2a - Kelompok B2 - Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Liquid Dan Semi Solida [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUID



DAN SEMISOLID (Sirup, Suspensi, Emulsi, Lotion, Krim dan Gel)



Oleh Nama Kelompok : 1. Ni Luh Yanti Kusuma Widantari (2009484010035) 2. Ni Made Ayu Kerta Ningsih (2009484010036) 3. Ni Putu Dea Estyani Putri (2009484010038) Kelompok Kelas



: B2 :2A PRODI D – III FARMASI FAKULTAS FARMASI



UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2021



A. SEDIAN LIKUID            Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat diaplikasikan. Sediaan cair atau potio adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang berupa sirup, larutan suspensi, atau emulsi. Larutan (Solutions) Menurut FI IV, solutions atau larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Larutan biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya. Misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang caling bercampur (FI ed IV). Contoh dari larutan antara lain, Larutan penyegar cap kaki tiga dan Iodine povidon solution. Larutan dibagi menjadi beberapa bentuk, antara lain : a. Berdasarkan cara penggunaannya :  Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air.   Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (sirop simplex adalah sirop yang hamper jenuh dengan sukrosa). Larutan oral yang tidak mengandung gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk penderita diabetes.  Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai kosolven (pelarut). Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti gliserin dan propilen glikol.



 Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral topikal.   Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya larutan otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan larutan otik hidrokortison. b. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain 



Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.







Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.







Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larutdalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.







Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu. Syarat – Syarat Larutan:



1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya 2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan 3. Jernih 4. Tidak ada endapan Keuntungan Sediaan Cair: 1. Merupakan campuran homogeny 2. Dosis dapat diubah – ubah dalam pembuatan Kerugian Sediaan Cair: 1. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan 2.  Ada



obat



yang



(Syamsuni, A., 2006



sukar



ditutupi



rasa



dan



baunya



dalam



larutan



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Sediaan Sirup, Suspensi dan Emulsi 1.1.1



Sirup Sirup adalah salah satu bentuk sediaan cair yang dalam dunia farmasi yang dikenal luas oleh masyarakat. Saat ini, banyak sediaan sirup yang beredar di pasaran dari berbagai macam merk, baik yang generic maupun yang paten. Biasanya, orang-orang mengunakan sediaan sirup karena disamping mudah penggunaannya, sirup juga mempunyai rasa yang manis dan aroma yang harum serta warna yang menarik sehingga disukai oleh berbagai kalangan, terutama anak-anak dan orang yang susah menelan obat dalam bentuk sediaan oral lainnya. Menurut farmakope Indonesia III, sirup adalah sedian cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64.0% dan tidak lebih dari 66.0%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (Anonim, 1995). Secara umum sirup merupakan larutan pekat dari gula yang ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis. Syrup adalah sediaan cair kental yang minimal mengandung 50% sakarosa (Ansel et al., 2005). Dalam perkembangannya, banyak sekali pengertian mengenai sirup. Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa (Anonim, 1979). Sirup adalah sediaan cairan kental untuk pemakaian dalam, yang minimal mengandung 90% sakarosa (Voigt, 1984). Penggolongan Sirup



Bedasarkan fungsinya, sirup dikelompokan menjadi 2 golongan, yaitu: 1.      Medicated Syrup (sirup obat) Merupakan sirup yang mengandung satu atau lebih bahan obat. Sirup obat berupa preparat yang sudah distandarisasi, dapat diberikan berupa obat tunggal atau dikombinasikan dengan obat lain. Contoh sirup obat antara lain: Sirup sebagai ekspektorans contohnya yaitu Sirup Thymi. Sirup Thymi et Serpylli = Sirop Thymi Compositus. Sirop Althae. Sirup sebagai antitusif, contoh sirup Codeini, mengandung 2 mg Codein/ml sirop. Sirup sebagai anthelmintik: cotoh sirup Piperazini, mengandung 1 g Piperazine dalam bentuk hexahydrat/citrat dalam tiap 5 ml sirop. Sirup sebagai antibiotik contohnya yaitu Sirup Kanamycin, mengandung 50 mg/ml, Sirup Chloramphenicol, umumnya mengandung 25 mg/ml, Sirup Ampicillin, umumnya mengandung 25 mg/ml, Sirup Amoxycillin, umumnya mengandung 25 mg/ml, Sirup Cloxacillin, umumnya mengandung 25 mg/ml. Dry Syrup atau sirup kering, berupa campuran obat dengan sakarosa, harus dilarutkan dalam jumlah air tertentu sebelum dipergunakan. Keuntungan sirup kering dari pada sirup cairan, biasanya sirup kering dapat tahan disimpan lebih lama. Contohnya Ampicillin trihydrate “dry syrup”, ekivalen dengan 25 mg/ml sirup cairan kalau sudah dilarutkan dalam jumlah air yang ditentukan. 2.      Flavored Syrup (sirup korigen/pembawa), Biasanya tidak digunakan untuk tujuan medis, namun mengandung berbagai bahan aromatis atau rasa yang enak dan digunakan sebagai larutan pembawa atau pemberi rasa pada berbagai sediaan farmasi lainnya, misalnya sebagai penutup rasa pahit pada Vitamin B Kompleks yang diberikan kepada bayi atau anak-anak. Sirup golongan ini, mengandung berbagai bahan tambahan,



misalnya bahan antioksidan (antioxidant agent), pengawet (preservative agent), pewarna (coloring agent), pemberi rasa (flavoring agent), dan bahan pelarut (diluting agent). Sirup ini, ditambahkan sebagai korigens rasa untuk obat minum, cukup dalam jumlah 10-20 ml untuk tiap 100 ml larutan obat. Komponen Syrup 1.      Pemanis Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori yang dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori rendah. Adapun pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa sedangkan yang berkalori rendah seperti laktosa. 2.      Pengawet Antimikroba Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat bertahan lebih lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba atau jamur. 3.      Perasa dan Pengaroma Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan yang berasal dari alam untuk membuat syrup mempunyai rasa yang enak karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup. Pengaroma ditambahkan ke dalam syrup untuk memberikan aroma yang enak dan wangi. Pemberian pengaroma ini harus sesuai dengan rasa sediaan syrup, misalkan syrup dengan rasa jeruk diberi aroma citrus. 4.      Pewarna



Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam syrup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa.  Ada beberapa alasan mengapa sirup itu berwarana, yaitu: lebih menarik dalam faktor estetikanya serta untuk menutupi kestabilan fisik obat. Juga banyak sediaan syrup, terutama yang dibuat dalam perdagangan mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan, pengental dan stabilisator. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Syrup Adapun keuntungan dari sediaan sirup yaitu : 1.      Merupakan campuran yang homogen. 2.      Dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan. 3.      Obat lebih mudah diabsorbsi. Sedangkan kerugian dari sediaan sirup yaitu : 1.      Ada obat yang tidak stabil dalam larutan. 2.      Volume dan bentuk larutan lebih besar. 3.      Ada yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam sirup. Sifat Fisika Kimia Sirup 1.      Viskositas Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan secara berkesinambungan menyebabkan



perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran sediaan farmasi. Suhu dipertahankan dalam batas tidak lebih dari 0,1 C.



2.      Uji mudah tidaknya dituang Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup. Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan cairan akan semakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat fisik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama penyimpanan. 3.      Uji Intensitas Warna Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada warna sirup mulai minggu 0-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan dengan warna pada minggu 0. Uji ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sediaan cair yang disimpan Selama waktu tertentu. 1.1.2



Suspensi Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Anief, Moh., 2004. Halaman 149). Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat yang tidak larut (fase terdispers) dalam bentuk serbuk halus yang terdispersi merata dalam cairan pembawa (fase pendispers). Suspensi dengan ukuran partikel ≥1 μm dikategorikan suspensi kasar (coarse suspension), sedangkan suspensi dengan ukuran partikel ≤ 1 μm dikategorikan suspensi halus (colloidal suspensions).



Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair (Syamsuni, A., 2006. Halaman 135). Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut yang terdispersi ke dalam fase cair serta kekentalan suspenditidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Syarat-syarat Suspensi adalah sebagai berikut : a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap b. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali c. Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspense d. Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia dituang e. Ukuran partikel, erat hubungannya dengan luas penampang partikel serta daya tekan ke atas dari  cairan suspense Metode atau cara Pembuatan Suspensi : 



Metode Dispersi Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam misilago yang telah  terbentuk, kemudian baru di encerkan.







Metode Prestipitasi Zat yang hendak didespersiakan di larutkan terlebih dulu kedalam pelarut organik yang hendak di  campur dengan air. (Syamsuni, A. 2006) Sistem Pembentukan Suspensi :



 Sistem defukolasi, partikel defukolasi mengendap perlahan akhir nya membentuk sedimen,akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.



 Sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali. (Syamsuni, A. 2006) Karakteristik sediaan suspensi stabil meliputi : 1. Mudah diredispersi (dihomogenkan kembali) dengan sedikit pengocokan. 2. Bentuk suspensi bertahan cukup lama pada pengocokan sehingga takaran dosis dapat diambil secara akurat. 3. Mudah dituang. 4. Ukuran partikel relatif kecil dan seragam. 5. Tidak terjadi interaksi antar partikel. 6. Tidak mengendap, kalaupun mengendap tidak membentuk cake. 1.1.3



Emulsi Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri9 dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, Howard. 2005. Halaman 376 ) Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan kecil. (Anonim b. 1995. Halaman 6 ) Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. (Anonim a. 1979. Halaman 9 ) Ada beberapa jenis emulsi sebagai berikut : a.     Oral Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna. b.     Topikal



Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal. c.     Injeksi Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Contoh : Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi (Syamsuni, A. 2006) Emulsi terbagi dalam beberapa tipe : a.Tipe emulsi o/w atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal. b.



