Anak Luar Nikah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



MEMAHAMI MAKNA “ ANAK LAHIR DI LUAR PERKAWINAN ” Pasca Putusan MK No. 46/PUU-VIII/20101 Oleh : Chatib Rasyid2. 1.



Pengantar Bismillahirahmanirahim. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufiq dan hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyajikan sebuah tulisan kepada para pembaca yang budiman sebagai sumbangan pemikiran tentang “ Memahami Makna “ Anak Lahir Di Luar Perkawinan “ Pasca Putusan MK Nomor 46/PUUVIII/2010. ” Setelah penulis menyajikan tulisan yang berjudul “ Anak Lahir di Luar Perkawinan (Secara Hukum) Berbeda Dengan Anak Hasil Zina “ banyak pertanyaan, pujian-pujian, kritikan bahkan cercaan yang sangat berharga bagi penulis, yang secara singkat dapat dirangkum sebagai berikut : 1).



Jika begitu, pemahaman anak di luar perkawinan dan anak hasil zina apakah berbeda ?



2).



Anak zina itu tidak berdosa mengapa dihukum karena perbuatan kedua orang tuanya ? Kedua pertanyaan itulah intinya yang penulis terima dengan



beragam komentar sehingga mendorong untuk menulis kembali dengan materi yang berkaitan dengan perbedaan antara anak lahir di



1



Materi ini Telah Disampaikan Pada Seminar Nasional Dengan Topik “ Kebijakan Pemerintah Jawa Tengah Terhadap Fenomena Bersama Perkawinan Di luar Undang-undang Perkawinan Di Indonesia “ Tanggal 30 April 2012, yang diselenggarakan oleh Badan Kerjasa Organisasi Wanita (BKOW) Propinsi Jawa Tengah. 2 Ketua Pengadilan Tinggi Agama Semarang



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



2 luar perkawinan dengan anak hasil zina, sekaligus implementasinya dalam dunia perkawinan di Indonesia. Sekali lagi harapan penulis, semoga tulisan ini menjadi salah satu motivasi pembaca yang arif untuk mendorong kearah pemikiran yang positif tentang posisi anak zina di lihat dari kedudukan sebagai anggota masyarakat dan sebagai anak manusia Indonesia yang harus mendapat perhatian dan perlindungan sebagai layaknya manusia-manusia yang lain di muka hukum. Walau demikian pada akhirnya penulis tetap mengharap kritik dan saran dari para pembaca guna penyempurnaan tulisan ini, semoga Allah selalu membimbing kita kejalan yang benar. Amien. 2.



Latar Belakang Kehadiran



putusan



MK



Nomor



46/PUU-VIII/2010



telah



mengundang hiruk pikuknya pendapat dan komentar tentang anak lahir diluar perkawinan, yang sangat menarik adalah pemahamannya dikaburkan dengan anak lahir tanpa perkawinan (anak hasil zina). Beragam tulisan, di Koran-koran, di majalah, dalam seminar bahkan di web site, dan lain sebagiannya ternyata memunculkan berbagai komentar di kalangan masyarakat luas, yang paling merisaukan adalah bahwa putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010, tanggal 17 Februari 2012 yang amarnya berbunyi3 : “ Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) yang menyatakan, “ Anak yang dilahirkan di luar perkawinan



hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya ”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang 3



Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, Tanggal 17 Februari 2012, Tentang Uji Materiil Undang-undang Perkawinan Pada Pasal 2 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (1).



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



3 dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai



hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya dengan



laki-laki



sebagai



ayahnya



yang



dapat



serta



dibuktikan



berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya ”; dianggap oleh sebagian komentaror menjadi satu-satunya alat bukti untuk menentukan adanya hubungan seorang anak dengan laki-laki sebagai ayah biologisnya tanpa melihat alat bukti perkawinannya. Anggapan demikian sangat berbahaya, karena telah menabrak habis semua rambu-rambu hukum yang lain tentang penentuan sahnya anak, sehingga anak lahir hasil zina melenggang tanpa hambatan (dianggap) menjadi anak yang sah. Inna lillahi wa inna



ilahi rajiun. 3.



