HIWALAH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HIWALAH DOSEN PENGAMPU : Dr. Marliyah M.Ag



Nama Kelompok : ANDRI YUSUF SIREGAR KHAYLA MAYA AMALIA RIJA AINI YULIANA PIDA



PRODI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA



KATA PENGANTAR



Puji syukur saya ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan petunjuk Nya sehingga penulis dapat meneyelesaikan tugas makalah dengan judul “Hiwalah” ini dengan baik.Makalah ini disususun dengan maksud untuk memenuhi tugas Fiiqh Muamalah II serta memberikan pengetahuan baru bagi penulis dan pembaca mengenai muamalah khususnya hiwalah. Kami berharap semoga kedepannya makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik beserta sarannya yang bersifat membangun terciptanya makalah selanjutnya yang akan lebih baik.



PENULIS



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.............................................................................i DAFTAR ISI...........................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1 A. Latar Belakang Masalah..............................................................1 B. Rumusan Masalah.......................................................................1 C. Tujuan .........................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN........................................................................3 A. Definisi Hiwalah.........................................................................3 B. Dasar Hukum Hiwalah................................................................4 C. Rukun dan Syarat Hiwalah..........................................................7 D. Pembaguan Hiwalah....................................................................10 E. Aplikasi Hiwalah Dalam Perbankan Syariah..............................12 BAB III PENUTUP.................................................................................15 A. Kesimpulan .................................................................................15 B. Saran ...........................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................16



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang sempurna. Dengan demikian islam telah mengatur cara hidup manusia dengan system yang lengkap. Diantaranya bermuamalah kepada sesama manusia. Diantara muamalah yang telah diterapkan kepada kita adalah Al Hiwalah. Hiwalah merupakan system yang unik, yang sesuai untuk diadaptasikan kepada manusia. Hal ini dikarenakan hiwalah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Hiwalah sering berlaku dalam permasalah hutang piutang. Maka salah satu cara untuk menyelesaikan masalah hutang piutang tersebut dalam muamalah adalah dengan hiwalah. Hiwalah bukan saja digunakan untuk masalah hutang piutang namun juga digunakan sebagai pemindah dana dari individu kepada individu yang lain atau syarikat dan firma. Sebagaimana telah digunakan oleh sebagian system perbankan. Dalam hal ini kami sebagai pemakalah akan menjelaskan lebih lanjut dan rinci mengenai hiwalah pada bab-bab selanjutnya. Adapun hal yang akan dibahas adalah difinisi dari hiwalah, dasar hokum, rukun dan syarat dari hiwalah, pembagiannya dan aplikasi hiwalah di perbankan syariah. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi hiwalah ? 2. Apa yang menjadi dasar hokum hiwalah ? 3. Apa saja rukun dan syarat hiwalah ? 4. Apa saja pembagian hiwalah ? 5. Bagaimana aplikasi hiwalah di perbankan syariah ?



C. Tujuan Untuk mengetahui definisi dari hiwalah, dasar hokum dari hiwalah, rukun dan syarat hiwalah kemudian pembagiannya dan aplikasi hiwalah dalam perbankan syariah.



BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Hiwalah Menurut bahasa, kata al hiwalah huruf ha’ dibaca kasrah atau kadang-kadang dibaca



fathah



berasal



(pemindahan/pengalihan)1.



dari



kata



at-tahawwul



Abudurrahman



al-jaziri



yang



berarti



berpendapat



al bahwa



intiqal yang



dimaksud dengan hiwalah menurut etimologi adalah perpindahan satu tempat ketempat yang lain. Secara etimologi hiwalah juga berarti pengalihan, perpindahan, perubahan kulit dan memikul sesuatu diatas pundak. Untuk mengetahui lebih jauh tentang definisi hiwalah secara terminology berikut disampaikan definisi : 1.