Tipe emulsi w/o atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal (Syamsuni, A. 2006)



Ada beberapa contoh kerusakan emulsi yang tidak memenuhi persyaratan : a.     Creaming Terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian mengandung fase dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan terdispersi kembali. b.    Koalesensi dan cacking (breaking) Pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butiran minyak berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat irreversible. Hal ini terjadi karena : c.   Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tibatiba atau sebaliknya sifatnya irreversible. Ada beberapa metode pembuatan emulsi : a. Metode GOM kering b. Metode GOM basah



c. Metode botol 1.2 Formula Sediaan Sirup, Suspensi dan Emulsi 1.2.1 Formula Sirup Parasetamol 120 ml Konsentrasi Nama Bahan Parasetamol Sorbitol Perasa stroberi Povidon Gliserin Propilen glikol Air



Bahan



(mg/ml) Formula I 50 50 1 10 200 200 350



1.2.2 Formula Suspensi Kloramfenikol 60 ml Konsentrasi Nama Bahan Kloramfenikol CMC-Na Gliserin Propilen glikol Nipagin Air



Bahan



(mg/ml) Formula I 25 1 100 200 0,1 ad 60 ml



1.2.3 Formula Emulsi Eukaliptus Mint 100 ml Konsentrasi Nama Bahan Aquadest Minyak kayu putih Minyak mint Sodium lauril sulfat Polietilen glikol 400



(mg/ml) Formula II 427,5 200 175 50 35



Bahan



Cetyl alkohol Steareth-20



50 50 BAB II ISI



2.1 Alat Yang Digunakan Dalam Pembuatan Sedian Sirup, Suspensi dan Emulsi 2.1.1 Sirup Parasetamol 120 ml 1. Timbangan analitik 2. Botol kaca 120ml 3. Mortir dan stamper 4. Gelas ukur 5. Beaker glass 6. Kertas perkamen 7. Sendok tanduk 8. Cawan porselin 9. Corong kaca besar 10. Kertas pH 11. Objek glass 2.1.2 Supensi Kloramfenikol 60 ml 1. Timbangan analitik gram dan miligram 2. Gelas ukur 10 ml 3. Gelas ukur 60 ml 4. Kertas perkamen 5. Sendok tanduk 6. Cawan porselen 7. Mortir dan stamper 8. Pipet tetes 9. Lap



10. Botol suspensi 60 ml 11. Tabung reaksi dan wadah 12. Ph meter/indicator universal. 2.1.3 Emulsi Eukaliptus Mint 100 ml 1. Timbangan analitik gram dan miligram 2. Beaker glass 2 buah 3. Pengas air 4. Cawan porselen 2 buah 5. Batang pengaduk 6. Mortir dan stempel 7. Gelas ukur 8. Thermometer 9. Pipet ukur 10. Kaca arloji 11. Botol kaca 100 ml 2.2 Bahan Dan Monografi Bahan Sedian Sirup, Suspensi dan Emulsi 2.2.1 Sirup Parasetamol 120 ml A. Parasetamol (FI VI, hal 1.359)  Pemerian



: Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.



 Kelarutan



: Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol.



 Kegunaan



: Zat aktif



 Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Simpan pada suhu ruang, terlindung dari kelembapan dan panas.



B. Sorbitol (FI VI, hal 1.632)  Pemerian



: Serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna putih; rasa manis.



 Kelarutan



: Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat.



 Kegunaan



: Pemanis



 Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat.



C. Povidon (FI VI, hal 1.413) 



Pemerian



: Serbuk amorf, coklat kekuningan hingga coklat kemerahan; bau khas lemah. Larutan bereaksi asam terhadap kertas lakmus.







Kelarutan



: Larut dalam air dan dalam etanol; praktis tidak larut dalam kloroform, dalam karbon tetraklorida, dalam eter, dalam heksana, dan dalam aseton







Kegunaan



: Pengikat







Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



D. Gliserin (FI VI, hal 680) 



Pemerian



: Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; larutan netral terhadap lakmus.







Kelarutan



: Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak menguap.







Kegunaan



: Pelarut







Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat.



E. Propilen glikol (FI VI, hal 1.449) 



Pemerian



: Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas; praktis tidak berbau; menyerap air pada udara lembab.







Kelarutan



: Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform; larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial; tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.







Kegunaan



: Kosolven dan pengawet







Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



F. Aquadest (FI III, hal 96) 



Pemerian



: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.







Kelarutan



: Larut dalam semua jenis larutan







Kegunaan



: Pelarut







Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik.



2.2.2 Supensi Kloramfenikol 60 ml Kloramfenikol (FI VI, hal 905) Pemerian



: Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; Putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; Larutan praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam.



Kelarutan



: Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.



Kegunaan



: Zat aktif



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat. Simpan ditempat sejuk dan kering. CMC-Na (FI IV, hal 175)



Pemerian



: Serbuk atau granul putih, sampai krem, hogrokospis



Kelarutan



: Mudah terdisperisi dalam air membentuk larutan koloidal, tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lainnya.



Kegunaan



: Suspending agent



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat Gliserin (FI VI, hal 680)



Pemerian



: Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; larutan netral terhadap lakmus.



Kelarutan



: Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak menguap.



Kegunaan



: Pelarut



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat. Propilen glikol (FI VI, hal 1.449)



Pemerian



: Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas; praktis tidak berbau; menyerap air pada udara lembab.



Kelarutan



: Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform; larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial; tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.



Kegunaan



: Kosolven dan pengawet



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



Nipagin atau Metil Paraben (FI VI, hal 1.144) Pemerian



: Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih: tidak berbau.



Kelarutan



: Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter



Kegunaan



: Pengawet



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik Aquadest (FI III, hal 96)



Pemerian



: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.



Kelarutan



: Larut dalam semua jenis larutan.



Kegunaan



: Pelarut



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik.



2.2.3 Emulsi Eukaliptus Mint 100 ml



Aquadest (FI III, hal 96) Pemerian



: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.



Kelarutan



: Larut dalam semua jenis larutan.



Kegunaan



: Pelarut



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik.



Minyak Kayu Putih (FI III, hal 453) Pemerian



: Cairan tidak berwarna kuning atau hijau, bau khas, aromatik, asa pahit



Kelarutan



: Larut dalam 2 bagian etanol (80%) P, jika disimpan lama kelarutan berkurang, mudah larut dalam etanol (90%)



Kegunaan



: Antiiritan dan karminativum



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat dan baik.



Minyak Peppermint ( Martindal ed 28 hal 680) Pemerian           :  larutan tidak bewarna, agak sedikit kuning atau kuning  kehijauan. Kelarutan         : larut dalam 4 bagian alkohol 70 %, larut dalam 0.5  bagian alkohol. Penggunaan      : flavoiring agent,  parfum. Penyimpanan    : suhu tidak melebihi 250c  dalam wadah kedap udara baik lapangan,melindungi dari cahaya.



Sodium Lauryl Sulfat (FI VI, hal 1.232) Pemerian



: Hablur, kecil, berwarna putih atau kuning muda; agak berbau khas.



Kelarutan



: Mudah larut dalam air; membentuk larutan opalesen.



Kegunaan



: Surfaktan



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik.



Propilen glikol (FI VI, hal 1.449) Pemerian



: Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas; praktis tidak berbau; menyerap air pada udara lembab.



Kelarutan



: Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform; larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial; tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.



Kegunaan



: Kosolven dan pengawet



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat Cetyl Alkohol (FI VI, hal 1.585)



Pemerian



: Serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih; bau khas lemah; rasa lemah.



Kelarutan



: Tidak larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.



Kegunaan



: Penyalut, bahan pengemulsi



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik. Steareth-20 (FI III, hal 560)



Pemerian



: Butiran atau potongan lilin putih, bau khas lemah, rasa Tawar



Kelarutan



: sukar larut dalam air, larut dalam etanoleter dapat dicampur dengan gliserol 85% dan dengan propilen glikol, dan dalam alkohol.



Kegunaan



: Sebagai emolien dan pengemulsi



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



2.3 Perhitungan Penimbangan Bahan Sedian Sirup, Suspensi dan Emulsi 2.3.1 Sirup Parasetamol 120 ml Nama Bahan Parasetamol Sorbitol Perasa stroberi Povidon Gliserin Propilen glikol Air



Formula I 50 mg/ml x 120 ml = 6000 mg 50 mg/ml x 120 ml = 6000 mg 1 mg/ml x 120 ml = 120 mg 40 mg/ml x 120 ml = 4.800 mg 120 mg/ml x 120 ml = 14.400 mg 250 mg/ml x 120 ml = 30.000 mg 350 mg/ml x 120 ml = 42.000 mg = 42 ml



2.3.2 Supensi Kloramfenikol 60 ml Nama Bahan Kloramfenikol CMC-Na Gliserin Propilen glikol Nipagin Air



Formula I 25 mg/ml x 60 ml = 1.500 mg 3 mg/ml x 60 ml = 180 mg 80 mg/ml x 60 ml = 4.800 mg 200 mg/ml x 60 ml = 12.000 mg 0,1 mg/ml x 60 ml = 6 mg ad 60 ml



2.3.3 Emulsi Eukaliptus Mint 100 ml Nama Bahan Aquadest Minyak kayu putih Minyak mint Sodium lauril sulfat Propilenglikol Cetyl alcohol



Formula II 427,5 mg/ml x 100 ml = 42.750 mg = 42,75 ml 200 mg/ml x 100 ml = 20.000 mg = 20 ml 175 mg/ml x 100 ml = 17.500 mg = 17,5 ml 30 mg/ml x 100 ml = 3.000 mg 35 mg/ml x 100 ml = 3.500 mg 60 mg/ml x 100 ml = 6.000 mg



2.4 Cara Kerja Pembuatan Formula Sedian Sirup, Suspensi dan Emulsi 2.4.1 Sirup Parasetamol 120 ml



Mortir I: Capmur ad homogeny, parasetamol dengan propilen glikol, mortar (camp a)



Timbang bahan



Tambah campuran (b) ke dalam campuran (a), gerus ad homogenn homogeny (camp c)



Campurkan ad homogeny semua sisa bahan yang lain (sorbitol, perisa stroberi, dan sisa air hasil bilasan alat-alat) ke dalam campuran c.



Mortir II: Campur perlahan ad homogen povidone dengan gliserin (camp b), lalu tambahkan sedikit air secara perlahan



sisakan sedikit air untuk pembilasan alat-alat yang digunakan



Masukkan ke dalam botol kaca 120 ml



2.4.2 Supensi Kloramfenikol 60 ml



Timbang bahan



Kalibrasi wadah dengan volume 60 ml



Mortar 1 : larutkan CMC-Na dengan air secara perlahan. (CMC-Na : air = 1:20) (camp.a)



v



Mortir 3 : Gerus ad homogen nipagin dengan gliserin, tambahkan pada campuran a



Masukan dalam botol suspensi 60 ml v



Bilas alat-alat yang digunakan dengan sisa air, masukan dalam botol



v



Mortar 2: Gerus ad homogen Kloramfenikol dengan propilen glikol, tambahkan secara perlahan pada campuran a



Tambahkan aquadest sampai batas 60 ml



2.4.3 Emulsi Eukaliptus Mint 100 ml



Timbang bahan



Fase air : Panaskan sodium lauril sulfat, propilen glikol, dan aquadest dalam beaker glass sampai suhu 71℃



Fase minyak : Panaskan cetyl alcohol dan steareth-20 dalam beaker glass sampai suhu 71℃.



Segera tambahkan minyak kayu putih dan minyak mint ke dalam campuran kedua fase. Lanjutkan aduk sampai homogen.



Tambahkan fase air pada fase minyak tetap di suhu 71℃, aduk segera sampai homogen. Setelah tampak homogen, hentikan pemanasan.



