Wrap Up PBL 12 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

WRAP UP SKENARIO 2 “Keracunan Insektisida”



KELOMPOK B-12 Salda Fransiska (1102019188) Valdist Deyamantha (1102019126) Alif Fakhri Riezy Akbar (1102019234) Denis Tri Lestari (1102019235) Cici Fadilla (1102019236) Dalla Fausta (1102019237) Sintia Azzahra (1102019204) Siti Sondari (1102019205) Syachrah Ega Noryanti Putri Y. (1102019207) Siti Zahra Shafira Syahroni (1102019206)



A. Skenario Seorang perempuan berusia 20 tahun datang ke IGD RS YARSI dibawa orang tuanya dalam keadaan kesadaran menurun, badan kaku, mulut berbusa dan tubuh basah oleh keringat. Menurut orang tuanya pasien ditemukan di kamarnya dalam keadaan tergeletak, kaku, muntah-muntah, sesak napas, dan di samping pasien ditemukan botol obat nyamuk baygon dalam keadaan kosong dan tumpahan isinya di lantai. Dokter segera memeriksa dan memberikan pertolongan keselamatan. Dokter menyimpulkan pasien mengalami keracunan insektisida, kemudian memberikan antidotum atropin 2 mg dengan cara injeksi intravena (intravenous, IV) yang diulang setiap 15 menit sampai terjadi atropinisasi.



B. Kata Sulit 1. Insektisida Bahan kimia yang bersifat racun digunakan untuk membunuh serangga. 2. Keracunan Kondisi yang disebabkan oleh menelan, mencium, memakan, meminum, menyuntikan obat, bahan kimia atau gas. 3. Atropin Obat yang digunakan untuk menangani lambatnya denyut jantung dan gejala keracunan insektisida. 4. Antidotum Sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan. 5. Kesadaran Menurun Suatu keadaan tidak mampu bangun secara utuh dan tidak bisa memberi respon kuat terhadap rangsangan sekelilingnya. 6. Intravena Di dalam vena  dalam kasus ini, injeksi (memasukkan obat) ke dalam vena. 7. Atropinisasi Gejala yang timbul pada keadaan tertentu; mulut kering, takikardi dan palpasi.



C. Pertanyaan 1. Apa pertolongan pertama ketika terjadi keracunan insektisida? 2. Apa saja kandungan insektisida? 3. Mengapa mulut dapat mengeluarkan busa?



4. Gejala apa yang akan timbul apaila terjadi keracunan insektisida? 5. Apa saja jenis insektisida? 6. Melalui cara apa saja racun dan obat bisa masuk ke tubuh? 7. Apakah keracunan insektisida dapat menyebabkan kematian? 8. Bagaimana obat atropin bekerja? 9. Bagaimana pandangann Islam terhadap bunuh diri? 10. Apa pengaruh insektisida bbagi tubuh? 11. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keracunan?



D. Jawaban 1. Meminta bantuan medis secepatnya, menjauhkan bahan-bahan beracun, jika terkena mata segera dibilas. 2. Kalium arsenat, Leat arsenat, komponen Merkuri, sulfur, komponen tembaga. 3. Akibat dari pengaruh saraf secara berlebih, sehingga produksi air liur juga berlebih. 4. Badan kaku, muntah, mengeluarkan busa dari mulut, kejang, berkeringat banyak, mata kunang-kunang, pingsan. 5. Insektisida Hidrokarbon Klorin (IHK) dan Insektisida Fosfat Organik (IFO). 6. Kulit (penetrasi), pernafasan (inhalasi), pencernaan. 7. Bisa menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. 8. Cairan atropin bekerja dengan cara mengurangi stimulan syaraf parasimpatik dengan cara menghalangi kerja asetilkolin. 9. Haram, karena di Al Quran disebutkan bahwa kita tidak boleh merugikan dan menyakiti diri sendiri. Menurut Syeikh Abdul Aziz bin Baz, bunuh diri adalah suatu dosa yang besar. 10. Insektisida bersifat racun apabila masuk ke dalam tubuh yang menimbulkan kegagalan fungsi enzim dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ. 11. Kondisi tubuh, cairan yang masuk ke tubuh, dosis dan jenis racun, stabilitas dan resapan racun dalam tubuh.