Menurut Hanafiyah, yang dimaksud hiwalah adalah : “ memindahkan tagihan dari tanggungjawab yang berhutang kepada yang lain yang punya tanggungjawab kewajiban pula”.



2.



Sayyid Sabiq “ pemindahan utang dari tanggunagn muhil menjadi tanggungan muhal alih”.



3.



Abdurrahman al-jaziri “ pemindahan utang adri tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain”.



4.



Taqiyuddin “ pemindahan utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain”.



5.



Ensiklopedi hokum islam “ pemindahan haka tau kewajiban yang dilakukan pihak pertama kepada pihak kedua untuk menuntut pembayaran utang atau membayar utang dari atau pada pihak ketiga, karena pihak ketiga berutang kepada pihak pertama dan pihak pertama berutang kepada pihak kedua atau karena pihak pertama berutang kepada pihak ketiga disebabkan pihak kedua berutang kepada pihak pertama. Perpindahan itu dimaksudkan sebagai ganti



1



Wahbah Zuhaili,Al Fiqh Al Islamy Wa Adillatuh,Juz 5, Dal Fikr, Damaskus,1986, hal 143



pembayaran yang ditegaskan dalam akad ataupun tidak didasarkan kesepakatan bersama.2 6.



Syihab Al-Din Al-Qalbuyi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah ialah : “akad menetapkan pemindahan beban utang seseorang kepada yang lain”.



7.



Muhammad Syatha al-Dimyati berpendapat bahwa yang dimaksud hiwalah ialah : “akad yang menetapkan pemindahan utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain”.



8.



Ibrahin al-Banjuri berpendapat bahwa hiwalah ialah :”pemindahan kewajiban dari beban yang memindahkan menjadi beban yang menerima pemindahan”.



9.



Menurut Idris Ahmad, hiwalah adalah semacam akad (ijab Kabul) pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada orang lain, dimana orang lain itu mempunyai utangpula kepada yang memindahkannya. 3



B. Dasar Hukum Hiwalah Hiwalah adalah boleh dan disyariatkan dalam hukum islam. Dasar dibolehkannya hiwalah adalah Hadis riwayat Bukhari Dan Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :



“menunda-nunda pembayaran utang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah.” (H.R. Bukhari) Menurut Mazhab Hanbali, Ibnu Jarir, Abu Tsur dan az-zahiriyah bagi muhal wajib hukumnya menerima hiwalah. Adapun menurut jumhur ulama perintah pada hadis tersebut untuk menerima hiwalah hukumnya sunnah, bukan wajib, sebab 2 3



Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontempporer,(Medan : Febi Uinsu Press2018),hal 174-175 Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta : PT. Raja Grafindo,2008) ,hal 100-101



mungkin saja muhal’alaih mengalami kesulitan ekonomi atau sulit membayar utang, maka dalam hal ini ia tidak wajib menerima hawalah, bahkan hukumnya bukan sunnah. Pada hakikatnya transaksi hawalah menurut Hanabilah adalah transaksi irfaq (member manfaat). Namun, menurut Hanafiyah, Malikiyah, dan syafi-iyah hawalah adalah pengecualian dalam transaksi jual beli yaitu menjual utang dengan utang.4 Sebuah transaksi atau perbuatan seseorang dalam islam harus dilandasi dengan sumber-sumber hukum islam, agar dapat mengetahui transaksi atau perbuatan yang dilakukan melangggar hukum islam atau tidak. Begitu juga transaksi hiwalah untuk mengetahui kebolehannya harus dilihat dimana sumber hukum islam menyebutkan5 : 1. Al-Qur’an



“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.(Q.S.Al-Baqarah : 280)6 2. Hadis Pelaksanaan hiwalah (pemindahan utang) menurut nabi Muhammad SAW adalah dibolehkan, ini sesuai dengan hadis beliau :



