Weber, Rinne, Scwabach, Visus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TES GARPU TALA Test ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dari nada c dengan frekwensi 2048 Hz,1024 Hz, 512Hz, 256 Hz dan 128 Hz. Keuntungan test garpu tala ialah dapat diperoleh dengan cepat gambaran keadaan pendengaran penderita. Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu tala yaitu makin keras sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yang didengar. Sentuhan garpu tala harus lunak tetapi masih dapat didengar oleh telinga normal. Macam test garpu tala yaitu : a. Test Weber b. Test Rinne c. Test Schwabach TES WEBER Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Telinga normal hantaran tulang kiri dan kanan akan sama. Pengkajian menggunakan tes weber ini bertujuan mengkaji konduksi tulang dengan memeriksa lateralisasi suara (transmisi dari arah samping). Cara pemeriksaan 1. Pegang garpu tala pada bagian tangkai 2. Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal 3. Tanyakan di mana klien dapat mendengarkan bunyi garpu tala, atau dibagian telinga mana terdengar bunyi lebih keras. 4. Bila mendengar pada satu telinga disebut laterisasi ke sisi telinga tersebut. Contoh, bila terdengar lebih keras di kanan disebut lateralisasi ke kanan. Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada laterisasi.



Hasil Tes Weber dan Interpretasinya:  Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga : lateralisasi ke telinga tersebut  Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana yang lebih keras : tidak ada lateralisasi  Normal : tidak ada lateralisasi. Suara terdengar pada kedua telinga atau terfokus pada tengahtengah kepala  Tuli konduktif : lateralisasi ke telinga yang sakit  Tuli sensorineural : lateralisasi ke telinga yang sehat test weber tidak dapat berdiri sendiri oleh karena tidak dapat menegakkan diagnosa secara pasti.



TES RINNE Pemeriksaan ini bertujuan untuk membandingkan konduksi udara (KU) dengan konduksi tulang (KT) pada telinga yang diperiksa. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang. Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Dilain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara. Cara Pemeriksaan : 1. Tempelkan tangkai garpu tala yang sudah digetarkan di prosesus mastoideus salah satu telinga sampai klien mengatakan bahwa getaran garpu tala tidak lagi terdengar. 2. Setelah tidak terdengar, dengan cepat dekatkan bagian percabangan garpu tala di depan teling kira-kira 2 ½ cm depan. Tanyakan apakah klien masih mendengar bunyi garpu tala. Bunyi yang dihantarkan lewat udara akan lebih mudah terdengar daripada bunyi yang dihantarkan lewat tulang. Getaran garpu tala yang dihantarkan lewat udara normalnya akan terdengar lebih lama. 3. Bila masih terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif.



Hasil Tes Rinne dan Interpretasinya  Positif              : bila msh terdengar  Negatif            : bila tidak terdengar Hasil Gangguan  Positif (KU>KT)         : Normal  Positif (KU=KT)         : Tuli sensorineural  Negatif (KU 91 Db = Sangat Berat



PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN (VISUS) Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dikamar yang tidak terlalu terang dengan kartu senellen Cara: 1. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satu mata ditutup. 2. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu,mulai dari baris paling atas kebawah, dan tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar. 3. Bila pasien tidak dapat membaca garis paling atas (terbesar) maka dilakukan uji hitung jari dari jarak 6 meter. 4. Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter,maka jarak dapat dikurangi 1 meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter . 5. Jika pasien tetap tidak bisa melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari jarak 1 meter. 6. Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji denga arah sinar. 7. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka dikatakan penglihatanya adalah 0 atau buta total. Penjabaran dari cara memeriksa visus dengan beberapa tahapannya: 1. Menggunakan 'chart' yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, biasanya 5 atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi.



Kartu yang digunakan ada beberapa macam : a. Snellen chart Snellen chart yaitu kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda dan untuk pasien yang bisa membaca.



Gambar 1. Snellen chart b.



E chart E chart yaitu kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-beda.



Gambar 2. E chart c.



Cincin Landolt Cincin Landolt yaitu kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah cincin yang berbeda-beda.



Gambar 3. Cincin Landolt



2. Cara memeriksa : a. Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih tinggi atau sejajar dengan mata pasien. Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5 artinya mata normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada jarak 5 meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki = 20/20, ada juga log (logaritma). b. Pastikan cahaya harus cukup c. Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan pasien diminta membaca kartu. d. Cara menilai visus dari hasil membaca kartu : 1) Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6, maka tidak usah membaca pada baris berikutnya => visus normal 2) Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, cek pada 1 baris tersebut 3) Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 1. 4) Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 2. 5) Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca. 6) Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di atasnya 7) Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien) a) Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan refraksi b) Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti merupakan kelainan refraksi Contoh membaca snellen chart: 1) Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki = normalnya 20/20. Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada baris ke 8. Berarti visusnya normal 2) Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 => visusnya 20/30 dengan false 2. Artinya, orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien hanya dapat membacanya pada jarak 20 kaki. 3) Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya 20/40 4) Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan ketentuan seperti di atas. 5) Cara pemeriksaan berlaku untuk E chart dan cincin Landolt.



3. Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari. a. Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart => 5 atau 6 m. b. Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60 c. Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m dan lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60. d. Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien. 4. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan penglihatan dengan lambaian tangan. a. Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat berupa lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300 5. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat menggunakan 'pen light' Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi : a. Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi baik b. Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan inferior. c. Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi salah. d. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0