Anak Yang Lahir Di Luar Perkawinan Dalam keadaan demikian penulis memandang perlu untuk mengutip ulang tulisan terdahulu tentang pengertian “ Anak Lahir Di Luar Perkawinan “ sebagai berikut4 : Anak yang lahir di luar perkawinan adalah anak yang lahir dari perkawinan



yang



dilakukan



menurut



hukum



agamanya



dan



kepercayaannya (sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan), tetapi tidak tercatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (tidak sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 4



Anak Lahir Di Luar Nikah (Secara Hukum) Berbeda Dengan Anak Hasil Zina, Kajian Yuridis, Terhadap Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010, Chatib Rasyid.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



4 Tentang Perkawinan), singkatnya anak yang lahir di luar perkawinan adalah anak sah secara materiil, tapi tidak sah secara formil. Disebut “ luar perkawinan “ karena perkawinan itu tidak seutuhnya dilaksanakan sesuai Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, oleh karena itu tidak bisa katakata, “ luar perkawinan “ diartikan sebagai tanpa perkawinan (perzinahan), karena perzinahan sama sekali tidak tersentuh dengan istilah perkawinan. Apalagi asbab nuzul putusan MK tersebut mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Hj. AISYAH MUCHTAR alias MACHICA binti H. MUCHTAR IBRAHIM, yang perkawinannya dengan Drs. MOERDIONO telah sesuai dengan agama, tapi tidak tercatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (bukan perzinahan). Dari pemahanan ini penulis membagi status anak yang lahir di Indonesia, menjadi tiga (3) macam status kelahirannya, yaitu 5: i. Anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah ; ii. Anak yang lahir di luar perkawinan ; iii. Anak yang lahir tanpa perkawinan (anak hasil zina). Ketiga macam status anak tersebut yang menjadi pembahasan adalah anak macam ke-2 dan ke-3, sedangkan anak macam yang pertama tidak merupakan titik pembahasan. A. Pengesahan (Istbat) Nikah Kenyataan yang ada di masyarakat Indonesia sangat banyak anak yang lahir di luar perkawinan dalam pengertian sebagaimana



dijelaskan



diatas,



yaitu



perkawinan



yang



dilaksanakan menurut hukum agama, tetapi tidak tercacat sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku. Untuk memenuhi ketentuan yang berlaku di Indonesia terutama 5



Ibid.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



5 pengesahan (itsbat) nikah sangat diperlukan untuk melihat ketentuan perkawinan dari perbagai undang-undang yang berlaku di Indonesia sebagai berikut : 1).



Pasal 28-B ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi : Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah6 ;



2).



Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yang berbunyi : Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah7 ;



3).



Pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang berbunyi : Anak sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah8 ;



4).



Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan : Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu9. Ketentuan dalam pasal-pasal tersebut diatas, harus



dipedomani dalam proses pengesahan (itsbat) nikah, begitu juga dalam proses pengesahan anak yang lahir di luar perkawinan. Pedoman pengesahan (istbat) nikah dapat dilihat pada Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai berikut



10



:



6



Undang-undang Dasar !945, Dalam Buku Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Peradilan Agama, 2010. Mahkamah Agung Direktorat Jenderal Badan Peraddilan Agama, Jakarta, h. 20. 7 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 8 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Dalam Buku Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Peradilan Agama, Op. Cit. h. 403 9 Ibid. h. 392. 10 Kompilasi Hukum Islam, Dalam Buku Himpunan Peraturan Perundangundangan Tentang Peradilan Agama, 2010, Op. Cit, h. 490.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



6 Ayat (1) : Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah ; Ayat (2) : Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama



11



;



Ayat (3) : Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan : a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; b. Hilangnya akta nikah ; c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan ; d. Adanya



perkawinan



yang



terjadi



sebelum



berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974; dan e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Dalam mengakomodir putusan MK Nomor 46/PUUVIII/2010 disamping hal-hal yang tersebut dalam Pasal 7 ayat (3) diatas, Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama, ditambah satu point lagi, dengan “ untuk keperluan pengesahan anak. “ Hal ini berlaku bagi pengesahan (itsbat) nikah untuk semua kasus perkawinan yang dianggap belum sah atau perkawinan yang dipersengketakan baik untuk perkawinan non poligami, maupun untuk perkawinan poligami. Khusus untuk pengesahan (isbat) poligami harus berpedoman kepada : 11



Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Loc. Cit.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



7



1). Undang-undang



Nomor



1



Tahun



1974



Tentang



Perkawinan12 : a. Pasal 3 (2) : Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan ; b. Pasal 4 (1) : Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia



wajib



mengajukan



permohonan



ke



Pengadilan di daerah tempat tinggalnya ; Pasal 4 (2) : Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila : (a) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, (b) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,



(c)



istri



tidak



dapat



melahirkan keturunan. c. Pasal 5 (1) : Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut: (a) adanya persetujuan



dari



isteri/isteri-isteri,



(b)



adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteriisteri dan anak-anak mereka, (c) adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Dalam Buku Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Peradilan Agama, Op. Cit. h. 403 12



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



8 jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka Pasal 5 (2) : Persetujuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf (a) pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri / isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian; atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya dua (2) tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan. 2). Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan13 : a. Pasal 40 : Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan ; b. Pasal 41 : Pengadilan kemudian memeriksa mengenai: a). Ada



atau



tidaknya



alasan



yang



memungkinkan



seorang suami kawin lagi, ialah : ~ Bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri ; ~ Bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan ; ~ Bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.



