Ak. Pajak Atas Aset Lancar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AKUNTANSI PAJAK “AKUNTANSI PAJAK ATAS ASET LANCAR”



Kelompok : Dewi Anggun Pangestu Anindya Putri Yunitasari Intan Arivia Kusuma



(201610170311058) (201610170311063) (201610170311103)



JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Laporan Keuangan sebuah perusahaan menggambarkan dan melaporkan segala informasi



keuangan serta posisi keuangannya pada akhir periode. Laporan Keuangan meliputi Laporan posisi Keuangan (Neraca), laporan Laba-Rugi Komprehensif, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Pada Neraca akan dilaporkan Aset Lancar yang meliputi kas dan bank, piutang, persediaan, dan lain-lain. Ada beberapa matode dan pengukuran yang digunakan dalam pelaporan keuangan secara komersial, akan tetapi tidak semuanya diakui oleh perpajakan. Perpajakan tetap merujuk pada akuntansi komersial tetapi ada beberapa yang menurut pajak dianggap merugikan perpajakan sehingga diperlukan pemahaman yang lebih atas perlakuan pengakuan, pelaporan dan pengukuran akun-akun yang terdapat pada laporan keuangan komersial. Makalah ini akan menjelaskan pengukuran, perlakuan atau metode dan pelaporan aset lancar yang diakui atau berdasarkan ketentuan perpajakan Indonesia. 1.2



Rumusan masalah 1. Bagaimana pengukuran aset lancar ? 2. Bagaimana metode pencatatan dan pengakuan aset lancar ? 3. Bagaimana pelaporan aset lancar ? 4. Metode pencatataan atas transaksi mata uang asing 5. Pelaporan transaksi mata uang asing



1.3



Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengukuran aset lancar secara komersial dan berdasar pajak. 2. Untuk mengetahui metode pencatatan dan pengakuan aset lancar.



3. Untuk mengetahui pelaporan aset lancar berdasarkan aturan perpajakan. 4. Untuk mengetahui metode pencatatan atas transaksi mata uang asing 5. Untuk mengetahui pelaporan transaksi mata uang asing



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Pengukuran Aktiva Lancar A. Kas dan Bank Kas ialah uang tunai yang paling likuid atau suatu alat pembayaran yang siap dan bebas digunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan, sehingga pos ini biasanya ditempatkan pada urutan teratas dari aktiva. Yang termasuk dalam kas ialah seluruh alat pembayaran yang dapat digunakan segera seperti uang kertas, uang logam, dan saldo rekening giro di bank. Bank ialah saldo rekening giro yang dapat digunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan usaha. Pengertian tentang dan perlakuan terhadap kas dan bank dalam perpajakan dan akuntansi sama. Yang tidak termasuk dalam pengertian kas baik menurut akuntansi dan perpajakan adalah sebagai berikut : 1. Deposito : saldo deposito tidak termasuk dalam pengertian kas, karena tidak dapat digunakan sewaktu- waktu. 2. Perangko dan Materai : biasanya perusahaan mempunyai persediaan perangko dan materai yang dapat dipakai sewaktu- waktu. Persediaan ini tidak termasuk dalam pengertian kas, sekalipun persediaan ini sering disimpan oleh kasir perusahaan. 3. Bon Kas atau Uang Muka : tidak dapat digolongkan sebagai kas karena tidak dapat digunakan sewaktu- waktu karena tidak dapat dianggap sebagai uang tunai. 4. Cek Mundur dan Cek Kosong : cek mundur tidak dapat diuangkan sampai jatuh temponya sehingga tidak memenuhi syarat sebagai kas. Cek kosong sama sekali tidak ada harganya karena itu tidak dapat dianggap sebagai aktiva perusahaan.



