun mendatang.



Adapun topik bahasan pada Rakor kali ini adalah Situsasi Penyakit Hewandan Penanganan Kesmavet Tahun 2013 dan Rencana Kegiatan Keswan dan Kesmavet Tahun 2014. Mengacu pada hal tersebut diatas Balai Veteriner Bukittinggi Tahun Anggaran 2014 telah mengalokasikan dana g u n a m e m b i aya i p e n ye l e n g g a r a a n Workshop Kesmavet dan Keswan Regional yang meliputi 4 (empat) Propinsi yaitu Propinsi Sumataera Barat, Riau, Jambi danKepulauan Riau.



Bidang Kesehatan Hewandan Bidang Kesehatan Masyarat Veteriner merupakan unsur penting dalam pembangunan bidang peternkan. Keduanya berperan penting dalam upaya perlindungan dan pengamanan ternak serta penyediaan bahan panganasal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal yang beredar di masyarakat.



Pesertapada Workshop Kesmavet dan Keswan diikuti oleh Unsur Pusat (Direktorat Kesehatan Hewan dan Direktorat Kesehatan Masyarat Veteriner dan Pasca Panen), Kepala Dinas Pertanian Propinsi Sumbar, Propinsi Riau, Propinsi Jambi danPropinsiKepulauan Riau, BPTU PdangMengatas, BalaiKarantinaPertanian yang ada di wilayahkerja Regional II.



Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Direktorat Kesehatan Hewan dan Direktorat Kesmavet dan Pasca Panen memiliki visi yakni Pencapaiain Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewan yang Aman, Sehata, Utuh dan Halal (ASUH). Visi tersebut diterjemahkan dan dijabarkan dalam misi yakni pengendalaian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis serta dukungan manajemen dan dukung teknis lainnya, Direktorat Jenderal Peternakan dan



Narasumber pada Workshop Kesmavet dan Keswan Tahun 2014 ini adalah : Drh. Muhammad Syibli (Direktorat Kesehatan Hewan), Drh. Boethdy Angkasa, M.si. (Direktorat Kesmavet), Ir. Soegiono (BPTU Padang Mengatas, Drh. M. Kamil, MP (Disnak Prop. Sumbar), Drh. Juli Supriyono (Disnak Propinsi Jambi ), Drh. IBP Raka Ariana (BKP Kelas I Pekanbaru), Drh. Wahidin Beruh (Disperta Kota Padang Panjang), Drh. Retno Iswulandari (Disnak Prop. Kepri).



31 Bukittinggi Veteriner Review 2014



Kesehatan Hewan melalui Direktorat Kesehatan Hewan.



Tempat dan Waktu kegiatan Workshop



Keswan dan KesmavetTahun 2014 dilaksanakan di Grand Rocky Hotel Bukittinggi, Jl. YosSudarso No. 29 Bukittinggi pada tanggl 17 s/d 19 Februari 2014. Dengan Metode Pelaksanaan didesain dalam bentuk pemaparan materi oleh Narasumber dan diskusi. Biaya Penyelenggaraan (konsumsi dan akomodasi) selama berlangsungnya workshop sebagian dibebankan pada DIPA No. SP-DIPA 1022/018-06.2.01/03/2014, Tanggal 5 Desember 2013 BPPV Regional II BukittinggiTahun 2013 sedang Biaya transportasi dan uang saku ditanggung masing-masing peserta. Materi Workshop Keswan dan Kesmavet Tahun 2014 adalah Kebijakan kesehatan hewan nasional oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian; Kebijakan kesehatan masyarakat veteriner dan Pasca panen oleh Direktorat Jenderal kesehatan masyarakat veteriner dan Pasca panen, Kementrian Pertanian; Peran & Dukungan UPT Perbibitan Dalam Menggalang Usaha Perbibitan Sapi Di Tingkat Kelompok Ternak Di Daerah oleh kepala Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak, Padang Mengatas; Situasi PHMS dan Kesmavet 2013 di Regional II hasil diagnosa Balai Veteriner Bukittinggi; Ke g i a t a n b i d a n g k e s w a n d i d i n a s peternakan dan keswan Propinsi Jambi tahun 2014 dan situasi penyakit hewan menular tahun 2013, pemaparan kesmavet evaluasi kegiatan 2011-2013 dan rencana 2014 oleh Dinas Propinsi Jambi; Tindak Karantina di BKP. Kls. I Pekanbaru, dlm usaha Pencegahan masuknya HPHK di Prop. Riau Thn 2013 0leh BKP klas I Pekanbaru; Tinjauan hasil kegiatan PHMS dan kesmavet tahun2013 dan rencana kegiatan pokok tahun 2014 oleh Dinas Propinsi Kepulauan Riau; Situasi penyakit hewan menular dan penangnan kesmavet tahun 2013 di Sumatera barat dan rencana tahun 2014 oleh Dinas Propinsi Sumatera