13



Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dalam Buku Dalam Buku Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Peradilan Agama, 2010, Op. Cit, h. 422.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



9 b). Ada



atau



tidaknya



persetujuan



dari



isteri,



baik



persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang pengadilan ; c). Ada



atau



tidak



adanya



kemampuan



suami



untuk



menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan : ~ surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja ; ~ surat keterangan pajak penghasilan ; ~ surat keterangan



lain



yang dapat



diterima oleh



Pengadilan. d). Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu. Ketentuan-ketentuan



tersebut



diatas



tentunya



diberlakukan bagi persyaratan izin poligami dalam kondisi yang masih memungkinkan, namun jika sudah tidak memungkinkan lagi seperti halnya kasus Machica dengan Moerdiono (yang telah wafat), maka pertimbangan hukum secara arif diserahkan kepada penilaian



dan



pandangan



serta



pendapat



hakim



untuk



mengabulkan atau tidak, sejalan dengan Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan : Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



10 Akan tetapi produk dari pengadilan dalam kasus ini bukan lagi izin poligami, tetapi penetapan pengesahan (isbat) nikah dengan status poligami untuk keperluan melengkapi persyaratan pengesahan anak. Pemeriksaan terhadap persyaratan yang mengatur tentang izin poligami hanya diperlukan sebagai dukungan terhadap pengesahan (isbat) nikah dengan status poligami, bukan untuk penetapan izin poligami. B. Pengesahan Anak. Pada Pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dinyatakan : Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah14. Pasal ini menunjukan bahwa apapun keadaannya langit mau runtuh sekalipun, jika menghendaki “ Anak yang sah “ harus melalui perkawinan, tanpa perkawinan tidak ada cerita tentang anak



sah.



Untuk



membuktikan



adanya



perkawinan



harus



dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh PPN (Pegawai Pencatat Nikah), dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah dapat mengajukan isbat nikah ke Pengadilan, penetapan isbat nikah kekuatan hukumnya sama dengan akta nikah. Oleh



karena putusan



Mahkamah



Konstitusi



Nomor



46/PUU-VIII/2010, tidak serta merta (tidak otomatis) berlaku sebagai bukti, “ Sahnya anak “ sekalipun terhadap dari Muhammad Iqbal Ramadhan sebagai pemohon uji materi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terhadap Undang-undang Dasar 1945, maka untuk menetapkan sahnya anak, harus melalui putusan pengadilan yaitu Pengadilan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Dalam Buku Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Peradilan Agama, Op. Cit. h. 403 14



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



11 Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang lainnya. Dalam kekuasaan mengadili bagi Pengadilan Agama ditentukan oleh Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama. Penjelasan Pasal 49 tersebut, terdapat dua (2) butir kekuasaan Pengadilan Agama di antara 22 butir kekuasaan mengadili bagi pengadilan agama, yang terdapat pada penjelasan angka 37 Pasal 49 huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama, yakni : 1. angka 14 mengenai “ putusan sah tidaknya seorang anak ” ; 2. angka 20 mengenai “ penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam15.” Persyaratan agar dikabulkannya “ Pengesahan anak, minimal harus memenuhi syarat : ~ Adanya bukti perkawinan, seperti akta nikah atau penetapan pengadilan ; ~ Adanya pengakuan dari ayah biologisnya. Jika kedua persyaratan tersebut telah terpenuhi, maka tidak perlu lagi persyaratan DNA sebagaimana disebutkan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010



15



Penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, Dalam Buku Sandingan Undang-undang Peradilan Agama, 2007, Mahkamah Agung Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Jakarta, h. 76.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



12 yang



menyatakan



:







.....



pengetahuan dan teknologi...



16



dibuktikan



berdasarkan



ilmu



.“



Akan tetapi jika tidak ada pengakuan / pengingkaran atau ada sanggahan dari ayah biologisnya, disitulah diperlukan DNA sesuai dengan amar putuan MK tersebut diatas. Dengan demikian, tidak semuanya kasus pengesahan anak menerapkan putusan MK, karena putusan MK tersebut hanya diperlukan sebatas jika seorang anak tidak diakui atau disanggah oleh ayah biologis sebagai anaknya, maka dibuktikan dengan DNA, hanya sebatas itu saja. Gitu aja kok repot. Bagaimana posisi anak yang lahir tanpa perkawinan (anak lahir dari perzinahan), apakah betul mereka menerima hukuman sebagai dosa warisan ? Apakah betul mereka terlantar dan tidak terlindungi ? disini akan dilihat dari kenyataan yang kita sebutkan, terutama kita lihat dari sudut logika hukum dalam pembahasannya sebagai berikut. 4.



