10 Choirul Abidin Makalah Vap [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “Ventilator Associated Pneumonia (VAP)”



Disusun Oleh : Choirul Abidin (P27820821010)



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS 2021-2022



KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan karunia-Nya yang dicurahkan kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ventilator Associated Pneumonia (VAP)” Penulisan makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis yang dibimbing dosen kami Ibu Hepta N. A., S.Kep.Ns, M.Kep, di Profesi Ners Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya Kelancaran penyusunan makalah ini tidak lepas dari budi baik orang-orang yang dengan sabar membimbing dan memotivasi baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu tiada kata yang dapat dipilih yang mampu mengungkapkan rasa terimakasih tiada terhingga kepada Ibu Hepta N. A., S.Kep.Ns, M.Kep. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna. Dengan kebesaran jiwa, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Sebagai penutup, semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun yang berkepentingan dengan materi yang telah disusun ini, serta dapat menjadi sumbangsih ilmu yang berharga. Surabaya, 31 Oktober 2021



Penulis



DAFTAR ISI



Halaman JUDUL…………………………………………………………………..….



i



KATA PENGANTAR…………………………………………………….



ii



DAFTAR ISI ………………………………………………………………



iii



BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………...



1



1.1



Latar Belakang ………………..……………………………………..



1



1.2



Tujuan ……………………………………………………………….



1



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..…………………………………………



2



2.1 Pengertian VAP……………………………………………………….…



2



2.2 Etiologi……..……………………………………………..……………



2



2.3 Klasifikasi……………………..………………………..……………..



3



2.4 Patogenesis…………………………………………..…………….…..



3



2.5 Faktor yang mempengaruhi……….……………………………………



4



2.6 Pencegahan VAP…………………………………………………………



5



2.7 Metode Penilaian CPIS……………….………………………………...



7



BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….



8



3.1



Kesimpulan……………………………………………….………..



8



3.2



Saran………………………………………………………………….



8



DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...



9



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan salah satu kejadian dari Health-care Associated infections (HAIs) dan infeksi nosokomial ini terjadi di ruang perawatan intensive care. Penelitian di berbagai universitas Amerika Serikat menyebutkan bahwa pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) mempunyai kecenderungan terkena infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi dibandingkan pada pasien yang dirawat diruang biasa, untuk itu perawat ICU diharuskan untuk lebih sering melakukan cuci tangan 8-10 kali dibandingkan dengan perawat ruangan (seminar permenkes 2011). Sebab terjadinya infeksi nosocomial tidak hanya berakibat pada morbidity namun dapat berdampak pada mortality. Kejadian tersebut berdampak bertambahnya hari rawat dan biaya perawatan. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi 48-72 jam setelah intubasi endotrakea dan ditandai dengan infiltrat progresif atau yang baru terjadi, infeksi sistemik (demam, perubahan jumlah leukosit), perubahan sputum, dan ditemukan penyebabnya. VAP merupakan infeksi nosokomial paling sering pada pasien yang mendapatkan ventilasi mekanis, dan memerlukan perhatian khusus karena sulit untuk di diagnosis secara akurat, serta diperlukan biaya yang cukup besar untuk pengobatannya. Kejadian VAP memperpanjang lama perawatan pasien di ICU 2 dengan angka kematian mencapai 40-50% dari total penderita (Susanti, 2015).



1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini untuk menjelaskan dan menelaah situasi tentang Ventilator Associated Pneumonia (VAP) di tatanan klinis keperawatan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Pengertian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) VAP didefinisikan sebagai pneumonia nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik baik itu melalui pipa endotrakeal maupun pipa trakeostomi. Sedangkan American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dimana terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap pada foto toraks disertai salah satu tanda yaitu, hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi trakea, kavitasi pada foto torak, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen (Ibrahim dkk, 2000). Ibrahim, 2000 dalam Wiryana, 2007 juga membagi VAP menjadi onset dini yang terjadi dalam 4 hari pertama pemberian ventilasi mekanis dan onset lambat yang terjadi 5 hari atau lebih setelah pemberian ventilasi mekanik. VAP onset dini yang terjadi pada 4 hari pertama perawatan di ICU pada umumnya memiliki prognosis lebih baik karena disebabkan oleh kuman yang masih sensitif terhadap antibiotika. VAP onset lambat yang terjadi setelah 5 hari atau lebih perawatan memiliki prognosis yang lebih buruk karena disebabkan oleh kuman pathogen yang multi drug resisten (MDR). 2.2 Etiologi VAP ditentukan berdasarkan 3 komponen tanda infeksi sistemik yaitu demam, takikardi, dan leukositosis disertai gambaran infiltrat baru ataupun perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru. Beberapa kuman ditengarai sebagai penyebab VAP ( Farthoukh dkk, 2003). Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman gram negative (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratia marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae dan Methicillin sensitive staphylococcus aureus (MSSA). Bakteri penyebab kelompok II adalah bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia dan Methicillin resistan



