01 - Makalah Critical Ill [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH CRITICAL ILL PENGENALAN MANAJEMEN PASIEN KRITIS



Dosen Pengampu : Kusdalinah, SST., M. Gizi Disusun Oleh : Kelompok 1 Aliyah rosalina



P05130219043



Boy Zedra



P05130219044



Chindy kurnia



P05130219045



PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA POLTEKKES KEMENKES BENGKULU TAHUN 2022



KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penyusun dapat membuat makalah Pengenalan Manajemen pasien kritis. Saran dan kritik yang sifatnya membangun begitu diharapkan oleh penyusun demi kesempurnaan dalam penulisan makalah berikutnya. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu Kusdalinah, M.Gizi selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Akhir kata, penyusun berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat membantu bagi kemajuan serta perkembangan. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu.



Bengkulu, Januari 2022 Penyusun



BAB I PENDAHULUAN



A. Pendahuluan Pasien kritis adalah pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk, mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan pasien kritis adalah pasien dengan perubahan patofisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian, dan menjadi prioritas di ruang ICU (Rab, 2007). Pasien sakit kritis, kondisi tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan ventilasi, infus, obat-obatan vasoaktif secara terus menerus menjadi Prioritas satu pada pasien yang dirawat di ICU. Contoh pasien kelompok ini antara lain pasca bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Pasien dengan sakit kritis yang dirawat di ruang ICU sebagian besar mengalami kegagalan multi organ dan memerlukan support teknologi dalam pengelolaan pasien. Pasien yang masuk ruang perawatan ICU umumnya bervariasi, yaitu pasien elektif pasca operasi mayor, pasien emergensi akibat trauma mayor, stress akibat trauma, cedera, pembedahan, sepsis atau gagal nafas. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan peningkatan metabolism dan katabolisme yang dapat mengakiba takan malnutrisi (Menerez, 2011). Asupan nutrisi pasien kritis penting dalam manajemen pasien-pasien yang dirawat di unit intensif. Pasien dengan kondisi kritis yang sangat rentan untuk mengalami malnutrisi selama masa perawatan. Hal ini dikarenakan kebutuhan nutrisi yang meningkat akibat kondisi sakitnya, namun kemampuan pasien dalam memperoleh nutrisi secara mandiri terganggu (Menerez, 2011).



Maka dari itu hal ini dapat berpengaruh pada proses kesembuhan serta pemulihan pada pasien. Oleh sebab itu, perhatian terhadap nutrisi untuk pasien kritis sangat penting. Jika tidak diperhatikan dengan baik, hal ini memungkinkan pasien ini akan jatuh ke dalam kondisi malnutris(Menerez, 2011).



BAB II PEMBAHASAN A. Prioritas Pasien Pengguna ICU Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus, ditujukan untuk mengobservasi, memberikan perawatan dan terapi pada pasien dengan penyakit, cedera atau penyulitpenyulit yang potensial mengancam jiwa dan prognosis yang tidak dapat diprediksi. ICU menyediakan kemampuan, sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan staf yang memiliki ketrampilan mengelola pasien kondisi kritis. Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien-pasien dengan kondisi kritis dan memerlukan pemantauan ketat. Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk pasien di ICU (Stillwell, 2011). Prioritas satu pada pasien yang dirawat di ICU adalah kelompok pasien sakit kritis, kondisi tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan ventilasi, infus, obat-obatan vasoaktif secara terus menerus. Contoh pasien kelompok ini antara lain pasca bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Pasien perioritas dua ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih. Jenis pasien ini sangat beresiko sehingga memerlukan terapi segera. Misalnya pada pasien penyakit jantung, paru, ginjal yang telah mengalami pembedahan mayor (Sari, Permata Sari,dkk. 2017). Pasien perioritas 3 sakit kritis dan tidak stabil dimana status kesehatannya penyakit ini mendesainnya, baik masing-masing atau kombinasi sangat mengurangi kemungkinan sembuh (Sari, Permata Sari,dkk. 2017). B. Tugas Dan Tanggung Jawab Dalam Penatalaksanaan Pasien Kritis 1.



Mengelola pasien yang mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten.



2.



Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya.



3.



Mengintegrasikan kemampuan ilmu dan keterampilan khusus serta diikuti oleh nilai etika dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan.



4.



