Pajak Atas Transaksi Properti [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PAJAK ATAS TRANSAKSI PROPERTI Oleh: CHRISTIAN LEANDER (00000006839)



Dosen: Waty Tjakra, Dr., Dra., SH., Ak., MH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti mata kuliah Hukum Pajak



PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 2014



1



BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Berbicara mengenai pengenaan pajak, pada umumnya tidak terlepas dari subyek pajak yaitu mereka (orang atau badan) yang memenuhi syarat subyektif, yaitu syarat yang melekat pada orang atau badan sesuai dengan apa yang ditentukan oleh undang-undang. Sedangkan obyek pajak artinya mereka mempunyai potensi untuk dikenai pajak, tetapi belum tentu dikenai pajak. Sementara itu, wajib pajak adalah mereka (orang atau badan) yang selain memenuhi syarat subyektif, juga harus memenuhi syarat obyektif. Jadi wajib pajak itu tidak hanya potensial untuk dikenakan pajak, melainkan lebih dari itu memang sudah dikenakan kewajiban untuk membayar utang pajak. Pengenaan pajak ini mencari jawaban atas permasalahan siapa saja yang dapat dikenai pajak, yaitu wajib pajak yang memiliki penghasilan atau memiliki bumi atau bangunan yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak dan sebagainya. Sedangkan asas pengenaan pajak itu sendiri tergantung pada negara tempat tinggal, negara asal, dan asas kebangsaan yang dianut negara yang bersangkutan. Dasar pengenaan pajak (tax base) di dunia yang dikenal hingga saat ini dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: Penghasilan dan Bisnis (Income and business), Konsumsi (Consumption) dan Kekayaan (Wealth). Yang selanjutnya pada masing-masing kategori tersebut dikenakan jenis pajak tertentu. Pada pembelian properti ada pajak-pajak yang dikenakan dari pemerintah. Seperti halnya sektor bisnis lain, bisnis properti pun dikenakan sejumlah pajak yang diatur dalam hukum perpajakan. Besarnya pajak yang harus dibayarkan juga tergantung dari jenis, nilai dan lokasi properti. Jika kita membeli perumahan oleh pihak developer, terkadang biaya-biaya tersebut sudah termasuk harga jual rumah namun ada pula penawaran yang menyebutkan biaya-biaya tersebut diluar harga jual rumah, jadi kita harus bisa memperhatikan secara teliti mengenai penawaran-penawaran yang ada. 2



Dalam makalah ini, kami akan membahas lebih lanjut mengenai dasar pengenaan pajak atas properti tersebut.



1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dibuat beberapa rumusan masalah, sebagai berikut : 1. Bagaimana proses perpajakan terkait usaha di bidang properti sesuai dengan



ketentuan undang-undang yang berlaku ?



3



BAB II LANDASAN TEORI Berikut ini gambaran perpajakan untuk perusahaan yang bergerak di bidang agen property atau Developer atau agen real estate. Gambaran ini didasari dalam koridor peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yang dapat berguna bagi pelaksanaan kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak yang bergerak di sektor bisnis ini. 2.1 DASAR HUKUM (LEGAL BASIS) 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang perubahan ketiga Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 tentang Pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang impor dan penyerahan BKP tertentu dan atau penyerahan JKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN 7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer) 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.03/2009 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang kenai PPnBM Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Impor atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu dan atau Penyerahan Jasa Tertentu yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 26/PJ/2010 tentang tata cara penelitian Surat Setoran Pajak dari penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. 2.2 Gambaran Umum Format Bisnis Perusahaan yang bergerak di bidang jasa agen property atau developer perlu merencanakan bentuk/format/formula bisnis yang akan dijalankannya. Adapun format bisnis secara umum di sektor ini adalah sebagai berikut:



4



a. Proses



produksi



(pengadaan/pembebasan



lahan,



pelaksanaan



pembangunan/konstruksi) sampai pemasaran produk dilakukan sendiri. b. Proses produksi sampai pemasaran produk dilakukan melalui Kerja Sama