SABANG



SOUTH CHINA SEA



BANDA ACEH LHOKSEUMAWE



SIGLI JANTHOI



P. Laut



Kr. Jamboeye



MEULABOH



Se



Pangkalanbrandan



STABAT



4366 G. Lauser



MEDAN



2094 G. Sibayak



KUTACANE



la



POLONIA LUBUKPAKAM



BINJAI



TAPAKTUAN



AREA BEBAS CSF/HOG CHOLERA



BALAI VETERINER BUKITTINGGI KEP. NATUNA



LANGSA



tM



al



TEBINGTINGGI



KABANJAHE PEMATANGSIANTAR



ak



Kisaran



P. Mubur



a



P. Matak



P. Jemaja



P. Samosir



P. Simeuleu



Bagansiapiapi



Balige



N AT U N A S E A



RANTAUPRAPAT P. Rupat



KEP. BANYAK SIBOLGA uli



P. Mursala



k Ta



pan



P. Bengkalis P. Rangsang



PADANGSIDEMPUAN



P. Nias



NORTH SUMATERA PROVINCE



2912 G. Talakmau



ul er tS



ib



H



PARIAMAN TABING



la



IN



Se



TEMBILAHAN



RENGAT



JAPURA



D. Singkarak



P. Lingga



rh



DABO Dabo P. Singkep



al a



Se



KUALATUNGKAL



2597 G. Talang



MUARABUNGO SULTAN TAHA



JAMBI



PAINAN



KE



D



JAMBI MUARABULIAN PROVINCE



WEST SUMATERA PROVINCE 3305 G. Karieu



EN



IA



M P.



SUNGAIPENUH



P. Bangka g an Sel at B



+ PADANG



PAYAKUMBUH BATUSANGKAR SAWAHLUNTO MUARO SOLOK



e Sel at B



PADANGPANJANG



P. Siberut



RIAU ISLANDS PROVINCE



BANGKINANG LUBUKSIKAPING



BUKITTINGGI D. Maninjau



KEP. BATO



P. Kundur P. Mendol



SIMPANGTIGA



P. Tambelan Besar



TANJUNGPINANG KEP. RIAU



P. Pini



P. Tanah Masa



P. Tanah Bala



P. Bintan KIJANG



BATAM



P. Tebingtinggi



PEKANBARU 2145 G. Sorikmerapi



KEP. TAMBELAN



P. Padang



RIAU PROVINCE



Telu



GUNUNGSITOLI



BANGKO



D. Kerinci



SUNGAILIAT Muniek



la



tK



ar



im



PANGKALPINANG



at



a



BANGKA BELITUNG PANGKALPINANG SULTAN MAHMUD PROVINCE ka



P. Sipora



AI W TA



O C



SEKAYU



SOUTH SUMATERA PROVINCE



P. Pagai Utara 2883 G. Seblat



BADARUDDIN



PALEMBANG Kertapati



LUBUK LINGAU



P. Pagai Selatan



PRABUMULIH ARGAMAKMUR



EA N



Sejak 7 Februari 2014 melalui SK Meteri Pertanian Provinsi Sumatera Barat dinyatakan bebas CSF/Hog Cholera.



P. Serasan



KEP. ANAMBAS



Danau Toba



TARUTUNG



P. Subi



P. Midai



TANJUNGBALAI SIDIKALANG



spor



TAKENGON



NANGGROE ACEH DARUSSALAM PROVINCE



Selat Ga



BLANGBINTANG



CURUP



G. Seblat (1940)



LAHAT



BULUH TUMBANG



P. Belitung



KAYUAGUNG



BENGKULU



TANJUNGPANDAN



MUARA ENIM BATURAJA



PADANGKEMILING



BENGKULU PROVINCE



LAMPUNG PROVINCE



MANNA



KOTA BUMI METRO D. Ranau



P. Enggano



BANDAR LAMPUNG



BRANTI KALIANDA



P. Jawa



Barat; pencegahan & pemberantasan rabies di kota padang panjang (Amanat Perda No.14 Tahun 2011 dan Perwako No.18 Tahun 2013) oleh Dinas Peternakan Padang Panjang. Setelah mendengarkan semua paparan yang di paparkan dan diskusi maka di dapat rekomendasi berupa Setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan agar tetap melaksanakan Sosialisasi UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, PP No. 38/2007 tentang pembagian kewenangan pemerintah pusat dan daerah, serta peraturan perundangan di bidang pangan, peternakan dan kesehatan hewan, kepada seluruh stakeholder (pemerintah, swasta dan masyarakat). Sedangkan dari bidang Kesehatan hewan didapat Rekomendasi sebagai berikut : (1) Mengingat kasus rabies belum menunjukkan penurunan sesuai dengan target, maka perlu ditinjau kembali target pembebasan rabies tahun 2015, pada pertemuan rabies Sumatera yang dilakukan di Jambi, (2) Dalam rangka peningkatan kemampuan Laboratorium Veteriner di dinas kabupaten / kota perlu bimbingan teknis dari Balai Veteriner Bukittinggi termasuk bimbingan akreditasi laboratorium, (3) Perlu meningkatkan status puskeswan untuk mempunyai laboratorium Type C yang menjadi rujukan



