Makalah VAP - Nur Hasanah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN KRITIS MAKALAH VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP)



Oleh: NUR HASANAH NIM. P27820821041



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS 2021



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum .Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan semua ridho serta hidayah-Nya sehingga kami dapat membuat Makalah Keperawatan Kritis yang berjudul Makalah Ventilator Associated Bundle (VAP) dengan baik tanpa kesulitan. Penulis menyusun makalah ini berdasarkan beberapa sumber buku yang telah kami peroleh. Penulis berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh pembaca. Selain itu, penulis memperoleh sumber dari beberapa buku pilihan, penulis pun memperoleh informasi tambahan dari artikel jurnal. Terima kasih juga penulis aturkan kepada pihak – pihak yang terlibat khususnya untuk dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan sehingga penulis dapat membuat makalah tersebut. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Maka itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Wassalamu’alaikum .Wr.Wb Surabaya, November 2021 Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................. iii BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1.3 Tujuan ............................................................................................... 1.4 Manfaat .............................................................................................



1 1 3 3 3



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4 2.1 Definisi VAP ..................................................................................... 4 2.2 Etiologi .............................................................................................. 4 2.3 Klasifikasi ......................................................................................... 4 2.4 Faktor Risiko ..................................................................................... 5 2.5 Patogenesis ........................................................................................ 7 2.7 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 9 2.8 Penatalaksanaan ................................................................................ 11 2.9 Pencegahan ........................................................................................ 13 BAB 3 WEB OF CAUTION (WOC) .............................................................17 BAB 4 PENUTUP .......................................................................................... 18 4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 18 4.2 Saran .................................................................................................. 18 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 19



iii



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) sampai sekarang masih menjadi masalah



perawatan kesehatan seluruh dunia. VAP menjadi penyebab kematian tertinggi mencapai 20-30% dengan angka mortalitas 0-50% (Maqbool et al., 2017). VAP di Amerika Serikat mencapai 25% dan meningkat 6-20 kali pada pasien yang memakai Ventilation Mekanic (VM). Angka kematian di Intensive Care Unit (ICU) menunjukkan hasil 20-50% karena infeksi (Grgurich, Hudcova, Lei, Sarwar, & Craven, 2012). Di Iran, angka kematian karena VAP antara 10-40%. Dampaknya Length of Stay (LOS) pasien dengan VAP menjadi 4-19 hari dan biaya rumah sakit meningkat menjadi $40.000-57.000 (Yazdani, Sabetian, Roudgari, & Feizi, 2015). RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012 yaitu rata-rata hari rawat pasien (LOS) dengan VAP selama 17 hari angka kematian (mortalitas) sebesar 74% (Azis & Parwati, 2012). Faktor risiko yang mempengaruhi VAP seperti usia diatas 60 tahun karena pasien dengan usia di atas 60 tahun memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita pneumonia pada penggunaan ventilator mekanik di ICU, sedangkan pasien dewasa dengan ventilator mekanik mudah terjangkit pneumonia. Hal ini terjadi karena pada pasien yang usia lanjut lebih dari 60 tahun terjadi penurunan fungsi imun tubuh sehingga lebih beresiko dan rentan untuk terserang penyakit. Jenis kelamin karena, Kadar albumin kurang atau sama 2,2 g/dl trauma karena pasien kadar albumin yang rendah atau kurang dari 2,2 mg/dl dapat memperpanjang hari rawatan pasien terpasang ventilator karena hipoalbumin dapat menyebabkan oedema terutama oedema pada paru, pada pasien yang oedema paru memerlukan ventilasi mekanik. Pasien yang kadar albumin kurang pemberian obat-obatan yang diberikan tidak maksimal. Pasien pasca pembedahan memiliki resiko lebih tinggi terkena VAP. Penelitian Cunnion pada pasien dewasa di ICU menunjukkan bahwa pasien pasca pembedahan di ICU lebih banyak terkena VAP dari pada pasien non bedah. VAP pada pasien pasca bedah dikaitkan 1



