Makalah Tentang Hiwalah Pengalihan Hutan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Allah SWT telah



menjadikan



manusia



masing-masing



saling



membutuhkan satu sama lain, supaya saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan dan kepentingan hidup masing-masing baik dengan jalan jual beli, sewa-menyewa, bercocok tanam, terutama dalam masalah pengalihan hutang, baik dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, hubungan yang satu dengan yang lainpun menjadi teguh. Akan tetapi sifat loba dan tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya hak masing-masing jangan sampai tersiasia, dan juga menjaga kemaslahatan umum agar pertukaran dapat dapat berjlan dengan lancer dan teratur. Oleh karena itu, agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya, karena dengan teraturnya muamalah, maka kehidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya sehingga perbantahan dan dendam-mendendam tidak akan terjadi.1 Begitu juga halnya dengan dunia perbankan, terdapat praktek muamalah yang dijalankan dalam setiap produk yang ditawarkan. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan sehubungan dengan kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Islam, baik Bank Umum Syariah maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah.2 Perbankan Syriah juga menerima jasa-jasa seperti Al-Kafalah, Al-Hiwalah, Al-Wakalah, Ar-Rahn dan al-Joalah sebagai bentuk keikutsertaan dalam kehidupan bermuamalah di tengah masyarakat.



1 H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. (Sinar Baru Algesindo : Surabaya). 1994. Hal. 278. 2 Wirdyaningsih, SH., MH. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. (Prenada Media : Jakarta). 2005. Hal. 125.



4



FIQIH MUAMALAH “Hiwalah (Pengalihan Hutang)”



B. RUMUSAN MASALAH 1. 2. 3. 4. 5.



Apa yang dimaksud dengan hiwalah? Apa landasan hukum hiwalah? Apa saja rukun dan syarat hiwalah? Bagaimana beban muhil setelah hiwalah? Bagaiman hiwalah dalam perbankan syariah?



5



FIQIH MUAMALAH “Hiwalah (Pengalihan Hutang)”



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hiwalah Menurut bahasa, yang dimaksud dengan hiwalah ialah alintiqal



dan



al-tahwil,



artinya



ialah



memindahkan



atau



mengoperkan. Maka Aburrahman Al-Jaziri,3 berpenapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah menurut bahasa ialah : ‫ح ل‬ ‫ح ل‬ ‫حالن نقن ل‬ ‫ل‬ ‫ل إ‬ ‫م ح‬ ‫م ح‬ ‫ل إ إحل ى ح‬ ‫ن ح‬ ‫م ن‬ “Pemindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.” Sedangkan pengertian hiwalah menurut istilah,4 para ulam berbea-beda dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut : 1. Menurut Hanafiyah, yang dimaksud hiwalah ialah : ‫زنلقمل اللمزطلالززبمة مملن مذممةاللزملدميلومن إمزل ى مذممة اللمللزتززمم‬ “Memindahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab kewajiban pula.” 2. Al-Jazir sendiri sendiri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah ialah :



‫زنلقمل المدليمن مملن مذمٍةة إمزل ى مذمٍةة‬ “Pernikahan utang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain.” 3. Syihab Al-Din Al-Qalyubi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah ialah :



‫ض ى مالنمتزقلازل زدليٍةن مملن مذمٍةة إمزل ى مذمٍةة‬ ‫زعلفد زيلقزت م‬ “Akad yang menetapkan pemindahan bebean utang dari seseorang kepada yang lain.”5 4. Ibrahim Al-Bajuri berpendapat bahwa hiwalah ialah : ‫زنلقمل اللزحمق مملن مذممة اللممحليمل إمزل ى مذممة اللمزحلامل زعلزليمه‬ 3 Lihat, al-Fiqh ‘Ala Madzahib al-Arba’ah, hal. 210. 4 Ibid. 5 Lihat, Qulyubi wa Umaira, Dar al-Ihya- al-Kutub al-Arabiyah Indonesia, tth. 318.



6



FIQIH MUAMALAH “Hiwalah (Pengalihan Hutang)”



“Pemindahan kewaikban dari beban yang memindahkan menjadi beban yang menerima pemindahan. ”6 5. Menurut Taqiyuddin, yang dimaksud dengan hiwalah ialah : ‫مالنمتزقلامل المدليمن مملن مذمٍةة إمزل ى مذمٍةة‬ “Pemindahan utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain.”7 B. Landasan Hukum Hiwalah 1. Al-Qur’an



“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah8 tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar” 2. Hadits



‫ زملطمل الزغمنيي مظللدم‬: ‫صمل ى اللم زعلزليمه زوزسملم‬ ‫زعلن ازمبلي مهزرليزرزة زر م‬ ‫ضزي الل زعلنزه ازمن زرمسلوزل اللم ز‬ ‫زفمإزذا أزلتزبزع أززحمدمكلم زعزل ى زممليٍةء زفللزيمتمبلع‬



"Menunda (pembayaran hutang) oleh orang yang telah mampu membayar itu suatu penganiayaan. Apabila salah seorang di antara kamu hutangnya dilimpahkan kepada orang yang mampu, hendaklah kamu menerima”.9 3. Ijma’ Kesepakatan ulama (ijma’) menyatakan bahwa hiwalah boleh dilakukan



C. Rukun dan Syarat Hiwalah 6 Lihat, al-Bajuri, Usaha Keluarga, Semaran g. Tth. Hal. 376. 7 Lihat, Kifayah al-Akhyar, hal. 274. 8 Bermu’amalh ialah seperti jual beli, hutang-piutang, sewa-menyewa dan lain sebagainya. 9 HR. Bukhari Muslim.



