1 Laporan Kasus Kejang Demam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS Kejang Demam



Oleh: Mergerizka Amiko Kapindo



20710046



Tabah Ayu Rahmitaningrum



20710115



Amanda Firmandani



20710070



PEMBIMBING: dr. Zainul Arifin, Sp.A



KSM ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SIDOARJO 2021



KATA PEGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, para penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul “Kejang Demam”. Penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di KSM Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Sidoarjo. Penulis berharap tugas Laporan Kasus ini kedepannya berguna bagi kita semua, khususnya bagi kami dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik untuk memperlancar studinya. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada dr. Zainul Arifin, Sp. A yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan segala masukan, kritik, dan saran demi sempurnanya tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga ini bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.



Sidoarjo, 24 Mei 2021



Penulis



DAFTAR ISI



Kata Pengantar.......................................................................................................ii Daftar Isi ..............................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1 BAB II LAPORAN KASUS.................................................................................3 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A.



Definisi.............................................................................................11



B.



Klasifikasi.........................................................................................12



C.



Etiologi.............................................................................................12



D.



Epidemiologi....................................................................................13



E.



Patofisiologi......................................................................................13



F.



Faktor Resiko....................................................................................14



G.



Diagnosis..........................................................................................16



H.



Penatalaksanaan................................................................................19



BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................25



BAB I PENDAHULUAN Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) akibat suatu proses ekstrakranium tanpa adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain. Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak, faktorfaktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor demam, usia, Riwayat keluarga, Riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), Riwayat perinatal (usia kehamilan, berat badan lahir rendah, asfiksia) (UKK Neurologi IDAI, 2006). Kejang demam sederhana adalah kejang general (tanpa Gerakan fokal) yang berlangsung kurang dari 15 menit dan hanya terjadi sekali selama periode 24 jam dari demam pada anak yang secara neurologis normal. Sebagian besar kejang demam yang sering terjadi yaitu kejang demam sederhana. Tetapi jika didapatkan kejang demam dengan onset fokal, durasi berkepanjangan atau berlangsung lebih dari 15 menit, dan kejang terjadi berulang lebih dari satu kali dalam 24 jam maka dapat dikatakan kejang demam kompleks. Setelah kejang yang diawali dengan demam, 3 – 12 % akan berkembang menjadi epilepsi pada saat remaja (Nurindah, dkk, 2014). Menurut American Academy of Pediatrics, suhu normal rektal pada anak usia < 3 tahun yaitu sampai dengan 38 oC, suhu normal oral sampai dengan 37,2 C sedangkan pada anak yang berusia 3 tahun, didapatkan suhu normal rektal



o



sampai dengan 37,8 oC dan suhu normal oral yaitu sampai 37,5 oC. Kejang adalah



manifestasi klinis intermitten yang khas dapat berupa gangguan kesadaran, terdapat perubahan tingkah laku, emosi, sistem motorik dan sensorik yang disebabkan adanya pelepasan muatan listrik di neuron otak (Ismet, 2017). Kejang demam merupakan kejang pada anak usia 6 bulan – 5 tahun yang disertai gejala demam, tanpa bukti infeksi sistem saraf pusat yang mendasari. Kejang demam sering terjadi pada anak usia 18 bulan. Kejang demam adalah bentuk paling umum dari kejang masak anak-anak yang terjadi pada 2-5% anak di Amerika Serikat. Di Eropa dan Amerika Serikat 2-5% anak mengalami setidaknya 1 kali kejang demam sebelum usia 5 tahun. Kejang demam sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Di Indonesia persetanse kejang demam pada anak 2-4% (Nurindah, dkk, 2014). Kejadian kejang demam di Indonesia dilaporkan mencapai 2-4 % ditahun 2009-2010. Provinsi Jawa Tengah 2-3% dan tahun 2009-2010 rumah sakit Semarang untuk kasus mencapai 2% pada tahun 2008-2010 lebih sering pada anak laki-laki dan khususnya di Jawa Timur terdapat 2-3% dari 100 anak yang mengalami kejang demam. (Arief, 2015).



