Al Hiwalah SemesterVII Atik - Sabtu Soni [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AL-HAWALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Pada Mata Kuliah Fiqih Muamalah



FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM PROGRAM STUDI D.III PERBANKAN SYARIAH



Di Susun Oleh : ........................................ NPM. .........................



INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU METRO LAMPUNG 1439 H/ 2017 M



i



KATA PENGANTAR



Segala puji syukur yang kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hidayah untuk berpikir sehingga dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Fiqih Muamalah. Dalam penulisan ini kami tulis dalam bentuk sederhana, sekali mengingat keterbatasan yang ada pada diri penulis sehingga semua yang ditulis masih sangat jauh dari sempurna. Atas jasanya semoga Allah SWT memberikan imbalan dan tertulisnya laporan observasi ini dapat bermanfaat dan kami minta ma’af sebelumnya kepada Dosen, apabila ini masih belum mencapai sempurna kami sangat berharap atas kritik dan saran-saran nya yang sifatnya membangun tentunya.



Metro,



Desember 2017



Penulis



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL........................................................................................ i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3 A. Pengertian Al-Hawalah ........................................................................ 3 B. Dasar Hukum Al-Hawalah ................................................................... 5 C. Rukun Al-Hawalah............................................................................... 6 D. Syarat Al-hawalah ................................................................................ 7 E. Macam-Macam Hawalah ..................................................................... 8 F. Skema Al-Hawalah .............................................................................. 9 G. Beban Muhil setelah Hawalah ............................................................. 9 H. Aplikasi Al-Hawalah dalam Perbankan Syariah .................................. 11 I. Manfaat dan Risiki al-Hawalah............................................................ 13 BAB III PENUTP ......................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Melihat dari berbagai kontrak perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat maka, perjanjian yang berdasarkan syariah sangat menarik untuk dipelajari dan didalami dasar-dasar prinsipnya. Dimasyarakat mungkin sudahsangat biasa dengan istilah sewa menyewa, jual beli, gadai, serta hutang piutang. Dalam produk perbankan syariah sudah sangat jelas bahwa produkproduk yang berdasarkan prinsip tersebut merupakan produk yang sudah menjadi cirri dari sebuah perbankan, terutama perbankan syariah. Dalam bab ini kami akan mengupas tentang salah produk perbankan syariah yang berdasarkan prinsip hutang piutang dan merupakan produk jasa di perbankan syariah. Kami akan mengupas tentang produk hawalah atau biasa disebut dengan pengalihan hutang. Hawalah merupakan suatu akad pemindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang). Sehingga dalam hawalah ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Dan pengalihan penagihan hutang ini dibenarkan oleh syariah dan telah dipraktekkan oleh kaum Muslimin dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Dalam al-Qur’an kaum Muslimin diperintahkan untuk saling tolong menolong satu sama lain. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Firman Allah : (QS.Al-Maidah: 2 ) Akad hawalah merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang merupakan manifestasi dari semangat ayat tersebut. Untuk lebih jelasnya akan kami sampaikan pada bab selanjutnya yang pembahasanya akan lebih rinci dan mendalam. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian al-Hiwalah? 2. Bagaimana dasar hukum al-Hawalah?



1



3. Apa saja rukun al-Hawalah? 4. Apa saja syarat al-Hawalah? 5. Apa saja macam-macam al-Hawalah? 6. Bagaimana skema al-Hawalah? 7. Bagaimana beban muhil setelah Hawalah? 8. Bagaimana aplikasi al-Hawalah dalam Perbankan Syariah? 9. Bagaimana manfaat dan risiko al-Hawalah?