puskeswan sekitarnya, (4) Program isikhnas perlu disosialisasikan oleh pusat kepada Propinsi, Kabupaten/Kota dan Balai Veteriner, (5) Propinsi dan Kabupaten/Kota supaya berkomitmen melaksanakan pengendalian dan pemberantasan PHMS prioritas Nasional dan prioritas daerahnya masing-masing, (6) Pemberdayaan laboratorium Type B perlu ditingkatkan kemampuannya dalam melaksanakan pengujian yang dibutuhkan oleh masyarakat seperti uji formalin, boraks, antibiotik dan identifikasi spesies, (7) Untuk melihat keberhasilan program vaksinasi rabies perlu dilakukan uji titer antibodi sesudah vaksinasi dan dipastikan sampel berasal dari anjing yang sudah divaksinasi minimal 1 bulan maksimal 3 bulan, (8) Dalam rangka Pemasukan ternak, bibit atau bakalan dari luar wilayah regional Bukittingi harus memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh daerah penerima, (9) Untuk penguatan peran dan fungsi puskeswan sesuai dengan Permentan 64/2007, perlu dilengkapi kendaraan operasional roda empat dan prasarana lainnya, (10) Untuk pengawasan lalu lintas ternak melalui darat, direktorat kesehatan hewan perlu membuat SOP untuk mengoperasionalkan cek point di perbatasan antar provinsi, (11) Peran Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan keswan perlu ditingkatkan dalam melakukan tindak lanjut hasil uji laboratorium, (12) Laboratorium penguji



dalam menyimpulkan hasil uji agar memberikan saran yang lugas dan spesifik. Sedangkan bidang Kesmavet dan Pasca panen di rekomendasikan sebagai berikut, (1) Perlu penambahan jenis pengujian sampel kesmavet dalam rangka pemeriksaan residu antibiotik, hormon dan residu logam berat untuk pengamanan pangan asal hewan, (2) Perlu adanya panduan yang disusun oleh pusat dalam rangka penanganan dan pemeriksaan sarang burung walet dalam rangka mendapatkan Nomor Kontrol Veteriner, (3) Untuk menentramkan masyarakat, maka pengawasan dilakukan untuk menjamin daging yang ASUH (tidak adanya daging sapi oplosan dengan babi), (4) Pengambilan sampel daging sapi import harus mencantumkan establishmen number (NKV), (5) Workshop Keswan dan Kesmavet tahun 2015 dilaksanakan di Propinsi Kepulauan Riau. Besar manfaat yang bisa diambil dari kegiatan Rapat koordinasi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Veteriner, Salah satunya untuk menjaga keharmonisan dan merupakan bentuk kerjasama yang baik antara Balai Veteriner Bukittinggi dan Dinas Kabupaten/Kota serta Propinsi di wilayah kerja regional II yang cukup ideal dalam mendukung progam-progam pemerintah dalam bidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner.



2014 Bukittinggi Veteriner Review 32



WORKSHOP



drh. Rina Hartini



WORKSHOP PEMBEBASAN



HOG CHOLERA



PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU, JAMBI DAN KEPULAUAN RIAU



Bidang Kesehatan Hewan merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan bidang peternakan, bidang ini sangat berperan dalam upaya perlindungan dan pengamanan ternak. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Direktorat Kesehatan Hewan dan Direktorat Kesmavet memiliki visi Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Visi tersebut diterjemahkan dan dijabarkan dalam misi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit Zoonosis serta Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Melindungi sumber daya hewani dan masyarakat konsumen melalui



33 Bukittinggi Veteriner Review 2014



pengawasan lalu lintas dan analisa resiko produk pangan hewani, melindungi dan meningkatkan kualitas sumber daya hewan melalui pengawasan lalu lintas dan analisa resiko produk hewan non pangan yang sehat dan berkualitas melalui pengawasan hygiene dan sanitasi serta pengendalian residu dan cemaran mikroba. Untuk pencapaian misi swasembada daging sapi atau kerbau, pemerintah menargetkan populasi sapi atau kerbau mencapai populasi 15 juta ekor ditahun 2014. Untuk itu perlunya digalakkan perbibitan sapi atau kerbau untuk mencapai target tersebut, selain itu masalah kesehatan hewan dan kesehatan reproduksi ternak merupakan hal yang tidak boleh dilupakan. Mengingat masyarakat Indonesia terdiri dari beraneka suku, budaya dan agama, bagi masyarakat yang menganut