Staphylococcus aureus (MRSA). Bakteri penyebab kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter spp dan MRSA (Sirvent, 2003) 2.3 Klasifikasi Menurut Torres dkk dalam Wiryana, 2007 berdasarkan derajat penyakit, faktor risiko dan onsetnya maka ada klasifikasi untuk mengetahui kuman penyebab VAP, sebagai berikut: a. Penderita dengan faktor risiko biasa, derajat ringan-sedang dan onset kapan saja selama perawatan atau derajat berat dengan onset dini. b. Penderita dengan faktor risiko spesifik dan derajat ringan-sedang yang terjadi kapan saja selama perawatan c. Penderita derajat berat dan onset dini dengan faktor risiko spesifik atau onset lambat. 2.4 Patogenesis Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu kolonisasi pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi sekret dari jalan nafas atas dan bawah. Kolonisasi bakteri mengacu pada keberadaan bakteri tanpa adanya gejala. Kolonisasi bakteri pada paru-paru dapat disebabkan oleh penyebaran organisme dari berbagai sumber, termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi, saluran pencernaan, kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu sumber ini dapat menyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi VAP (Wiryana, 2007). Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk biofilm dalam saluran pernapasan. Mulai pada awal 12 jam setelah intubasi, biofilm mengandung sejumlah besar bakteri yang dapat disebarluaskan ke dalam paru-paru melalui ventilator. Pada keadaan seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh cairan ke dalam selang endotrakeal, suction, batuk, atau reposisi dari selang endotrakeal (Niederman dkk, 2005). Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran napas bagian atas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas bagian atas dan memberikan bakteri jalan langsung ke saluran napas bagian bawah. Karena saluran



napas bagian atas kehilangan fungsi karena terpasang selang endotrakeal, kemampuan tubuh untuk menyaring dan melembabkan udara mengalami penurunan. Selain itu, refleks batuk sering mengalami penurunan bahkan hilang akibat pemasangan selang endotrakeal dan kebersihan mukosasilier bisa terganggu karena cedera mukosa selama intubasi. Selang endotrakeal menjadi tempat bagi bakteri untuk melekat di trakea, keadaan ini dapat meningkatkan produksi dan sekresi lendir lebih lanjut. Penurunan mekanisme pertahanan diri alami tersebut meningkatkan kemungkinan kolonisasi bakteri dan aspirasi ( Augustyne, 2007). Pneumonia akibat pemasangan ventilator (VAP) adalah umum di unit perawatan intensif (ICU). VAP dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan kematian, lama tinggal di rumah sakit, dan biaya. Tingkat kematian yang timbul dari VAP adalah 27% dan mencapai 43% saat agen penyebab adalah resisten antibiotik. Lama tinggal di unit perawatan intensif meningkat sebesar 5 sampai 7 hari dan memperpanjang lama perawatan di rumah sakit 2 sampai 3 kali lipat pada pasien dengan VAP. Biaya perawatan VAP diperkirakan bertambah $ 40000 per pasien dan sekitar $ 1,2 miliar per tahun (Augustyn, 2007).



2.5 Faktor yang mempengaruhi Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian VAP dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu pejamu, peralatan yang digunakan, dan faktor petugas yang terlibat dalam perawatan pasien. Faktor penjamu disini adalah kondisi pasien yang sudah ada sebelumnya seperti penyakit dasar dari pasien misalnya penurunan kekebalan, penyakit paru obstruktif kronis, dan sindrom gangguan pernapasan akut. Faktor pejamu lainnya yang dapat mempengaruhi kejadian VAP adalah posisi tubuh pasien, tingkat kesadaran, jumlah intubasi, dan obat-obatan, termasuk agen obat penenang dan antibiotik (Ernawati, 2006; Agustyne, 2007; Cindy, 2009). Selain dari hal diatas, Ttietjen dalam bukunya juga mencantumkan faktor usia dan status nutrisi sebagai faktor yang dapat berpengaruh terhadap kejadian infeksi nosokomial. Pada keadaan malnutrisi sering dikaitkan dengan penurunan imunitas sehingga menimbulkan risiko ketergantungan terhadap ventilator, menigkatkan angka kejadian infeksi dan penyembuhan luka yang lama (Wiryana, 2007)