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Al-Hiwalah Al-hiwalah secara bahasa artinya al-Intiqal (pindah), diucapkan, Hāla ‘anil ‘ahdi, (berpindah, berpaling, berbalik dari janji), Sedangkan secara istilah, definisi al-Hiwalah menurut ulama Hanafiyyah adalah memindah (alNaqlu) penuntutan atau penagihan dari tanggungan pihak yang berutang (alMadin) kepada tanggungan pihak al-Multazim (yang harus membayar utang, dalam hal ini adalah al-Muhal ‘alaihi). Berbeda dengan al-Kafalah yang artinya adalah al-Dham-mu (menggabungkan tanggungan) di dalam penuntutan atau penagihan, bukan al-Naqlu (memindah). Maka oleh karena itu, dengan adanya al-hiwalah, menurut kesepakatan ulama, pihak yang berutang (dalam hal ini maksudnya adalah al-Muhil) tidak di tagih lagi.1 Menurut Zainul Arifin hiwalah adalah akad pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dengan demikian di dalamnya terdapat tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang (muhal atau da’in), dan pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih).2 Al-Hawalah atau al-hiwalah merupakan pemindahan kewajiban membayar utang dari orang yang berutang kepada orang yang berutang lainnya. Al-Hawalah juga diartikan Pengalihan kewajiban membayar utang dari beban pihak pertama kepada pihak lain yang berutang kepadanya atas dasar saling mempercayai. Dalam akad al-hawalah, terdapat tiga pihak yang terkait antara lain: muhal (pemberi pinjaman), muhil (penerima pinjaman), dan muhal alaih (penerima pinjaman dari muhil). Muhal memberikan pinjaman kepada muhil, sementara itu muhil masih memiliki piutang pada muhal alaih, atau muhal alaih memiliki utang kepada muhil. Pada saat muhil 1 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hal. 84-85 2 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hal. 153



3



tidak mampu melakukan pembayaran atas utangnya kepada muhal, maka muhal mengalihkan utangnya kepada muhal alaih. Dengan demikian, muhal alaih tidak harus membayar utang kepada muhil, akan tetapi membayar utangnya kepada muhal. Dari transaksi pengalihan utang piutang ini, maka utang muhil kepada muhal menjadi lunas, karena muhal alaih yang akan melakukan pembayaran atas utang muhil.3 Selain itu, Pengertian lain dari Hiwalah ialah proses pemindahan tanggung jawab pembayaran hutang dimana A mempunyai hutang ke C dan dalam waktu yang sama B mempunyai hutang ke A atas persetujuan bersama B melunasi hutang A ke C. Secara Etimologi, Al-Hawalah berarti pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit, memikul sesuatu diatas pundak. Sedangkan secara terminologi Al-Hawalah didefinisikan dengan: Pemindahan kewajiban membayar hutang dari orang membayar hutang (al Muhil) kepada orang yang berhutang lainya (al muhtal alaih) 1. Menurut Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa Hawalah adalah:



‫نقل الحق من دمة المحيل إلى دمة المحال عليه‬ Artinya: “Pemindahan kewajiban dari beban yang memindahkan menjadi beban yang menerima pemindahan”. 2. Menurut Idris Ahmad, Hawalah adalah “Semacam akad (ijab qobul) pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain, dimana orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang memindahkan. 3. Sedangkan menurut Fuqaha bahwa Hawalah (perpindahan utang) merupakan suatu muamalah yang memandang persetujuan dari kedua belah pihak.4



3 4



Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) , hal.206 Duniapendidikan33.blogspit.co.id, Selasa, Pukul. 13.05 WIB



4



B. Dasar Hukum Al-Hawalah 1. Al-Qur’an Landasan syariah atas hiwalah dapat dijumpai dalam al-Qur’an, Hadis dan Ijmak. Landasan syariah hiwalah dalam al-Qur’an Surat AlBaqarah: 282, yaitu :



               ...   Artinya:



Hai



orang-orang



yang



beriman,



apabila



kamu



bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar...” (QS. A-Baqarah: 282)5 2. Hadis Hadis Nabi yang dapat dijadikan dasar hukum beroperasionalnya kegiatan ijarah, diantaranya: “Dari Abu Hurairah r.a bersabda Rasulullah Saw, menunda-nunda pembayaran bagi orang yang telah mampu adalah suatu kezaliman, apabila salah seorang di antaramu diminta untuk dialihkan pembayaran hutangnya kepada yang



berkemampuan maka



terimalah.” (HR.Bukhari Muslim).6 3. Ijma’ Para ulama telah berkonsensus akan keabsahan hiwalah karena ia merupakan proses pemindahan hutang dan bukan barang. Hal ini sejalan dengan kaidah dasar di bidang muamalah, bahwa semua bentuk muamalah di perbolehkan kecuali ada dalil yang tegas melarangnya. Selain itu ulama sepakat membolehkan hiwalah. Hiwalah dibolehkan pada utang yang



5 Depag RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, Juz 2, (Bandung: CV Penerbit Jumanatul Aliart, 2005), hal. 50 6 Imam Abu Fadhili Ahmad bin Ali bin Hajar Al ’Asqalani, Bulughul Maram, (Surabaya: Darul I’lmi. Tt). hal. 180