Operasi (KSO) / Joint Operation. c. Proses pengadaan lahan dilakukan



sendiri



sedangkan



pelaksanaan



pembangunan/konstruksi & pemasaran produk dilakukan oleh pihak lain atau membentuk badan usaha baru. d. Proses pengadaan lahan dilakukan sendiri sedangkan proses produksi & pemasaran dilanjutkan dalam format Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah. Perencanaan format bisnis ini sangatlah penting dan akan selalu terkait dengan aspek perpajakan selanjutnya secara umum produk yang dihasilkan dalam bisnis ini adalah sebagai berikut: a. Perumahan : - Rumah Sederhana o Rumah Sangat Sederhana [ RSS] o Rumah Sederhana [ RS] o Rumah Sederhana Kecil [ RS (K)] o Rumah Sederhana Besar [ RS(B)] o Rumah Sederhana Sehat [ RS(S)] - Rumah Menengah o Rumah Menengah Sedang [ RM (S)] o Rumah Menengah Besar [ RM (B)] -



b. c. -



Rumah Mewah



Rumah Susun Rumah Susun Sederhana Rumah Susun Menengah Rumah Susun Mewah Non Perumahan Perkantoran Pertokoan/Pusat Belanja Rukan/Ruko Kawasan Wisata Kawasan Industri Agro Estat Villa & Resor Lain-lain



2.2 Gambaran Umum Pemasaran Produk



5



Setelah format bisnis disusun, maka selanjutnya perlu direncanakan gambaran umum proses bisnis yang akan dilakukan dan ini sangat terkait juga dengan aspek perpajakan nantinya. Adapun secara umum proses bisnis ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Produk dijual langsung ke konsumen b. Produk disewakan c. Produk dihasilkan melalui BOT 2.3 Jenis-jenis Pajak atas Transaksi Properti Dalam dunia bisnis tidak akan lepas dari masalah perpajakan. Demikian pula dalam setiap melakukan transaksi jual beli properti tentunya akan mengandung kewajiban pembayaran pajak. Pajak-pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli maupun penjual properti. Berikut ini jenis-jenis pajak yang dikenakan pemerintah terhadap setiap transaksi properti di Indonesia. Dengan mengetahui seluk beluk pajak ini, Anda akan bisa menghindari kecurangan-kecurangan dalam transaksi properti yang Anda lakukan. 1. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan / PBB P2 PBB merupakan pajak kebendaan yang melekat pada objeknya yang dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Pada awalnya pajak ini merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2014 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang dari 1 miliar rupiah) atau 40% dari NJOP (jika NJOP senilai 1 miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). 2. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) Pajak jenis ini adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut Bea. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan 6



adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan ini berlaku bagi kepemilikan dengan status Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Milik atas Tanah Satuan dan Hak Pengelolaan. Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli dari developer atau perorangan. Pajak ini pun status pada awalnya sama dengan PBB yaitu merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu, sedangkan dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2011 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Menurut UU No. 28/2009 Pasal 85-93, tarif BPHTB ditetapkan dengan Peraturan Daerah, maksimal adalah 5% dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa harga transaksi atau nilai pasar dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah, paling rendah sebesar Rp 60.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp 300.000.000,00. 3. Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak oleh orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap (BUT). Termasuk didalam objek pajak penghasilan properti, yaitu: PPh final atas pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan



7



Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, terdapat Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, kecuali: b. Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; c. dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan adalah: a.



orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;



b. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c; c. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan; d. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara



8



pihak-pihak yang bersangkutan; atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan. PPh 22 atas barang sangat mewah Berdasarkan PMK No. 253/PMK.03/2008, atas penjualan apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi); dipungut PPh 22 sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM). PPh 22 tersebut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan barang yang tergolong sangat mewah. PPh final atas persewaan tanah dan bangunan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002, terdapat PPh final atas persewaan tanah dan bangunan sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Pajak Penghasilan ini dipotong dari pembayaran sewa oleh penyewa atau disetor langsung oleh yang menyewakan.