E. Hipotesis Insektisida mengandung kalium arsenat, leat arsenat, komponen merkuri, sulfur dan komponen tembaga. Apabila tertelan, akan menimbulkan gejala badan kaku, muntah, mengeluarkan busa dari mulut, kejang, berkeringat banyak, mata kunangkunang, serta pingsan dan dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani



dengan cepat dan tepat. Hal ini adalah karena akibat dari pengaruh saraf secara berlebih, sehingga produksi air liur juga berlebi dan insektisida bersifat racun yang apabila masuk ke dalam tubuh yang menimbulkan kegagalan fungsi enzim dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ. Keracunan insektisida dalam hal ini diatasi dengan pemberian obat melalui intravena karena merupakan cara yang tepat. Ada beberapa cara pemberian obat karena racun juga bisa masuk melalui beberapa cara yaitu melalui kulit (penetrasi), pernafasan (inhalasi), dan pencernaan. Pemberian obat pada kasus ini akan menyebabkan mengurangnya stimulan syaraf parasimpatik dengan cara menghalangi kerja asetilkolin. Selain itu, tindakan pertama yang bisa dilakukan adalah meminta bantuan medis secepatnya, menjauhkan bahan-bahan beracun, jika terkena mata segera dibilas. Jenis insektisida adalah Insektisida Hidrokarbon Klorin (IHK) dan Insektisida Fosfat Organik (IFO). Faktor yang dapat mempengaruhi kerja obat dalam tubuh adalah kondisi tubuh, cairan yang masuk ke tubuh, dosis dan jenis racun, stabilitas dan resapan racun dalam tubuh.



F. Sasaran Belajar 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Keracunan. a. Definisi Keracunan adalah kondisi yang disebabkan oleh menelan, mencium, menyentuh, atau menyuntikkan berbagai macam obat, bahan kimia, racun, atau gas. Keracunan bukan hanya membahayakan kesehatan, tapi juga bisa menyebabkan kematian. Tak hanya dari racun, beberapa zat yang bisa ditemui sehari-hari seperti obat-obatan dan karbon monoksida juga bisa berbahaya jika Anda terpapar dalam konsentrasi atau dosis yang tinggi. Dan zat lainnya seperti pembersih lantai bisa beracun jika ditelan. Gejala keracunan dapat menyerupai kondisi lainnya, seperti kejang, mabuk alkohol, stroke, dan respon insulin. Tanda-tanda dan gejala keracunan bisa meliputi: a. kemerahan di sekitar mulut dan bibir b. napas berbau seperti bahan kimia c. gangguan pernapasan d. mengantuk e. linglung (gegar otak) atau masalah perubahan mental lainnya



Lakukan hal berikut sambil menunggu pertolongan datang: Untuk racun yang ditelan: a. Singkirkan apapun yang masih berada dalam mulut korban. Jika racun yang diduga merupakan pembersih rumah atau bahan kimia lainnya, bacalah label wadah dan ikuti panduan untuk keracunan yang tidak disengaja. b. Untuk racun yang tersentuh kulit: Singkirkan pakaian yang terkontaminasi dengan menggunakan sarung tangan. Cucilah kulit selama 15 sampai 20 menit di air yang mengalir. c. Untuk racun yang kena mata: Bilaslah mata dengan air bersuhu sejuk atau suamsuam kuku selama 20 menit atau sampai pertolongan datang. d. Untuk racun yang dihirup hidung: Bawalah korban ke udara segar sesegera mungkin. e. Jika korban muntah, miringkan kepalanya ke samping untuk mencegah tersedak. f. Jika korban tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti tidak bergerak, bernapas, atau batuk, segera lakukan resusitasi jantung (CPR).



b. Jenis-Jenis Racun Daftar racun paling mematikan karena dapat mengakhiri hidup seseorang dalam seketika.



1. Serbuk Anthrax Racun ini umumnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan. Jika terpapar anthrax, awalnya akan terasa seperti flu namun pada akhirnya memicu kematian.



2. Botox Kendati botox digunakan dalam prosedur kecantikan, jika digunakan serampangan maka bisa berakibat fatal. Satu sendok teh botox dapat membunuh hingga 1,2 miliar orang. Ketika terjadi kontak dengan tubuh manusia, racun ini dapat menyebabkan bicara cadel, penglihatan kabur, kelemahan otot, dan kematian.



3. Amatoxin Racun ini ditemukan di beberapa jamur beracun. Ketika dikonsumsi, racun langsung menyerang hati dan ginjal yang bisa menyebabkan koma dan kematian beberapa hari kemudian.



4. Sianida Zat ini diketahui secara umum dan memiliki efek yang fatal pada manusia. Dalam dosis kecil sekalipun, sianida dapat mengakhiri hidup dalam hitungan menit. Ketika dikonsumsi, zat ini mengikat zat besi dalam sel darah dan menghambat sirkulasi oksigen.