7



FIQIH MUAMALAH “Hiwalah (Pengalihan Hutang)”



Menurut Hanafiyah, rukun hiwalah hanya satu yaitu ijab dan kabul yang dilakukan antara yang menghiwalahkan dengan yang menerima hiwalah. Syarat-syarat hiwalah hiwalah menurut Hanafiyah ialah : 1. Orang yang memindahkan utang (muhil), adalah orang yang berakal, maka batal hiwalah yang dilakukan muhil dalam keadaan gila atau masih kecil. 2. Orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn), adalah orang yang berakal, maka batallah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal. 3. Orang yang di hiwalahkan (muhal alaih) juga harus orang berakal dan disyaratkan juga ia meridhainya. 4. Adanya utang muhil kepada muhal alaih.10 Menurut Syafi’iyah, rukun hiwalah itu ada empat, sebagai berikut : 1. Muhil, yaitu oran yang menghiwalahkan atau orang yang memindahkan utang. 2. Muhtal, yaitu orang yang dihiwalahkan, yaitu orang yang mempunyai utang kepada muhil. 3. Muhal ‘alaih, yaitu orang yang menerima hiwalah. 4. Ada piutang muhal ‘alaih kepada muhil. 5. Shigat hiwalah, yaitu ijab dari muhil dengan kata-katanya: “aku hiwalahkan utangku yang hak bagi engkau kepada fulan” dan kabul dari muhtal dengan kata-katanya : “aku terima hiwalah engkau.”11 D. Beban Muhil Setelah Hiwalah Apabila hiwalah berjalan sah, dengan sendirinya tanggung jawab muhil gugur. Andaikata muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau membantah hiwalah atau meninggal dunia, maka muhal tidak boleh kembali lagi kepada muhil. Hal ini adalah pendapat jumhur ulama. Menurut madzhab Maliki, bila muhil telah menipu muhal, ternyata muhal ‘alaih orang kafir yang tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar, maka muhal boleh kembali lagi kepada muhil. Menurut Imam Malik, orang yang menghiwalahkan utang kepada orang lain, kemudian muhal ‘alaih mengalami



10 Liahat, Abd al-Rahman al-Jazairi, Fiqh ‘Ala Madzahib al-Arba’ah, 1969 hal. 212-213. 11 Ahmad Idris dalam, Fiqh al-Syafi’iyah, Karya Indah, Jakarta, 1986. Hal. 57-58.



8



FIQIH MUAMALAH “Hiwalah (Pengalihan Hutang)”



kebagnkrutan atau meniggal dunia ia belum membayar kewajiban, maka muhal tidak boleh kembali kepada muhil. Abu Hanifah, Syarih, dan Utsman berpendapat bahwa dalam keadaan muhal’ alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia maka orang yang mengutangkan (muhal) kembali lagi kepada muhil untuk menagihnya.12 E. Hiwalah dalam Perbankan Syariah Al-Hiwalah, yaitu jasa pengalihan



tanggung



jawab



pembayaran utang dari seseorang yang berutang kepada orang lain.13 Contoh : Tuan A karena transaksi perdagangan berutang kepada Tuan C. Tuan A mempunyai simpanan di Bank, maka atas permintaan tuan A, bank dapat melakukan pemindahbukuan



dana



pada



rekening



tuan



A



untuk



keuntungan rekening C. Atas jasa pengalihan utang ini bank memperoleh fee. Muhal ‘Alaih (Factor/Bank) 2. invoice



5. Bayar 3. Bayar



4. Tagih



Ketentuan umum al-hiwalah ini diatur dalam Fatwa DSN No. Muhal Muhil 12/DSN-MUI/IV/2000, dengan isi ketentuannya sebagai berikut) : (Penyuplai) (Pembeli 1. Suplai Barang 1) Rukun hiwalah adalah muhil yaitu orang yang berutang dan sekaligus berpiutang kepada muhal, muhal atau muhtal adalah orang yang berpiutang kepada muhil, muhal ‘alaih yaitu orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal, dan sighat (ijab kabul). 2) Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).



12 Lihat, Syyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, hal. 44. 13 Wirdyaningsih, SH., MH. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. (Prenada Media : Jakarta). 2005. Hal. 164.



9



FIQIH MUAMALAH “Hiwalah (Pengalihan Hutang)”



3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. 4) Hiwalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan muhal ‘alaih. 5) Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan kdlam akad secara tegas. 6) Jika transaksi hiwalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhal



dan muhal ‘alaih dan hak penagihan muhal berpindah kepada



muhal ‘alaih.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Hiwalah adalah memindahkan utang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan orang lain. Rukun hiwalah :



10



FIQIH MUAMALAH “Hiwalah (Pengalihan Hutang)”



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Muhil Muhal Muhal ‘alaih Utang muhil kepada muhal Utang muhal ‘alaih kepada muhal Sighat Praktek hiwalah tidak hanya dilakukan oleh masyarakat



pada umumnya namun praktek ini juga diterapkan oleh Bank Syariah sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Fatwa DSN No. 12/DSN-MUI/IV/2000.



11



FIQIH MUAMALAH “Hiwalah (Pengalihan Hutang)”



Daftar Pustaka http://pasar-islam.blogspot.com/2010/10/bab-10-hiwalah-pemindahan hutang.html. Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap). Bandung : Sinar Baru Algesindo. 1994. Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2011. Wirdyaningsih. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana. 2005.



12



FIQIH MUAMALAH “Hiwalah (Pengalihan Hutang)”