5



tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu, harus pada uang atau kewajiban finansial.7 4. Qiyas Menurut metodologi usul fiqh Hiwalah dapat dianalogikan dengan al-kafalah. Keterangan: Dalam dunia perbankan Hiwalah dapat diterapkan dalam proses “Debt Transfer”. Mengacu pada pengertian diatas debt transfer dapat dilakukan karena: a. Dapat dianggap sebagai nasabah b. Dapat dianggap sebagai bank c. Dapat dianggap sebagai mitra usaha nasabah Hutang A ke C adalah transaksi



yang harus dilunasi akibat



bisnis/perdagangan diantara mereka. Hutang B ke A adalah deposit nasabah dibank atas permintaan A, B dapat melakukan pemindahbukuan in favor of



C untuk usaha ini bank dapat mengenakan fee kepada



nasabah.8 C. Rukun Al-Hawalah Dalam transaksi perbankan, akad Al-Hawalah dapat diaplikasikan dalam produk bank syariah asal memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa rukun al-hawalah antara lain: 1. Para pihak yang melakukan akad al-hawalah antara lain: muhal, muhil dan muhal alaih, syarat-syarat pihak yang melakukan akad antara lain: a. Cakap dalam melakukan hukum, baligh dan berakal. Dengan demikian, al- hawalah tidak sah bila dilaksanakan oleh anak kecil atau orang gila. b. Kerelaan masing-masing yang terlibat dalam akad al-hawalah



M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, (Jakarta: Sema insani, 2001), hal. 126-127 Muhammad, Sistem &Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2008), hal.39 7 8



6



c. Persetujuan adanya pengalihan utang dari pihak kedua yaitu muhil kepada muhal alaih untuk membayar utangnya kepada muhal. 2. Adanya utang muhil kepada muhal. Utang piutang tersebut telah ada sebelum akan al-hawalah dilaksanakan. 3. Adanya utang muhal alaih kepada muhil. Utang Piutang ini juga sudah terjadi



sebelum akad dilaksanakan. Jumlah utang muhil kepada muhal



dan utang muhal alaih kepada muhil jumlahnya tidak harus sama. 4. Sighat (ijab kabul), ijab kabul ini harus dinyatakan secara tertulis.



D. Syarat-Syarat Hawalah Para ulama fiqih dari kalangan hanafi, Malaiki, Syafi’I, dan Hambali. Berpendapat bahwa hawalah dapat syah apabila terpenuhinnya syarat-syarat yang berkaitan dengan pihak petama pihak kedua dan pihak ketiga, serta yang berkaitan tenang hak itu sendiri. Syarat-syarat pihak pertama, yaitu: a. Baliq dan berakal b. Ada peryataan persetujuan Syarat-syarat Pihak kedua, yaitu: a. Baliq dan berakal b. Adanya persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yang melakukan hiwalah, atas pertimbangan kebiasaan orang dalam membayar hutang berbeda-beda. Syarat-Syarat Pihak ketiga yaitu: a. Baliq dan berakal b. Menurut Hanafi mensyaratkan adanya peryataan persetujuan dari pihak ketiga, sedangkan madzhab lainya tidak mensyaratkan hal itu. Syarat-syarat yang diperlukan terhadap al Muhalbih, a. Yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang-piutang yang sudah pasti.



7



b. Apabila penggalihan hutang itu dalam bentuk hiwalah muqayadah, semua ulama fiqih sepakat bahwa baik utang pihak pertama kepada pihak kedua maupun utang pihak ketiga kepada pihak pertama mestilah sama jumlah dan kualitasnya. c. Ulama dari Madzhab Syafi’i menambahkan bahwa kedua utang itu mesti sama pula waktu jatuh tempo pembayarannya.



E. Macam-Macam Hawalah Dalam pelaksanaannya, Hawalah ada dua yaitu Hawalah Muthalaqoh dan Muqayyadah. 1) Hiwalah Al-Muqayyadah (pemindahan bersyarat) yaitu pemindahan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua. Contoh : Jika A berpiutang kepada B sebesar satu juta rupiah. Sedangkan B berpiutang kepada C juga sebesar satu juta rupiah. B kemudian memindahkan atau mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang terdapat pada C kepada A, sebagai ganti pembayaran utang B kepada A. Dengan demikian, hiwalah al-muqayyadah, pada satu sisi merupakan hiwalah al-haqq, karena B mengalihkan hak menuntut piutangnya dari C kepada A. Sedangkan pada posisi lain, sekaligus merupakan hiwalah addain, karena B mengalihkan kewajibannya membayar utang kepada A menjadi kewajiban C kepada A. 2) Hiwalah Al-Mutlaqah (pemindahan mutlak) yaitu pemindahan utang yang tidak ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua. Contoh : Jika A berutang kepada B sebesar satu juta rupiah. C berutang kepada A juga sebesar satu juta rupiah. A mengalihkan utangnya kepada C, sehingga C berkewajiban membayar utang A kepada B, tanpa menyebutkan bahwa pemindahan utang tersebut sebagai ganti dari pembayaran utang C kepada A. Dengan demikian hiwalah al-