ajaran agama selain islam ada yang mengkonsumsi daging babi dan kebutuhannya cukup banyak maka perlu diperhatikan kesehatan dan ketersediaan daging babi di masyarakat khususnya di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi. Penyakit babi yang termasuk dalam PHMS (Penyakit Hewan Menular Strategis) adalah Hog Cholera penyakit ini apabila menyerang suatu peternakan babi dapat menimbulkan kematian sampai dengan 100%, dapat dibayangkan apabila hal ini terjadi maka kurang tersedianya daging babi bagi masyarakat non muslim. Dalam upaya mengatasi hal tersebut Balai Veteriner Bukittinggi bersama-sama dengan dinas peternakan dan karantina telah membuat Roadmap Rencana Pembebasan Hog Cholera di Wilayah Sumbar, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Mengacu pada hal tersebut diatas Balai Veteriner Bukittinggi tahun anggaran 2014 telah penyelenggaraan Workshop Rencana Pembebasan Hog Cholera yang a k a n d i l a k s a n a k a n d i Ko t a J a m b i berlangsung dari tanggl 23 s/d 24 September 2014 di Hotel Novita Jl. Gatot Subroto No.44 Jambi. Peserta pada Workshop Pembebasan Hog Cholera telah diikuti oleh Unsur Pusat (Direktorat Kesehatan Hewan), Komisi ahli Kesehatan Hewan, Kepala Dinas dan Kepala Bidang Peternakan Propinsi di Regional II dan Propinsi Sumatera Utara, Kepala Balai BVET Medan, BVET Lampung, Kepala Balai Karantina Pertanian Pekanbaru dan Jambi dan berapa Dinas Kab/Kota yang banyak populasi ternak babi. Salah satu hasil yang telah di capai adalah pada Tanggal 7 Februari 2014 melalui SK Meteri Pertanian Provinsi Sumatera Barat dinyatakan bebas CSF/Hog Cholera. Dengan demikian Balai Veteriner Bukittinggi mendorong Propinsi lainnya untuk membebaskan wilayahnya secara bertahap.



FROM OUR LAB



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



drh. Rina Hartini



PEMBINAAN LABORATORIUM TYPE B Balai Veteriner Bukittinggi yang selanjutnya disebut BVet Bukittinggi adalah unit pelaksana teknis di bidang peternakan dan kesehatan hewan, berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan secara teknis dibina oleh Direktur Kesehatan Hewan dan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen. Tugas pokok BVet Bukittinggi dibidang kesehatan hewan adalah melaksanakan penyidikan, pengujian veteriner dan pengembangan teknik dan metoda penyidikan dan pengujian veteriner. Di Indonesia memiliki 3 BBVet (Balai Besar Veteriner) dan 5 BVet yang bekerja dalam lingkup regional masingmasing dapat dilihat pada tabel Balai Veteriner di Indonesia Bvet Bukittinggi telah memiliki Laboratorium Type B yang terletak pada setiap Ibu Kota Provinsi Wilayah Kerja Bvet Bukittinggi dan dalam upaya mengoptimalkan pelayanan kesehatan hewan dalam hal diagnosa penyakit hewan melalui uji laboratorium, B.Vet Bukittinggi terus berupaya menjalin komunikasi dan pembinaan terhadap Lab Type B sehingga mampu melayani permintaan uji laboratorium yang dibutuhkan dalam ruang lingkup kabupaten/kota yang ada pada masing-masing propinsinya. Dengan adanya Lab. Type B dapat membantu Dinas Peternakan Kab/Kota ataupun masyarakat membuat pilihan kemana sampel uji akan dikirim dengan mempertimbangkan jarak letak wilayah Kab/Kota dengan Lab. Type B atau B.Vet Bukittinggi. Untuk itu maka B.Vet Bukittinggi selalu berupaya meningkatkan kemampuan uji laboratorium Lab. Type B yang mana pada tahun 2014 ini memberikan pembinaan uji laboratoirum dengan materi kegiatan yang dilakukan di Lab Type B Propinsi Sumatera Barat berupa Handling dan Kolekting Spesimen, Uji Laboratorium Protozoologi, Helmintologi, RBPT, Mycoplasma dan Pullorum. Selain itu dilakukan juga diskusi mengenai dokumen dalam pengajuan Akreditasi Laboratorium dan rencana pengembangan metode uji dengan PCR. Pada Lab Type B Propinsi Riau dan Propinsi Jambi materi kegiatan yang diberikan adalah Uji PCR penyakit Jembrana. Sedangkan pada Lab Type B Propinsi Kepulauan Riau diberikan materi mengenai PCR Jembrabna, AI dan Identifikasi Spesies Babi.



: Lab. Type B Provinsi Sumatera Barat



Balai (Besar) Veteriner di Indonesia Nama Balai



Wilayah Kerja



Balai Besar Veteriner Wates



Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur



Balai Besar Veteriner Denpasar



Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat



Balai Besar Veteriner Maros



Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara,Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Papua, Papua Barat



Balai Veteriner Medan



Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam.