2



dengan beberapa kondisi seperti penyakit yang mendasari, kadar albumin preoperatif yang rendah, riwayat merokok, lamanya perawatan preoperatif dan prosedur operasi yang lama. Tidak semua pasien pasca operasi dengan ventilator mekanik di ICU memiliki resiko yang sama untuk terkena VAP karena hal ini di pengaruhi oleh lokasi dan indikasi operasi. Pasien yang mengalami operasi kardiothoraks dan operasi trauma (biasanya kepala) memiliki resiko lebih besar terkena VAP dibandingkan operasi pada lokasi tubuh lainnya (Fink, 2005). Pemakaian sedasi dalam jangka waktu yang lama akan menambah lama rawatan pasien terpasang ventilator karena dengan pemakaian sedasi akan mengurangi usaha pasien untuk bernafas dan pasien akan ketergantungan terhadap ventilasi mekanik. Pemakaian sedasi yang lama pada pasien juga akan mengganggu mobilisasi pasien. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan lama pemakaian ventilator telah banyak diteliti. Pada pasien yang diberikan bantuan nafas ventilator lebih mudah mengalami infeksi nosokomial karena kondisi kesehatan dan daya tahan tubuh yang menurun akibat penyakit yang dialami. Pemasangan selang endotrakeal menjadikan kolonisasi pathogen dapat berkembang biak dalam rongga mulut dan orofaring, seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, pseudomonas atau acinetobacter atau gram negatif. Mikroorganisme ini pada rongga mulut akan dapat berpindah dan membentuk koloni patogen di paru. Hal ini dapat terjadi karena koloni patogen pada orofaringeal dan mikroorganisme yang ada pada sekret di sirkuit endotrakheal tube (ETT) akan teraspirasi pada pernafasan klien sehingga mengakibatkan pneumonia selama pemasangan ventilator. Selain itu pasien dengan terpasang selang endotrakeal akan berakibat rusaknya reflek batuk, melambatnya pergerakan mucociliary escalator dan meningkatnya sekresi mukosa. Penggunaan alat bantu pernafasan berupa ventilator mekanik yang terlalu lama akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan kuman, disamping paru-paru yang membutuhkan oksigen. Kuman yang tumbuh ini dapat mengganggu masuknya oksigen dan hal ini membutuhkan perawatan yang lebih lama. Pencegahan VAP dapat dilakukan dengan2 cara, yaitu secara non farmakologi dan memakai farmakologi. Cara non farmakologi merupakan cara rutin dan baku dilakukan di UPI meliputi kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien,



3



intubasi per oral, posisi kepala lebih tinggi 30 – 45°, dan menghindari volume lambung yang besar. Pencegahan non farmakologi ini belum mampu menurunkan insiden VAP, maka kemudian ditambahkan dengan pencegahan secara farmakologi yang lebih efektif. Pencegahan secara farmakologi dilakukan dengan cara dekontaminasi selektif menggunakan antibiotikpada saluran cerna (selective decontamination of the digestive tract/ SDD) dan dekontaminasi orofaring (oropharyngeal decontamination/OD) menggunakan antiseptik. Secara empirik terbukti bahwa SDD cukup efektif dalam pencegahan VAP, namun karena pemakaian antibiotika dapat meningkatkan risiko terjadinya resistensi kuman maka SDD tidak dianjurkan secara rutin, sehingga penggunaan zat anti septik menjadi alternative pilihan. Beberapa jenis antiseptik telah dipakai namun angka VAP masih tetap tinggi, sampai akhirnya DeRiso menyatakan dalam penelitiannya bahwa chlorhexidine yang digunakan dalam dekontaminasi orofaring dapat menurunkan kejadian infeksi nosokomial saluran napas di UPI sampai dengan 69%. Kemudian diikuti oleh Fourrier yang menyatakan bahwa chlorhexidine dapat menurunkan kolonisasi kuman penyebab VAP sebesar 53%. Dengan menurunnya kolonisasi kuman di orofaring, diharapkan bahwa insiden VAP juga menurun, hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Tantipong dan Chan (Fourrier, 2005). 1.2



Rumusan Masalah



1.