BAB II LAPORAN KASUS



2.1 Subjective A. Identitas Pasien Nama



: An. HZ



Umur



: 3 th



Tanggal Lahir



: 19 Juni 2017



Berat Badan



: 12 kg



Tinggi Badan



: 100 cm



Jenis kelamin



: Perempuan



Alamat



: Jln. Sepande RT III / RW 05, Sidoarjo



Agama



: Islam



No. RM



: 2103424



Suku Bangsa



: Jawa



Tanggal MRS



: 2 Mei 2021



B. Anamnesa Keluhan Utama



: Kejang



Keluhan Tambahan



: Demam, Batuk, Muntah



Riwayat Perjalanan Penyakit Seorang ibu datang ke IGD RSUD Sidoarjo pada tanggal 2 Mei 2021 pukul 19.00 dengan keluhan anaknya kejang di rumah selama ± 10 menit, kaku



pada kedua tangan. Ibu pasien mengatakan ini kejang yang pertama kali. Kejang didahului dengan keluhan batuk ± 5 hari yang lalu dengan dahak berwarna hijau. Kemudian pada tanggal 2 Mei 2021 pukul 13.00 pasien demam dan pada sore harinya pasien sempat muntah 1 kali. Makan dan minum mau. BAB dan BAK lancar. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit serupa sebelumnya disangkal, tidak ada riwayat kejang sebelumnya, batuk, pilek, sesak, dan penyakit bawaan. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Ayah pasien pernah mengalami kejang pada usia 5 tahun. Riwayat Sosial Di rumah ada anggota keluarga yang merokok (ayah pasien). Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Masa kehamilan



: Cukup bulan, ANC total 4x di bidan dan dokter



Partus



: SC



Ditolong oleh



: Dokter



Tanggal



: 19 Juni 2017



Berat badan lahir



: 3800 gram



Keadaan saat lahir



: Langsung menangis



Kesan



: anak dalam keadaan normal



Riwayat Makan ASI



: 0 – 6 bulan



MPASI



: bubur nasi 6 bulan – 2 tahun



Susu Formula



: 2 – 3 tahun



Nasi Tim



: 9 bulan



Makanan Padat



: Usia 2 tahun s.d. saat ini



Kesan



: kuantitas dan kualitas makanan baik



Riwayat Tumbuh Kembang Tengkurap



: 3 bulan



Duduk



: 6 bulan



Merangkak



: 7 bulan



Berdiri



: 10 bulan



Berjalan



: 13 bulan



Kesan



: Perkembangan motorik kasar dan motorik halus normal



Riwayat Imunisasi Usia



Imunisasi



Baru Lahir



Hepatitis B







1 bulan



BCG, Polio 1







2 bulan



DTP-HB-Hib 1, Polio 2







3 bulan



DTP-HB-Hib 2, Polio 3







4 bulan



DTP-HB-Hib 3, Polio 4, IPV







9 bulan



Campak/MR







18 bulan



DTP-HB-Hib, Campak/MR







Kesan : Imunisasi Dasar lengkap sesuai umur 2.2 Objective C. Pemeriksaan Fisik Tanggal pemeriksaan:



: 3 Mei 2021



Keadaan Umum



: Cukup



Kesadaran



: Kompos mentis



GCS



: 4-5-6



Tekanan Darah



: 100 / 70 mmHg



Nadi



: 110 x/menit, reguler, cukup



Pernapasan



: 20 x/menit



Suhu



: 36,4 °c



Berat Badan



: 12 kg



Tinggi Badan



: 100 cm



Status Gizi: BB/TB



: 85%



Kesan



: Gizi Baik



Keadaan Spesifik 



Kepala/Leher Bentuk



: Normosefali, simetris, dismorfik (-)



Rambut



: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut



Mata



: Cekung (-/-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).



Hidung



: Sekret (-), napas cuping hidung (-).



Telinga



: Sekret (-).



Mulut



: Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).



Tenggorokan : Faring hiperemis (-) Leher 



: Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.