5. Merkuri Apakah Anda tahu setetes merkuri ketika ditempatkan di tangan, atau berupa uap yang dihirup dapat membunuh. Merkuri langsung menyerang paru-paru dan sistem saraf, sehingga mematikan sistem saraf sepenuhnya hingga menyebabkan orang yang terinfeksi meninggal.



6. Ricin atau Risin Racun mematikan ini diekstrak dari biji minyak jarak. Racun tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, suntikan, atau tertelan.



7. Sarin Ini adalah gas saraf yang menyebabkan pilek dan sesak di dada pada awalnya, sebelum mulai merasa tercekik hingga menyebabkan kematian. Terkadang kematian akibat bahaya gas ini terjadi hanya dalam hitungan detik.



8. Strychnine Zat ini diekstrak dari pohon tertentu yang ditemukan di India dan Asia Tenggara. Ini merupakan zat putih tidak berbau yang dapat terhirup. Menghirup zat ini dapat menyebabkan sesak napas dan seseorang dapat meninggal dunia dalam waktu yang singkat.



9. Tetrodotoxin



Ini adalah racun yang ditemukan pada ikan buntal. Orang yang mengkonsumsi ikan ini dapat menderita kelumpuhan mulut atau kesulitan menelan, yang diikuti masalah bicara dan koordinasi. Dalam rentang waktu yang sangat singkat, orang yang makan ikan ini akan mengalami kejang-kejang.



10. Racun VX Ini adalah zat beracun yang sering digunakan dalam perang. Setetes VX pada kulit dapat langsung menyebabkan kematian secara cepat.



c. Patofisiologi Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut. Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik. Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat. Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi



kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia



2. Memahami dan Menjelaskan Obat a. Definisi Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005) Penggolongan Obat Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu: 1)



Obat Bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna



hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat, toko kelontong, warung. 2)



Obat Bebas Terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran



berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat-obat yang umunya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat penghilang



rasa



sakit



dan



penurun



panas



pada



saat



demam



(analgetikantipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini hanya dapat dibeli di Apotek dan toko obat berizin. 3)



Obat Keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan



lingkaran yang didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang menyentuh



tepi lingkaran yang berwarna hitam. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, dan beberapa obat ulkus lambung. Obat golongan ini hanya dapat diperoleh di Apotek dengan resep dokter. 4)



Obat Narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau



bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UURI No. 22 Th 1997 tentang Narkotika penggunaannya diawasi dengan ketet, sehingga obat golongan narkotika hanya diperoleh di Apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat menggunakan kopi resep). Contoh dari obat narkotika antara lain: opium, coca, ganja/marijuana, morfin, heroin, dan lain sebagainya. Maka peran obat secara umum adalah sebagai berikut: 1) Penetapan diagnosa 2) Untuk pencegahan penyakit 3) Menyembuhkan penyakit 4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan 5) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu 6) Peningkatan kesehatan 7) Mengurangi rasa sakit



b. Farmakokinetik a. Absorpsi Absorpsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukan tubuh termasuk juga mukosa saluran cerna atau dari tempat-tempat terntentu pada organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem



pembuluh limfe. Karena obat baru dapat menghasilkan efek terapeutik bila tercapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya, maka absorpsi yang cukup menjadi syarat untuk suatu efek terapeutik, kecuali untuk obat yang bekerja lokal dan antasida.Absorbsi obat umumnya terjadi secara pasif melalui proses difusi. Kecepatan absorpsi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yang terpenting adalah sifat fisikokima bahan obat, terutama sifat stereokimia dan kelarutannya seperti : •Besar partikel •Bentuk sediaan obat •Dosis •Rute pemberian dan tempat pemberian •Waktu kontak dengan permukaan absorpsi •Besarnya luas permukaan yang mengabsorbsi •Nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi •Integritas membrane •Aliran darah organ yang mengabsorbsi -



Absorpsi obat melalui rute oral:



Pemberian oral merupakan rute pemberian yang paling mudah dan paling sering digunakan sehingga absorpsi dalam saluran cerna mempunyai peran yang besar. Usus halus merupakan organ absorpsi yang terpenting, tidak hanya untuk makanan melainkan juga untuk bahan obat. Hal ini disebabkan luasnya permukaan yang dibutuhkan untuk absorpsi serta adanya lipatan mukosa, jonjot mukosa , kripta mukosa dan mikrovili pada usus. Bahan yang peka terhadap asam lambung harus dilindungi terhadap asam lambung dengan zat penyalut yang tahan terhadap asam.