Andri soemitra, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Mualamalah, (Jakarta Timur: Prenadamedia Group, 2019), hal.134-135 5 Ibid hal 175 6 Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Shahih Al Bukhari,juz 2 , Dar al-Fikr, Beirut,tt,hal 37 4



Artinya : Dari Abi Hurairah, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Memperlambat pembayaran utang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dilaihkan kepada orang ynag mudah membayar utang, maka hendaklah ia beralih (teria pengalihan tersebut) (H.R. Bukhari Muslim, 1981:683) Pada hadis diatas, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika orang yang berutang menghiwalahkan kepada orang kaya/mampu, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang kaya yang dihiwalahkan (muhal alaih).7 3. Ijma’ Para ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada hutang yang tidak berbentuk barang / benda, karena hawalah adalah perpindahan hutang, oleh sebab itu harus pada hutang atau kewajiban finansial.8 4. Qiyas Kebolehan akad hiwalah diqiyaskan (dianalogikan) kepada kebolehan akad kafalah. Karena didalamnya terdapat kesamaan dalam hal bahwa muhal ‘alaih dan kafil mempunyai keharusan melaksanakan haknoya dan kepercayaan dalam memindahkan penagihan hutang. Kalua muhal ‘alaih dalam hiwalah ststysnya sebagai orang yang mempunyai kewajiban membayar hutangnya muhil, maka kafil dalam kafalah statusnya orang yang mempunyai kewajiban menanggung makful ‘anhu. Jadi, diantara keduanya terdapat kesamaan sama-sama dibutuhkan manusia sebagai jalan untuk mempermudah dalam pembayaran hutang.9 Beberapa di antara konsekuensi-konsekuensi hukum ynag utama dari hiwalah anatara lain sebagai berikut (AAOIFI, satandar syariah No. 7, kalusul 7, klasul 8, dan klausul 9): 1. Hiwalah yang valid melepaskan pentrasfer dari segala liabilitas utang dan segala kalaim yang berkenaan dengannya. Dengan kata lain, penerima transfer tidak akan berhak menuntut bayaran dari pentransfer.meski demikian, jika penerimaan hiwlah didasarkan pada suatu syarat bahwa pembayar harus memilki asset yang 7



Ibid hal.176



Muhammad Syafii Antonio,Bank Syariah dan Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani,2012) hal Enang Hidayat, Transaksi Ekonomi Syari’ah,(Bandung : PT Remaja RosdakaryaOffset, 2016) hal 228 - 229 8 9



melebihi liabilitasnya, maka penerima transfer akan berhak dan menuntut bayaran sekiranya tidak memilki asset yang melebihi liabilitasnnya. 2. Penerima transfer berhak menuntut bayaran dari pentransfer pada situasi-situasi berikut : a) Kematian pembayar dalam kebangkrutan. b) Likuidasi suatu lembaga, yang adalah pembayar, sekiranya terjadi kebangkrutan sebelum pembayaran utang. c) Pembayar menyangkal penyimpulan kontrak hiwalah, dan telah mengambil sumpah di pengadilan berkenaan dengan efek ini serta bukti yang membuktikan sebaliknya. d) Pembayar dideklarasikan bangkrut menurut perintah pengadilan. 3. Penerima transfer berhak mengklaim jumlah utang yang ditetapkan baginya, melalui hiwalah, oleh pembayar. 4. Didalam hiwalah terikat, pentransfer tidak lagi berhak mengklaim kembali dari pembayar (yang sebelumnnya berutang kepadanya) jumlah yang ditransferkan kepada pembayar berkenaan dengan utang yang harus diselesaikan. 10