Anak Yang Lahir Tanpa Perkawinan (Anak Hasil Zina) a. Pengertian Anak hasil Zina.17 Anak hasil zina, adalah Anak yang lahir tanpa perkawinan, adalah anak yang dilahirkan dari hubungan antara pria dengan wanita tanpa ada ikatan perkawinan. Inklusif anak yang lahir atas pertemuan ovum dengan sperma dari pasangan suami istri yang menikah secara sah keberadaan anak melalui Bayi Tabung, namun anak tersebut ketika dalam masa kandungan dititipkan kepada rahim selain ibunya yang sah. Anak yang lahir demikian tidak sah secara materiil juga tidak sah secara formil.



16



Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tanggal 17 Februari 2012. Chatib Rasyid, Makalah, Anak Lahir Di Luar Nikah (Secara Hukum) Berbeda Dengan Anak Hasil Zina, Kajian Yuridis, Terhadap Putusan MK No. 46/PUUVIII/2010, h. 6. 17



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



13 Dari pengertian anak hasil zina tersebut diatas, jelas sekali bahwa frasa “ luar perkawinan “ sangat beda pengertiannya dengan frasa “ tanpa perkawinan “ yang membuahkan anak zina. Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 sama sekali tidak pernah menyinggung anak lahir tanpa perkawinan atau anak hasil zina. Fokus yang dipertimbangkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah anak luar perkawinan yang berkaitan dengan tidak adanya “ pencatatan perkawinan “ dan “ sengketa perkawinan. “ Untuk itu mari kita perhatikan pertimbangan hukum MK tersebut dalam “ Pendapat Mahkamah “ sebagai berikut : 1. Pertimbangan angka (3.12) berbunyi18 : Menimbang mengenai



bahwa



pencatatan



pokok



permasalahan



perkawinan



menurut



hukum



peraturan



perundang-undangan adalah mengenai makna hukum (legal



meaning) pencatatan perkawinan. Mengenai permasalahan tersebut, Penjelasan Umum angka 4 huruf b UU 1/1974 tentang



asas-asas



atau



prinsip-prinsip



perkawinan



menyatakan,



“ ... bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat



menurut



peraturan



perundang-undangan



yang



berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte yang juga dimuat dalam daftar pencatatan”. 18



Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tanggal 17 Februari 2012.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



14 Berdasarkan Penjelasan UU 1/1974 di atas nyatalah bahwa (i) pencatatan perkawinan bukanlah merupakan faktor yang menentukan sahnya perkawinan; dan (ii) pencatatan merupakan



kewajiban



administratif



yang



diwajibkan



berdasarkan peraturan perundang-undangan. Adapun faktor yang menentukan sahnya perkawinan adalah syarat-syarat yang ditentukan oleh agama dari masingmasing pasangan calon mempelai. Diwajibkannya pencatatan perkawinan



oleh



negara



melalui



peraturan



perundang-



undangan merupakan kewajiban administratif ……………... dan seterusnya 2. Pertimbangan angka (3.13) berbunyi19 : Menimbang



bahwa



pokok



permasalahan



hukum



mengenai anak yang dilahirkan di luar perkawinan adalah mengenai



makna



hukum



(legal



meaning) frasa “yang



dilahirkan di luar perkawinan”. Untuk memperoleh jawaban dalam



perspektif



yang



lebih



luas



perlu



dijawab



pula



permasalahan terkait, yaitu permasalahan tentang sahnya anak. Secara alamiah, tidaklah mungkin seorang perempuan hamil



tanpa



terjadinya



pertemuan



antara



ovum



dan



spermatozoa baik melalui hubungan seksual (coitus) maupun melalui cara lain berdasarkan perkembangan teknologi yang menyebabkan terjadinya pembuahan. Oleh karena itu, tidak tepat dan tidak adil manakala hukum menetapkan bahwa anak yang lahir dari suatu kehamilan karena hubungan seksual di luar perkawinan hanya memiliki hubungan dengan perempuan tersebut sebagai ibunya……… Dengan demikian, terlepas dari 19



Putusan MK Ibid, Pertimbangan Hukum pada Putusan MK. Nomor



46/PUU-VIII/2010.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



15 soal prosedur / administrasi perkawinannya, anak yang dilahirkan harus mendapatkan perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan, padahal anak tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar kehendaknya. Anak yang dilahirkan tanpa memiliki



kejelasan



status



ayah



seringkali



mendapatkan



perlakuan yang tidak adil dan stigma di tengah-tengah masyarakat.