Dinginkan campuran sampai 35℃, tuang ke dalam wadah. 2.5 Cara Pengujian Formula Sedian Sirup, Suspensi dan Emulsi 2.5.1 Sirup Parasetamol 120 ml Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh. Pengujian yang harus dilakukkan: Uji Volume Terpindahkan Setelah campuran dimasukan ke dalam botol sampai batas tanda kalibrasi, tuangkan sediaan ke dalam gelas ukur



Lihat hasil sediaan setelah dituang ke dalam gelas ukur, kemudian dicatat



Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali, dengan prosedur yang sama



Catat hasil dari 3 kali replikasi, kemudia cari rata-rata presentase volume terpindahkan (%)



Rumus % Terpindahkan = volume terpindahkan (ml) : volume diminta (ml) x 100%



Tentukan presentase volume terpindahkan



Uji Organoleptik Bentuk



Warna



Bau



Uji pH Celupkan indicator universal pH ke dalam sediaan



Celupkan indikator universal pH ke dalam sediaan



Hitung rata-rata pH sirup



Uji Homogenitas



Cocokan pada pada kertas pH



Catat hasil dan lakukan replikasi sebanyak 3 kali



Uji Homogenitas Tutup kembali dengan objek glass Lakukkan replikasi sebanyak 3 kali



Teteskan 3-4 tetes sediaan pada objek glass



Catat hasil



2.5.2 Supensi Kloramfenikol 60 ml



Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh. Pengujian yang harus dilakukkan: Uji Organoleptik Bentuk



Warna



Bau



Uji Homogenitas



Kocok suspense dalam tabung reaksi selam 60 detik



Amati suspense, suspense yang baik tetap menunjukkan homogenitas lebih dari 5 menit



Lakukan replikasi sebanyak 3 kali



Catat hasil



Uji pH



Celupkan indicator universal pH ke dalam sediaan



Celupkan indikator universal pH ke dalam sediaan



Hitung rata-rata pH sirup



Cocokan pada pada kertas pH



Catat hasil dan lakukan replikasi sebanyak 3 kali



Uji Sedimentasi



Masukan sediaan yang sudah jadi secukupnya pada tabung reaksi



Amati pengendapan dalam waktu yang sudah ditentukan (15 menit, 30 menit, 1 jam dan 7 hari)



Jika tampak memisah ukur tinggi cairan bening



2.5.3 Emulsi Eukaliptus Mint 100 ml Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh. Pengujian yang harus dilakukan: Uji Organoleptik Bentuk



Warna



Bau



Pengamatan Adanya Pemisahan



Amati sediaan emulsi selama 24 jam



Penentuan Tipe Emulsi



Catat hasil jika terdapat pemisahan atau tidak adanya pemisahan



Amati, jika emulsi pecah maka tipe W/O, jika emulsi tidak pecah maka tipe O/W



Masukan emulsi dalam tabung reaksi secukupnya Tambahkan air secukupnya



Uji pH Celupkan indicator universal pH ke dalam sediaan



Cocokan pada pada kertas pH



Celupkan indikator universal pH ke dalam sediaan



Hitung rata-rata pH sirup



Catat hasil dan lakukan replikasi sebanyak 3 kali



2.6 Hasil Formulasi, Hasil pengujian Formula dan Pembahasan : 2.6.1 Emulsi Eukaliptus Mint 100 ml



Hasil Uji Organoleptis (Hari Pertama) Organoleptis Bentuk Warna Bau Uji Organoleptis (Hari Ketujuh) Organoleptis Bentuk Warna Bau



Hasil Pengamatan Cair Putih Khas Mint Hasil Pengamatan Cair Putih Khas Mint



Hasil Pengujian Formula Emulsi Eukaliptus Mint  Pengamatan adanya pemisahan : terjadi pemisahan sebelum 24 jam  Tipe emulsi eukaliptus mint dengan formula III pada hari pertama dan ketujuh yaitu tipe minyak dalam air.  Pengukuran pH (Hari Pertama) Replikasi 1 2 3 Rata-rata



Nilai pH 5 5 5 5



 Pengukuran pH (Hari Ketujuh) Replikasi 1 2 3 Rata-rata



Nilai pH 4 4 4 4



Pembahasan : Emulsi menggunakan zat pengemulsi sintetik, umumnya dibuat sebagai berikut: zat pengemulsi yang mudah larut dalam air, terlebih dahulu dilarutkan dalam air atau fase air sedangkan zat pengemulsi yang mudah larut dalam minyak, terlebih dahulu dilarutkan dalam minyak. (Formularium Nasional Ed. II hal 314) Emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal-hal berikut: -



Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu satu bagian mengandung fase disper lebih banyak daripada lapisan yang lainnya. Ceaming bersifat reversible, artinya jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.



-



Koalesensi atau cracking (breaking) adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partiker rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat irreversible (tidak dapat diperbaiki kembali). Hal ini terjadi karena: a. Peristiwa kimia; seperti penambahan alcohol, perubahan pH, penambahan elektrolit CaO/CaCl2 eksikatus b. Peristiwa fisika; seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan, pengadukan. c. Peristiwa biologis; seperti fermentasi bakteri, jamur, atau ragi.



-



Inversi fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tibatiba atau sebaliknya. Sifatnya irreversible. Sediaan oleum cocos dibuat dengan komponen dua fasa, yaitu fasa minyak dan air. Pengujian hari pertama sampai ketujuh maka dilakukan evaluasi pada sediaan,



seperti berikut: 1. Uji organoleptik Dalam evaluasi dilakukan uji organoleptic yaitu uji bau, penampilan, dan warna pada masing-masing botol sediaan emulsi. Bau yang tercium harus sama seperti bau pada saat pembuatan awal sediaan emulsi. Warna yang diuji dan terlihat oleh kasat mata harus sama seperti yang diharapkan atau pada saat awal pembuataan emulsi. Penampilan dari masingmasing sediaan emulsi harus terlihat baik tepatnya sama seperti pada saat awal pembuatan. Dari hari pertama sampai ke tujuh di dapatkan bentuk kental , warna putih , bau mint 2. Uji pH Masing-masing botol sediaan emulsi diuji dengan kertas pH. Dilakukan agar mengetahui nilai pH pada masing-masing sediaan emulsi dengan syarat pH pada hari pertama ph sediaan 5 dan hari ketujuh turun dengan rata – rata 4 3. Pengamatan adanya pemisahan Selama 24 jam adanya pemisahan pada sediaan emulsi yang kami buat , adanya endapan putih di permukaan 4. Penetuan tipe emulsi Dengan pengenceran fase , emulsi di masukan dalam tabung reaksi dan di tambahkan air , Tipe emulsi eukaliptus mint dengan formula III pada hari pertama dan ketujuh yaitu tipe minyak dalam air.



2.6.2 Sirup Parasetamol 120 ml



Hasil Pengujian : Pengujian Mutu Fisik Sirup (Hari Pertama) 1) Uji Volume Terpindahkan Replikasi



Volume



diminta



Volume terpindahkan



(ml) 1 2 3



(ml) 120 ml 119,5 ml 119,5 ml



120 120 120 Rata-rata



2) Uji Organoleptis Organoleptis Bentuk Warna Bau 3) Pengukuran PH



Hasil Pengamatan Cair Putih Strawbery



Persentase terpindahkan 100 % 99,5 % 99,5 % 99,66 %



Replikasi 1 2 3 Rata – Rata



Nilai PH 6 6 6 6



4) Uji Homogenitas Replikasi 1



Homogenitas Homogen,ada



2



gelembung udara Homogen,ada



3



gelembung udara Homogen,ada gelembung udara



Pengujian Mutu Fisik Sirup (Hari Ketujuh) 1) Uji Volume Terpindahkan Replikasi



Volume



diminta



Volume terpindahkan



(ml) 1 2 3



(ml) 116 ml 116,5 ml 116,5 ml



120 120 120 Rata-rata



2) Uji Organoleptis Organoleptis Bentuk Warna Bau



Hasil Pengamatan Cair Putih Strawbery



2. Pengukuran PH Replikasi



Nilai PH



Persentase terpindahkan 96,66 % 97,08 % 97,08 % 96,94 %



1 2 3 Rata – Rata



6 6 6 6



3. Uji Homogenitas Replikasi 1



Homogenitas Homogen,ada



2



gelembung udara Homogen,ada



3



gelembung udara Homogen,ada gelembung udara



Pembahasan : Pada uji mutu fisik dilakukan uji volume terpindahkan, uji organoleptis, pengukuran ph, dan uji homogenitas yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan sirup agar sesuai dengan persyaratan sirup yang baik. Pengujian di lakukan pada hari pertama setelah sediaan selesai dibuat, dan pengujian sediaan juga dilakukan pada hari ketujuh. Dimana hasil yang didapat adalah sebagai berikut : 1) Uji Volume Terpindahkan Uji volume terpindahkan untuk melihat kesesuaian volume sediaan jika dipindahkan dari wadah asli dengan volume yang tertera di etiket. Untuk sediaan wadah dosis ganda, memenuhi syarat jika volume rata-rata cairan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak ada satu wadah pun volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket. Dari hasil pengujian didapat pada pengujian sirup di hari pertama didapat suatu hasil bahwa 99,66 % sedangkan pengujian di hari ketujuh didapat hasil 96,94%.



Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa untuk uji volume terpindahkan memenuhi persyaratan. 2) Uji Organoleptis Uji organoleptis ini mengamati sediaan sirup dari segi bentuk, warna, dan bau. Hasil pengujian hari pertama dan hari ketujuh sirup memiliki hasil pengujian yang sama, dimana bentuk sediaan cair, warna putih, bau strawberry. 3) Pengukuran PH Pengujian pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH yang stabil dari larutan menunjukkan bahwa proses distribusi dari bahan dasar dalam sediaan merata. Nilai pH yang dianjurkan untuk sirup adalah berkisar antara 4 – 7 (Anonim, 1995). Pada pengujian pH sirup yang dihasilkan masih memenuhi parameter nilai pH yang dipersyaratkan. Dimana dari hasil pengujian pada hari pertama dan juga pengujian di hari ketujuh didapatkan suatu hasil bahwa PH yang dihasilkan adalah PH 6. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa PH yang dihasilkan memenuhi persyaratan sediaan sirup yang baik, karena PH yang dihasilkan memenuhi rentang PH sesuai persyaratan. 4) Uji Homogenitas Pada uji homogenitas sirup di pengujian hari pertama dan pengujian hari ketujuh yang diuji tidak memiliki gumpalan dan endapan dalam larutan yang mendakan homogenitas ketika dilihat di object glass da ada gelembung udara, hal ini karena tidak terdapat perbedaan sifat antara bahan dan zat aktif yang digunakan (Lachman, 1994). 2.6.3 Supensi Kloramfenikol 60 ml