B. Piutang Piutang (account receivable) adalah hak perusahaan kepada pihak lan yang akan diterima dalam bentuk kas. Piutang usaha timbul karena penjualan barang atau penyerahan jasa secara kredit. Piutang biasanya digolongkan ke dalam kelompok piutang usaha, piutang di luar usaha. Untuk keperluan fiskal sebaiknya sistem akuntansi dapat menyajikan saldo piutang kepada pihak yang ada dalam hubungan istimewa. Pemisahan ini dimaksudkan untuk mempermudah fiskus untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan penghindaran pembayaran pajak dengan cara transfer pricing. Pentingnya catatan piutang maka undang undang perpajakan mengharuskan agar setiap pembukuan setidak-tidaknya mempunyai daftar piutang dan utang, kas dan bank, serta persediaan. Dari daftar ini dapat diperoleh data mengenai biaya dan penghasilan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Agar dari pembukuan piutang dapat diperoleh keadaan mengenai saldo piutang maka rekening piutang khususnya untuk keperluan fiscal harus dapat memberikan keterangan data sebagai berikut: a. Nama dan alamat lengkap debitur b. Jumlah piutang kepada masing-masing debitur c. Saat timbul maupun berkurangya piutang d. Jenis piutang, misalnya piutag dagang, piutang kepada pegawai, piutang kepada pemegang saham, piutang jangka panjang, piutang jangka pendek e. Hak penerimaan bunga f. Tanggal jatuh tempo piutang g. Jumlah piutang yang dapat dihapuskan h. Keterangan lainnya yang berkaitan dengan piutang.



Piutang dalam mata uang asing harus dibukukan kedalam mata uang rupiah. Untuk keperluan perpajakan ada dua jenis nilai tukar yang digunakan untuk menjabarkan piutang dalam mata uang asing yaitu nilai tukar tetap atau nilai tukar pada tanggal neraca berdasarkan pengumuman Bank Indonesia. Adapun untuk akuntansi komersial hanya ada satu nilai tukar yang digunakan untuk menjabarkannya, yaitu nilai tukar pada saat tanggal neraca. C. Persediaan Persediaan (inventories) adalah harta perusahaan yang termasuk penting karena banyak dana tertanam di dalamnya. Yang termasuk dalam persediaan adalah semua persediaan yang berada di perusahaan dan yang berada di tempat pihak lain sebagai titipan. Barang yang dikonsinyasikan termasuk barang dalam persediaan. Barang yang dijual secara cicilan tidak lagi dimasukkan sebagai persediaan barang, karena hak kepemilikannya telah berpindah. Dalam pengukuran persediaan bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah. Biaya persediaan dimaksud dalam PSAK No.14 meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan situasi ini. Untuk lebih menjelaskan pengertian biaya persediaan perlu dipahami : 1. Biaya Pembelian Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya(kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian. 2. Biaya Konversi Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi contoh biaya tenaga kerja langsung termasuk juga alokasi sistematis overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengkonversi bahan menjadi barang jadi.



3. Biaya-biaya Lain Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang timbul, agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Sedangkan milai realisasi neto dapat diilustrasikan bahwa biaya persediaan mungkin tidak akan diperoleh kembali bila persediaan rusak, seluruh atau sebagian persediaan telah using, atau harga jualnya telah menurun. Biaya persediaan juga tidak akan diperoleh kembali bila estimasi biaya penyelesaian atau estimasi biaya untuk membuat penualan telah meningkat. Dalam praktik penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi neto konsisten dengan pandangan bahwa asset seharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan jumlah yang dapat direalisasi dari penjualan atas penggunaannya. Khususnya dalam SAK ETAP bahwa entitas harus mengukur nilai persediaan pada nilai mana yang lebih rendah antara biaya perolehan dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual. Dengan demikian biaya persediaan mencakup seluruh biaya pembeliaan, biaya konversi, dan biaya lainnya yang terjadi untuk membawa persediaan ke kondisi dan lokasi sekarang.



2.2



Metode Pencatatan dan Pengakuan Aktiva Lancar A. Kas dan Bank Dalam peraturan pemerintah No.31 Tahun 2000 ,terdapat metode pencatatan untuk digunakan Wajib pajak : 1. Metode Bruto (Gross Method) Pada metode ini PPh pasal 4(2) diperlakukan sebagai beban. Tetapi perlu diperhatikan bahwa undang-undang PPh menyatakan pajak penghasilan tidak diperkenankan untuk dibebankan (Pasal 9 huruf “H” UU.PPh).