PPh 23 atas building management service Berdasarkan UU No. 36/2008 pasal 23 j.o Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, atas pembayaran tagihan jasa manajemen untuk



rumah



susun/apartemen, terutang PPh 23 sebesar 2% dipotong dari pembayaran tagihan oleh penyewa. 4. PPN dan PPnBM Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang dan jasa. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung atau pajak obejektif, artinya wajib pajak tidak harus menanggung beban pajak. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 42 Tahun 2009. 9



PPN dan PPnMB yang dipungut PKP yang bergerak di bidang Properti Berdasarkan ketentuan, semua barang dan jasa akan menjadi objek pajak. Pada proses jual beli property. PPN akan dibebankan kepada pihak pembeli properti dan hanya dikenakan 1x (satu kali) saat membeli properti baru baik dari pihak developer maupun perorangan. Properti yang dikenai PPN adalah properti dengan nilai transaksi diatas Rp. 36 juta rupiah. Apabila pembelian properti dilakukan dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan dilakukan melalui pihak developer. Apabila pembelian properti dilakukan dari perorangan, maka pembayaran dilakukan sendiri oleh pihak pembeli setelah transaksi selesai dilakukan selambat – lambatnya tanggal 15 pada bulan berikutnya dan dilaporkan kepada kantor pajak setempat selambat – lambatnya tanggal 20 pada bulan berikutnya. Nilai PPN dihitung 10% dari nilai transaksi jual – beli yang terjadi. Sejak diberlakukannya, SE-22/PJ.51/2002, Pengusaha Properti dikenakan PPN 10% atas penjualannya dengan Dasar Pengenaan Pajak seluruh harga jual. Menurut PMK No. 121/PMK.011/2013, Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dikenakan PPnBM 20%. Yaitu: a.



Rumah dan town house dari jenis non strata title, dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih.



b. Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih. PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri Berdasarkan UU PPN Pasal 16C, PMK No.163/PMK.03/2012, Kegiatan membangun sendiri terutang PPN. Dasar Pengenaan Pajak adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah, dengan batasan keluasan bangunan 200 m2. PPN atas sewa ruangan Atas penyerahan Jasa sewa ruangan dikenakan PPN 10% sesuai UU PPN No. 42/2009 pasal 4 bila penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dilakukan oleh 10



Pengusaha Kena Pajak. Jasa persewaan ruangan juga bukan termasuk Jasa yang dibebaskan dari PPN dalam PP No. 38 Tahun 2003



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Aspek Perpajakan Terkait Berdasarkan uraian tentang format bisnis yang akan dijalankan di atas, aspek perpajakan terkait usaha di bidang property dapat kami jelaskan sebagai berikut: 1. Pengadaan Tanah (lahan) Pengadaan tanah ( lahan) adalah kegiatan penguasaan tanah oleh perusahaan (developer) dari tidak menguasai (tidak ada kepemilikan) menjadi menguasai (ada kepemilikan), yaitu ditandai dengan adanya pengalihan hak atas tanah ke perusahaan (developer) yang bersangkutan.



11



Pengadaan tanah bisa berupa : a. Pembebasan tanah, yaitu penguasaan tanah melalui pembebasan tanah dengan membayar ganti rugi seluruhnya. b. Tukar Menukar Tanah, yaitu penguasaan tanah (biasanya tanah kantong) melalui tukar menukar antara tanah milik perusahaan (developer) dengan tanah pemilik dilokasi pembangunan perusahaan. Tukar menukar bisa dilakukan terhadap seluruh lahan milik pemilik atau bisa juga sebagian dilakukan tukar menukar dan sebagaian lagi dengan membayar ganti rugi. Dari kedua cara pengadaan tanah (lahan) tersebut yang paling sering dan lazim terjadi adalah melalui cara pembebasan tanah. Aspek Perpajakan yang terkait dalam hal pembebasan atau tukar menukar tanah adalah: a. Pajak penghasilan dari penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PPHTB) bagi pihak yang mengalihkan hak (penjual tanah) b. Bea Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB) bagi pihak yang menerima pengalihan hak (pembeli tanah) c. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi pihak yang memiliki atau mengusahakan. Jika pengadaan lahan dilakukan dengan cara tukar menukar, perencanaan pajak harus dilakukan lebih teliti mengingat atas transaksi tukar menukar tersebut terhutang PPN apabila pihak yang mengalihkan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP). 2. Pelaksanaan Pembangunan/Konstruksi Setelah proses pembebasan tanah selesai dan tanah telah dikuasai, dimulailah proses pembangunan (konstruksi). Pelaksanaan pembangunan (konstruksi) meliputi pekerjaan perataan muka tanah (grading), yaitu mengolah tanah sesuai dengan rencana seperti memotong, menimbun dan meratakannya sehingga menjadi tanah matang sampai pelaksanaan pekerjaan pembangunan atas produk yang akan dijual. Pelaksanaan pembangunan bisa dilakukan sendiri atau Kerja Sama Operasi (KSO) atau diserahkan kepihak ketiga (kontraktor) atau membentuk badan usaha baru. Jika dilaksanakan sendiri berarti mulai dari pengadaan bahan, sewa peralatan, rekrut tenaga kerja dan pembayaran upahnya dilakukan sendiri oleh perusahaan.