Pengujian Mutu Fisik Suspensi (hari pertama) a. Uji Organoleptis Organolepti



Hasil pengamatan



s Bentuk Warna Bau



Sedian cair Putih Tidak berbau



b. Uji Homogenitas: Replikas



Homogenitas



i 1 2 3



Tidak



homogen,



pemisahan Tidak homogen, terjadi pemisahan Tidak homogen, pemisahan



c. Pengukuran pH: Replikasi 1



terjadi



Nilai pH 7



terjadi



2 3 Rata-rata



7 7 7



d. Uji Sedimentasi: Waktu



Pemisahan



Tinggi



15 menit 30 menit 1 jam 7 hari



(Ada/tidak) ada ada Ada ada Rata-rata



(cm) 1,2 2,3 4 2,5 cm



Pengujian Mutu Fisik Suspensi (hari ketujuh) a. Uji Organoleptis: Organolepti



Hasil pengamatan



s Bentuk Warna Bau



Sedian cair Putih Tidak berbau



b. Uji Homogenitas: Replikas



Homogenitas



i 1 2 3



Tidak



homogen,



pemisahan Tidak homogen, pemisahan Tidak homogen,



terjadi terjadi terjadi



bagian



bening



pemisahan c. Pengukuran pH: Replikasi 1 2 3 Rata-rata



Nilai pH 7 7 7 7



d. Uji Sedimentasi: ada pada tabel uji sedimentasi hari pertama



PEMBAHASAN : Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Dalam pembuatan suspensi, kita selaku praktikan mengharapkan hasil dari suspensi yang kita buat itu adalah merupakan suspensi yang masuk dalam kategori suspensi ideal atau stabil. Suspensi yang ideal merupakan suspensi yang memiliki kriteria yakni, partikel yang terdispersi harus mempunyai ukuran yang sama dan tidak mengendap cepat dalam wadah, endapan yang terbentuk tidak boleh keras, dan harus terdispersi dengan cepat dengan sedikit pengocokan, harus mudah dituang, memiliki rasa enak dan tahan terhadap serangan mikroba, untuk obat luar harus mudah disebar dipermukaan kulit dan tidak cepat hilang ketika digunakan serta cepat mengering. Namun dalam praktikum, tidak semua suspensi yang dihasilkan itu merupakan suspensi yang ideal ataupun stabil. Hal ini bisa saja disebabkan karena kurangnya ketelitian kita selaku praktikan pada saat dilakukannya pembuatan suspensi sehingga menyebabkan sediaan suspensi tidak maksimal hasilnya. Suspensi yang tidak sempurna pada biasanya disebabkan oleh mucillagonya yang kadang-kadang tidak mengembang sehingga menyebabkan suspensi tidak



maksimal. Pada pembuatan mucilago, bahan yang ada di dalam mortir tidak dengan cepat diaduk pada saat dituangkan air sehingga menyebabkan mucilago tidak mengembang. Pada



peracikan



formula



I,



sediaan



suspensi



yang



mengandung



kloramfenicol, dibuat dengan cara pengendapan kembali dimana untuk membuat suspensi ini maka para praktikan haruslah memperkecil diameter partikel dari bahan aktifnya dengan cara mengerus halus.. Propilenglikol dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran tersebut sambil di gerus kuat. Penggerusan kuat dimaksudkan agar tidak terjadi pemisahan selama penggerusan. Maka akan diperoleh bentuk suspense yang



sempurna..



Selanjutnya tahap terakhir adalah menambahkan aquadest hingga batas kalibrasi botol 60 ml. Dari praktikum pembuatan suspensi yang kami lakukan kemudian dilakukan evaluasi terhadap sediaan suspensi tersebut. Pengujian organoleptis menunjukkan bahwa warna suspense adalah putih , bau yang dihasilkan adalah tidak berbau. Dari segi tampilan, sediaan dimasukkan dalam tabung reaksi



dan terjadi tidak



kesetimbangan warna dan tampilan sedimen, terjadi retakan/pemishan fase. Pengujian pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH yang stabil dari larutan menunjukkan bahwa proses distribusi dari bahan dasar dalam sediaan merata. Nilai pH yang dianjurkan untuk sedan oral adalah berkisar antara 4 – 7 (Anonim, 1995). Pada pengujian pH suspensi yang dihasilkan masih memenuhi parameter nilai pH yang dipersyaratkan. Dimana dari hasil pengujian pada hari pertama dan juga pengujian di hari ketujuh didapatkan suatu hasil bahwa PH yang dihasilkan adalah PH 7. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa PH yang dihasilkan memenuhi persyaratan sediaan sirup yang baik, karena PH yang dihasilkan memenuhi rentang PH sesuai persyaratan.



Pada uji homogenitas suspense di pengujian hari pertama dan pengujian hari ketujuh yang diuji tidak homogen, terjadi pemisahan. Dikarenakan saat pembuatan terjadi kesalahan. Hal ini disebabkan karena beberapa fakor diantarnya : -



Kurangnya kehomogenitasan pada saat penggerusan sediaan emulsi,



-



Penimbangan bahan untuk membuat sediaan emulsi Kesalahan yang sering terjadi pada saat pembuatan suspensi harulslah



menjadi acuan untuk kita sebagai praktikan agar pada pembuatan suspensi selanjutnya dapat dperoleh hasil yang maksimal. Karena dengan belajar dari kesalahan seperti inilah kita dapat menciptakan ataupun menghasilkan sediaan suspensi yang ideal dan stabil.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat diaplikasikan. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat yang tidak larut (fase terdispers) dalam bentuk serbuk halus yang terdispersi merata dalam cairan pembawa (fase pendispers). Emulsi apa suatu sistem yang mana dari termodinamik tak stabil, terdiridari paling kecil dua fasa pada globul-globul dalam fasa cair yanglain., Untuk peremudi peremukulasian hingga zat yang bernama emulgator.Selain emulgator, kali juga zat tambahan lain seperti propilenglikol,oleum sesami dan aquadest untuk saus kestabilan dari sediaanemulsi.



3.2 Daftar Pustaka Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Indonesia Departemen Kesehatan, 2009. British Pharmacope ed 1 & II. London: Departemen Kesehatan Rowe, Raymond,. 2009. Hand Book Of Pharmaceutical Excipients 6th . London: Pharmaceutical Press Syamsuni, A,. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Erlangga : Jakarta. Syamsuni, A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. EGC : Jakarta.



C. Sediaan Semisolid



Sediaan semisolid adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk tujuan pengobatan topikal melalui kulit. Bentuk sediaan ini dapat bervariasi tergantung bahan pembawa (basis) yang digunakan, yaitu salep, krim, gel atau pasta. Untuk mengembangkan bentuk sediaan semisolid yang baik harus diperhatikan beberapa faktor antara lain : struktur, berat molekul dan konsentrasi obat yang dapat melalui kulit, jumlah obat yang dilepaskan dari pembawa pada permukaan kulit: jumlah obat yang terdifusi melalui stretum korneum; stabilitas fisika dan kimia sediaan selama penyimpanan dan penerimaan pasien terhadap formula yang dibuat. Faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan formulasi sediaan semisolida adalah : 1. Struktur kulit 2. Formulasi sediaan semisolida 3. Cara pembuatan Dalam pemberian obat melalui kulit ada beberapa tahap penentu yang mempengaruhi efektifitas rute pemberian tersebut, yaitu : 1. Tahap pelepasan bahan aktif dari pembawanya yang tergantung dai sifat bahan pembawa dan sifat fisika dan kimia bahan aktif. Affinitas bahan pembawa terhadap bahan aktif ditentukan oleh kelarutan obat tersebut dalam pembawa. 2. Tahap terjadinya proses partisi bahan aktif ke dalam masing-masing lapisan kulit yang ditentukan oleh koefisien partisi bahan aktif terhadap komponen pada setiap lapisan kulit. 3. Tahap difusi bahan aktif melalui lapisan kulit ditentukan oleh kecepatan difusi melalui membran setiap lapisan kulit.



4. Tahap terjadinya pengikatan bahan aktif dengan komponen stratum korneum, lapisan epidermis dan dermis, atau terjadi mikroreservoir pada lapisan lemak pada daerah subkutan. 5. Tahap eliminasi melalui aliran darah, kelenjar limfa atau cairan jaringan. Selain tahap-tahap di atas, absorpsi perkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain, antara lain : umur dan kondisi kulit, daerah pemberian kuli, aliran darah, efek metabolisme pada ketersediaan hayati pembeian secara topikal, dll. Untuk menentukan parameter keberhasilan rute pemberian obat melalui kulit perlu dilakukan percobaan secara in vitro dan in vivo. Formulasi umum sediaan semisolida terdiri dari : 1. Zat aktif 2. Pembawa 3. Zat tambahan Perbedaan bentuk sediaan semisolida didasarkan pada perbedaan kekentalan hasil jadi. Pada umumnya penambahan fase cair yang semakin tinggi akan mengurangi viskositas sediaan yaitu dari viskositas salep berubah menjadi viskositas krim dan terakhir viskositas gel. Pemilihan bahan pembawa berdasarkan pada sifat zat aktif yang akan digunakan dan keadaan kulit tempat pemberian sediaan topikal tersebut. Bahan tambahan sediaan topikal pada umumnya dapat dikelompokan dalam : 1. Bahan untuk memperbaiki kosistensi 2. Pengawet, untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme 3. Dapar, untuk menjaga kestabilan zat aktif yang dipengaruhi pH 4. Pelembab, sebagai pelembut kulit pada pemakaian 5. Antioksidan, mencegah reaksi oksidasi fase minyak. 6. Pengkompleks, mencegah penguraian zat akibat adanya sepora logam



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Sediaan Lotion, Krim Dan Gel 1.1.1 Lotion Lotion adalah sediaan kosmetika golongan emolien (pelembut) yang mengandung airl ebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat, yaitu sebagai sumber lembab bagi kulit,memberi lapisan minyak yang hampir sama dengan sebum, membuat tangan dan badanmenjadi lembut, tetapi tidak berasa berminyak dan mudah dioleskan.  Hand and body lotion (losion tangan dan badan) merupakan sebutan umum bagi sediaan ini di pasaran (Sularto,et al,1995).  Lotion dapat juga didefinisikan sebagai suatu sediaan dengan medium air yang digunakan pada kulit tanpa digosokkan. Biasanya mengandung substansi tidak larut yangtersuspensi, dapat pula berupa larutan dan emulsi di mana mediumnya berupa air. Biasanya ditambah gliserin untuk mencegah efek pengeringan, sebaliknya diberi alkohol untuk cepatkering pada waktu dipakai dan



memberi



efek



penyejuknya



(Anief,



1984).



Wilkinson



1982menyebutkan, lotion adalah produk kosmetik yang umumnya berupa emulsi, terdiri darisedikitnya dua cairan yang tidak tercampur dan mempunyai viskositas rendah serta dapatmengalir dibawah pengaruh gravitasi. Lotion ditujukan untuk pemakaian pada kulit yangsehat.Jadi, lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air yangdistabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya.  Lotion dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit (Lachman et al., 1994).



Lotion juga didefinisikan sebagai campuran dua fase yang tidak saling bercampur, yang distabilkan dengan sistem emulsi, dan berbentuk cairan yang dapat dituang jika ditempatkan pada suhu ruang (Schmitt, 1996). Ada dua bentuk emulsi dalam bahan dasar kosmetik, yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air, sehingga disebut dengan emulsi tipe minyak dalam air (O/W), sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi tipe air dalam minyak (W/O) (Rieger, 1994). Pemilihan sediaan lotion karena merupakan sediaan yang berbentuk emulsi yang mudah dicuci dengan air dan tidak lengket di bandingkan sediaan topikal lainnya. Selain itu bentuknya yang cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada kulit (Balsam dan Sagarin, 1970). Keunggulan lainnya yaitu dengan kandungan air yang cukup besar bentuk sediaan lotion tersebut dapat diaplikasikan dengan mudah, daya penyebaran dan penetrasinya cukup tinggi, tidak memberikan rasa berminyak, memberikan efek sejuk, juga mudah dicuci dengan air (Aulton, 2007). Hal yang membedakan antara lotion dan krim secara fisik adalah krim mempunyai viskositas yang tinggi dan tidak mudah dituang, sedangkan losion dapat mudah dituang jadi dengan kata lain losion adalah bentuk emulsi yang cair (Barel dkk., 2002). Fungsi dari lotion adalah untuk mempertahankan kelembaban kulit, membersihkan, mencegah, kehilangan air atau mempertahankan bahan aktif. Komponen-komponen



yang menyusun lotion adalah pelembab,



pengemulsi, bahan pengisi, pembersih, bahan aktif, pelarut, pewangi dan pengawet (Setyaningsih dkk., 2007).