Thorax Paru-paru  Inspeksi



: Statis, dinamis simetris, retraksi -/-



 Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (+).  Perkusi Jantung



: Sonor pada kedua lapangan paru



 Inspeksi



: Iktus kordis tidak terlihat



 Auskultasi : HR: 110 x/menit, irama reguler, Bunyi Jantung I-II normal, bising (-)







 Palpasi



: Thrill tidak teraba



 Perkusi



: redup, batas jantung dalam batas normal



Abdomen  Inspeksi



: Datar



 Auskultasi : Bising usus (+) normal, 10 x/menit







 Palpasi



: nyeri tekan (-) epigastrium, turgor ( - )



 Perkusi



: Timpani, shifting dullness (-)



Lipat paha dan genitalia



:Pembesaran KGB (-), eritema perianal (-), prolaps ani (-)







Ekstremitas



: Akral hangat, tidak ditemukan defisit



neurologis Pemeriksaan Neurologis  Fungsi motorik Pemeriksaan



Tungkai



Tungkai



Lengan



Lengan



Kanan



Kiri



Kanan



Kiri



Gerakan



Luas



Luas



Luas



Luas



Kekuatan



+5



+5



+5



+5



Tonus



Eutoni



Eutoni



Eutoni



Eutoni



Klonus



-



-



-



-



Reflek fisiologis



+ normal



+ normal



+ normal



+ normal



Reflek patologis



-



-



-



-



 Fungsi sensorik



: Dalam batas normal



 Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal  GRM



: Kaku kuduk tidak ada



D. Pemeriksaan penunjang -



Rapid test antibody : 02 / 05 / 2021



Non reaktif -



Hematology : 02 / 05 / 2021



WBC



20.41



5.50 – 15.50



103/uL



RBC



4.5



4.2 – 6.1



106/uL



HGB



10.2



10.7 – 14.7



g/dL



HCT



31.1



37.0 – 52.0



%



PLT



519



229 – 553



103/uL



GDS



174



60 – 100



mg/dL



-



Foto rontgen thorax AP/Lateral: pneumonia



-



Hematology : 04 / 05 / 2021



WBC



7.82



5.50 – 15.50



103/uL



RBC



4.6



4.2 – 6.1



106/uL



HGB



10.4



10.7 – 14.7



g/dL



HCT



32.3



37.0 – 52.0



%



PLT



476



229 – 553



103/uL



CRP



0.60



1 kali



3.5 Penatalaksaan



Gambar.1.Tatalaksana Kejang Demam a. Penatalaksanaan Saat Kejang Pada saat kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Penatalaksaan pada saat keadaan kejang, obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB,



dengan cara pemberian secara perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam 3-5 menit, dan dosis maksimal yang dapat diberikan adalah 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut (Asril dan Adiyono, 2002). Pemberian



diazepam



secara



intravena



pada



anak



seringkali



mnyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah terbukti keampuhannya. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau jika kejang terjadi di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Ataupun diazepam rektal 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun sedangkan anak di atas usia 3 tahun diberi diazepam rektal 7,5 mg (Sofyan dkk, 2005). Apabila kejang belum berhenti setelah pemberian Diazepam rektal, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, maka dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, maka diberikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Apabila kejang berhenti, maka dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin



kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Setelah pemberian fenitoin harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung apakah kejang demam sederhana atau kompleks serta faktor risikonya (Sofyan dkk, 2005).



b. Pemberian Obat pada Saat Demam 1. Antipiretik Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4



kali



sehari.



Meskipun



jarang,



acetylsalicylic



acid



dapat



menyebabkan sindrom Reye, terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga tidak dianjurkan (Sofyan dkk, 2005) 2. Antikonvulsan Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko berulang-nya kejang pada 30-60% kasus, juga dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu > 38,50 C. Dosis tersebut dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, carbamazepine, dan



Fenitoin saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (Sofyan dkk, 2005).



c. Pemberian Obat Rumatan Obat rumatan diberikan hanya jika kejang demam menunjukkan salah satu ciri sebagai berikut: 



Kejang lama dengan durasi >15 menit.







Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, dan hidrosefalus.







Kejang fokal.



Pengobatan rumat dipertimbangkan apabila: -



Kejang berulang dua kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam.



-



Kejang demam terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan.