Bagaimana gambaran umum atau konsep penyakit mengenai VAP ?



2.



Bagaimana Web of Caution (WOC) VAP ?



1.3



Tujuan



1.



Untuk mengetahui dan memahami gambaran umum atau konsep penyakit mengenai VAP.



2.



Untuk mengetahui dan memahami Web of Caution (WOC) VAP.



1.4



Manfaat Memberikan informasi dan menambah wawasan kepada pembaca tentang



Ventilator Associated Pneumonia (VAP).



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Definisi VAP Ventilator-associated pneumonia (VAP) berdasarkan Centers for Disease Control



and Prevention (CDC) adalah pneumonia yang terjadi setelah pemasangan intubasi endotrakea lebih dari 48-72 jam adanya infiltrat baru atau persisten pada gambaran radiologi; demam >38,5◦C; leukositosis atau leukopenia; hasil kultur aspirasi endotrakea positif (CDC, Ncezid, & DHQP, 2019). VAP merupakan salah satu bagian dari Hospital acquired pneumonia (HAP) (Permenkes No 27, 2017). 2.2



Etiologi Penyebab VAP biasanya tergantung pada durasi Invasive Ventilation Mekanic



(IVM). VAP, terjadi dalam empat hari pertama pemakian VM, biasanya disebabkan oleh bakteri yang didapat dari komunitas antibiotik-sensitif seperti Haemophilus dan Streptococcus. VAP lebih dari 5 hari setelah inisiasi dari VM biasanya disebabkan oleh bakteri resisten seperti Pseudomonas aeruginosa (Miller, 2018). Etiologi VAP meliputi spectrum mikroorganisme yang luas, dapat bersifat polimikrobial tetapi jarang disebabkan oleh jamur atau virus pada pasien imunokompeten. Mikroorganisme yang berperan dalam etiologi VAP dapat berbeda antara satu tempat dengan yang lainnya. Hal itu dipengaruhi oleh populasi pasien di ICU, lama perawatan di rumah sakit dan ICU, metode diagnostik yang digunakan, pemberian antibiotika sebelumnya, dan lain-lain. (Rozaliyani dkk, 2010). Penyebab VAP kuman gram negatif yang paling dominan yaitu Pseudomonas sp. (22,4%), Pseudomonas aeruginosa (18,1%), Stenotrophomonas maltophilia (9.5%), Serratia marcescens (8,6%), Enterobacter aerogenes (7,8%), serta Klebsiella pneumonia, Bacillus sp., dan Escherichia coli masing-masing 5,2% (Widyaningsih & Buntaran, 2016). 2.3



Klasifikasi Klasifikasi VAP dikategorikan menjadi dua kategori antara lain (Rawal et al.,



2018): 1) Onset awal (Early onset): VAP yang terjadi dalam 48-96 jam setelah intubasi. Hal ini biasanya



4



5



berhubungan dengan antibiotik spesies yang rentan. 2) Akhir onset (Late-onset): VAP yang terjadi lebih dari 96 jam setelah intubasi. Hal ini biasanya berhubungan dengan organisme yang resisten Multi Drug Resistant (MDR) (Rawal et al., 2018). kategori klasifikasi VAP berdasarkan kuman dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini (Kalanuria, Zai and Mirski, 2014). Tabel 2. 1 Kategori VAP Early onset (Kurang dari 4 hari) 1. Streptococcus pneumoniae 1) Hemophilus influenzae 2) Methicillin-sensitive 3) Staphylococcus aureus (MSSA) 2. Antibiotic-sensitive enterc Gramnegative 1) bacilli 2) scherichia coli 3) Klebsiella 4) Pneumonia 5) Enterobacter species 6) Proteus species 7) Serratiamarcescens



2.4



Late-onset (Lebih dari 5 hari) 1. MDR bacteria Acinetobacter 2. Pseudomonas aeruginosa 3. Extended-spectrum-beta-lactamase producing bacteria (ESBL)