Hukum



harus



memberi



perlindungan



dan



kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan; Penjelasan semuanya



dalam



berkaitan



kedua



dengan



pertimbangan pencatatan



hukum nikah



MK dan



perkawinan yang dipersengketakan. Sama sekali tidak berkaitan dengan anak hasil zina. Perzinahan tidak mengenal pencatatan, apa yang perlu di catat ? begitu juga dalam perzinahan tidak ada sengketa perkawinan, karena memang perzinahan tidak mengenal perkawinan, jika tidak ada perkawinan dari mana timbul sengketa perkawinan. Pemahaman bahwa putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 berkaitan dengan anak hasil zina adalah pemahaman opini yang keliru dan di dramatisir oleh orang-orang yang keblinger. Adalah tidak pada tempatnya jika untuk melegalkan anak hasil zina menjadi anak sah, dengan alasan anak hasil zina tidak berdosa dan tidak berhak menerima dosa warisan orang tua biologisnya. Begitu juga tidak benar jika untuk melegalkan anak hasil zina dengan alasan untuk melindungi hak anak yang terlantar sebagaimana disebutkan.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



16 b. Anak Zina Tidak Menerima Dosa Warisan Di dalam dunia hukum dan perundang-undangan di Indonesia agak sulit menunjuk hukum apa yang dijatuhkan kepada pelaku zina yang berkaitan dengan kelahiran anak tanpa perkawinan. Oleh karena itu untuk memudahkan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku zina, penulis menunjuk beberapa contoh hukuman dalam ketentuan perundang-undangan serta hukuman masyarakat yang sering dilakukan dengan main hakim sendiri sebagai berikut : 1). Hukuman Zina Dalam Hukum Islam. Dalam Hukum Islam hukuman pelaku zina dapat dilihat pada Surat An-Nur ayat 2



Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada



keduanya



mencegah



kamu



untuk



(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (Q.S. AnNur ayat 2).20



20



Al-Qur;an dan terjemahannya, 1983, Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an, Jakarta,



Departemen Agama, Proyek



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



17 Dan Hadits Rasulullah SAW.



     Artinya : .……. Sabda Nabi SAW : Ambilah hukum dariku, ambilah hukum dariku sungguh Allah telah memberi jalan lain kepada mereka, yaitu, Bujangan (yang berzina) dengan bujangan, (hukumnya) dera 100 kali dan dibuang selama setahun. Dan yang telah kawin (yang berzina dengan) yang telah kawin (hukumnya) dera 100 kali dan rajam (HR. Imam Bukhari, Abu Daud dan Turmudzi).



21







2). Hukum Zina dalam KUHP : Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Hukuman pelaku zina kita temui dalam Pasal 284 KUHP, walaupun berbeda pengertiannya antara pengertian zina menurut Undangundangan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan pengertian zina dalam KUHP ini, yakni : Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan : a. Seorang laki-laki yang telah kawin yang melakukan mukah (over spel) padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya ;



21



Ibnu Hajar. Al-Asqolani, Bulughul Marom, Terjemahan A. Hasan, Diponegoro, Bandung Cet. XXVII, h. 550.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



18 b. Seorang perempuan yang telah kawin yang melakukan mukah. 3). Hukum Zina dalam Qonun Nangro Aceh Darussalam22. Bahkan dalam qonun Nangro Aceh Darusalam sama sekali tidak ditemui istilah zina, yang dapat kita lihat adalah pada Pasal 22 Qonun Nangro Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2003 dengan istilah halwat (mesum). Diancam hukuman cambuk maksimal 9 kali, minimal 3 kali bagi pelaku halwat (mesum) ; 4). Hukuman Masyarakat Untuk Pelaku Zina23. Hukuman dari masyarakat terhadap pelaku zina di Indonesia tidak tentu, sehingga antara satu daerah dengan daerah lainnya tidak sama, sebagai contoh model, ambil saja dua bentuk hukuman kepada pelaku zina yaitu : a. Pelaku zina keduanya ditelanjangi diarak ramai-ramai keliling desa dipermalukan di muka umum, setelah itu diusir dari kampung ; b. Penyaksian penulis di kampung pernah ditemui sepasang laki-laki dan perempuan melakukan perzinahan, ketahuan setelah perempuannya hamil tanpa suami. Diadili oleh kepala desa dan mengaku dirinya berzina, hukumannya cuma ditempeleng oleh kepala desa kemudian diusir dari kampung itu. Keempat contoh hukuman tersebut sudah pasti dijatuhkan kepada pelaku zina, dan jika pelaku zina sampai 22



Qonun Nangro Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2003. Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya. 23 Peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat Islam Indonesia dalam merespon kejadian “ perzinahan “ didaerah masing-masing berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Ini bukan bukan merupakan hukuman bagi pelaku zina tetapi hanya sikap masyarakat yang emosional terhadap peristiwa perzinahan ditempatnya masing-masing.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



19 melahirkan seorang anak hasil zina maka hukuman-hukuman yang dijatuhkan sesuai dengan ancaman-ancaman tersebut sudah pasti tidak diwariskan kepada anak hasil zinanya. Jadi tidak benar, jika terhadap anak zina dinyatakan menerima dosa warisan dari ayah biologisnya sehingga menjadi sudah sangat sejalan jika diterapkan Surat An-An’am ayat 164.