Merespon secara terus menerus dengan pembahan lingkungan



C. Kategori Pasien Kritis Kategori pasien kritis berdasarkan rekomendasi National Standards for Adult Critical Care Services, Join Faculty of Intensive Care Medicine of Ireland (JFICMI), dan The Intensive Care Society of Ireland (ICSI) sebagai berikut: Tabel 1. Level of Cirtical Care Recommendation JFICMI and ICSIAcute Care Level O Pasien dirawat di bangsal dengan manajemen klinik Level 1 Level lebih tinggi perlu observasi seperti contoh ruang Post Anesthesia Care Unit (PACU) Critical



Level 2 Pasien kritis dengan salah satu organ utama mengalami



care



kegagalan fungsi Level 3 Pasien kritis dengan dua atau lebih organ utama mengalami kegagalan fungsi Level 3S Level 3 yang memerlukan pelayanan regional/nasional rujukan Kriteria level 0 dan level 1 didiskripsikan bahwa pasien memiliki tingkatan



penyakit akut dan tidak membutuhkan perawatan pada critical care unit, namun jika terjadi kemunduran keadaan yang semakin memburuk maka tim keperawatan kritis diperlukan dalam penangananya. Kriteria level 2 didiskripsikan bahwa pasien memerlukan lingkungan yang terbaik dan peran perawat kritis sangat diperlukan. Level 2 terjadi peningkatan frekuensi dalam memonitoring pasien, dan dapat dimungkinkan memiliki keadaan yang sama seperti pasien level 1 yang dapat dirawat di rawat inap atau bangsal atau PACU yang memiliki sumberdaya perawat yang mampu melakukan observasi pasien. Level 2 dapat juga terjadi pada complex Non Invasive Ventilation (NIV) seperti contoh proses weaning pada perawatan pasien level 1 atau yang level lebih tinggi dari NIV yaitu Invasive Mechanical Ventilation sebagai fokus perawatan karena adanya kegagalan salah satu organ. Keadaan lain yang dapat dikategorikan pada level 2 diantaranya



ketidakstabilan



hemodinamik,



renal



replecement,



pasien



yang



mendapatkan terapi eurogical, dermatological injury, dan hepatic support. Kriteria level 3 didiskripsikan dimana pasien memiliki kegagalan dua organ atau lebih, dan atau pasien menggunakan invasive mechanical ventilatory Treatment Kriteria level 3S dapat didiskripsikan yaitu pasien yang memiliki keadaan kritis level



3 dan harus mendapatkan pelayanan kesehatan pada tingkatan nasionalmatau regional seperi Ekstra Corporeal Life Support (ECMO/ECLS). Neuro Critical Care, Cardiothoracic, Transplantasi, dan lain sebagainya. D. Metabolik Stress Pada Pasien Kritis 1. Sepsis (infeksi) 2. Trauma (Termasuk luka bakar) 3. Pembedahan Saat tubuh berespon dengan kondisi tersebut, terjadi perubahan fisiologi dan metabolik sehingga dapat berisiko atau terjadinya syok dan MODS (Multiple Organ Dysfunction). Dan sangat akan berbahaya apabila terjadi syok septik (septic shock) (Sari,permata sari,dkk. 2017). E. Fase fase pasien kritis 1.



Fase ebb dimulai segera setelah terjadi stres, baik akibat trauma atau sepsis dan berlangsung selama 12-24 jam



2.



Fase flow, yang meliputi fase anabolik dan katabolik, ditandai dengan curah jantung (CO) yang tinggi dengan restorasi oxygen delivery dan substrat metabolik.



3.



Fase recovery Jika pasien dapat melewati fase kritikal dalam waktu 24-48 jam secara bertahap reabsorbsi cairan extravascular membutuhkan waktu 48-72 jam atau satu minggu



F. Menejemen pelaksanaan pasien kristis



Menejemen Pengobatan







Mengobati penyebab hipermetabolime







Terapi fisik







latihan



Menejemen Nutrisi







Meminimalkan katabolisme







Memenuhi kebutuhan protein, energi dan zat gizi mikro







Membangun dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit







Terapi nutrisi sederhana (nutrisi oral, enteral dan parenteral



Katinakis.P.A, & Spronk,P.E.,2016. G. Rute pemberian asupan zat gizi untuk pasien kritis a.



Rute Enteral Pengertian Nutrisi enteral Enteral Nutrition (EN) Nutrisi yang diberikan pada



pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin (gastrostomy dan jejunum percutaneousy (Setianingsih,Anna Anastasia. 2014). Pemberian makan melalui pipa enteral mungkin perlu dilakukan ketika pasien tidak mampu mengkonsumsi makanan penuh, atau cair secara oral. (Putu, Ni. 2017) Teknik pemasangan selang untuk memberikan nutrisi secara enteral pernah dijelaskan oleh Tuna, M et al. (2013) dalam penelitiannya yaitu terdapat beberapa teknik untuk memasukkan selang nasoenterik melalui nasogastric, nasoduodenum, nasojejunum, sebaiknya menggunakan teknik PEG (Percutaneous Endoscopie



Gastrostony) karena komplikasinya lebih sedikit. Teknik lain yang dapat digunakan adalah laparoskopi jejunustomi atau gastrojejunustomy. Akan tetapi, sebagian besar pasien toleran terhadap pemasangan selang nasoenteric secara manual (Setianingsih Anna Anastasia. 2014). Ada 2 metode pemberian nutrisi enteral  Gravity drip (pemberian menggunakan corong yang disambungkan ke selang nasogastric dengan kecepatan mengikuti gaya gravitasi)  Intermittent feeding (pemberian nutrisi secara bertahap yang diatur kecepatannya menggunakan syringe pump). b.