2. Metode Neto (Net Method) Prinsip dasar sama seperti metode bruto, hanya mencatatnya saja berdasar pada jumlah bruto yang jumlah penghasilan setelah dikurangi pajak penghasilan Pasal 4 ayat (2). B. Piutang 1. Piutang Usaha Piutang usaha terjadi akibat transaksi penjualan barang atau pengerahan jasa dalam rangka kegiatan normal. Piutang dapat dicatat jika barang telah diserahkan. Dalam usaha pelayanan jasa, piutang dicatat pada saat pelayanan jasa dilaksanakan. Pada umumnya piutang seperti ini tidak disertai suatu surat-surat perjanjian yang formal. Tetapi ada kalanya bentuk piutang dagang dinyatakan dalam bentuk surat dagang komersial yaitu wesel tagih. Untuk tujuan PPh : Saat pencatatan penjualan mengikuti praktek akuntansi komersial. Untuk tujuan PPn : Dapat berbeda dengan akuntansi komersial & PPh. Pengusaha diminta untuk menerbitkan faktur pajak selambatnya 30 hari setelah penyerahan barang dari penjualan (faktur standar) atau bersama-sama pada akhir bulan (faktur gabungan). Untuk tujuan perpajakan : Pembukuan penyisihan untuk potongan tunai & retur penjualan tidak diperkenankan, tetapi memberlakukan metode penghapusan piutang langsung. 2. Piutang Di Luar Usaha Piutang tidak hanya terjadi karena penjualan barang atau jasa. Sering pula piutang timbul karena pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dan pegawai, klaim asuransi, retribusi pajak, royalty dan lain-lain. Apabila yang diharapkan dapat ditagih dalam waktu singkat, piutangpiutang dapat digolongkan sebagai aktiva lancer. Jika ternyata penagihannya dilakukan lebih dari satu tahunm sebaiknya digolongkan kedalam aktiva lain-lain. Untuk tujuan pajak : Ketentuan pasal 18 ayat 4 UU PPh piutang kepada perusahaan afiliasi dikarakteristik sebagai modal.



Untuk pembukuan komersial : Diakui sebagai piutang afiliasi untuk laporan keuangan fiskal dimasukkan dalam kelompok penyertaan pada perusahaan afiliasi/investasi. C. Persediaan Sistem pencatatan persediaan dalam akuntansi dikenal dua system pencatatan persediaan, yaitu Sistem periodik, dan sistem perpetual.



Dalam undang-undang perpajakan sistem



pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukkan kebenaran pencatatan maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya. Untuk menentukan apakah kedua sistem tersebut sesuai atau dapat digunakan dalam perpajakan. 1. Sistem Periodik, Dalam sistem periodik, persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada setiap akhir periode. Hasil penghitungan tersebut dapat dipakai untuk menghitung harga pokok penjualan, yang pada gilirannya dipakai guna menyusun laporan keuangan. Dengan sistem periodik ini, penghitungan persediaan dapat dilakukan dengan akurat dan benar. Cuma ada kelemahannya, yaitu jika jumlah dan jenis persediaan banyak sekali maka cara ini sangat mahal. Sistem ini cocok diterapkan pada perusahaan yang jenis dan jumlah persediaannya tidak banyak. Sistem ini tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, karena penilaian persediaan dalam sistem ini berdasarkan perhitungan yang benar. Faktor penaksiran atau perkiraan tidak terlihat dalam penilaian persediaan akhir. Tetapi, cara ini tidak praktis dan ekonomis jika jumlah jenis persediaan sangat banyak. 2. Sistem Perpetual Sistem ini dapat menyajikan keterangan mengenai persediaan dan harga pokok penjualan seacara terus menerus tanpa inventarisasi. Hal ini dapat dilaksanakan karena setiap transaksi yang berhubungan dengan persediaan selalu dicatat sedemikian rupa, sehingga rekening persediaan senantiasa menyajikan saldo persediaan fisik. Dengan sistem periodik, nilai persediaan hanya dapat diketahui jika inventarisasi fisik dilakukan. Sekalipun dalam sistem perpetual tidak dipersyaratkan inventarisasi, namun perusahaan sering pula melakukannya agar perhitungan harga pokok persediaan lebih akurat.



Sistem perpetual tidak menggunakan cara penaksiran dalam menghitung nilai persediaan, bahkan inventarisasi masih digunakan sebagai pelengkap maka sistem ini tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Cara yang tidak sesuai dengan prinsip perpajakan ialah persediaan dinilai berdasarkan penaksiran atau perkiraan.



