Makalah Hiwalah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EKONOMI ISLAM MATERI HIWALAH Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah : Ekonomi Islam Dosen Pembimbing : MHD. Sufi’y, SHI, M.Hum



Disusun Oleh : 1. Inayah Putri Nadia 2. Quasyini Awaludin 3. Alfiyanti 4. Selviya Rahma Dewi 5. Reza Fernando



JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM PROGRAM PENDIDIKAN PERBANKAN SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) YASBA KALIANDA TAHUN 2022



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyanyang, yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Hiwalah / Hawalah”, sebagai tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam. Salawat dan salam semoga tercurah selalu kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Beserta keluarga, sahabat, kerabat, dan pengikut-pengikut beliau hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan baik dari segi penulisan maupun bahasa yang digunakan. Untuk itu penulis mohon maaf dan kami mengharapkan saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga sebuah makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan penulis pada khususnya..



1



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ..............................................................................................



1



DAFTAR ISI



..........................................................................................................



2



BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................



3



A. Latar Belakang ......................................................................................



3



B. Rumusan Masalah .................................................................................



3



C. Tujuan ...................................................................................................



3



BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................



4



A. Pengertian Hiwalah ..............................................................................



4



B. Dasar Hukum Hiwalah .........................................................................



5



C. Rukun Hiwalah ....................................................................................



6



D. Syarat Hiwalah .....................................................................................



6



E. Jenis-jenis Hiwalah ..............................................................................



8



F. Beban Muhil Setelah Hiwalah .............................................................



8



BAB III PENUTUP ...................................................................................................



10



A. Kesimpulan ...........................................................................................



10



B. Saran .....................................................................................................



10



DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................



11



2



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna. Dengan demikian Islam telah mengatur cara hidup manusia dengan sistem yang serba lengkap. diantaranya, bermuamalah kepada sesama manusia . Di antara muamalat yang telah diterapkan kepada kita ialah Al Hiwalah. Al Hiwalah merupakan sistem yang unik, yang sesuai untuk diadaptasikan kepada manusia. Hal ini karena al Hiwalah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia . Al hiwalah sering berlaku dalam permasalahan hutang piutang. Maka salah satu cara untuk menyelesaikan masalah hutang piutang dalam muamalah adalah al hiwalah. Al Hiwalah bukan saja digunakan untuk menyelesaikan masalah hutang piutang,akan tetapi bisa juga digunakan



sebagai pemindah dana dari individu kepada



individu yang lain atau syarikat dan firma. sebagai mana telah digunakan oleh sebagian sistem perbankan. Dalam hal ini penulis berkesempatan untuk mengkaji tentang al Hiwalah.yang berkaitan dengan definisi, dalil yang berkaitan, rukun dan syarat. Penulis juga akan membicarakan mengenai al Hiwalah di dalam sistem perbankan dan hal lain yang berkaitan dengan hiwalah.



B. Rumusan Masalah 1. Apa itu Hiwalah ? 2. Apa dasar hukum Hiwalah? 3. Bagaimana Rukun dan Syarat Hiwalah? 4. Apa saja jenis – jenis Hiwalah?



C. Tujuan 1. Memahami makna Hiwalah. 2. Memahami dasar hukum Hiwalah. 3



3. Mengetahui rukun dan syarat Hiwalah. 4. Mengetahui jenis – jenis Hiwalah.



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Hiwalah Secara bahasa pengalihan hutang dalam hukum islam disebut sebagai hiwalah yang mempunyai arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil, artinya adalah memindahkan dan mengalihkan. Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang). Sedangkan pengertian Hiwalah secara istilah, para Ulama’ berbeda-beda dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut: 



Menurut Hanafi, yang dimaksud hiwalah



“Memidahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab pula”. 



Al-jaziri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah:



“Pemindahan utang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain”. 



Syihab al-din al-qalyubi bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah:



“Akad yang menetapkan pemindahan beban utang dari seseorang kepada yang lain”



4



B. Dasar Hukum Hiwalah Hawalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan ijma. a) Hadits Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah bersabda,



ِ ‫مطْل الْغَنِى ظُل‬ ‫َأح ُد ُك ْم َعلَى َملِ ِّى َفلْىَْتبَ ْع‬ َ ‫ْم فَاذَا ُأتْبِ َع‬ ٌ ِّ ُ َ “Menunda pembayaran bagi orang yang sudah mampu adalah suatu kezaliman. Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu/kaya, terimalah hawalah itu.”