Rute parenteral Pengertian Nutrisi parenteral Parenteral Nutrition (PN) adalah bentuk



pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan (Setianingsih, Anna Anastasia. 2014). Nutrisi parenteral diindikasikan untuk pasien yang tidak mampu menelan atau mencerna nutrien atau mengabsorbsinya dari traktus gastrointestinal. (Putu, Ni 2017) Metode pemberian nutrisi parenteral bisa melalui vena perifer dan vena central, namun risiko terjadinya phlebitis lebih tinggi pada pemberian melalui vena perifer sehingga metode ini tidak banyak digunakan. Nutrisi parenteral diberikan bila asupan nutrisi enteral tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien dan tidak dapat diberikan dengan baik, Nutrisi parenteral diberikan pada pasien dengan kondisi reseksi usus massif, reseksi kolon, fistula dan pasien sudah dirawat selama 3-7 hari (Ziegler, 2009). Pemberian nutrisi melalui PN harus berdasarkan standar yang ada agar tidak terjadi komplikasi diantaranya menentukan tempat insersi yang tepat (tidak boleh digunakan untuk plebotomi dan memasukkan obat), persiapan formula PN secara steril 24 jam sebelum diberikan ke pasien dan disimpan di kulkas serta aman dari pencahayaan agar menurunkan degradasi biokimia dan kontaminasi bakteri. Namun sebelum diberikan ke pasien suhu formula harus disesuaikan dengan suhu ruangan (Ziegler, 2009). Ada empat waktu pemberian nutrisi yang akan dibahas yaitu : 1.



Early Enteral Nutrition (EEN) adalah pemberian nutrisi enteral yang dimulai sejak pasien masuk ICU hingga 24 jam pertama.



2.



Late Enteral Nutrition (LEN) merupakan pemberian EN pada pasien yang dimulai setelah 3 hari pasien dirawat di ICU.



3.



Early Parenteral Nutrition (EPN) yaitu nutrisi yang diberikan secara parenteral sejak pasien masuk ICU hingga 24 jam pertama



4.



Late Parenteral Nutrition (LPN) diartikan sebagai proses pemberian nutrisi parenteral yang dimulai setelah pasien dirawat 8 hari di ICU (Setianingsih, Anna Anastasia. 2014.)



c.



Komplikasi dan Clinical Outcome Nutrisi Enteral/Enteral Nutition (EN) memiliki komplikasi yang lebih rendah



dibandingkan parenteral nutrisi. Namun, seringkali penggunaan EN sendirian tidak mampu mencukupi target kalori yang dibutuhkan pasien. Oleh karena itu kombinasi penggunaan En dan PN merupakan strategi untuk mencegah kekurangan nutrisi. Beberapa kelebihan EN jika dibandingkan dengan PN yaitu biayanya lebih murah, penyerapan nutrisi oleh usus lebih baik, risiko infeksi lebih rendah dan insiden komplikasi metabolik lebih rendah (Setianingsih, Anna Anastasia. 2014). Beberapa komplikasi yang terjadi pada pemberian nutrisi melalui PN yaitu pneumothorax, hiperglikemia, bleeding, dan thrombus pada pemasangan central venous cathether (CVC). Pemberian PN dapat menurunkan risiko kematian sebesar 0,51 % dibandingkan pemberian melalui EN. Risiko kematian juga dapat diturunkan sebesar 0,71 % dengan penambahan asupan energy 1000 kkal/hari dan 0,84 % dengan pemberian protein 30 gr/hari. Kondisi tersebut berefek apabila BMI < 25 atau 235 (Setianingsih Anna Anastasia. 2014).



BAB III PENUTUP Kesimpulan Pasien kritis adalah pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk, mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan pasien kritis adalah pasien dengan perubahan patofisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian, dan menjadi prioritas di ruang ICU (Rab, 2007). Fase fase pasien kritis  Fase ebb dimulai segera setelah terjadi stres, baik akibat trauma atau sepsis dan berlangsung selama 12-24 jam  Fase flow, yang meliputi fase anabolik dan katabolik, ditandai dengan curah jantung (CO) yang tinggi dengan restorasi oxygen delivery dan substrat metabolik.  Fase recovery Jika pasien dapat melewati fase kritikal dalam waktu 24-48 jam secara bertahap reabsorbsi cairan extravascular membutuhkan waktu 48-72 jam atau satu minggu



DAFTAR PUSTAKA