C. Rukun dan Syarat Hiwalah Menurut Hanafiyah, bahwa rukun hiwalah hanya satu, yaitu ijab dan qobul yang dilakukan antara yang menghiwlahkan dengan yang menerima hiwalah. Syaratsyarat hiwalah menurut Hnafiyah (al-jaziri,1987:212) : 1. Muhil Muhil adalah orang yang memindahkan utang. Muhil harus orang yang baliq, berakal, maka batal/tidak sah hiwalah yang dilakukan muhil dalam kedaan gila atau masih kecil. 2. Muhtal Muhtal adalah orang yang menerima hiwalah. Muhtal harus orang yang baliq, berakal, dan tidak sah jika hiwlah dilakukan Muhthal yang tidak berakal. 3. Muhal ‘alaih Muhal ‘alaih adalah orang yng dihiwalahi, juga disyaratkan baliq, berakaldan meridho’i. 4. Adanya utang Muhil Kepada Muhal alaih dan utang Muthal kepada Muhil



10



Asyraf Wajdi Dusuki, Sistem Keuangan Islam, (Depok :PT Raja Grafindo, 2015), hal.330-331



Rukun dan syarat hiwalah menurut hanafiah adalah : 1. Muhil, yaitu orang memindahkan utang. Ia berutang pada sesorang dan mempunyai piutang pada sesorang lalu, ia memindahkan pembayaran utangnya atas orang yang berutang padanya (syafi’1, 1982:125). Syarat-syaratnya adalah : a. Cakap dalam melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baliq, berakal, tidak sah hiwalah dilaukan oleh anak kecil walaupun ia sudah mengerti (Mumayyiz). b. Ada persetujuan (ridho), jika pihak Muhil ada paksaan untuk melakukan hiwalah, maka akad tidak sah (zuhaili, 1989,4191) 2. Muhal ‘alaih adalah orang yang dihiwalahi (orang yang berkewajiban melaksanaakan hiwalah), ia adalah orang yang mempuyai utang orang yang pertama (muhil), orang yang bekewajiban melaksanakan hiwalah. Syaratsyaratnya adalah : a. cakap dalam melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad yaity baliq, berakal, tidak sah hiwalah dilakukan oleh anak kecil walaupun ia sudah mengerti (Mumayyiz) b. ada persetujuan (ridho), jika pihak Muhi ada paksaan untuk melaukukan hiwalah, maka akad tidak sah. 3. Muhtal adalah orang yang menerima hiwlah atas hiwalah muhil, ia merupakan orang yang berpiutang pada pihak pertama (muhil). Syarat-syaratnya adalah : a. Cakap dalam melakukan tindakan hokum dalam bentuk akad, baliq, berakal, tidak sah hiwalah dilakukan oleh anak kecil walaupun ia sudah mengerti (Mumayyiz). b. Ada Ada persetujuan (ridho), jika pihak Muhil ada paksaan untuk melakukan hiwalah, maka akad tidak sah. Sebagian pendapat bahwa yang berhak rela (ridho), dalah, muhtal dan muhil, bagi muhal ‘alaih reala atau tidak akan memengaruhi sahnya hiwalah 4. Adanya utang, yaitu utang muhtal kepada muhil dan utang muhl kepada muhal ‘alaih. Syarat yang diperlukan terhadap utang yang dialihkan, ialah: a. Sesuatu yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang sudah pasti. b. Kedua uatng yang diaihkan adalah sama, baik jenisnya maupun kadarnya,peneyelsaiannya,tempo waktu, jumlahnya (Ruysd, t.t:224.