Faktor Risiko Berdasarkan Rawal.et.al (2018), faktor resiko terjadinya VAP antara lain dapat



dilihat di tabel 2.2 dibawah ini: Tabel 2. 2 Faktor resiko VAP (Rawal et al., 2018) A. Faktor resiko endogen 1) Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (terkait dengan pasien) (1) Umur (> 60 tahun) (2) Jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) (3) Kondisi medis: (4) PPOK, (5) infeksi HIV (6) ARDS (7) MODF (8) Trauma kepala (9) bedah saraf (10) koma 2) Faktor yang dapat dimodifikasi (1) Intubasi (jumlah dan frequency) (2) Posisi tubuh pasien (posisi terlentang) (3) Penggunaan obat / antibiotik (4) Lambung over-disteded B. Faktor resiko eksogen 3) Resiko dari peralatan yang diguakan (1) Endotrakeal tube dan sirkuit ventilator



6



(2) Tekanan rendah dicuff ETT (3) Tabung Orogastric atau nasogastric (NGT) 4) Faktor resiko dari perawat, dokter, 5) Hand haygiene yang tidak sesuai prosedur. 6) Tidak menggunakan APD sesuai prosedur.



7



2.5



Patogenesis Faktor Resiko VAP



Pejamu



Penurunan Kekebalan



Peralatan yang digunakan



Faktor Petugas



Selang Endotrakeal



Tenaga Kesehatan Kurang



PPOK Sirkuit Ventilator Gangguan Pernapasan



Patuh Prosedur Cuci Tangan, Prosedur Pemasangan Alat, Prosedur Penghisapan Lendir, Perawatan Mulut



Selang Nasogastrik Posisi Tubuh Selang Orofaring Tingkat Kesadaran



Obat-Obatan



Usia, Nutrisi



Mekanisme Pertahanan Tubuh Terganggu



Kolonisasi Kuman Pathogen Traktus Aerodigestivus (Contohnya Staphyloccoccus Aereus, Pseudomonas Aeruginosa, Dll) Dan Aspirasi Secret Yang Terkontaminasi Ke Saluran Napas Bawah



Kuman Dalam Aspirat Tersebut Akan Menghasilkan Biofilm Di Dalam Saluran Napas Bawah Dan Di Parenkim Paru



Terjadi Reaksi Peradangan Di Parenkim Paru (Ventilator Associated Pneumonia)



Biofilm Tersebut Akan Memudahkan Kuman Untuk Menginvasi Parenkim Paru



Terjadi Reaksi Peradangan Di Parenkim Paru (Ventilator Associated Pneumonia)



8



Saluran pernapasan normal memiliki mekanisme pertahanan terhadap infeksi seperti glotis dan larings, refleks batuk, sekresi trakeobronkial, gerak mukosilier, imunitas humoral serta sistem fagositik yaitu makrofag alveolar dan neutrofil. Pneumonia terjadi bila sistem pertahanan tersebut terganggu, terdapat invasi mikroorganisme virulen atau mikroorganisme dalam jumlah sangat banyak. Sebagian besar VAP disebabkan oleh mikroaspirasi kolonisasi kuman pada mukosa orofaring. Intubasi mempermudah masuknya kuman ke dalam paru serta menyebabkan kontaminasi dan kolonisasi di ujung pipa endotrakeal. Bronkoskopi serat optik, penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat mendorong kontaminasi kuman patogen ke dalam saluran napas bawah. Enterobacteriaceae umumnya ditemukan di saluran orofaring sedangkan P. aeruginosa lebih sering ditemukan di trakea. Koloni kuman gram negatif sering ditemukan di saluran pernapasan atas saat perawatan lebih dari lima hari. Berbagai peralatan medis seperti alat nebulisasi, sirkuit ventilator atau humidifier juga dapat menjadi sumber infeksi. Ventilator-associated pneumonia dapat pula terjadi melalui cara lain diantaranya akibat makroaspirasi material/isi lambung pada beberapa pasien meskipun peran saluran cerna sebagai sumber kolonisasi asendens ke daerah orofaring dan trakeal masih menjadi kontroversi. Penelitian terhadap 130 pasien diintubasi menemukan kuman gram negatif dalam trakea 58% pasien yang mendapatkan pengobatan antasid dan antagonis H2 serta 30% pasien yang mendapatkan sukralfat. Sumber patogen lain meliputi sinussinus paranasal, plak gigi, daerah subglotis antara pita suara dan endotracheal tube cuff (Rozaliyani dkk, 2010). 2.6. Patofisiologi Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu kolonisasi pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi sekret dari jalan nafas atas dan bawah. Kolonisasi bakteri mengacu pada keberadaan bakteri tanpa adanya gejala. Kolonisasi bakteri pada paru-paru dapat disebabkan oleh penyebaran organisme dari berbagai sumber, termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi, saluran pencernaan, kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu sumber ini dapat menyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi VAP (Wiryana, 2007). Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk biofilm dalam saluran pernapasan. Mulai pada awal 12 jam setelah intubasi, biofilm mengandung sejumlah besar bakteri yang dapat disebarluaskan ke dalam paru-paru melalui ventilator. Pada