Artinya : Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul



dosa



orang



lain.



Kemudian



kepada



Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakanNya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."



24



Hal ini dapat dipahami, bahwa anak hasil zina tidak memikul dosa orang tuanya (si pelaku) zina tersebut. Adapun anak hasil zina dipandang negatif di tengah masyarakat, itu bukanlah hukuman, tetapi efek domino dari perbuatan ayah biologisnya. 24



Al-Qur;an dan terjemahannya, 1983, Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an, Jakarta,



Departemen Agama, Proyek



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



20 Efek domino adalah, kesalahan satu pihak menyebabkan pihak lain ikut menanggung dampaknya walaupun tidak berdosa, contoh konkrit adalah kasus Lumpur Lapindo karena proses pengeboran tidak tepat, maka terjadi semburan luar biasa, korban pertama adalah warga sipil yang rumahnya berada di titik semburan, pabrik-pabrik dan lain sebagainya. Walaupun mereka tidak berdosa tetapi terkena dampaknya, itu bukan hukuman tetapi efek domino, begitu juga dengan anak zina tidak mendapat hukuman tetapi terkena efek domino. Contoh lain : Seorang perampok yang sudah keluar masuk penjara, anaknya dipandang sebagai keturunan yang tidak baik (negatif) oleh masyarakat, sehingga jika ada orang yang berhasrat menikah dengan anak perampok itu selalu ragu-ragu dan enggan untuk menikah dengannya. Keengganan untuk menikah dengan anak perampok itu bukan hukuman, tapi efek domino dari perbuatan ayahnya. Efek domino itu tidak bisa dicegah walaupun dengan undang-undang anti efek domino, yang dapat dicegah adalah perbuatan yang menimbulkan efek domino itu. Artinya pandangan negatif masyarakat terhadap anak zina tidak bisa dicegah, yang dapat dicegah adalah perbuatan yang menimbulkan pandangan negatif itu (perbuatan zinanya). Didalam hukum Islam secara gamblang zina tidak dilarang, yang dilarang adalah dekat-dekat kepada zina itu, jika orang berbuat zina sudah pasti orang itu melakukan pendekatan, maka pelakunya yang dihukum bukan anak hasil zinanya. c. Anak hasil Zina Tidak Terlantar dan Cukup Terlindungi Jika ada pendapat, anak hasil zina terlantar dan tidak terlindungi itu bukan fakta hukum, tetapi opini public yang tidak



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



21 berdasar sama sekali. Anak hasil zina posisinya sama dengan anak Indonesia lainnya, negara sudah mempersiapkan perangkat hukum untuk melindungi anak Indonesia, termasuk anak hasil zina. Bentuk perlindungannya terhadap anak Indonesia dapat kita lihat pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-undang



Nomor



23



Tahun



2002



tentang



Perlindungan Anak sudah mengatur aspek perlindungan anak, yang saling mendukung. Penyelenggaraan perlindungan anak itu meliputi aspek agama, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan khusus. Sementara, hak keperdataan anak merupakan bagian dari upaya pemenuhan hak anak. Hak keperdataan anak diatur dalam UU Perlindungan Anak, bagian Bab Kedudukan Anak. Ketentuan Secara khusus diatur Pasal 27 sebagai berikut25 : 1). Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya ; 2). Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran ; 3). Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan / atau membantu proses kelahiran ; 4). Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya. Ketentuan lain yang terkait adalah ketentuan mengenai hak anak untuk mengetahui orang tuanya sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Anak26 :



25 26



Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Ibid.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



22 1). Setiap



anak



berhak



untuk



mengetahui



orang



tuanya,



dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri ; 2). Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat



menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan



ketentuan



peraturan



perundang-undanganyang



berlaku. Sementara,



konsep



orang



tua,



tidak



hanya



konsep keperdataan murni, tetapi berimplikasi pada masalah keagamaan. Dalam konteks ini, anak memiliki hak,



dan



karenanya



perlindungan,



dalam



kita



harus



menjalankan



memberikan



ajaran



agama,



termasuk urusan nasab dan sejenisnya. Hal ini secara eksplisit



diatur



dalam



Pasal



42



ayat



(1)



UU



Perlindungan Anak " Setiap anak mendapat perlindung an



untuk



beribadah



menurut



agamanya.