5. Shiqat Hiwalah, ialah ijab qobul. Ijab dari muhil dengan kata-katanya “aku menghiwalahkan utangku kepada si Anu”. Dan qobul adalah dari muhal ‘alaih dengan kata-katanya “aku terima hiwalah engkau” .11 Menurut syafi’iyah, rukun hiwalah itu ada empat, sebagai berikut: 1. Muhil, yaitu orang yang menghiwlahkan atau orang memindahkan utang. 2. Muhtal, yaitu orang yang dihiwlahkan, yaitu orang yang mempunyai utang kepada muhil. 3. Muhal’alaih, yaitu orang yang menerima hiwalah. 4. Shiqhat hiwalah, yaitu iajb dari muhil dengan kata-katanya “aku menghiwalahkan hutangku yang hak bagi engkau kepada anu” dan Kabul dari muhtal dengan kata-katanya. “Aku terima hiwalah engkau”. Sementara itu, syarat-syarat hiwalah menurut sayyid sabiq adalah sebagai berikut. 1. Relanya pihak mihil dan muhal tanpa muhal ‘alaih, jadi yang harus rela itu muhil dan muhal ‘alaih. Bagi muhal’alaih rela maupun tidak rela, tidak akan memengaruhi kesalahan hiwalah. Adajuga yang mengatakan bahwa muhal tidak disyaratkan rela, yang harus rela adalah muhil, hal ini karena Rasul telah bersabda yang artinya : “Dan jika salah seorang diantara kamu dihiwalahkan kepada orang yang kaya, maka terimalah.” 2. Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya, penyelesaiannya, tempo waktu, kualitas, dan kuantitasnya. 3. Stabilnya muhal’alaih, maka penghiwalahan kepada seorang yang tidak mampu membayar utang adalah batal. 4. Hak tersebut diketahui secara jelas.12



Apabila syarat-syarat hiwalah terpenuhi, maka akad dipandang sah dan berdampak hokum sebagai berikut : 11



Ibid hal.176-178



12



Ibid hal.101-102



a. Terbebasnya muhil dari kewajiban membayar hutang kepada muhal, karena menjadi tanggung jawab muhal ‘alaih. Pendapat ini disepakati para ulama. b. Muhal mempunyai wewenang menagih hutang kepada muhal ‘alaih dalam tanggungannya. Jika hutang dalam tanggungan itu lebih banyak daripada hutangnya muhal ‘alaih kepada muhil, maka segalanya menjadi tanggung jawab muhil. Pendapat ini disepakati para ulama. c. Muhal ‘alaih tidak boleh menolak apabila muhal mengaih kepadanya. d. Muhal ‘alaih mempunyai hak membatalkan menerima pemindahan tanggungan hutang atas keridhaan muhil setelah akad terjadi. Pendapat ini dikemukakan oleh mayoritas ulama. Hanafiyah memberikan syarat pembatalan pemindahan hutang tersebut atas keridhaan muhil.13



D. Pembagian Hiwalah Ditinjau dari segi obyeknya hiwalah dibagi 2, yaitu 1. Hiwalah Haq Hiwalah ini adalah pemindahan utang dari satu piutang kepada piutang yang lain dalam bentuk uang bukan dalam bentuk barang. Dalam hal ini yang bertindak sebagi muhil adalah pemberi utang dan ia mengalihkan haknya kepada pemberi hutang yang lain sedangkan orang yang berhutang tidak berubah atau berganti, yang berganti adalah piutang. Ini terjadi jika piutang A mempunyai hutang kepada piutang B. 2. Hiwalah Dayn Hiwalah ini adalah pemindahan hutang kepada orang lain yang mempunyai hutang kepadanya. Ini berbeda dengan hiwalah haq. Pada hakikatnya hiwalah dayn sama pengertiannya dengan hiwalah yang telah diterangkan terdahulu. 14



13



Ibid hal 97 Nizaruddin, Hiwalah dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah, STAIN Jurai Siwo Metro 14