Balai Veteriner Bukittinggi



Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kepulauan Riau



Balai Veteriner Lampung



Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Babel



Balai Veteriner Banjarbaru



Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara



Balai Veteriner Subang



Jawa Barat, Banten, DKI. Jakarta



Laboratorium Type B Balai Veteriner Bukittinggi Wilayah Kerja BVET Bukittinggi



Laboratorium Type B



Provinsi Sumatera Barat



Laboratorium UPTD Balai Laboratorium Kesehatan dan Klinik Hewan Dinas Peternakan Sumatera Barat JL. Rasuna Said No. 68 Padang 25129



Provinsi Riau



0751-28077, 28060/ 28060 UPTD Balai Laboratorium Veteriner dan Klinik Hewan (BLVKH) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau Jl. Pattimura No. 2 Pekanbaru 28126



Provinsi Jambi



0761- 44341/ 44342 Balai Laboratorium Keswan dan Kemavet Dinas Petenakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi Jl. Kapten A. Bakaruddin No. 188 Jambi 36129 PO.BOX 74 0741- 63736/ 64585



Provinsi Kepulauan Riau



UPTD Pusat Kesehatan Laboratorium Diagnostik Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau Jl. Raya Tg. Uban KM 25, Kel. Toapaya Asri, Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan.



Dengan semakin bertambahnya ruang lingkup pengujian Lab. Type B yang ada di masing-masing propinsi dapat membantu dinas peternakan Kab/Kota serta masyarakat dalam meneguhkan diagnosa penyakit dilapangan melalui uji laboratorium.



2014 Bukittinggi Veteriner Review 34



FROM OUR LAB



drh. Rina Hartini



Kunjungan Kerja Menteri Pertanian Di Balai Veteriner Bukittinggi 20 Juni 2014



MERUPAKAN SUATU KEBANGGAAN TERSENDIRI bagi Balai Veteriner Bukittinggi mendapatkan kunjungan dari Bapak Menteri Pertanian, DR. Ir. Suswono, MMA beserta rombongan. Kunjungan dilaksanakan dalam rangka Peresmian Penggunaan Gedung Biosafety dan Biosekurity Balai Veteriner Bukittinggi, yang dilaksanakan tanggal 20 Juni 2014. Acara kunjungan Menteri di BVET Bukittinggi di mulai dengan Kegaiatan ramah tamah Bapak Menteri dengan Rombongan di Ruang Kepala Balai, dan pengguntingan pita dalam rangka Peresmian Penggunaan Gedung Biosafety dan Biosekurity Balai Veteriner Bukittinggi. Tinjauan laboratorium dilaksnakan dengan mengunjungi seluruh laboratorium yang ada di balai Veteriner Bukittinggi yaitu laboratorium Bioteknologi, Parasitologi, Virologi, Patologi, Bakteriologi dan Kesmavet. Drh. Yuli Miswati, M.Si mepresentasikan terkait alat squensing DNA yang dimiliki oleh Balai Veteriner Bukittinggi dan memberikan penjelasan kepada Menteri Pertanian tentang Tata Kerja di laboratorium.Secara Nasional Balai Veteriner Bukittinggi ditunjuk



sebagai salah satu focal point pemeriksaan DNA sequensing wilayah Barat Indonesia. Acara kunjungan Menteri dilanjutkan dengan sambutan yang disampaikan Kepala balai Drh. Azfirman yang kemudian dilanjutkan dengan penyampaian profile balai. Sambutan selanjutnya diberikan sepenuhnya kepada Menteri Pertanian yang sekaligus pada kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk memberikan pembinaan dan arahan. Dalam sambutan Bapak Menteri mengapresiasi asset yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian dan perkembangan yang telah dicapai oleh balai seperti yang telah disampaikan dalam paparan Kepala Balai. Selanjutnya Menteri Pertanian memberikan perhatian terhadap pegawai yang masuk dengan pegawai yang akan pensiun di Balai Veteriner Bukittinggi. Acara ditutup dengan sesi tanya jawab hangat dengan staf Balai Veteriner Bukittinggi



Laboratorium Penguji LP-140-IDN



35 Bukittinggi Veteriner Review 2014



STORIES FROM PICTURES



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



3



1



2 4



5



6 7



1: Peresmian Penggunaan Gedung Biosafety dan Biosekurity Balai Veteriner Bukittinggi oleh Bapak Menteri Pertanian 2: Penyerahan Piagam Penghargaan kepada Balai Veterinr Bukittinggi 3: Pengguntingan Pita Tanda Beroperasinya Gedung BioSafety dan Biosecurity Balai Veteriner Bukittinggi 456: Bapak Menteri mengunjungi fasilitas Balai Veteriner Bukittinggi yang dipandu Drh. Yuli Miswati, M.Si 7: Acara ramah tamah dan tanya jawab hangat sebagai penutup acara kunjungan Bapak Menteri



2014 Bukittinggi Veteriner Review 36



OUR FAMILY



Keluarga Besar



Balai Veteriner Bukittinggi mengucapkan selamat memasuki masa purna tugas kepada Bapak Samsi Hadi Pranoto, A.Md Bapak Jufri Bapak Ristriono Ibu Risdawati serta ucapan Terima kasih kami atas pengabdian selama bertugas di Balai Veteriner Bukittinggi semoga Allah SWT senantiasa memberikan lindungan dan keselamatan bagi kita semua Amin. 37 Bukittinggi Veteriner Review 2014