Pada hadits tersebut, rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika orang yang berutang menghawalahkan kepada orang yang kaya atau mampu, hendaklah ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih pada orang yang dihawalahkan (muhal ‘alaih). Dengan demikian, haknya dapat terpenuhi. Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah untuk menerima Hawalah dalam hadits tersebut menunjukkan wajib. Oleh sebab itu, wajib bagi yang mengutangkan (muhal) menerima hawalah. Adapun mayoritas ulama berpendapat bahwa perintah itu menunjukkan Sunnah. Jadi, Sunnah hukumnya menerima hawalah bagi muhal.



b) Ijma Ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah di bolehkan pada utang yang tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu, harus pada uang atau kewajiban finansial.



5



C. Rukun Hiwalah Menurut mazhab Hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan melakukan hiwalah) dari pihak pertama, dan qabul (penyataan menerima hiwalah) dari pihak kedua dan pihak ketiga. Menurut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali rukun hiwalah ada enam yaitu: 1. Pihak pertama, muhil (‫)المحيل‬: Yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang, 2. Pihak kedua, muhal atau muhtal (‫ال‬O‫ال او المحت‬O‫)المح‬: Yakni orang berpiutang kepada muhil. 3. Pihak ketiga muhal ‘alaih (‫)المحال عليه‬: Yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada muhtal. 4. Ada hutang pihak pertama pada pihak kedua, muhal bih (‫)المحال به‬: Yakni hutang muhil kepada muhtal. 5. Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama ,Utang muhal ‘alaih kepada muhil. 6. Ada sighat / ijab qabul (pernyataan hiwalah).



D. Syarat Hiwalah







Syarat-syarat yang diperlukan pihak pertama (al-muhil) adalah : 1) Cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baligh dan berakal. Khiwalah tidak sah bila dilakukan anak-anak meskipun ia sudah mengerti (mumayyiz), ataupun dilakukan oleh orang gila. 2) Ada pernyataan persetujuan atau rida. Jika pihak pertama dipaksa untuk melakukan khiwalah maka akad itu tidak sah. Adapun persyaratan ini berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian orang merasa keberatan dan terhina harga dirinya, jika kewajibannya untuk membayar utang dialihkan kepada pihak lain.







Syarat-syarat yang diperlukan oleh pihak kedua (al-muhal) sebagai berikut : 1) Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak pertama.



6



2) Ada persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yang melakukan khiwalah. Persyaratan ini berdasarkan pertimbangan bahwa kebiasaan orang dalam membayar utang berbeda-beda, ada yang mudah dan ada juga yang sulit membayarnya, sedangkan menerima pelunasan utang itu merupakan hak pihak kedua.







Syarat-syarat yang diperlukan oleh pihak ketiga (al-muhal ‘alaih) adalah : 1) Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak pertama dan kedua. 2) Adanya pernyataan persetujuan dari pihak ketiga (al-muhal ‘alaih). Hal ini diharuskan karena tindakan khiwalah merupakan tindakan hukum yang melahirkan pemindahan kewajiban kepada pihak ketuga (al-muhal ‘alaih) untuk membayar utang kepada pihak kedua (al-muhal), sedangkan kewajiban membayar utang baru dapat dibebankan kepadanya, apabila ia sendiri yang berutang kepada pihak kedua. Atas dasar itu, kewajiban itu hanya dapat dibebankan kepadanya, jika ia menyetujui akad khiwalah. 3) Imam Abu Hanifah menambahkan syarat bahwa qabul atau pernyataan menerima akad harus dilakukan dengan sempurna oleh pihak ketiga didalam suatu majelis akad.







Syarat-syarat yang diperlukan terhadap utang yang dialihkan (al-muhal bih) adalah: 1) Yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang telah pasti. 2) Pembayaran utang itu mesti sama waktu jatuh tempo pembayarannya. Jika terjadi perbedaan waktu jatuh tempo pembayaran di antara kedua utang itu, maka khiwalah tidak sah.