-



Absorpsi obat melalui rute bukal atau sublingual:



Mukosa yang tervaskularisasi dengan baik pada rongga mulut dan tenggorokan memiliki sifat absorpsi yang baik untuk senyawa yang tidak terionisasi (lipofil). Bahan obat pada rute ini tidak dipengaruhi oleh asam lambung serta tidak melewati hati setelah diabsorpsi serta menghasilkan efek terapeutik yang cepat. Karena permukaan absorpsi yang relatif kecil, rute bukal dan sublingual sebaiknya hanya untuk bahan obat yang mudah diabsorpsi. -



Absorpsi obat pada pemakaian melalui rectum



Absorpsi obat pada rectum terjadi pada 2/3 bagian bawah rectum. Obat yang diabsorbsi tidak mencapai hati karena langsung masuk ke vena cava inferior. Proses absorpsi umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan pemberian oral. -



Absorpsi obat melalui hidung



Mukosa hidung yang memiliki sifat absorpsi yang baik seperti mukosa



mulut, cocok untuk pemakaian



obat



menurunkan pembengkakan mukosa secara topikal pada rhinitis. -



Absorbsi obat pemakaian pada mata



Jika obat harus diabsorbsi untuk masuk kedalam bagian mata, maka obat mempunyai sifat lipofilik dan hidrofilik secara bersamaan akan mengalami absorpsi yang lebih baik, karena epitel kornea bersifat lipofilik sedangkan bagian stroma bersifat hidrofilik. Zat-zat yang memiliki sifat-siafat lipofilik dan hidrofilik secara bersamaan adalah asam lemah dan basa lemah. -



Absorpsi obat melalui paru-paru



Obat yang cocok untuk pemakaian melalui paru-paru adalah yang berbentuk gas. Walaupun paru-paru dengan luas permukaan alveolar yang besar (70-100m2 ) mampu juga mengabsorpsi cairan dan



zat padat. Aerosol berfungsi terutama untuk terapi lokal dalam daerah saluran pernafasan misalnya pada pengobatan asma bronchiali. -



Absorpsi obat pemakaian pada kulit



Kemampuan absorpsi obat melalui kulit mungkin lebih rendah dibandingkan melalui mukosa. Zat yang larut dalam lemak pada umumnya diabsorpsi lebih baik dibandingkan zat hidrofilik. Sejumlah faktor dapat meningkatkan proses absorpsi melalui kulit seperti peningkatan suhu kulit, pemakaian zat pelarut dimetilsulfoksid dan kondisi kulit yang meradang. b. Distribusi Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma,hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhad ap protein, kadar obat, dan kadar proteinya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.



c. Metabolisme Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim khususnya CYT 45. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu,



pada



umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir. Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dala m sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim nonmikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma. d. Ekskresi Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat



digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensi (farmakologi pendekatan proses Keperawatan: 1996). c. Farmakodinamik a. Mekanisme Kerja Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional; hal ini mencakup 2 konsep penting. Pertama obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Ke dua, obat tidak menimbulkan fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada. Obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis dan sebaliknya obat yang tidak mempunyai aktivitas intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu agonis disebut antagonis. Mekanisme kerja obat yang kini telah diketahui dapat digolongkan sebagai berikut. a. Secara fisis c/: anastetika terbang, laksansia, diuretika osmotik Contoh aktivitas anastetika inhalasi berhubungan langsung dengan sifat lipofilnya, obat ini diperkirakan melarut dalam membran sel dan memengaruhi eksitabilitas membrane, diuretic osmotic (urea, manitol), katartik osmotic MgSO4, pengganti plasma (polivinilpirolidon = PVP) untuk menambah volume intravascular. b. Secara kimiawi c/: antasida, zat chelator Zat-zat chelator mengikat ion logam berat sehingga tidak toksik lagi dan mudah diekskresikan oleh ginjal. Misalnya, penisilamin mengikat Cu2+ bebas yang menumpuk dalam hati dan otak pasien penyakit Wilson menjadi kompleks yang larut dalam air, dimerkaprol