8



mutlaqah hanya mengandung hiwalah ad-dain, karena yang dipindahkan hanya utang A terhadap B menjadi utang C terhadap B.9



Hawalah Muthalaqoh tidak diperbolehkan oleh para ulama, kecuali ulama Hanafiyah, alasan ulama (tiga madzhab selain Hanafiyah) yang melarang hawalah semacam ini adalah karena orang yang dipindahkan pembayaran utang (muhal alaih) tidak ada hubungannya dengan orang yang memindahkan utang (muhil). Artinya ia tidak mempunyai kewajiban yang harus ditanggung dan dibayarkan kepada muhil, sehingga jika hal ini terrjadi berarti bukan hawalah, melainkan kafalah. Ditinjau dari segi obyeknya Hiwalah dibagi 2, yaitu : 1. Hawalah Al-Haqq (pemindahan hak) Hawalah haqq adalah pemindahan piutang dari satu piutang kepada piutang yang lain atau pemindahan hak untuk menuntut hutang. Dalam hal ini yang bertindak sebagai muhil adalah pemberi hutang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang berganti adalah piutang. Ini terjadi piutang A mempunyai hutang kepada piutang B. 2. Hawalah Ad-Dain (pemindahan hutang) Hawalah Ad-Dain adalah pemindahan hutang kepada orang lain yang mempunyai hutang kepadanya. Ini berbeda dari hiwalah haqq, karena pengertiannya sama dengan hawalah yang telah diterangkan di depan yakni yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar hutang.10



9 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 95-96 10 Wahbah az-Zuhaili, Op.Cit., hal. 86



9



F. Skema Al-Hawalah Gambar : Skema Proses Hiwalah11



G. Beban Muhil Setelah Hawalah Dalam buku fiqh sunnah, Sayyid Sabiq mengatakan bahwa apbila hawalah berjalan sah, dengan sendirinya tanggung jawab muhil menjadi gugur, andai kata muhal alaih mengalami kebangkrutan atau menbantah adanya hawalah atau meninggal dunia maka pihak kedua (muhal) tidak boleh kembali lagi berurusan dengan pihak pertama (muhil) karena memeng utangnya telah dihawalahkan. Demikianlah pendapat jumhur ulama. Berbeda dengan Jumhur Ulama, Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam keadaan muhal alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, maka orang yang mengutangkannya (al muhal) boleh menagih utangnya lagi kepada pihak pertama (muhil). Sementara madzhab maliki berpendapat 11



Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008),



hal. 108



10



apabila muhil telah menipu muhal ternyata muhal alaih adalah orang fakir yang tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar , maka muhal boleh kembali lagi kepada muhil. Dalam Al-Muwatta Imam Malik menulis bahwa orang yang menghawalahkan utang kepada orang lain, kemudian muhal alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia dan ia belum membayar kewajibannya, maka muhal tidak boleh kembali kepada muhil. Perlu dikemukakan bahwa akad hawalah ini mempunyai jangka waktu berlakunya. Akad Hawalah akan berakhir apabila : 1. Salah satu pihak yang sedang melakukan akad itu membatalkan akad hawalah sebelum akad itu berlaku secara tetap. Dengan adanya pembatalan akad itu pihak kedua kembali berhak menuntut pembayaran utang kepada pihak pertama. 2. Pihak ketiga telah melunasi utang yang dialihkan itu kepada pihak kedua. 3. Pihak kedua menghibahkan atau menyedahkan harta yang merupakan utang dalam akad hawalah itu kepada pihak ketiga. 4. Pihak kedua membebaskan pihak ketiga dari kewajibannya untuk membayar utang yang dialihkan itu. 5. Pihak kedua wafat, sedangkan pihak ketiga merupakan ahli waris yang mewarisi harta pihak kedua. Dalam hal ini tentu beban utang pihak ketiga tersebut diperhitungkan dalam pembagian warisan.12