Adapun peralatan yang menjadi faktor risiko VAP adalah termasuk selang endotrakeal, sirkuit ventilator, dan adanya selang nasogastrik atau orogastrik (Augustyne, 2007). Sementara faktor risiko VAP yang termasuk kategori petugas yang terlibat dalam perawatan pasien diantaranya kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam melaksanakan prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, prosedur pemasangan ventilator mekanik, prosedur pemasangan pipa nasogastrik, perawatan mulut, dan prosedur penghisapan lendir (suction) (Ernawati, 2006; Agustyne, 2007; Cindy, 2009). Selain itu, dalam satu studi, Torres menyatakan bahwa kontaminasi bakteri sekresi endotrakeal lebih tinggi pada pasien dalam posisi terlentang dibandingkan pada pasien dalam posisi semirecumbent. Apakah karena obat, proses patofisiologi, atau cedera, penurunan tingkat kesadaran yang mengakibatkan hilangnya refleks batuk dan muntah berkontribusi terhadap risiko aspirasi dan oleh karena itu peningkatan risiko untuk VAP ( Schleder, 2003). Reintubasi dan aspirasi selanjutnya dapat meningkatkan kemungkinan VAP 6 kali lipat ( Torres, 1995). 2.6 Pencegahan VAP Meskipun VAP memiliki beberapa faktor risiko, intervensi keperawatan banyak berperan dalam mencegah kejadian VAP. Ada dua cara pencegahan (Wiryana, 2007): a. Tindakan pencegahan kolonisasi bakteri di orofaring dan saluran pencernaan. Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan antara lain : 1) Mencuci tangan Selalu mencuci tangan selama 10 detik harus dilakukan sebelum dan setelah kontak dengan pasien. Selain itu, sarung tangan harus dipakai bila kontak dengan atau endotrakeal sekresi oral (Porzecanski, 2006). 2) Suction Suction endotrakeal merupakan prosedur penting dan sering dilakukan untuk pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis. Prosedur ini dilakukan untuk mempertahankan patensi jalan napas, memudahkan penghilangan sekret jalan



napas, merangsang batuk dalam, dan mencegah terjadinya pneumonia (Smeltzer, 2002). 3) Oral dekontaminasi Oral dekontaminasi atau perawatan mulut juga merupakan salah satu tindakan mengurangi jumlah bakteri dalam rongga mulut pasien. yang dapat dilakukan dengan intervensi mekanis dan farmakologis. Intervensi mekanik termasuk menyikat gigi dan pembilasan dari rongga mulut untuk menghilangkan plak gigi. Adapun intervensi farmakologis melibatkan penggunaan antimikroba ( Luna, 2003). Penggunaan antibiotik profilaksis sistemik tidak menurunkan kejadian VAP dan ketika agen-agen yang digunakan tidak tepat, dapat mengembangkan resistensi antibiotik (Mandell, 2007). 4) Perubahan posisi tidur Rutin mengubah pasien minimal setiap dua jam dapat meningkatkan drainase paru dan menurunkan resiko VAP. Penggunaan tempat tidur mampu rotasi lateral terus menerus dapat menurunkan kejadian pneumonia tetapi tidak menurunkan angka kematian atau durasi ventilasi mekanis (Pineda dkk, 2006). b. Tindakan pencegahan untuk mencegah aspirasi ke paru-paru. Selain strategi untuk mencegah kolonisasi, strategi untuk mencegah aspirasi juga dapat digunakan untuk mengurangi risiko VAP. Strategi tersebut meliputi : 1) Menyapih dan ekstubasi dini Karena adanya suatu selang endotrakeal merupakan predisposisi pasien VAP, oleh karena itu pasien harus diobservasi setiap hari. Jika memungkinkan menyapih dan ekstubasi lebih dini dari ventilasi mekanis lebih dianjurkan (Wiryana, 2007). 2) Posisi semifowler Memberikan posisi pasien dalam posisi semifowler dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30° sampai 45° mencegah refluks dan aspirasi bakteri dari lambung ke dalam saluran napas. Cukup mengangkat kepala 30° tempat tidur dapat menurunkan VAP sebesar 34% (AACN, 2007).



2.7 Metode Penilaian Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) Kejadian VAP bisa dilihat dengan penilaian Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS). Penilaian CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan mikrobiologi dilakukan jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS dilakukan berkala. Biakan kuman diambil berdasarkan teknik protected specimen brush, bronchoalveolar lavage, ataupun blind suctioning sekret bronkial (Sirvent, 2003). Diagnosis VAP ditegakkan setelah menyingkirkan adanya pneumonia sebelumnya, terutama pneumonia komunitas (Community Acquired Pneumonia). Bila dari awal pasien masuk ICU sudah menunjukkan gejala klinis pneumonia maka diagnosis VAP disingkirkan, namun jika gejala klinis dan biakan kuman didapatkan setelah 48 jam dengan ventilasi mekanik serta nilai total CPIS > atau = 6, maka diagnosis VAP dapat ditegakkan, jika nilai total CPIS