9



keadaan seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh cairan ke dalam selang endotrakeal, suction, batuk, atau reposisi dari selang endotrakeal (Niederman, 2005). Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran napas bagian atas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas bagian atas dan memberikan bakteri jalan langsung ke saluran napas bagian bawah. Karena saluran napas bagian atas kehilangan fungsi karena terpasang selang endotrakeal, kemampuan tubuh untuk menyaring dan melembabkan udara mengalami penurunan. Selain itu, refleks batuk sering mengalami penurunan bahkan hilang akibat pemasangan selang endotrakeal dan kebersihan mukosasilier bisa terganggu karena cedera mukosa selama intubasi. Selang endotrakeal menjadi tempat bagi bakteri untuk melekat di trakea, keadaan ini dapat meningkatkan produksi dan sekresi lender lebih lanjut. Penurunan mekanisme pertahanan diri alami tersebut meningkatkan kemungkinan kolonisasi bakteri dan aspirasi (Augustyne, 2007). 2.7



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menetapkan diagnosis VAP



sebagai berikut. 1) Pemeriksaan fungsi paru paru: volume makin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar) : tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun, hipoksemia. 2) Analisis gas darah ( analysis blood gasses –ABGS) dan pulse oximetry : Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru –paru. 3) Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). 4) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. 5) Periksa darah lengkap : untuk mengetahui kadar leukosit dalam tubuh. Diagnosis VAP berdasar pembentukan infiltrat baru yang progresif pada foto toraks disertai paling sedikit dua dari tiga gejala: demam >38◦C, leukositosis atau leukopeni dan sekret purulen. Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria



10



tersebut memberikan sensitivitas 69% dan spesifisitas 75% (Kalanuria, Zai and Mirski, 2014). Depkes No 27/2017 menetapkan untuk mengetahuai diagnosis VAP berdasarkan tiga komponen yaitu (1) tanda infeksi sistemik yaitu demam suhu >38C )2( O,‫ ﹾ‬takikardi denyut nadi >100 kali permenit dan (3) leukositosis hasil pemeriksaan darah lekosit 12.000/mm² yang disertai dengan gambaran infiltrat baru ataupun perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru (Permenkes No 27, 2017). Diagnosis



VAP



ditegakkan



setelah



menyingkirkan



adanya



pneumonia



sebelumnya, terutama pneumonia komunitas (Community Acquired Pneumonia). Bila dari awal pasien masuk ICU sudah menunjukkan gejala klinis pneumonia maka diagnosis VAP disingkirkan, namun jika gejala klinis dan biakan kuman didapatkan setelah 48 jam dengan ventilasi mekanik serta nilai total CPIS > atau = 6, maka diagnosis VAP dapat ditegakkan, jika nilai total CPIS