Utang pihak pertama kepada pihak kedua maupun utang pihak ketiga kepada pihak kedua mestilah sama jumlah dan kualitasnya. Jika antara kedua utang itu terdapat perbedaan jumlah, misalnya utang dalam bentuk uang, atau perbedaan kualitas misalnya utang dalam bentuk barang, maka khiwalah itu tidak sah.



7



E. Jenis – Jenis Hiwalah Dr. Moh. Mufid, Lc., M.H.I dalam buku Filsafat Hukum Ekonomi Syariah menjelaskan, jenis-jenis hiwalah pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu hiwalah muqayyadah (pemindahan bersyarat) dan hiwalah mutlaqah (pemindahan mutlak). 1. Hiwalah Muqayyadah Disebut hiwalah muqayyadah jika muhil adalah orang yang berutang sekaligus berpiutang kepada muhal alaih. Dengan kata lain, hiwalah muqayyadah adalah pengalihan sebagai ganti dari pembayaran utang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua). Misalnya, A memberi piutang kepada B sebesar 2 juta, sedangkan B memberi piutang kepada C sebesar 2 juta. Lalu, B mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang ada pada C kepada A sebagai ganti pembayaran utang B kepada A. 2. Hiwalah Mutlaqah Hiwalah mutlaqah terjadi jika muhil adalah orang yang berutang, tetapi tidak berpiutang kepada muhal alaih. Artinya, pengalihan utang yang tidak ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran utang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua). Sebagai contoh, A berutang kepada B sebesar 5 juta. Kemudian A mengalihkan utangnya kepada C, sehingga C berkewajiban membayar utang A kepada B tanpa menyebutkan pemindahan utang itu sebagai ganti rugi dari pembayaran utang C kepada A.



F. Beban Muhil Setelah Hiwalah Apabila hawalah berjalan sah, dengan sendirinya tanggung jawab muhil gugur. Andaikata muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau membantah hawalah atau meninggal dunia, maka muhal tidak boleh kemali lagi kepada muhil, hal ini adalah pendapat ulama jumhur. 8







Menurut madzhab Maliki, bila muhil telah menipu muhal, ternyata muhal ‘alaih orang fakir yang tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar, maka muhal boleh kembali lagi kepada muhil.







Menurut imam Malik, orang yang menghawalahkan hutang kepada orang lain, kemudian muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia dan ia belum membayar kewajiban, maka muhal tidak boleh kembali kepada muhil.







Abu Hanifah, Syarih dan Ustman berpendapat bahwa dalam keadaan muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, maka orang yang menghutangkan (muhal) kembali lagi kepada muhil untuk menagihnya.



9



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Secara bahasa pengalihan hutang dalam hukum islam disebut sebagai hiwalah yang mempunyai arti lain yaitu Al-intiqal dan Al-tahwil, artinya adalah memindahkan dan mengalihkan. Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang). Jenis hiwalah ada 2 yaitu : 1. Hiwalah Muqayyadah Disebut hiwalah muqayyadah jika muhil adalah orang yang berutang sekaligus berpiutang kepada muhal alaih. Dengan kata lain, hiwalah muqayyadah adalah pengalihan sebagai ganti dari pembayaran utang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua). 2. Hiwalah Mutlaqoh Hiwalah mutlaqah terjadi jika muhil adalah orang yang berutang, tetapi tidak berpiutang kepada muhal alaih. Artinya, pengalihan utang yang tidak ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran utang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua).



B. Saran Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan



10



segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.



DAFTAR PUSTAKA



Abdul Rahman ghazaly dkk, fiqh muamalat, Jakarta, PRENADA MEDIA, 2010, Moh Rifai , konsep perbankan syariah, semarang, wicaksana, 2002, Muhammad syafii Antonio, bank syariah dari teori ke praktek, jakarta, GEMA INSANI, 2001, http://makalahoke.blogspot.co.id/2013/06/makalah-al-hiwalah.html http://mindafantastic.blogspot.co.id/2011/09/fiqh-muamalah-hawalah-pemindahanutang.html



11