STORIES FROM PICTURES



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



Foto Kegiatan Balai Veteriner Bukittinggi



1



2



3



4



1: Kunjungan bapak Wakil menteri Pertanian dan Bapak Dijend Peternakan dan Kesehatan Hewan 3: Group Sepak Bola 4: Acara Syawalan 1435 H



2: Senam pagi yang di ikuti oleh seluruh pegawai



2014 Bukittinggi Veteriner Review 38



OUR SERVICES



RINCIAN JENIS DAN TARIF HARGA PEMERIKSAAN LABORATORIUM Nama Uji



Jenis Spesimen



Pengawet



Lama Pengujian



Harga



1 Patologi Anatomi,



Nekropsi



Bangkai/Kadaver Unggas



Segar/Beku



1 hari



Rp 10.000,00



Koleksi Organ



Nekropsi



Bangkai/Kadaver Hewan Besar Segar/Beku



1 hari



Rp 70.000,00



Nekropsi



Kepala Anjing



Segar/Beku



1 hari



Rp 15.000,00



Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)



Jaringan/Organ



Formalin 10 %



3 hari



Rp 30.000,00



Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)



Jaringan/Organ



Formalin 10 %



3 hari



Rp 75.000,00



Pewarnaan Page Green (PG)



Jaringan/Organ



Formalin 10 %



4 hari



Rp 30.000,00



Pembuatan Slide



Jaringan/Organ



Formalin 10 %



2 hari



Rp 15.000,00



Pembacaan Slide



Jaringan/Organ



Formalin 10 %



1 hari



Rp 15.000,00



1 Kadar Mineral dan



Kalsium (Ca)



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 20.000,00



protein Tubuh



Phosphor (P)



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 20.000,00



Magnesium (Mg)



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 20.000,00



Total Protein



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 20.000,00



Chlor



Air minum, Pakan terakhir, Rumput, -



Segar/Dingin



1 hari



Rp 10.000,00



Phosphorus



Makanan dalam Lambung/Rumen



1 hari



Rp 10.000,00



Sianida



sda



Segar/Dingin



1 hari



Rp 30.000,00



Amonia



sda



Segar/Dingin



1 hari



Rp 10.000,00



Nitrat Nitrit



sda



Segar/Dingin



1 hari



Rp 10.000,00



Zinc Phosphide



sda



Segar/Dingin



1 hari



Rp 10.000,00



Strychnine



sda



Segar/Dingin



1 hari



Oxalat



sda



Segar/Dingin



1 hari



Paraquat



sda



Segar/Dingin



1 hari



RPBT



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 10.000,00



CFT



Serum Darah



Dingin/Beku



7 hari



Rp 40.000,00



2 Pullorum / Berak kapur



Rapid Blood Test Pullorum



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp



5.000,00



3 CRD (Chronic Respiratory Disease)



Rapid Blood Test Mycoplasma



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp



5.000,00



4 Anthraks



ELISA Anthraks



Serum Darah



Dingin/Beku



2 hari



Rp 50.000,00



Isolasi dan Identifikasi Bacillus Anthracis



Tanah



Tanpa Pengawet



4 hari



Rp 40.000,00



Organ



Segar/Gliserin 50%



4 hari



Rp 40.000,00



Darah/Swab darah Lubang Kumlah



Segar/Transport Media



4 hari



Rp 40.000,00



Uji Biologis Bacillus Anthracis



Organ, Darah, Swab Lubang Kumlah



sda



7 hari



Rp 50.000,00



Ascoli Test Bacillus Anthracis



Organ



Segar/Gliserin 50%



2 hari



Sum-sumTulang



Tanpa Pengawet



2 hari



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 30.000,00



Tujuan Pemeriksaan Lab. Patologi



2 Histopatologi



Lab. Toksikologi



2 Kandungan Toksin



Lab. Bakteriologi 1 Brucellosis



5 ParaTuberculosis



ELISA Paratuberculosis



6 Septicemia Epizootika -



Isolasi dan Identifikasi Pasteurella multocida



Organ



Segar/Gliserin 50%



4 hari



Rp 75.000,00



Darah



Segar/Tranport Media



4 hari



Rp 75.000,00



Sum-sumTulang



Tanpa Pengawet



4 hari



Rp 75.000,00



Uji Biologis Pasteurella multocida



Organ, Darah, Swab Lubang Kumlah



sda



5 hari



Rp 50.000,00



Pasive Mouse Protection Test (PMPT)



Serum Darah (minimal 5 ml)



Dingin/Beku



7 hari



7 Campylobacter/Vibriosis



Kultur Bakteri Campylobacter



Air Basuhan Vagina/Preputium



Segar



4 hari



Rp 90.000,00



8 Jamur



Isolasi dan Identifikasi Jamur



Pakan, Organ (unggas)