12



Aspek perpajakan atas kegiatan ini yang bisa diidentifikasi, yaitu : a. PPh Pasal 21 atas pembayaran upah pekerja proyek b. PPh Psl 23/26 atas persewaan alat & pemakaian jasa c. PPh Pasal 22 atas pembelian impor (bila ada) d. PPN Masukan atas pembelian terkait pembangunan Jika dilaksanakan dalam bentuk KSO, maka berarti merupakan kerja sama operasi dua badan atau lebih yang sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek tersebut selesai dikerjakan dan pembebanan biaya maupun pengakuan pendapatan atas pengalihan ditentukan berdasarkan kesepakatan antar pihak yang bekerja sama. Misalkan atas biaya pengadaan tanah dibebankan oleh pihak yang memiliki lahan untuk dibangun, sedangkan biaya pembangunan disepakati dibebankan oleh pihak lain yang melaksanakan pembangunan. Begitu pula untuk pengakuan pendapatan, harus disesuaikan dengan kesepakatan antar pihak misalnya berdasarkan prosentase pembiayaannya. Aspek perpajakan yang terkait dapat diidentifikasikan, yaitu : a. Mengingat bahwa Kerjasama Operasi bukan merupakan Subjek Pajak, maka Kerjasama Operasi tidak berkewajiban untuk menyampaikan laporan dan membayar PPh Pasal 25 serta PPh Pasal 29, sedangkan kewajiban yang ada hanya sebagai Wajib Pajak pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26. b. Untuk kewajiban PPN, sangat tergantung dengan atas nama pihak mana yang akan menjual produk propertinya. Apabila hasil produksi dijual atas nama KSO maka KSO wajib dikukuhkan sebagai PKP dan otomatis atas pelaksanaan pembangunan, PPN Masukan atas pembelian sangat terkait. Sedangkan apabila hasil produksi dijual atas nama salah satu pihak yang bekerja sama maka pihak tersebutlah yang melaksanakan segala kewajiban PPN termasuk mengadministrasikan PPN Masukannya dan KSO tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP. Jika pembangunan dilaksanakan oleh pihak lain atau membentuk



badan



usaha



baru



yang



khusus



melaksanakan



pembangunan maka kewajiban perpajakan terkait masalah perpajakan seperti PPh Pasal 21 atas pembayaran upah pekerja proyek, PPh Pasal 23/26 atas sewa alat & pemakaian jasa, PPh Pasal 22 atas pembelian



13



impor (bila ada) dan PPN Masukan atas pembelian berada di pihak lain tersebut atau badan baru yang dibentuk. Jika pembangunan dilaksanakan oleh pihak lain dalam format Bangun Guna Serah maka aspek perpajakan yang terkait sesuai ketentuan Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang



Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap



pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer), antara lain diatur bahwa: a. Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer) adalah bentuk perjanjain kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan



tersebut



kepada



pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir; b. Biaya mendirikan bangunan di atas tanah yang dikeluarkan oleh investor merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan jumlah biaya yang dikeluarkan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah



yang sama besar setiap tahun



selama masa perjanjian bangun guna serah; c. Amortisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dimulai pada tahun bangunan tersebut mulai digunakan atau diusahakan oleh investor; d. Penghasilan investor sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh investor dari pengusahaan bangunan yang didirikan; e. Apabila dalam pelaksanaan bangun guna serah diberikan penggantian atau imbalan kepada investor, maka penggantian atau imbalan tersebut adalah penghasilan bagi investor dalam tahun diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut. f. Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian bangun guna serah berakhir adalah merupakan penghasilan bagi pemegang hak atas tanah