Menurut Hanafiyah hiwalah dibagi dua, yaitu hiwalah muthlaqah dan muqayyadah: 1. Hiwalah Muthlaqah Hiwalah muthlaqah adalah perbuatan seseorang yang memindahkan utangnya kepada orang lain dengan tidak ditegaskan sebagai pemindahan utang. Menurut ketiga mazhab selain Hanafi, jika muhal ‘alaih tidak punya utang kepada muhil, maka hal ini sama degan kafalah, dan ini harus dengan keridhoan tiga pihak (muhtal, muhil dan muhal’alaih). Contoh : A berutang kepada B sebesar Rp. 5.000.000,00. A mengalihkan utangnya kepada C, sehingga C berkewajiban membayar utang A kepada B, tanpa menyebutkan, bahwa pemindahan utang tersebut sebagai ganti dari pembayaran utang C kepada A. Menurut Mazhab Hanafi membenarkan terjadinya hiwalah al muthlaqah berpendapat, bahwa jika akad hiwalah al muthlaqah terjadi karena inisiatif dari pihak pertama, maka hak dan kewajiban antara pihak pertama dan pihak ketiga yang mereka tentukan ketika melakukan akad utang – piutang sebelumnya, masih tetap berlaku, khususnya jika jumlah utang piutang antara ketiga pihak tidak sama. 2. Hiwalah Muqayyadah Hiwalah Muqayyadah adalah perbuatan seseorang yang memindahkan utangnya dengan mengaitkan piutang yang ada padanya. Inilah hiwalah yang boleh (jaiz) berdasarkan kesepakatan para ulama. Contoh : A berpiutang kepada B sebesar Rp. 5.000.000,00 sedangkan B berpiutang kepada C sebesar Rp. 5.000.000,00. B memindahkan atau mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang berada pada C kepada A sebagai ganti rugi dari pembayaran utang B kepada A. Dengan demikian, hiwalah al muqayyadah pada satu sisi merupakan hiwalah haq, karena mengalihkan hak untuk menuntut piutangnya dari C kepada A. Sedangkan disisi lain, sekaligus merupakan hiwalah da’in, karena B mengalihkan utang kepada A, menjadi kewajiban C kepada A.



E. Aplikasi Hiwalah Dalam Perbankan Syariah Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan usahanya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan hutang. Untuk mengantisipasi kerugian yang akan timbul bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan utang dengan yang berhutang. Karena kebutuhan supplier akan di likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengalih piutang. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek. Kontrak hiwalah biasanya diterapkan dalam hal-hal berikut: 1. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki utang pada pihak ke 3 memindahkan piutang itu kepada bank. 2. Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut. 3. Bill discounting. Secara prinsip, bill discounting serupa dengan hiwalah. Hanya saja, dalam bill discounting nasabah hanya membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak di dapati dalam kontrak hiwalah.15 Akad hiwalah berakhir jika terjadi hal-hal berikut : 1.



Salah satu pihak yang melakukan akad tersebut membatalkan akad hiwalah, sebelum akad itu berlaku secara tetap.



2.



Muhal melunasi hutang yang dialihkan kepada muhal ‘alaih.



3.



Muhal meninggal dunia, sedangkan muhal ‘alaih merupakan ahli waris yang mewarisi harta muhal.



4.



Muhal ‘alaih menghibahkan atau menyedekahkan harta yang merupakan utang dalam akad hiwalah tersebut kepada muhal.



15



Ibid hal 179 - 180



5.



Muhal membebaskan muhal ‘alaih dari kewajibanya untuk membayar hutang yang dialihkan tersebut.



6.



Menurut Mazhab Hanafi, hak muhal tidak dapat dipenuhi karena pihak ketiga mengalami pailit (bangkrut) atau wafat dalam keadaan pailit. Adapun menurut Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali, selama akad hiwalah sudah berlaku tetap karena persyaratan sudah dipenuhi, akad al hiwalah tidak dapat berakhir dengan alasan pailit. Ada beberapa bentuk akad hiwalah (pengalihan hutang) yang melanggar