1.1.2 Krim



Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Krim ada dua tipe yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M). Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A) ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika. Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan komposisi, misalnya adanya penambahan salah satu fase secara berlebihan. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan dapat dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan. Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba, setasium, setilalkohol, stearil alkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG, dan sabun. Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya adalah metilparaben (nipagin) 0,12-0,18% dan propilparaben (nipasol) 0,020,05%. Krim dapat dibuat dengan cara melelehkan lemak, lemak dilebur di atas penangas air, kemudian tambahkan bagian airnya dari zat pengemulsi. Setelah itu, aduk sampai terbentuk suatu campuran yang berbentuk krim (Syamsuni, 2012). Kelebihan sediaan krim, yaitu mudah menyebar rata, praktis, mudah dibersihkan atau dicuci, cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, tidak lengket terutama tipe m/a, memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m, digunakan sebagai kosmetik, bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun. Sedangkan kekurangan sediaan krim, yaitu susah



dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas. Mudah kering



Formula umum suatu sediaan krim terdiri dari :



a.



Bahan dasar Krim mempunyai suatu emulsi minyak dalam air (M/A) atau air dalam minyak (A/M). 1.) Asam stearat 2.) Adeps lanae 3.) Paraffin liquid 4.) Aquades



b.



Bahan aktif Bahan aktif yang biasanya terkandung dalam sediaan adalah bahan yang larut dalam air, larut dalam minyak atau memberi efek lokal pada kulit.



c.



Zat tambahan Bahan tambahan yang sering digunakan untuk memberikan keadaan yang lebih baik dari suatu krim. Bahan tambahan yang sering digunakan adalah : 1.) Zat pengemulsi Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki, sebagai pengemulsi dapat digunakan triethanolamin, emulgid, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, dan golongan sorbitol, polisorbat.



2.) Zat pengawet Mencegah timbulnya bau tengik dalam sediaan krim biasanya ditambahkan antioksidan sebagai pengawet dapat digunakan nipagin. 3.) Zat pewangi dan zat pewarna Zat-zat lain berguna untuk meningkatkan daya tarik suatu krim dan warna yang sebenarnya dari krim (Wasitaatmadja, 1997). Krim yang baik memiliki beberapa sifat, diantaranya: 



Memiliki



tekstur



yang



lembut,



mudah



dioleskan,



mudah



dibersihkan/dicuci dengan air 



Tidak berbau tengik







Tidak mengandung mikroba patogen







Tidak mengiritasi kulit







Tidak mengandung pewarna dan bahan-bahan tambahan yang dilarang oleh undang-undang







Bila mengandung zat aktif, maka dapat melepaskan zat aktifnya







Memiliki stabilitas yang baik.



1.1.3 Gel Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli. (FI IV, hal 7)



Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315) Gel pada umumnya memiliki karakteristik yaitu strukturnya yang kaku. Gel dapat berupa sediaan yang jernih atau buram, polar, atau non polar, dan hidroalkoholik tergantung konstituennya. Gel biasanya terdiri dari gom alami (tragacanth, guar, atau xanthan), bahan semisintetis (misal : methylcellulose, carboxymethylcellulose, atau hydroxyethylcellulose), bahan sintetis (misal : carbomer), atau clay (misal : silikat). Viskositas gel pada umumnya sebanding dengan jumlah dan berat molekul bahan pengental yang ditambahkan. Berdasarkan sifat pelarut terdiri dari hidrogel, organogel, dan xerogel. Hydrogel (sering disebut juga aquagel)merupakan bentuk jaringan tiga dimensi dari rantai polimer hidrofilik yang tidak larut dalam air tapi dapat mengembang di dalam air. Karena sifat hidrofil dari rantai polimer, hidrogel dapat menahan air dalam jumlah banyak di dalam struktur gelnya (superabsorbent) Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Gelling agent bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Gom alam dan polimer berfungsi dengan membentuk lapisan tipis pada permukaan partikel. Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang tinggi mengakibatkan viskositas dari gel meningkat pula sehingga bisa mengakibatkan gel akan sulit dikeluarkan dari wadahnya. Temperature yang tinggi pada saat penyimpanan akan mengakibatkan konsistensi dari basis berubah, misalnya pada hydrogel yang sebagian besar solvennya berupa air maka temperature yang tinggi akan mengakibatkan sebagian



dari solvennya akan menguap sehingga akan



mengakibatkan perubahan pada struktur gel.



Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI IV, ansel):  Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misal karbomer) atau dari gom alam (misal tragakan). Molekul organik larut dalam fasa kontinu.  Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah. Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, masa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan terdispersi pada fasa kontinu. Sifat / Karakteristik Gel (lachman, 496 – 499) •



Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain







Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.







Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.







Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan).







Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi satelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang



akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh







pemanasan disebut thermogelation



Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut (Disperse system): 1.



Swelling Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat



mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang. 2.



Sineresis. Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.



Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel. 3.



Efek suhu Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui



penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang



dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation. 4.



Efek elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel



hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut. 5.



Elastisitas dan rigiditas Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,



selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel. 6.



Rheologi Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang



terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Gel: a. Keuntungan sediaan gel :



 Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi. b. Kekurangan sediaan gel : a.



Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar



gel



tetap



jernih



pada



berbagai



perubahan



temperatur,



kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal. b.



Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi.



1.2 Formula Sediaan Lotion, Krim dan Gel 1.2.1 Formula Lotion Metil Salisilat 100 ml Konsentrasi Bahan Nama Bahan Menthol Champor Metil salisilat Gliserin Trietanolamin Aquadest Metil paraben Propil paraben Asam Stearat Setil alkohol Steareth-20 Dimethicone



(mg/ml) Formula II 10 10 75 30 7 742 0,5 0,1 40 35 35 10



1.2.2 Formula Krim Peppermint 100 ml Konsentrasi Bahan Nama Bahan Sorbitol Tween 60 Minyak peppermint Cetyl alkohol Asam stearat Trietanolamin Karbomer Aquadest Metil paraben Propil paraben



(mg/ml) Formula III 25 10 300 25 45 5 2 588 0,5 0,1



1.2.3 Formula Gel Adesif Ultrasonik 100ml Konsentrasi Bahan Nama Bahan Metil paraben Propil paraben Air (1) Karbomer Larutan NaOH 10% Polivinil pirolidon Air (2)



(mg/ml) Formula III 4 1 754 14 40 7 200



BAB II ISI 1.1 Alat Yang Digunakan Dalam Pembuatan Sedian Lotion, Krim Dan Gel 1.1.1



Lotion Metil Salisilat 100 ml 1. Timbangan analitik 2. Pot salep 100ml 3. Mortir dan stamper 4. Gelas ukur 5. Beaker glass 6. Kertas perkamen 7. Sendok tanduk



8. Cawan porselen 9. Batang pengaduk 10. Termometer 11. Penangas 12. Universal pH 13. Objek glass 14. Sentrifuge dan tabung sentrifuge 2.2.2 Krim Peppermint 100 ml 1. Timbangan analitik 2. Pot salep 100ml 3. Mortir dan stamper 4. Gelas ukur 5. Beaker glass 6. Kertas perkamen 7. Sendok tanduk 8. Cawan porselen 9. Batang pengaduk 10. Termometer 11. Penangas 12. Universal pH 13. Sentrifuge dan tabungan sentrifuge 14. Strirer 15. Objek glass 16. Anak timbangan 50 gram dan 500 gram 17. Stopwatch 2.2.3 Gel Adesif Ultrasonik 100ml 1) Timbangan analitik



2) Pot salep 100ml 3) Mortir dan stamper 4) Gelas ukur 5) Beaker glass 6) Kertas perkamen 7) Sendok tanduk 8) Cawan porselen 9) Batang pengaduk 10) Termometer 11) Penangas 12) Universal pH 13) Sentrifuge dan tabung sentrifuge 14) Objek glass 15) Anak timbangan 50 gram 16) Stopwatch



2.3 Bahan Dan Monografi Bahan Sedian Lotion, Krim Dan Gel 2.2.1 Lotion Metil Salisilat 100 ml Menthol (FI VI, hal 1.109) Pemerian



: Hablur heksagonal atau serbuk hablur, tidak berwarna, biasanya berbentuk jarum, atau massa yang melebur; bau enak seperti minyak permen.



Kelarutan



: Sukar larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam eter, dan dalam heksan; mudah larut dalam asam asetat glasial, dalam minyak mineral, -dalam minyak lemak, dan dalam minyak atsiri.



Kegunaan



: Pemberi aroma



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu ruang terkendali. Champor (FI III, hal 130)



Pemerian



: Hablur putih atau masa hablur; tidak berwarna; bau khas, tajam, rasa pedas dan aromatik



Kelarutan



: larut dalam 700 bagian air, dalam 1 bagian etanol (95%), dalam 0,25 bagian klorofom p, sangat mudah larut dalam eter, mudah larut dalam minyak lemak.



Kegunaan



: Antiiritan



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk. Metil Salisilat (FI VI, hal 1.153)



Pemerian



: Cairan, tidak berwarna, kekuningan atau kemerahan, berbau khas dan rasa seperti gandapura.



Kelarutan



: Sukar larut dalam air, larut dalam etanol, dan dalam asam asetat glasial



Kegunaan



: Zat aktif



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat. Gliserin (FI VI, hal 680)



Pemerian



: Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; larutan netral terhadap lakmus.



Kelarutan



: Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak menguap.



Kegunaan



: Pelarut



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat.



Trietanolamin (TEA) (Handbook of Excipients 6th edition hal. 663) Pemerian



: Berwarna sampai kuning pucat, cairan kental.



Kelarutan



: bercampur dengan aseton, dalam benzene 1 : 24, larut dalam kloroform, bercampur dengan etanol.



Konsentrasi



: 2-4%



Kegunaan



: Zat pengemulsi



OTT



: akan bereaksi dengan asam mineral menjadi bentuk garam kristal dan ester dengan adanya asam lemak tinggi.



Stabilitas



: TEA dapat berubah menjadi warna coklat dengan paparan



udara dan cahaya.



Aquadest (FI III, hal 96) Pemerian



: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.



Kelarutan



: Larut dalam semua jenis larutan



Kegunaan



: Pelarut



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik. Metil Paraben (FI VI, hal 1.144)



Pemerian



: Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih: tidak berbau.



Kelarutan



: Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan



dalam eter Kegunaan



: Pengawet



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik Propil Paraben (FI VI, hal 1.448)



Pemerian



: Serbuk putih atau hablur kecil; tidak berwarna.



Kelarutan



: Sangat sukar larut dalam air; sukar larut dalam air mendidih; mudah larut dalam etanol dan dalam eter



Kegunaan



: Pengawet



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik. Asam Stearat (FI III, hal 57)



Pemerian



: serbuk, warna putih coklat.