Apabila contoh penilaian



pemakaian persediaan yang diuraikan di penjelasan pasal 10 ayat (6) UU No. 10 Tahun 1994 diperhatikan, sistem pencatatan yang diperkenalkan disitu adalah sistem pencatatan perpetual. Atas dasar pertimbangan itulah sehingga dalam pedoman penyusunan laporan keuangan fiscal ditegaskan agar pencatatan sedapat mungkin dilakukan dengan sistem perpetual. Tetapi, untuk hal-hal tertentu yang karena sifatnya mengalami kesulitan untuk menggunakan sistem perpetual seperti pasar swalayan, sistem lain dapat digunakan. Pencatatan persediaan untuk kepentingan perpajakan : Untuk tujuan PPN, pasal 1 bagian (e) UU PPN 1984 menyatakan penyerahan barang kena pajak ke pedagang perantara dianggap transaksi penyerahan penjualan. Barang konsinyasi tidak termasuk persediaan consignor. Akuntansi persediaan berkaitan dengan sistem pencatatan dan penilaian. Untuk tujuan perpajakan, pasal 10 ayat (6) UU PPh menganut Metode FIFO & Harga Pokok Rata-rata.



2.3



Pelaporan Aktiva Lancar Kas dan Kas Bank merupakan akun pertama dalam Aktiva Lancar pada neraca. Kas dan Bank dilaporkan dalam Neraca, nominal yang dilaporkan merupakan gambaran secara nyata nominal pada tanggal neraca. Akun piutang usaha dilaporkan dalam neraca. Perusahaan akan menyisihkan dana yang digunakan untuk menghapus piutang yang dimilikinya, namun pengakuan dan penyisihan dana cadangan penghapusan piutang jika terlalu besar maka akan dapat mengurangi pendapatan sehingga pajak yang dibebankan menjadi kecil. Oleh karena itu, pajak hanya mengakui piutang usaha yang nyata-nyata tidak dapat tertagih setelah perusahaan melakukan usaha maksimal untuk menagih piutangnya. Praktik akuntansi komersial berkaitan dengan piutang tetap diikuti oleh pajak, tetapi perlu diperhatikan bahwa



dalam penyisihannya tidak diakui “Sales return and Allowance”. Oleh karena itu perusahaan harus melaporkan seluruh piutang tak dapat tertagihnya ke Dirjen Pajak. Persediaan merupakan salah satu akun yang masuk dalam kategori aktiva lancar. Persediaan dilaporkan dalam neraca dan laporan laba-rugi. Persediaan dalam neraca menggambarkan nilai persediaan pada tanggal penyusunan neraca, sedangkan di laporan laba-rugi persediaan akan muncul dalam perhitungan Harga Pokok Penjualan. Namun pada umumnya, nilai persediaan dinyatakan dalam neraca sebesar harga pokok atau harga perolehannya. Nilai persediaan dalam Neraca dan Laporan Laba-Rugi saling berhubungan. Hal ini dapat ditunjukkan apabila persediaan dinilai terlalu rendah maka laba pada akhir periode juga akan rendah sehingga pajak yang dikenakan juga akan rendah.



BAB III PENUTUP



3.1



Kesimpulan 1. Dalam peraturan pemerintah No.31 Tahun 2000 ,terdapat metode pencatatan untuk digunakan Wajib pajak : a. Metode Bruto (Gross Method) Pada metode ini PPh pasal 4(2) diperlakukan sebagai beban. Tetapi perlu diperhatikan bahwa undang-undang PPh menyatakan pajak penghasilan tidak diperkenankan untuk dibebankan (Pasal 9 huruf “H” UU.PPh). b. Metode Neto (Net Method) Prinsip dasar sama seperti metode bruto, hanya mencatatnya saja berdasar pada jumlah bruto yang jumlah penghasilan setelah dikurangi pajak penghasilan Pasal 4 ayat (2). 2. Piutang yang diakui oleh pajak sehingga bisa dikurangkan sebagai biaya adalah piutang yang benar-benar tak tertagih. Perusahaan harus menyampaikan atau melaporkan seluruh piutangnya yang tak tertagih pada Dirjen Pajak untuk dilakukan rekonsiliasi apakah telah taat asas dan dapat dikurangkan sebagai biaya. 3. Pencatatan persediaan untuk kepentingan perpajakan : Untuk tujuan PPN, pasal 1 bagian (e) UU PPN 1984 menyatakan penyerahan barang kena pajak ke pedagang perantara dianggap transaksi penyerahan penjualan. Barang konsinyasi tidak termasuk persediaan consignor. Akuntansi persediaan berkaitan dengan sistem pencatatan dan penilaian. Untuk tujuan perpajakan, pasal 10 ayat (6) UU PPh menganut Metode FIFO & Harga Pokok Rata-rata.



DAFTAR PUSTAKA Waluyo.2012.Akuntansi Pajak, Salemba Empat, Jakarta