Segar



7 hari



Rp 75.000,00



Pakan,Organ (Hewan Kecil/Besar)



Segar



7 hari



Rp 50.000,00



(Pasteurella multocida)



39 Bukittinggi Veteriner Review 2014



OUR SERVICES



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



RINCIAN JENIS DAN TARIF HARGA PEMERIKSAAN LABORATORIUM Lama Pengujian



Harga



Segar/Gliserin 50%



4 hari



Rp 30.000,00



Darah



Segar/Tranport Media



4 hari



Rp 30.000,00



Usus dan Isinya



Segar/Gliserin 50%



5 hari



Rp 30.000,00



Secara komputerisasi /VITEK



sda



sda



2 hari



Rp 500.000,00



Seller's



Otak



Segar/Gliserin 50%



1 hari



Rp 20.000,00



FAT



Otak



Segar/Gliserin 50%



1 hari



Rp 20.000,00



Uji Biologis



Otak



Segar/Gliserin 50%



30 hari



Rp 50.000,00



ELISA Rabies



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 20.000,00



HA/HI AI



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp



Inokulasi Telur Embrio Tertunas (ITET) AI



Nasal/Kloakal Swab, Organ



Segar



3 hari



Rp 50.000,00



HA/HI ND



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp



Inokulasi Telur Embrio Tertunas (ITET) ND Nasal/Kloakal Swab, Organ



Segar



3 hari



Rp 50.000,00



4 IBR



ELISA Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 70.000,00



5 BVD



ELISA Bovine Viral Diarrhea (BVD)



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 65.000,00



6 FMD (PMK)



ELISA Foot and Mouth Disease (FMD)



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 50.000,00



7 Jembrana



ELISA Jembrana Virus



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 50.000,00



8 Hog Cholera (CSFV)



ELISA Clasical Swine Fever Virus (CSFV)/ Hog Cholera Serum Darah



Tujuan Pemeriksaan



Nama Uji



Jenis Spesimen



Pengawet



Secara Manual



Organ



Lab. Bakteriologi 9 Isolasi dan Identifikasi Bakteri Secara Umum



Lab. Virologi 1 Rabies



2 Avian Influenza (AI) 3 Newcastle Disease (ND)



5.000,00 5.000,00



Dingin/Beku



1 hari



Rp 40.000,00



9 Swine Flu (H1N1)



ELISA Swine Flu (H1N1)



Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 50.000,00



10 PRRS



ELISA Porcine Reproductive and Respiratory - Serum Darah



Dingin/Beku



1 hari



Rp 20.000,00



Rp



Syndrome (PRRS) Lab. Pengembangan RFFIT, PAVN



Serum Darah



Dingin/Beku



RIAD



Otak



Segar



HB



Darah



Antikoagulan



1 hari



HCT



Darah



Antikoagulan



1 hari



MCH



Darah



Antikoagulan



1 hari



MCHC



Darah



Antikoagulan



1 hari



RBC



Darah



Antikoagulan



1 hari



Rp 10.000,00



PCV



Darah



Antikoagulan



1 hari



Rp



WBC



Darah



Antikoagulan



1 hari



Rp 10.000,00



Sedimentasi dan Flotasi



Feses



Segar/Dingin



1 hari



Rp



7.000,00



EPG



Feses



Segar/Dingin



1 hari



Rp



7.000,00



Identifikasi Cacing



Cacing



Segar/Formalin 10%



1 hari



Rp



7.000,00



Identifikasi Cacing Unggas



Cacing



Segar/Formalin 10%



1 hari



Rp



5.000,00



3 Ektoparasit (Lalat, Kutu, dll)



Identifikasi Ektoparasit



KerokanKuit,Lalat,Nyamuk,Kutu,Pinjal,dll



Segar/Formalin 10%



1 hari



Rp



7.000,00



4 Parasit Darah



Pewarnaan Giemsa



Ulas Darah



Tanpa Pengawet



1 hari



Rp



5.000,00



5 Trichomonas Foetus



Sedimentasi Trichomonas



Air Basuhan Vagina/Praeputium



Segar



1 hari



Rp 10.000,00



6 Neospora Caninum



1 Rabies Lab. Parasitologi 1 Hematologi



2 Parasit Cacing (Helminth)



ELISA Neospora Caninum



Serum Darah



Dingin/Beku



2 hari



7 Toksoplasma



ELISA Toksoplasma



Serum Darah



Dingin/Beku



2 hari



8 Kualitas Sperma



Uji Motilitas Sperma, dll



Straw Sperma



Beku (N2 cair)



1 hari



5.000,00



5.000,00



2014 Bukittinggi Veteriner Review 40



OUR SERVICES



RINCIAN JENIS DAN TARIF HARGA PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tujuan Pemeriksaan



Lama Pengujian



Harga



Media Transport



2-3 hari



Rp 500.000,00



Beku (N2 cair)