Kelarutan



: P tidak laut air, alkohol dan pelarut organik



Kegunaan



: Pengemulsi



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat. Cetyl Alkohol (FI VI, hal 1.585)



Pemerian



: Serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih; bau khas lemah; rasa lemah.



Kelarutan



: Tidak larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.



Kegunaan



: Penyalut, bahan pengemulsi



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik. Steareth-20 (FI III, hal 560)



Pemerian



: Butiran atau potongan lilin putih, bau khas lemah, rasa tawarKelarutan :sukar larut dalam air, larut dalam etanol



eter Kelarutan



: dapat dicampur dengan air, gliserol 85% dan dengan propilen glikol, dan dalam alkohol.



Kegunaan



: Sebagai emolien dan pengemulsi



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat Dimethicone (FI VI, hal 436)



Pemerian



: Larutan jernih tidak berwarna; tidak berbau.



Kelarutan



: Tidak larut dalam air, dalam metanol, dalam etanol dan dalam aseton; sangat larut dalam isopropanol; larut dalam hidrokarbon terklorinasi, benzen, toluena, xilena, eter dan heksana.



Kegunaan



: Pelembab



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat.



2.2.2 Krim Peppermint 100 ml Sorbitol (FI VI, hal 1.632) Pemerian



: Serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna putih; rasa manis.



Kelarutan



: Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat.



Kegunaan



: Humectan



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



Tween 60 (FI IV hal 687, Handbook of Pharmaceutical Excipient hlm. 375, Physical Pharmacy  hlm. 372) Pemerian                     : cairan seperti minyak atau semi gel, kuning hingga 



   



jingga; berbau khas lemah.



Kelarutan                    : larut dalam air, tidak larut dalam minyak mineral   



dan minyak nabati



Penyimpanan             : dalam wadah tertutup rapat Kegunaan                   : bahan pengemulsi Minyak Peppermint ( Martindal ed 28 hal 680) Pemerian         



:   larutan tidak bewarna, agak sedikit kuning atau kuning  kehijauan.



Kelarutan        



: larut dalam 4 bagian alkohol 70 %, larut dalam 0.5  bagian alkohol



Penggunaan   



 : flavoiring agent,  parfum.



Penyimpanan    : suhu tidak melebihi 250c  dalam wadah kedap udara baik lapangan,melindungi dari cahaya. Cetyl Alkohol (FI VI, hal 1.585) Pemerian



: Serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih; bau khas lemah; rasa lemah.



Kelarutan



: Tidak larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.



Kegunaan



: Penyalut, bahan pengemulsi



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik.



Asam Stearat (FI III, hal 57) Pemerian



: Serbuk, warna putih coklat.



Kelarutan



: P tidak laut air, alkohol dan pelarut organik



Kegunaan



: Pengemulsi



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat.



Trietanolamin (FI IV, hal 1.203) Pemerian



: Cairan kental, jernih, dengan bau ammonia, tidak berwarna hingga kuning pucat.



Kelarutan



: Campur dengan air, metanol, etanol (95%), dan aseton. Larut dalam kloroform



Kegunaan



: Pengemulsi



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



Karbomer (FI V, hal 1.719) Pemerian



: Carbopol berwarna putih, halus, bersifat asam dan berupa serbuk yang higroskopis dengan bau yang khas.



Kelarutan



: Larut dalam air.



Kegunaan



: Emulgator



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat Metil Paraben (FI VI, hal 1.144)



Pemerian



: Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih: tidak berbau.



Kelarutan



: Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter



Kegunaan



: Pengawet



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik



Propil Paraben (FI IV, hal 713) Pemerian



: Serbuk putih atau hablur kecil; tidak berwarna.



Kelarutan



: Sangat sukar larut dalam air; sukar larut dalam air mendidih; mudah larut dalam etanol dan dalam eter



Kegunaan



: Pengawet



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik. Aquadest (FI III, hal 96)



Pemerian



: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.



Kelarutan



: Larut dalam semua jenis larutan



Kegunaan



: Pelarut



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik.



2.2.3 Gel Adesif Ultrasonik 100m Metil Paraben (FI VI, hal 1.144) Pemerian Kelarutan



Kegunaan Penyimpanan



: Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih: tidak berbau. : Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter : Pengawet : Dalam wadah tertutup baik Propil Paraben (FI VI, hal 1.448)



Pemerian



: Serbuk putih atau hablur kecil; tidak berwarna.



Kelarutan



: Sangat sukar larut dalam air; sukar larut dalam air mendidih; mudah larut dalam etanol dan dalam eter



Kegunaan



: Pengawet



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik. Aquadest (FI III, hal 96)



Pemerian



: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.



Kelarutan



: Larut dalam semua jenis larutan.



Kegunaan



: Pelarut



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik. Karbomer (FI V, hal 1.719)



Pemerian



: Carbopol berwarna putih, halus, bersifat asam dan berupa serbuk yang higroskopis dengan bau yang khas.



Kelarutan



: Larut dalam air.



Kegunaan



: Emulgator



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



NaOH (Natrium Hidroksida) (FI III, hal 412) Pemerian



: Bentuk btang, butiran , massa hablur atau keeping, kering, keras, rapuh, menununjukan susunan hablur, putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif, segera menyerap karbondioksida.



Kelarutan



: Mudah larut dalam air dan etanol (95%)



Kegunaan



: Penetral



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik



Polivinil Pirolidon (FI VI, hal 1.413) Pemerian



: Serbuk amorf, coklat kekuningan hingga coklat kemerahan; bau khas lemah. Larutan bereaksi asam terhadap kertas lakmus.



Kelarutan



: Larut dalam air dan dalam etanol; praktis tidak larut dalam kloroform, dalam karbon tetraklorida, dalam eter, dalam heksana, dan dalam aseton



Kegunaan



: Ekspien



Penyimpanan



: Dalam wadah tetutup rapat.



2.3 Perhitungan Penimbangan Bahan Sedian Lotion, Krim Dan Gel 2.3.1 Lotion Metil Salisilat 100 ml



Nama Bahan Menthol Champor Metil salisilat Gliserin Trietanolamin Aquadest Metil paraben Propil paraben Asam Stearat Setil alkohol Steareth-20 Dimethicone



Konsentrasi Bahan (mg/ml) Formula II 10 mg/ml x 100 ml = 1000 mg 10 mg/ml x 100 ml = 1000 mg 75 mg/ml x 100 ml = 7.500 mg 30 mg/ml x 100 ml = 3.000 mg 10 mg/ml x 100 ml = 1000 mg 742 mg/ml x 100 ml = 74.2 g = 74,2 ml 0,5 mg/ml x 100 ml = 50 mg 0,1 mg/ml x 100 ml = 10 mg 40 mg/ml x 100 ml = 4.000 mg 35 mg/ml x 100 ml = 3.500 mg 35 mg/ml x 100 ml = 3.500 ml 10 mg/ml x 100 ml = 1000 mg



2.3.2 Krim Peppermint 100 ml



Nama Bahan Sorbitol Tween 60 Minyak peppermint Cetyl alkohol Asam stearat Trietanolamin Karbomer Aquadest Metil paraben Propil paraben 2.3.3



Konsentrasi Bahan (mg/ml) Formula III 25 mg/ml x 100 ml = 2.500 mg 10 mg/ml x 100 ml = 1.000 mg 300 mg/ml x 100 ml = 30.000 mg 25 mg/ml x 100 ml = 2.500 mg 45 mg/ml x 100 ml = 4.500 mg 5 mg/ml x 100 ml = 5.00 mg 2 mg/ml x 100 ml = 200 mg 588 mg/ml x 100 ml = 58. 8 g = 58,8 ml 0,5 mg/ml x 100 ml = 50 mg 0,5 mg/ml x 100 ml = 50 mg



Gel Adesif Ultrasonik 100ml Nama Bahan Metil paraben Propil paraben Air (1) Karbomer Larutan NaOH 10% Polivinil pirolidon Air (2)



Konsentrasi Bahan (mg/ml) Formula III 4 mg/ml x 100 ml = 400 mg 1 mg/ml x 100 ml = 100 mg 754 mg/ml x 100 ml = 75. 400 mg = 75,4 ml 14 mg/ml x 100 ml = 1.400 mg 40 mg/ml x 100 ml = 4.00 mg 7 mg/ml x 100 ml = 700 mg 200 mg/ml x 100 ml = 20.000 mg = 20 ml



2.4 Diagram Alir Cara Kerja Pembuatan Formula Sedian Lotion, Krim Dan Gel 2.4.1 Lotion Metil Salisilat 100 ml



Ditimbang bahan



Fase minyak : Panaskan Asam stearate, cetyl alcohol, steareth-20, dimethicone, dan propil paraben dalam beaker glass sampai suhu 75℃-80℃.



Fase air : Gerus metil paraben dengan gliserin, lalu tuang ke dalam aquadest yang sudah ditambahkan trietanolamin dalam beaker



Sambil menunggu pemanasan, gerus menthol dan camphor dalam mortir sampai homogen dan mencair, lalu tambahkan metil salisilat, lanjut gerus sampai homegen.



Setelah fase air dan minyak panas, tambahkan perlahan fase air ke dalam fase minyak sambal terus diaduk ad homogen



Campuran perlahan-lahan didinginkan (hentikan pemanasan), lalu segera tambahkan campuran di langkah no.5, sambil terus-menerus diaduk sampai suhunya 30℃



Setelah suhu sudah 30℃, lakukan uji mutu fisik no.4 sebelum dimasukkan dalam wadah dan diberi kemasan. 2.4.2 Krim Peppermint 100 ml



Timbang bahan



Tambahkan trietanolamin di suhu 65℃ sambil terus diaduk sampai suhu menurun dan sediaan mengental. Setelah campuran dingin, krim siap dikemas ke dalam pot yang sesuai.



Timbang karbomer dalam cawan porselen, lalu campurkan dengan air (20 ml) dalam beaker glass di atas penangas air, dipanaskan pada suhu 60℃ sampai 65℃.



Panaskan campuran sorbitol, tween 60, dan sisa air sampai 70℃75℃, diaduk sampai homogen, setelah homogen, tuang ke dalam campuran di langkah no.2 (fase air).



Panaskan juga fase minyak (asam stearate, cetyl alcohol, Tuang perlahan metil fase paraben, dan minyak ke dalam propil fase paraben) di air sambal terus diaduk. suhu 70℃-75℃.



Tambahkan minyak peppermint.



2.4.3 Gel Adesif Ultrasonik 100ml Campur metil paraben dan propil paraben dalam air (1) dan panaskan sampai suhu 70℃.



Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat 100 ml gel.



Masukkan dalam wadah yang sesuai.



Lalu tambahkan ke dalam campuran, larutan NaOH 10% (1 g NaOH dalam 10 ml air), lanjutkan pencampuran sampai terbentuk gel.



Tambahkan perlahanlahan karbomer sampai mendapat campuran suspensi homogen.



Gerus polivinil pirolidon, dan air (2) dalam mortir sampai homogen, lalu tuang ke dalam campuran di langkah no.3.