(BAL = British antilewisite) untuk mengikat logam berat (As, Sb, Hg, Au, Bi) yang bebas maupun dalam kompleks organic menjadi kompleks yang larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin. c. Melalui proses metabolisme Amoksisilin mengganggu pembentukan dinding sel kuman, 6merkaptopurin berinkorporasi dalam asam nukleat sehingga mengganggu fungsinya, detergen sebagai antiseptic-desinfektan merusak integritas membrane lipoprotein. d. Secara kompetisi Kompetisi untuk reseptor spesifik atau enzim. b. Reseptor Obat Reseptor adalah kompenen makro molekul dari sel yang dapat mengenali dan berinteraksi dengan substansi endogen untuk menghasilkan respon biologis. Molekul yang berperan sebagai reseptor: -Enzim (golongan tirasin kinase) -Membran Protein -Asam Nukleat -Kompleks Polisakarida Reseptor memiliki karakteristik spesifik, maca-macam reseptor: -Ionotropic reseptor -GPCR -Kinase linked reseptor -Nuclear reseptor Protein merupakan reseptor obat yang penting, misalnya reseptor fisiologis, asetilkolinesterase, Na+, K+-ATPase, tubulin, dan lain-lain. Reseptor fisiologik merupakan protein seluler yang secara normal



berfungsi sebagai reseptor bagi ligan endogen, seperti hormon, neurotransmiter, dan growth factor. Ikatan obat dengan reseptor dapat berbentuk ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Walls, atau kovalen. Tetapi,pada umumnya merupakan campuran berbagai ikatan di atas. Suatu zat (obat/ligan endogen) dapat mengenali reseptornya dengan tepat karena hanya obat dengan bentuk molekul tertentu saja yang dapat berikatan dengan reseptor, seperti kunci dengan gemboknya (key and lock). c. Antagonis (Kontraindikasi) Antagonis suatu keadaan ketika efek dari satu obat menjadi kurang atau hilang sama sekali yang disebabkan oleh keberadaan satu obat lainnya. Secara farmakodinamik dapat dibedakan dua jenis antagonisme farmakodinamik : 1. Antagonisme fisiologik merupakan antagonisme pada sistem fisiologik yang sama, tetapi pada sistem reseptor berlainan. Misalnya efek histamin autakoid lainnya yang dilepaskan tubuh sewaktu terjadi syok anafilatik dapat di antagonisasi dengan pemberian adrenalin. 2. Antagonisme pada reseptor merupakan antagonisme yang melalui sistem reseptor yang sama (antagonisme antara agonis dengan antagonisnya). Misalnya efek histamin yang dilepaskan dalam reaksi alergi dapat dicegah dengan pemberian histamin yang menduduki reseptor yang sama. Antagonis merupakan obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu secara intrinsik menimbulkan efek farmakologik, dengan demikian antagonis menghalangi ikatan reseptor dengan agonisnya oleh karena itu antagonis juga disebut reseptor blocker. Antagonisme pada reseptor dapat bersifat kompetitif dan non kompetitif. 1. Antagonisme kompetitif, mengikat reseptor ditempat ikatan agonis secara reversibel sehingga dapat digeser oleh agonis kadar tinggi. Sehingga diperlukan kadar agonis yang lebih tinggi untuk memperoleh



efek yang sama. Ini berarti afinitas agonis terhadap reseptornya menurun, 2. Antagonis non kompetitif, hambatan efek agonis tidak dapat diatasi antagonis non kompetitif tidak dapat diatasi degan meningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek maximal yang dicapai akan berkurang, tetapi afinitas terhadap reseptornya tidak berubah. Antagonis non kompetitif ini dapat terjadi jika :



• Antagonis mengikat reseptor secara ireversibel, di reseptor site, sehingga menghalangi ikatan agonis dengan reseptornya.



• Antagonis mengikat bukan pada molekulnya sendiri tetapi pada komponen lain dalam sistem reseptor, yakni pada molekul lain yang meneruskan fungsi reseptor dalam sel target. Sehingga afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah.



DAFTAR PUSTAKA



• Tripathi,KD.2003.Essential of medical pharmacology.5th edition.New Delhi:Jaypee Schmitz,Gery;lepper;heidrich,Michael.2003.Farmakologi dan toksikologi.Edisi 3.Jakarta:EGC Priyanto.2010.Farmakologi dasar untuk mahasiswa farmasi dan keperawatan.Edisi 2.Jakarta;LESKONFI Katzung,G.1997.Basic and clinical pharmacology.Edisi



6.Jakarta;EGC



Bagian



Farmakologi



FK



UI.1981.Farmakologi dan terapi.Edisi 2.Jakarta;B. Farmako FK



• Farmakologi dan terapi, edisi VI. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.



• https://www.slideshare.net/mobile/itaufiqqurrachman/c21-mekanisme-kerja-obat







http://www.academia.edu/download/50722149/makalah_keracunan.docx