14



yang terutang PPh Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. 3. Pemasaran produk Aspek perpajakan yang terkait akan berbeda sesuai dengan cara pemasaran produk yang dijalankan. Aspek perpajakan yang terkait apabila produk dijual langsung ke konsumen dapat diidentifikasi sebagai berikut : a. Pajak penghasilan dari penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PPHTB) yang bersifat Final. Namun apabila format bisnis yang dijalankan dalam bentuk KSO maka PPh dibayar oleh masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO (Kesepakatan). b. PPN Keluaran atas pemungutan PPN terhadap penjualan produk apabila dijual sendiri. Namun apabila dalam bentuk KSO, maka kewajiban



pemungutan



PPN



tergantung



pihak



mana



yang



disewakan



dapat



mengatasnamakan penjualan produk. Aspek



perpajakan



yang



terkait



apabila



produk



diidentifikasikan sebagai berikut: a. PPh Pasal 4 ayat (2) atas persewaan tanah dan/atau bangunan yang bersifat Final. Namun apabila format bisnis yang dijalankan dalam bentuk KSO maka PPh dibayar oleh masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO (Kesepakatan). b. PPN Keluaran atas pemungutan PPN terhadap persewaan produk apabila dijual sendiri. Namun apabila dalam bentuk KSO, maka kewajiban



pemungutan



PPN



tergantung



pihak



mana



yang



mengatasnamakan penjualan produk Aspek perpajakan yang terkait apabila produk dihasilkan melalui BOT dapat diidentifikasikan sebagai berikut : a. Apabila perusahaan berlaku sebagai pihak pemegang hak atas tanah maka PPh Pasal 4 ayat (2) (PPHTB) yang terutang atas penghasilan pengalihan bangunan apabila bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian bangun guna serah berakhir. 15



b. Apabila perusahaan berlaku sebagai investor yang melakukan pembangunan maka aspek perpajakannya adalah atas penghasilan yang diterima atau diperoleh investor dari pengusahaan bangunan yang didirikan seperti disewakan, pengusahaan hotel, fasilitas oleh raga dll yaitu PPh atas penghasilan badan (Pasal 17 UU PPh) Perlu ditambahkan bahwa dalam pelaksanaan pemasaran produk property juga akan selalu terkait dengan fasilitas perpajakan maupun pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas produk tertentu. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Impor atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu dan atau Penyerahan Jasa Tertentu yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, yang menyatakan rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Penjualan yang dikategorikan barang mewah yang diatur lebih lanjut dalam KMK No.103/PMK.03/2009 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang kenai PPnBM dengan tarif 20% yaitu dalam lingkup bisnis ini adalah Rumah dan town house dari jenis non strata title, dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih dan Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya, dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 26/PJ/2010 tentang tata cara penelitian Surat Setoran Pajak dari penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, untuk keperluan penelitian Surat Setoran Pajak atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau kuasanya harus mengajukan formulir penelitian Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan yang dialihkan haknya.