2.5 Diagram Alir Cara Pengujian Formula Sedian Lotion, Krim Dan Gel 2.5.1 Lotion Metil Salisilat 100 ml Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh. Pengujian yang harus dilakukkan: Uji Organoleptik Bentuk



Warna



Bau



Uji pH Celupkan indicator universal pH ke dalam sediaan



Celupkan indikator universal pH ke dalam sediaan



Hitung rata-rata pH sirup



Cocokan pada pada kertas pH



Catat hasil dan lakukan replikasi sebanyak 3 kali



Uji Homogenitas



Oleskan sedikit sediaan lotion pada objek glass



Tutup dengan objek glass yang lain



Amati sediaan homogen atau tidak



Catat hasil



Uji Stabilitas



Masukan lotion dalam tabung sentrifuge



Putar pada 3.000 rpm selama 30 menit



Amati adanya pemisahan



Amati pertuumbuhan mikroorganisme penyimpanan 1 dan 7 hari



Amati stabilitas sediaan lotion terhadap adanya pemisahan fase minyak 2.5.2 Krim Peppermint 100 ml dan air penyimpanan 1 dan Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama 7 hari dan hari



ketujuh. Pengujian yang harus dilakukkan: Uji Organoleptik Bentuk



Warna



Bau



Uji pH



Celupkan indicator universal pH ke dalam sediaan



Celupkan indikator universal pH ke dalam sediaan



Hitung Uji rata-rata pH sirup Homogenitas



Cocokan pada pada kertas pH



Catat hasil dan lakukan replikasi sebanyak 3 kali



Uji Homogenitas



Oleskan 0,5 g sediaan krim pada objek glass



Tutup dengan objek glass yang lain



Amati sediaan homogen atau tidak



Catat hasil



Uji Daya Lekat



Oleskan 0,5 gram sediaan krim pada objek glass



Tutup dengan objek glass lainnya tambahkan beba 500 g diamkan 1 menit



Catat waktu yang diperlukan sampai objek glass terlepas



Setelah 1 menit turunkan beban



Objek glass dijepit pada alat uji daya lekat ditarik dengan beban 65 mg



Uji Stabilitas Masukan krimdalam tabung sentrifuge



Amati adanya pemisahan



Putar pada 3.000 rpm selama 30 menit



Amati stabilitas sediaan lotion terhadap adanya pemisahan fase minyak dan air penyimpanan 1 dan 7 hari



Amati pertumbuhan mikroorganisme penyimpanan 1 dan 7 hari



Uji Daya Sebar



0,5 g sediaan diletakkan di tengah alat ekstensometer



Catat hasil diameter penyebarab



Tambahkan 100 g beban tambahan, diamkan 1 menit



Timbang penutup kaca ekstensometer



Tambahkan 50 g beban tambahan, diamkan 1 menit



Catat hasil diameter penyebaran.



Letakan di atas massa sediaan selama 1 menit



Ukur diameter sediaan yang menyebar



2.5.3 Gel Adesif Ultrasonik 100ml Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh. Pengujian yang harus dilakukkan: Uji Organoleptik Bentuk



Warna



Bau



Uji pH Celupkan indicator universal pH ke dalam sediaan



Celupkan indikator universal pH ke dalam sediaan



Hitung rata-rata pH sirup



Cocokan pada pada kertas pH



Catat hasil dan lakukan replikasi sebanyak 3 kali



Uji Homogenitas



Oleskan 0,5 g sediaan krim pada objek glass



Tutup dengan objek glass yang lain



Amati sediaan homogen atau tidak



Catat hasil



Uji Daya Sebar



0,5 g sediaan diletakkan di tengah alat ekstensometer



Catat hasil diameter penyebarab



Tambahkan 100 g beban tambahan, diamkan 1 menit



Timbang penutup kaca ekstensometer



Tambahkan 50 g beban tambahan, diamkan 1 menit



Catat hasil diameter penyebaran.



Letakan di atas massa sediaan selama 1 menit



Ukur diameter sediaan yang menyebar



2.6 Hasil Formulasi, Hasil Pengujian Formula dan Pembahasan 2.6.1 Lotion Metil Salisilat 100 ml



Hari pertama 1. Uji Organoleptis Organoleptis Bentuk Warna Bau Uji Topikal



Hasil Pengamatan Semi padat Putih Sesuai dengan zat aktif Lembut dan dingin



2. Uji PH Replikasi 1 2



Nilai PH 7 7



3 Rata - Rata



7 7



3. Uji Homogenitas Replikasi 1 2 3



Homogenitas Homogen gelembung udara udara Homogen dengan gelembung udara udara Homogen dengan gelembung udara udara



4. Uji Stabilitas Tidak ada pemisahan dan tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme Hari Ketujuh 1. Uji Organoleptis Organoleptis Bentuk Warna Bau Uji Topikal



Hasil Pengamatan Semi padat Putih Sesuai dengan zat aktif Lembut dan dingin



2. Uji PH Replikasi 1 2 3 Rata - Rata



Nilai PH 7 7 7 7



3. Uji Homogenitas Replikasi 1 2 3



Homogenitas Homogen gelembung udara Homogen dengan gelembung udara Homogen gelembung udara



4. Uji Stabilitas Tidak ada pemisahan dan tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme Pembahasan : Pada uji mutu fisik dilakukan uji organoleptik, uji ph, uji homogenitas, dan uji stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan lotion agar sesuai dengan persyaratan lotion yang baik. Pengujian di lakukan pada hari pertama setelah sediaan selesai dibuat, dan pengujian sediaan juga dilakukan pada hari ketujuh. 1. Uji Organoleptik Uji organoleptik ini mengamati sediaan lotion dari segi bentuk, warna, bau, dan uji sediaan secara topikal. Hasil pengujian hari pertama dan hari ketujuh krim memiliki hasil pengujian yang sama antara lain didapatkan bentuk semi padat, warna putih, bau sesuai dengan zat aktif yang digunakan dan uji topikal pada lotion yaitu terasa lembut dan terasa dingin di kulit. Lotion terasa lembut di kulit dikarenakan adanya bahan tambahan emolien. 2. Uji PH Uji pH ini dilakukan untuk memastikan apakah sediaan yang nantinya dihasilkan sesuai dengan PH kulit yakni pada rentang 4,5- 6,5 sehingga jika sediaan yang dihasilkan ada pada rentang sesuai persyaratan maka sediaan tersebut dinyatakan aman untuk digunakan dan tidak megiritasi kulit. Dari hasil pengujian pada hari pertama didapatkan PH 7, kemudian pengujian hari ketujuh didapatkan PH sebesar 7. Kemudian ditinjau dari segi PH, PH sediaan yang di hasilkan belum memenuhi persyaratan dikarenakan tidak memenuhi rentang pH kulit sesuai persyaratan. 3. Uji Homogenitas Uji homogenitas ini bertujuan mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan homogen atau tidak. Berdasarkan hasil uji didapatkan bahwa baik pengujian yang dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh sediaan yang dihasilkan terdapat partikel –



partikel kecil dengan adanya gelembung udara. Dan adanya partikel-partikel kecil ini dipengaruhi pada saat dilakukannya percampuran bahan. 4. Uji Stabilitas Uji stabilitas ini merupakan salah satu indikator kestabilan fisik lotion. Dari hasil pengujian yang didapatkan bahwa setelah diuji menggunakan tabung sentrifuge yang diputar pada 3000 rpm selama 30 menit, baik pada pengujian hari pertama maupun hari ketujuh menunjukkan tidak adanya pemisahan lotion. Dan hal ini menandakan bahwa lotion sudah stabil. Karena salah satu syarat kestabilan lotion yang baik adalah tidak terjadinya pemisahan sediaan setelah disentrifugasi. Selain itu setelah diamati baik hasil pengujian lotion di hari pertama maupun hari ketujuh tidak adanya pertumbuhan mikroba, yang artinya sediaan lotion memenuhi persyaratan uji stabilitas. 2.6.2 Krim Peppermint 100 ml



Hasil Pengujian : Pengujian Mutu Fisik Krim (Hari Pertama)



1. Uji Organoleptis Organoleptis Bentuk Warna Bau Uji Topikal



Hasil Pengamatan Cair Putih Peppermint Terasa dingin di kulit



2. Uji PH Replikasi 1 2 3 Rata - Rata



Nilai PH 8 8 8 8



3. Uji Homogenitas Replikasi 1 2 3



Homogenitas Homogen,Ada gelembung udara Homogen,Ada gelembung udara Homogen,Ada gelembung udara



4. Uji Daya Lekat Replikasi 1 2 3



Waktu lekat 3 detik 2,5 detik 2,53 detik



5. Uji Stabilitas: Adanya suatu pemisahan 6. Uji Daya Sebar Beban Penutup kaca +50 g



Bobot beban (g) 292,3 342,3



Rata – rata diameter penyebaran 12 +12 + 12,3 = 36,3/3 = 12,1 14,5 + 14 + 14 = 44,5/3 = 14,16



+100 G



392,3



Pengujian Mutu Fisik Krim (Hari Ketujuh) 1. Uji Organoleptis Organoleptis Bentuk Warna Bau Uji Topikal



Hasil Pengamatan Agak Cair/ semi padat Putih Peppermint Terasa dingin di kulit



2. Uji PH Replikasi 1 2 3 Rata - Rata



Nilai PH 7 7 7 7



3. Uji Homogenitas Replikasi 1 2 3



Homogenitas Kurang homogen, ada gelembung udara Kurang homogen, ada gelembung udara Kurang homogen, ada gelembung udara



4. Uji Daya Lekat Replikasi 1 2 3



Waktu lekat 1,10 detik 0,9 detik 1,60 detik



5. Uji Stabilitas Adanya suatu pemisahan



15 + 15 + 14,5 = 44,5 = 14,83



6. Uji Daya Sebar Beban Penutup kaca +50 g +100 G



Bobot beban (g) 292,3 342,3 392,3



Rata – rata diameter penyebaran 14 + 13 + 14 = 41/3 = 13,66 16 + 16 + 17 = 49 /3 = 16,33 17 + 16,5 + 18 = 51,5/3 = 17,16