-



Kejang demam dengan frekuensi > 4 kali per tahun. Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit



merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neuro-logis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan ringan, bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik. Pengobatan rumat fenobarbital atau asam valproate efektif menurunkan risiko berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah asam valproate. Berdasarkan bukti ilmiah, kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek



samping, oleh karena itu pengobatan rumat hanya diberi-kan pada kasus selektif dan dalam jangka pendek. Fenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40–50% kasus. Pada sebagian kecil kasus, terutama pada usia kurang dari 2 tahun, asam alproate dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproate 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 (Sofyan dkk, 2005). d. Edukasi Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya: 



Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik







Memberitahukan cara penanganan kejang







Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali







Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.



3.6 Prognosis Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulang kejang berkisar 25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor :



1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga, 2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam, 3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal. Apabila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13% dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas. Saing B (1999), menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun. Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk terjadinya epilepsi. Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian epilepsi kemudian hari sekitar 2 – 5 %. (Baumann,1999). 3.7 Komplikasi Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat timbul pada sebagian kecil kasus, yang biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang. Kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. Beberapa hasil penelitian tentang penurunan tingkat intelegensi paska bangkitan kejang demam tidak sama,12 4% pasien



kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi (Hirtz, 2002).



BAB IV ANALISIS KASUS Pasien An. HZ usia 3 tahun BB 12 kg dengan status gizi 84%, datang bersama ibunya ke IGD RSUD Sidoarjo pada tanggal 2 Mei 2021 pukul 19.00 dengan keluhan kejang di rumah selama ± 10 menit, kaku pada kedua tangan. Ibu pasien mengatakan ini kejang yang pertama kali. Kejang didahului dengan keluhan batuk ± 5 hari yang lalu dengan dahak berwarna hijau. Kemudian pada tanggal 2 Mei 2021 pukul 13.00 pasien demam dan pada sore harinya pasien sempat muntah 1 kali. Makan dan minum mau. BAB dan BAK lancar. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 40oc dan berat badan 12 kg. Pada pemeriksaan penunjang pada tanggal 02/05/21 didapat hasil sebagai berikut: WBC 20.41 / RBC 4.5 / HGB 10.2 / HCT 31.1 / PLT 519 / GDS 174. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang Kembali pada tanggal 04/05/21 dan didapatkan hasil sebagai berikut: WBC 7.82 / RBC 4.6 / HGB 10.4 / HCT 32.3 / PLT 476 / CRP 0.60. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis berupa Kejang Demam Sederhana.



Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu Infus D5 1/4 1100 cc/24 jam (iv), diazepam 4 mg (iv) drip, Ceftriaxone 2 x 500 mg (iv), Ondansentron 3 x 1 mg (iv) bila muntah, Dexamethasone 3 x 2 mg (iv), Paracetamol syr 4 x cth 1 (po), Lapifed 3 x cth ½ (po). DAFTAR PUSTAKA Arief, Rifqi. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: CDK-232/Vol. 42, No. 9, tahun 2015. Asril Aminulah, Prof Bambang adiyono. Hot Topic in Pediaeric II : Kejang Pada ANak. Cetakan ke 2. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2002 Baumann RJ. Technical report: treatment of the child with simple febrile seizures. Pediatrics 1999; 103:79-86 Deliana, Melda. 2002. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Medan: Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 59-62. Erwika, Asticaliana. 2014. Therapy Management of Simple Febrile Seizure with Hyperpirexia in Three Years Old Child. Lampung: Jurnal Meduila Unila, Vol. 3, No. 2, Desember 2014. Hirtz D.Cognitive Outcome of febrile seizures. Dalam: Baram TZ, Shinnar S, penyunting. Febrile seizures. San Diego: Academic press;2002.h.53-60. 13. Ismail Sofyan, Taslim S, Bistok Saing, dkk. Konsensus Penanganan Kejang Demam. Indonesia. Badan Penerbit IDAI; 2005. Ismet. 2017. Kejang Demam, Jurnal Kesehatan Melayu. 1 (1). Hal 41-44.



Nurindah, D., Muid, M., & Retoprawiro, S. 2014. Hubungan antara kadar tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) plasma dengan kejang demam sederhana pada anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), 115-119. UKK Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. 2016. Badan Penerbit IDAI.