16



3.2 Perhitungan Perpajakan atas Properti



1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Pajak ini ditetapkan berdasarkan UndangUndang No. 12 tahun 1985 dan mulai berlaku sejak Januari 1986. Batas nilai jual properti yang kena pajak, minimal sebesar Rp 8 juta. Tetapi undang-undang ini juga memungkinkan pengurangan pajak maksimal 75 persen, bahkan untuk objek pajak yang terkena bencana alam akan diberikan pengurangan pajak hingga 100%. Biasanya, tagihan PBB ini dilayangkan pemerintah setiap bulan Maret, melalui aparat desa setempat dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan setiap tahun. Dalam SPPT tercantum nama wajib pajak, besarnya pajak yang harus dibayar dan perhitungannya, serta di bank mana pajak itu harus dibayar. Adapun pembayarannya harus dilakukan paling lambat 6 bulan setelah SPPT diterbitkan ke loket-loket terdekat yang disediakan atau ke kantor-kantor bank yang ditunjuk pemerintah. Setelah melakukan pembayaran, harap bukti pembayarannya disimpan. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan wajib pajak belum membayar, maka akan dikenakan denda 2 % per bulan hingga maksimal 24 bulan. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dan besarnya PBB yang terutang oleh setiap wajib pajak adalah 0,5 persen dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan. Tetapi untuk daerah-daerah tertentu, sesuai dengan perkembangan daerahnya, NJOP dapat ditetapkan setiap tahun. NJOP itu sendiri adalah harga nilai properti yang kita miliki sesuai dengan perhitungan dari pemerintah. Nilai Jual Kena Pajak adalah 20 % dari Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) untuk properti dengan NJOP dibawah 1 miliar rupiah dan 40 % untuk NJOP di atas 1 miliar rupiah. Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Perlu menjadi catatan kita bahwa besarnya NJOPTKP berbeda-beda setiap daerah. PBB = 0,5 % x NJKP NJKP = 20 % atau 40 % x NJOPKP NJOPKP = NJOP – NJOPTKP Berikut adalah contoh yang ada :



17



Kita memiliki properti di daerah Pamulang, Tangerang Selatan berupa Rumah. Berdasarkan NJOP yang ada di daerah Pamulang, properti kita berharga 110 juta rupiah. Pemerintah Kota Tangerang Selatan menetapkan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebesar 10 juta rupiah. Maka Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) properti kita adalah NJOP properti kita dikurangi dengan NJOPTKP yaitu 110 juta rupiah – 10 juta rupiah = 100 juta rupiah. Selanjutnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) properti kita sebesar 20 % (karena nilai NJOP properti kita di bawah 1 miliar rupiah) x 100 juta rupiah (NJOPKP), yaitu sebesar 20 juta rupiah. Maka PBB yang harus kita bayarkan adalah 0,5 % x 20 juta rupiah (NJKP) sebesar 100 ribu rupiah. NJOP



= Rp110.000.000



NJOPTKP = Rp10.000.000 NJOPKP = NJOP – NJOPTKP = Rp110.000.000 – Rp10.000.000 = Rp100.000.000 NJKP = 20 % x Rp100.000.000 = Rp 20.000.000 PBB



= 0,5 % x Rp20.000.000 = Rp100.000



2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) BPHTB ini dikenakan kepada pembeli properti. Jenis pajak ini diatur oleh UndangUndang No. 21 Tahun 1997 dan terhitung efektif mulai 1 Januari 1998. Dalam undang-undang ini, yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pribadi atau badan, yang meliputi : a. Jual Beli. b. Tukar-menukar. c. Hibah. d. Hibah Wasiat. e. Hadiah. f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya. g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. h. Penunjukan pembeli dalam lelang. i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. j. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan pajak dan di luar pelepasan hak. Sementara yang tidak dikenakan BPHTB adalah : a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas timbal balik. 18



b. Negara. c. Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh menteri. d. Orang pribadi atau Organiasi karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. e. Wakaf. f. Warisan. g. Digunakan untuk kepentingan ibadah. Bea (Pajak) ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru atau lama yang dibeli dari developer atau perorangan. Besarnya tarif pajak (bea) ditetapkan sebesar 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Bila nilai transaksi 60 juta rupiah atau di bawahnya tidak terkena pajak ini. Nilai NPOPTKP ini berbeda-beda di setiap daerah, misalkan untuk dari daerah Jakarta sebesar 60 juta rupiah sedangkan daerah tangerang sebesar 30 juta rupiah. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : Nilai transaksi dari membeli rumah (harga beli rumah) di daerah tangerang adalah sebesar 130 juta rupiah. Maka besarnya BPHTB adalah sebesar 5 % x (130 juta rupiah – 30 juta rupiah) = 5 juta rupiah. BPHTB = 5 % x (Nilai Transaksi – NPOPTKP) 3. Pajak Penghasilan (PPh) Pajak ini dikenakan kepada pihak penjual properti perorangan. PPh diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994, dimana atas penghasilan yang diterima oleh pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang jumlahnya lebih dari 60 juta rupiah. Jika dibawah 60 juta rupiah maka penjual tidak dikenakan pajak PPh ini. Khusus untuk pihak developer, pajak ini dibayarkan melalui PPh tahunan. Besarnya nilai pajak ini adalah 5 % dari nilai transaksi. PPh = 5 % x Nilai Transaksi Pengalihan hak atas tanah dan bangunan terdiri atas : a. Penjualan, tukar-menukar, dan perjanjian hak. Pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.