Pembahasan : Pada uji mutu fisik dilakukan uji organoleptik, uji ph, uji homogenitas, uji daya lekat, uji stabilitas, uji daya sebar yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan krim agar sesuai dengan persyaratan krim yang baik. Pengujian di lakukan pada hari pertama setelah sediaan selesai dibuat, dan pengujian sediaan juga dilakukan pada hari ketujuh. Dimana hasil yang didapat adalah sebagai berikut. 1. Uji Organoleptik Uji organoleptik ini mengamati sediaan krim dari segi bentuk, warna, bau, dan uji sediaan secara topikal. Hasil pengujian hari pertama dan hari ketujuh krim memiliki hasil pengujian yang hampir sama antara lain didapatkan bentuk sediaan cair, warna sediaan putih, bau sediaan krim peppermint dan jika diuji secara topikal terasa dingin di kulit. Dari hasil uji yang berbeda dengan hari pertama dan hari ketujuh adalah pada bentuk, dimana di hari pertama bentuk sediaan cair kemudian pengujian di hari ketujuh bentuk sediaan agak cair/ semi padat hal ini artinya terjadi peningkatan viskositas sediaan krim setelah hari ke tujuh. Pada saat pengadukan terjadinya gaya geser yang diaplikasikan selama proses pencampuran dapat menurunkan viskositas krim dan selanjutnya berpengaruh pada kualitas sediaan krim yang terbentuk (Amiji dan Sandman, 2003). Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa proses percampuran bahan mempengaruhi kualitas sediaan krim yang nantinya dihasilkan dan berdampak salah satunya terhadap bentuk sediaan yang didapatkan. Dari hasil pengujian mengenai bau sediaan, bau



yang dihasilkan sesuai dengan bahan yang digunakan yaitu berbau minyak peppermint. Dimana uji organoleptis ini salah satu fungsinya juga memastikan bahwa sediaan yang kita buat nantinya sesuai formulasi yang kita harapkan, jadi dapat disimpulkan bahwa sediaan krim yang dibuat sesuai dengan formula krim yang diharapkan jika meninjau dari segi bau yang dihasilkan sama dengan salah satu bahan yang digunakan. 2. Uji PH Uji pH ini dilakukan untuk memastikan apakah sediaan yang nantinya dihasilkan sesuai dengan ph kulit yakni pada rentang 4,5- 6,5 sehingga jika sediaan yang dihasilkan ada pada rentang sesuai persyaratan maka sediaan tersebut dinyatakan aman untuk digunakan dan tidak megiritasi kulit. Dari hasil pengujian pada hari pertama didapatkan PH 8, kemudian pengujian hari ketujuh didapatkan PH sebesar 7 . Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan PH. Menurut penelitian (M.M Putra.,dkk.) Perubahan nilai PH selama penyimpanan dapat menandakan adanya reaksi atau kerusakan komponen penyusun di dalam sediaan tersebut sehingga dapat menurunkan atau menaikkan nilai ph sediaan tersebut, dimana hal ini akan mempengaruhi sediaan tersebut ketika diaplikasikan. Kemudian ditinjau dari segi PH, Ph sediaan yang di hasilkan belum memenuhi persyaratan dikarenakan tidak memenuhi rentang pH kulit sesuai persyaratan. 3. Uji Homogenitas Uji homogenitas ini bertujuan mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan homogen atau tidak. Berdasarkan hasil uji didapatkan bahwa baik pengujian yang dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh sediaan yang dihasilkan homogen namun ada gelembung udara. Dimana dari hasil pengujan didapatkan homogen hal tersebut dapat diamati dari tidak adanya partikel-partikel besar yang masih berupa padatan ketika dilihat pada object glass, dan hal ini sesuai dengan salah satu tujuan uji homogenitas



sendiri bahwa uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan- bahan sediaan krim (Juwita AP dkk, 2013). 4. Uji Daya Lekat Pada uji ini untuk melihat kemampuan krim dapat melekat ketika nanti diaplikasikan, yang dimana daya lekat ini mempengaruhi efek terapi yang nanti di dapatkan. Pada hasil uji kami mendapatkan hasil rata – rata 2,67 detik pada pengujian hari pertama dan 1,2 detik pada hari ketujuh. Hal ini menujukan terjadi penurunan waktu untuk lamanya krim melekat. Dari kedua hasil ini dapat disimpulkan bahwa untuk uji daya lekat krim belum memenuhi persyaratan daya lekat, dikarenakan waktu minimal krim untuk melekat adalah minimal 4 detik 5. Uji Stabilitas Uji stabilitas ini merupakan salah satu indikator kestabilan fisik krim. Dari hasil pengujian yang didapatkan bahwa setelah diuji menggunakan tabung sentrifuge yang diputar pada 3000 rpm selama 30 menit, baik pada pengujian hari pertama maupun hari ketujuh



menunjukkan adanya



pemisahan krim. Dan hal ini menandakan bahwa krim belum stabil. Karena salah satu syarat kestabilan krim yang baik adalah tidak terjadinya pemisahan sediaan setelah disentrifugasi. 6. Uji Daya Sebar Uji ini bertujuan untuk mengetahui luasnya penyebaran sediaan pada saat di oleskan di kulit, sehingga dapat dilihat kemudahan pengolesan sediaan di kulit (Azkiya,dkk.,2017). Dengan daya sebar yang baik nantinya akan memberikan penyebaran dosis bahan aktif yang merata pada kulit sehingga absorpsi bahan aktif ke kulit berlangsung cepat. Dari hasil pengujian hari pertama kami mendapatkan hasil rata-rata diameter penyebaran sebesar 13,69 sedangkan hasil rata-rata diameter penyebaran pada hari ketujuh adalah 15,71. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa untuk uji daya sebar dari sediaan belum memenuhi, dikarenakan daya



sebar yang baik untuk krim adalah berkisar 5 sampai 7 cm (Garg dkk., 2002). 2.6.3 Gel Adesif Ultrasonik 100ml



Hasil Pengujian : (Hari Pertama) 1. Uji Organoleptis Organoleptis Bentuk Warna Bau Uji Topikal



Hasil Pengamatan Semi padat Putih Sesuai zat aktif Lembut, sejuk di kulit



2. Uji PH Replikasi 1 2 3 Rata - Rata



Nilai PH 7 7 7 7



3. Uji Homogenitas Replikasi 1 2 3



Homogenitas Kurang homogen, masih ada partikel padat Kurang homogen, masih ada partikel padat Kurang homogen, masih ada partikel padat



4. Uji Daya Sebar Beban Penutup kaca +50 g +100 G



Bobot beban (g) 292,3 342,3 392,3



(Hari Ketujuh) 1. Uji Organoleptis Organoleptis Bentuk Warna Bau Uji Topikal



Hasil Pengamatan Semi padat Putih Sesuai zat aktif Lembut, sejuk di kulit



2. Uji PH Replikasi 1 2 3 Rata - Rata



Nilai PH 6 6 6 6



3. Uji Homogenitas Replikasi



Homogenitas



Rata – rata diameter penyebaran (3,8 + 3,9 + 3,5 ) : 3 = 3,73 cm (3,8 + 3,5 + 3,2 ) : 3 = 3,5 cm (4 + 3,8 + 3,5 ) : 3 = 3,76 cm



1 2 3



Kurang homogen, masih ada partikel padat Kurang homogen, masih ada partikel padat Kurang homogen, masih ada partikel padat



4. Uji Daya Sebar Beban Penutup kaca +50 g +100 G



Bobot beban (g) 292,3 342,3 392,3



Rata – rata diameter penyebaran (3,6 + 4 + 4) : 3 = 3,9 cm (3,8 + 4,1 + 4,1) : 3 = 4 cm (3,8 + 4 + 4,1) : 3 = 3,96 cm



Pembahasan : Pada uji mutu fisik dilakukan uji organoleptik, uji ph, uji homogenitas dan uji daya sebar yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan gel agar sesuai dengan persyaratan gel yang baik. Pengujian di lakukan pada hari pertama setelah sediaan selesai dibuat, dan pengujian sediaan juga dilakukan pada hari ketujuh. Dimana hasil yang didapat adalah sebagai berikut. 1. Uji Organoleptik Uji organoleptik ini mengamati sediaan gel dari segi bentuk, warna, bau, dan uji sediaan secara topikal. Hasil pengujian hari pertama dan hari ketujuh krim memiliki hasil pengujian yang hampir sama antara lain didapatkan bentuk sediaan cair, warna sediaan putih, bau sesuai zat aktif dan jika diuji secara topikal terasa lembut dan sejuk di kulit. Dari hasil pengujian mengenai bau sediaan, bau yang dihasilkan sesuai dengan bahan yang digunakan yaitu berbau minyak peppermint. Dimana uji organoleptis ini salah satu fungsinya juga memastikan bahwa sediaan yang kita buat nantinya sesuai formulasi yang kita harapkan, jadi dapat disimpulkan bahwa sediaan krim yang dibuat sesuai dengan formula krim yang diharapkan jika meninjau dari segi bau yang dihasilkan sama dengan salah satu bahan yang digunakan. 2. Uji PH



Uji pH ini dilakukan untuk memastikan apakah sediaan yang nantinya dihasilkan sesuai dengan ph kulit yakni pada rentang 4,5- 6,5 sehingga jika sediaan yang dihasilkan ada pada rentang sesuai persyaratan maka sediaan tersebut dinyatakan aman untuk digunakan dan tidak megiritasi kulit. Dari hasil pengujian pada hari pertama didapatkan PH 7, kemudian pengujian hari ketujuh didapatkan PH sebesar 6 . Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan PH. Menurut penelitian (M.M Putra.,dkk.) Perubahan nilai PH selama penyimpanan dapat menandakan adanya reaksi atau kerusakan komponen penyusun di dalam sediaan tersebut sehingga dapat menurunkan atau menaikkan nilai ph sediaan tersebut, dimana hal ini akan mempengaruhi sediaan tersebut ketika diaplikasikan. Kemudian ditinjau dari segi PH, Ph sediaan yang di hasilkan sudah memenuhi persyaratan. 3. Uji Homogenitas Uji homogenitas ini bertujuan mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan homogen atau tidak. Berdasarkan hasil uji didapatkan bahwa baik pengujian yang dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh sediaan yang dihasilkan homogen namun ada gelembung udara. Dimana dari hasil pengujan didapatkan homogen hal tersebut dapat diamati dari tidak adanya partikel-partikel besar yang masih berupa padatan ketika dilihat pada object glass, dan hal ini sesuai dengan salah satu tujuan uji homogenitas sendiri bahwa uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan- bahan sediaan krim (Juwita AP dkk, 2013). 4. Uji Daya Sebar Uji ini bertujuan untuk mengetahui luasnya penyebaran sediaan pada saat di oleskan di kulit, sehingga dapat dilihat kemudahan pengolesan sediaan di kulit (Azkiya,dkk.,2017). Dengan daya sebar yang baik nantinya akan memberikan penyebaran dosis bahan aktif yang merata pada kulit sehingga absorpsi bahan aktif ke kulit berlangsung cepat. Dari hasil pengujian hari pertama kami mendapatkan hasil rata-rata diameter penyebaran sebesar 3,6 cm sedangkan hasil rata-rata diameter penyebaran pada hari ketujuh adalah 3,9. Dalam hal ini dapat disimpulkan



bahwa untuk uji daya sebar dari sediaan belum memenuhi, dikarenakan daya sebar yang baik untuk krim adalah berkisar 5 sampai 7 cm (Garg dkk., 2002).



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sediaan semisolid adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk tujuan pengobatan topikal melalui kulit. Bentuk sediaan ini dapat bervariasi tergantung bahan pembawa (basis) yang digunakan, yaitu salep, krim, gel atau pasta.Lotion dapat juga didefinisikan sebagai suatu sediaan dengan medium air yang digunakan pada kulit tanpa digosokkan. Biasanya mengandung substansi tidak larut yangtersuspensi, dapat pula berupa larutan dan emulsi di mana mediumnya berupa air. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Krim ada dua tipe yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M). Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli. 3.2 Daftar Pustaka Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Indonesia Rowe, Raymond,. 2009. Hand Book Of Pharmaceutical Excipients 6th . London: Pharmaceutical Press Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Erlangga : Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Syamsuni, A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. EGC : Jakarta. Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. EGC : Jakarta.



LAMPIRAN LAPORAN SEMENTARA