Ketentuan



mengenai nasab, wali, dan waris adalah masuk bagian dari norma agama, yang harus dipenuhi hak -haknya. Mahkamah



Konstitusi,



sebagai



bagian



dari



lembaga negara seperti lembaga negara yang lain, memiliki tanggung jawab menjamin perlindungan anak dalam memeluk agama, seperti diatur dalam Pasal 43 ayat



(1)



UU



Perlindun gan



Anak



yang



menegaskan



" Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk agamanya ". Penetapan nasab anak di luar perkawinan kepada ibu dimaksudkan untuk



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



23 melindungi nasab anak dan ketentuan keagamaan lain yang terkait, bukan sebagai bentuk diskriminasi. Bahkan, dalam hal anak angkat pun, anak harus diberitahu



asal



"menggelapkan"



usulnya asal



serta



usulnya,



dilarang



sebagaimana



untuk diatur



dalam Pasal 40 UUPA yang menegasakan "Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usuln ya dan orang tua kandungnya". Jika



terhadap



anak



angkat



harus



ada



penjelasan



mengenai asal usul dan orang tua kandung, meski ada potensi "mengganggu" psikologis anak, maka demikian halnya terhadap anak yang berasal dari per zinahan. Atas



nama



anti



diskrimin asi



tentu



di



benarkan



mengaburkan asal usul anak. Dalam koteks ini norma hukum negara tidak boleh mengintervensi norma agama, atas nama klaim persamaan, antidiskriminasi dan keadilan sekalipun. Sebenarnya, secara substansi, isi putusan MK tersebut sudah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang melalui



Administrasi mekanisme



Kependudukan; pengakuan



anak,



akan



tetapi



dan



itupun



dikecualikan jika agama tidak mengakuinya. Hal ini sebagaimana



diatur



dalam



Pasal



49



UU



yang



menegaskan 27 " pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang



tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh] hari sejak tanggal surat pengakuan anak disetujui oleh ibu kandung dari anak yang bersangkutan ".



27



Kependudukan.



Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



24 Dengan penjelasan-penjelasan tersebut, jelas, bahwa anak zina itu sama dengan anak Indonesia lainnya mendapat perlindungan dari Undang -undang Perlindungan



Anak.



Apalagi



anak



zina



yang



jelas



ibunya, anak yang proses kelahirannya tidak di ketahui saja



di



lindungi



hukum



dengan



pembuatan



akta



kelahiran dan perlindungan lainnya. Dengan demikian tidak benar pendapat yang menyatakan



anak



hasil



zina



ter lantar



dan



tidak



terlindungi, b ahkan jika dilihat dari anak-anak yang terlantar



dan



tidak



terlindungi



di



jalan -jalan,



di



tempat-tempat kumuh kebanyakan adalah anak sah bukan anak zina saja. d. Anak Yang Lahir Tanpa Perkawinan (Anak Hasil Zina), adalah anak tidak sah. Berkaitan dengan putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tanggal 17 Februari 2012, sebagaian orang berpendapat bahwa pengertian anak luar perkawinan itu adalah sama dengan anak yang lahir tanpa perkawinan termasuk zina, berarti anak yang lahir di Indonesia semuanya menjadi anak sah tanpa kecuali, tidak ada anak yang tidak sah. Jika demikian, maka sudah tidak diperlukan lagi ketentuan dalam perundang-undangan yang mengatur tentang sahnya anak, karena hukum anak di Indonesia sudah sah semuanya, menjadi sama saja antara anak sah dan anak zina. Ini berarti sudah terjadi tsunami hukum perkawinan di Indonesia khususnya tentang kedudukan anak, yang pada gilirannnya tidak diperlukan lagi undang-undang Perkawinan karena binatangpun tanpa undang-undang perkawinan anaknya telah menjadi anak binatang yang sah.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



25 Berbicara masalah hukum atau berbicara apa saja di dunia ini, pasti akan kita temui situasi / keadaan yang berbeda bahkan berlawanan : ada siang ada malam, ada halal ada haram, ada kaya ada miskin, ada sah ada tidak sah, ada laki-laki ada perempuan, dan seterusnya sampai dengan ada surga dan ada neraka. Ini semuanya sudah alamiah, sudah sunnahtullah. Oleh karena itu tidak perlu anak zina itu dinyatakan sebagai anak sah karena melanggar sunnahtullah. Begitu juga segala ketentuan yang mengatur tentang perilaku mengatur



manusia, hal-hal



peraturan yang



perundang-undangannya



positif,



tidak



ada



pasti



undang-undang



mengatur hal-hal yang negatif, makanya undang-undang itu selalu berbunyi positif, seperti undang-undang Perkawinan, tidak ada yang berbunyi : undang-undang tidak kawin, undang-undang tindak pidana korupsi, tidak ada undang-undang yang berbunyi undang-undang tidak korupsi. Oleh karena itu untuk membela sesuatu yang diluar hukum (negatif) tidak perlu mencedarai hukum (positif) yang berlaku. Zina itu adalah perbuatan yang sudah diluar koridor hukum, tidak perlu dilegalisasi oleh hukum yang positif.