19



b. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain, kepada pemerintah untuk pembangunan, termasuk untuk kepentingan umum, baik yang memerlukan atau tidak memerlukan persyaratan khusus. 4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak ini dikenakan kepada pihak pembeli properti dan hanya dikenakan satu kali saat membeli properti baru, baik dari pihak developer maupun perorangan. Properti yang dipungut PPN nilainya di atas 36 juta rupiah. Jika membeli properti dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya dilakukan melalui developer. Namun, jika kita membeli dari peorangan maka pembayaran dilakukan sendiri setelah transaksi selesai dilakukan selambat-lambatnya tanggal 15 pada bulan berikutnya dan dilaporkan kepada kantor pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 pada bulan berikutnya tersebut. Besarnya dinilai PPN adalah 10 % dari nilai transaksi. PPN = 10 % x Nilai Transaksi 5. Bea Balik Nama (BBN) Pajak BBN ini dikenakan kepada pihak pembeli untuk proses balik nama sertifikat properti yang ditransaksikan dari penjual kepada pihak pembeli. Umumnya properti yang dibeli melalui pihak developer, pajak BBN ini diurus oleh pihak developer dan konsumen tinggal membayarnya. Namun, jika kita membeli properti secara perorangan, biaya BBN ini diurus sendiri oleh pihak pembeli atau bisa sekalian diurus oleh pihak notaris. Besarnya pajak BBN berbeda-beda di setiap daerah, namun rata-rata sekitar 2 % dari nilai transaksi. BBN = 2 % x Nilai Transaksi 6. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) PPnBM ini hanya dikenakan kepada pihak pembeli properti yang membeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang mewah. Properti yang masuk kategori ini, luas bangunannya > 150 m2 atau harga jual bangunannya > 4 juta rupiah/m2. Besarnya PPnBM adalah sebesar 20 % dari harga jual dan dibayarkan saat bertransaksi. PPnBM ini tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan. PPnBM = 20 % x Nilai Transaksi



20



Penjelasan mengenai kepastian biaya pajak di setiap daerah bisa didapatkan melalui kantor pemerintah daerah serta kantor pajak setempat yang menangani mengenai perpajakan. Untuk pembayaran dari pajak-pajak yang telah disebutkan di atas bisa dilakukan secara perorangan atau melalui pihak notaris atau pihak developer.



BAB IV PENUTUP



A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu dapat ditarik kesimpulan antara lain sebagai berikut: 1. Proses pemungutan perpajakan terkait usaha di bidang properti meliputi: a. Proses produksi (pengadaan / pembebasan lahan, pelaksanaan pembangunan /



konstruksi) sampai pemasaran produk dilakukan sendiri. b. Proses produksi sampai pemasaran produk dilakukan melalui Kerja Sama Operasi



(KSO) / Joint Operation. c. Proses pengadaan lahan



dilakukan



sendiri



sedangkan



pelaksanaan



pembangunan/konstruksi & pemasaran produk dilakukan oleh pihak lain atau membentuk badan usaha baru. d. Proses pengadaan lahan dilakukan sendiri sedangkan proses produksi & pemasaran dilanjutkan dalam format Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah. e. Perhitungan yang terdapat atas Pajak properti meiputi PBB, BPHTB, PPh, PPn, BBN, PPn BM. B. Saran 1. Pengenaan pajak terkait usaha di bidang properti harus didasarkan pada nilai jual objek pajak dan perhitungan perpajakan terkait usaha di bidang properti harus 21



senantiasa diperhitungkan secara rinci dan transparan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dinamis dan memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat.



22