H. Aplikasi Al-Hawalah Dalam Perbankan Syariah Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut : 1. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu. 2. Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayarkan dulu piutang tersebut. 12



fuej92.blogspot.co.id, Selasa, Pukul 14.45 Wib



11



3. Bill discounting. Secara prinsip bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya saja, dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak hawalah.13 Salah satu contoh dari aplikasi modern hiwalah atau take over (pengalihan utang) dalam perbankan yaitu adanya sistem Anjungan Tunai Mandiri yang biasa kita kenal dengan sebutan ATM dan sistem yang lainnya. Teknis penerapan akad hiwalah sebagai produk perbankan syaraih di bidang jasa dapat berpedoman pada SEBI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008. SEBI ini memberikan ketentuan bagi hiwalah mutlaqah maupun hiwalah muqayyadah. Dalam pelaksanaan jasa dalam bentuk pemberian jasa pengalihan utang atas dasar akad Hiwalah Mutlaqah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : 1. Bank bertindak sebagai pihak yang menerima pengalihan utang atas utang nasabah kepada pihak ktiga 2. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik pemberian jasa pengalihan utang atas dasar akad hiwalah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah 3. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pemberian jasa pengaliah utang atas dasar akad hiwalah bagi nasabah yang antara lain meliputi aspek perseonal berupa analisa atas karakter dan aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan prospek usaha (condition). 4. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertuliis berupa akad pengalihan utang atas dasar hiwalah 5. Nilai pengalihan utang harus sebesar nilai nominal 6. Bank menyediakan dana talangan (Qardh) sebesar nilai pengalihan utang nasabah kepada pihak ketiga 13



Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit., hal. 127



12



7. Bank dapat meminta imbalan (ujrah) atau fee dalam batas kewajaran kepada nasabah 8. Bank dapat mengenakan biaya administrasi dalam batas kewajaran kepada nasabah. Kemudian dalam kegiatan pelayanan jasa dalam bentuk akad Hiwalah Muqayyadah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : 1. Ketentuan kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pemberian jasa pengalihan utang atas dasar akad hiwalah mutlaqah sebagaimana dimaksud pada angka 2 kecuali huruf a, f, dan g. 2. Bank bertindak sebagai pihak yang menerima pengalihan utang atas utang nasabah kepada pihak ketiga, dimana sebelumnya bank memiliki utang kepada nasabah 3. Jumlah utang nasabah kepada pihak ketiga yang bisa diambil alih oleh bank, paling besar sebanyak nilai utang bank kepada nasabah.14 I. Manfaat Dan Resiko Al-Hawalah 1. Manfaat Al-Hawalah Seperti diuraikan diatas, akad hawalah dapat memberikan banyak sekali manfaat dan keuntungan, di antaranya: c. Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan simultan d. Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan e. Dapat menjadi salah satu fee-basedincome sumber pendapatan non pembiayaan bagi bank syariah.15 2. Resiko Al-Hawalah Adapun resiko yang harus diwaspadai dari kontrak hawalah adalah adanya kecurangan nasabah dengan memberi invoice palsu atau wanprestasi (ingkar janji) untuk memenuhi kewajiban hawalah ke bank.16



14



Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit., hal. 155-158 Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit., hal. 127 16 Ibid., hal. 127 15



13



BAB III PENUTUP



Demikianlah makalah tentang Pemindahan utang piutang (Hawalah) yang dapat kami uraikan, semoga memberikan manfaat bagi kita dan dapat menambah khazanah keilmuan, khususnya mengenai bahasan dalam Fiqh Mu’amalah. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam tulisan maupun penyusunannya, karena selain kami masih dalam tahap belajar, kami juga manusia biasa yang tidak akan lepas dari salah dan dosa. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi perbaikan makalah kami selanjutmya.



14



DAFTAR PUSTAKA



Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009) Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008 Depag RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, Juz 2, (Bandung: CV Penerbit Jumanatul Ali-art, 2005) http://Duniapendidikan33.blogspit.co.id/ http://fuej92.blogspot.co.id/ Imam Abu Fadhili Ahmad bin Ali bin Hajar Al ’Asqalani, Bulughul Maram, (Surabaya: Darul I’lmi. Tt). Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, (Jakarta: Sema insani, 2001) Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2008) Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007) Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 6, Penerjemah: Abdul Hayyie alKattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011)



15