aturan syari’at yang biasa terjadi ditengah masyarakat, diantaranya : 1. Menjual hutang tak tertagih Hal ini sering dilakukan oleh seseorang atau suatu lembaga keuangan, dengan menjual hutang yang sulit tertagih. Jual beli hutang dilakukan dengan nilai yang lebih rendah dari nilai hutang yang tak tertagih. Misalnya, A mempunyai piutang sebesar 10 juta pada B. piutang A yang ada pada B sulit tertagih sehingga A menjula piutangnya kepada C sebesar 8 juta. Dengan demikian, C mendapat keunutungan 2 juta, meskipun piutang belum pastibisa tertagih. Ini jelas riba karena dalam akad murabahah (jual beli) harus ada objek ( barang atau jasa) yang diperjualbellikan, sedangkan dalam hal ini, yang diperjualbelikan adalah piutang. Padahal piutang tidak boleh dijadikan objek yang bisa mendatangkan manfaat. Rasulullah saw bersabda, “Dilarang (tidak boleh) melakukan transaksi salaf bersamaan dengan transaksi jual beli.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi. AnNasa’i dan Ibnu Majah). Yang dimaksud salah ialah piutang. Diriwayatkan dari sahabat Ubay bin Ka’ab, Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas bahwa mereka semua melarang setiap piutang yang mendatangkan manfaat karena piutang adalah suatu akad yang bertujuan untuk memberikan uluran tangan (pertolongan). Oleh karena itu, bila pemberi piutang



mensyaratkan suatu manfaat, berarti akad piutang tersebut telah keluar dari tujuan utamanya. 2. Menjual Giro Menjual giro (cek mundur) sering juga dilakukan oleh seseorang ketika dia membutuhkan uang yang bisa didapatkan segera sebelum tangal pencairan giro. Dia menjual giro itu dibawah nilai yang tertera didalam giro tersebut. Ini jelas riba karena sama dengan jual beli piutang atau piutang dijadikan objek yang bisa mendatangkan manfaat. 16



BAB III Asy-Syairazi Asy-Syafi’i, Al-Muhadzdzab , Mathba’ah Musthafa Al-Babiy Al- Halaby, Mesir ,cet I 1356 H, hal 304 16



PENUTUP A. Kesimpulan Hiwalah merupakan pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Dalam istilah ulama, hiwalah adalah pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alai (orang yang berkewajiban membayar hutang). Hiwalah muthalaqah terjadi jika orang yang berhutang (orang pertama) kepada orang lain (orang kedua) mengalihkan hak pengalihannya kepada pihak ketiga tanpa didasari pihak ketiga ini berhutang kepada orang pertama. Hiwalah muqayyadah terjadi jika muhil mengalihkan hak penagihan muhal kepada muhal ‘alaih karena yang terakhir punya hutang kepada muhal. Inilah hiwalah yang boleh (jaiz) berdasarkan kesepakatan para ulama. Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan usahanya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan hutang. Untuk mengantisipasi kerugian yang akan timbul bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan hutang dan yang berhutang.



B. Saran Diharapkan makalah kami ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan apabila terdapat kesalahan kami mohon maaf serta memberikan kritik yang membangun agar labih baik kedepannya.



DAFTAR PUSAKA



Wahbah Zuhaili1986,Al Fiqh Al Islamy Wa Adillatuh,Juz 5, Dal Fikr, Damaskus Sri Sudiarti,2018, Fiqh Muamalah Kontempporer,Medan : Febi Uinsu Press Hendi Suhendi,2008,Fiqh Muamalah,Jakarta : PT. Raja Grafindo Andri soemitra2019,, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Mualamalah, Jakarta Timur: Prenadamedia Group Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Shahih Al Bukhari,juz 2 , Dar al-Fikr, Beirut Muhammad Syafii Antonio,2012,Bank Syariah dan Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Enang Hidayat,2016 Transaksi Ekonomi Syari’ah,Bandung : PT Remaja RosdakaryaOffset Asyraf Wajdi Dusuki2015,, Sistem Keuangan Islam, Depok :PT Raja Grafindo Nizaruddin, Hiwalah dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah, STAIN Jurai Siwo Metro Asy-Syairazi Asy-Syafi’i,1356 H, Al-Muhadzdzab , Mathba’ah Musthafa Al-Babiy Al- Halaby, Mesir ,cet I