2-3 hari



Rp 500.000,00



Antikoagulan



2-3 hari



Rp 500.000,00



Serum Darah



Dingin/Beku



2-3 hari



Darah (Minimal 2 Tabung )



Antikoagulan



3 hari



Organ



Segar



3 hari



PCR Mycobacterium Avium Subtype Paratuberculosis Feses



Segar



2 hari



Rp 500.000,00



PCR Trichomonas foetus



Air Basuhan Vagina/Preputium Segar



2 hari



Rp 500.000,00



PCR Swine flu (H1N1)



Nasal Swab



Media Transport



2-3 hari



Rp 500.000,00



PCR Hog Cholera



Darah ( 1 Tabung)



Antikoagulan



2-3 hari



Rp 500.000,00



PCR AI



Swab Kloaka/Pharink



Media Transport



2-3 hari



Rp 400.000,00



Organ



Segar



2-3 hari



Nama Uji



Jenis Spesimen



PCR IBR



Swab Nasal Straw Sperma Darah (Minimal 2 Tabung )



Pengawet



Lab. Bioteknologi 1 Penyakit Sapi Causa Virus



PCR BVD PCR Jembrana



Penyakit Sapi Causa Parasit 2 Penyakit Babi Causa Virus 3 Penyakit Unggas Causa Virus



Rp 500.000,00



4 Pemalsuan Daging/Olahan



PCR Identifikasi Spesies



Daging, Bakso, Nuget, dll



Segar/Beku



3 hari



5 Penyakit Ikan Atau Hewan-



PCR Koi Herpes Virus



Ikan



Segar



3 hari



PCR Rabies



Otak, Tissue Culture



Segar



2-3 hari



Sequencing DNA



Sampel uji



Tergantung



Isolat



permintaan uji



Daging



Sangat Dingin/Beku



8 hari



Telur



Tanpa Pengawet



8 hari



Coliform



sda



sda



8 hari



Rp 30.000,00



Staph. Aureus



sda



sda



8 hari



Rp 50.000,00



E. Coli



sda



sda



8 hari



Rp 30.000,00



Salmonella



sda



sda



8 hari



Rp 75.000,00



Campylobacter



sda



sda



4 hari



Rp 90.000,00



Total Plate Count (TPC)



sda



sda



8 hari



Rp 30.000,00



Residu Penicillin, Aminoglikosida, Sulphadiazine -



Daging



Sangat Dingin/Beku



2 hari



Rp 150.000,00



Tetracycline, Tylosin



Telur



Tanpa Pengawet



2 hari



Pemeriksaan Formalin



Bakso, Nuget, dll



Dingin



1 hari



Rp 15.000,00



Pemeriksaan Boraks



Bakso, Nuget, dll



Dingin



1 hari



Rp 15.000,00



4 Residu Hormon



Residu Trenbolone Acetate (TBA)



Daging



Sangat Dingin/Beku



2 hari



Rp 300.000,00



5 Organoleptik Daging



Fisik (Warna, Bau,Konsistensi)



Daging



Sangat Dingin/Beku



1 hari



Rp 10.000,00



pH



Daging



Sangat Dingin/Beku



1 hari



Rp 10.000,00



Kimiawi : Awal pembusukan (Eber, Postma,H2s); Daging



Sangat Dingin/Beku



1 hari



Rp 20.000,00



Kesempurnaan Pengeluaran Darah (Malacted Green) Daging



Sangat Dingin/Beku



1 hari



Lainnya Causa Virus 6 Sequencing DNA



Rp 500.000,00 Rp 500.000,00



3 hari



Lab. Kesmavet 1 Cemaran Mikroba



2 Residu Antibiotika 3 Bahan Tambahan Pangan



6 Organoleptik Susu



Cemaran Mikroba :



Fisik (pH, Warna, Bau, Rasa, Kebersihan)



Susu



Sangat Dingin



2 hari



BJ



Susu



Sangat Dingin



2 hari



Rp



3.000,00



5.000,00



2 hari



Kimiawi : Uji Didih



Susu



Sangat Dingin



2 hari



Rp



Kadar Lemak



Susu



Sangat Dingin



2 hari



Rp 25.000,00



Katalase



Susu



Sangat Dingin



2 hari



Rp 10.000,00



Reduktase



Susu



Sangat Dingin



2 hari



Rp 10.000,00



Alkohol



Susu



Sangat Dingin



2 hari



Rp



BKTL



Susu



Sangat Dingin



2 hari



41 Bukittinggi Veteriner Review 2014



5.000,00



OUR FAMILY



BALAI VETERINER BUKITTINGGI



2014 Bukittinggi Veteriner Review 42



SMS Center 082284915000 [email protected] [email protected]



http://bvetbukittinggi.ditjennak.deptan.go.id



KEMENTERIAN PERTANIAN



BALAI VETERINER BUKITTINGGI For further information dont hesitate to contact



43 Bukittinggi Veteriner Review 2014



0752 - 28300 0752 - 28290 [email protected] [email protected]