ُ ْ‫ْن بَشِ ٌ ٍْر َرضِ ًَ هللاُ َع ْن ُه َما َقا َل َسمِع‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ٌْ ِه‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫ت َرس ُْو َل‬ ِ ‫َعنْ أَ ِبً َع ْب ِد‬ ِ ‫ان ب‬ ِ ‫هللا ال ُّنعْ َم‬ ٌ ‫ إِنَّ ْال َحالَ َل َبٌِّنٌ َوإِنَّ ْال َح َرا َم َبٌِّنٌ َو َب ٌْ َن ُه َما أُم ُْورٌ ُم ْش َت ِب َه‬: ‫َو َسلَّ َم ٌَقُ ْو ُل‬ ‫ات الَ ٌَعْ لَ ُمهُنَّ َك ِثٌْرٌ م َِن‬ ًِ‫ت َو َق َع ف‬ ِ ‫ َو َمنْ َو َق َع فًِ ال ُّش ُب َها‬،ِ‫ت َف َق ْد اسْ َتب َْرأَ لِ ِد ٌْ ِن ِه َوعِ رْ ضِ ه‬ ِ ‫ َف َم ِن ا َّت َقى ال ُّش ُب َها‬،‫اس‬ ِ ‫ال َّن‬ ُ ِ‫عى َح ْو َل ْال ِح َمى ٌ ُْوش‬ َّ‫ أَالَ َوإِنَّ لِ ُك ِّل َملِكٍ ِحمًى أَالَ َوإِن‬،ِ‫ك أَنْ ٌَرْ َت َع ِف ٌْه‬ َ ْ‫ َكالرَّ اعِ ً ٌَر‬،‫ْال َح َر ِام‬ ْ ‫صلَ َح ْال َج َس ُد ُكلُّ ُه َوإِ َذا َف َس‬ ْ ‫صلَ َح‬ َ‫دَت َف َسد‬ َ ‫ت‬ َ ‫ار ُم ُه أَالَ َوإِنَّ فًِ ْال َج َس ِد مُضْ َغ ًة إِ َذا‬ ِ ‫ِح َمى‬ ِ ‫هللا َم َح‬ ]‫ًِ ْال َق ْل ُ [رواه البخاري ومسلم‬ َ ‫ْال َج َس ُد ُكلُّ ُه أَالَ َو‬ Artinya : Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia erkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



26 wasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan tererumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan



Allah



adalah



apa



yang



Dia



haramkan.



Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa dia adalah hati. (HR. Bukhari Muslim).28 Menurut hemat penulis, biarkan saja anak zina itu hidup di alamnya sendiri yaitu alam anak tidak sah dengan segala hakhaknya yang telah diatur dalam undang-undang. Karena jika kita memahami putusan MK Nomor : 46/PUU-VIII/2010 itu di katakan antara “ Anak lahir di luar perkawinan “ sama dengan anak yang lahir tanpa perkawinan (anak hasil zina), maka resikonya sangat besar sekali dalam dunia perkawinan, telah menyingkirkan / menafikan arti Undang-Undang dasar 1945 pasal 28 b ayat 1, Undang-Undang Nomor :39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 10 28



Imam Nawawi, Arbain Nawawi, Thoha Putra Semarang.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



27 ayat 1, dan menghancurkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 42, pasal 2 ayat 1 dan 2, dengan segala ketentuan dan persyaratan perkawinan, karena ternyata walaupun tidak mentaati Undang-Undang Perkawinan sekalipun, kelahiran anaknya tetap menjadi anak sah. Pada akhirnya kita hidup dalam dunia perkawinan sama dengan binatang, yang konon dalam melakukan persetubuhan antara binatang-binatang itu walaupun tanpa diatur oleh Undang-Undang perkawinan, tetapi anak yang lahir tetap menjadi anak sah sebagai anak binatang. Naudzu billahi min dzalik. 5. Simpulan Dari uraian-uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Yang dimaksud dengan “ Anak yang lahir di luar perkawinan “ adalah anak yang lahir dari perkawinan menurut agama, tetapi tidak tercatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku , dalam arti kata : sah secara matriil tetapi tidak sah secara formil. Tidak termasuk anak yang lahir tanpa perkawinan ( anak zina ), karena anak zina sama sekali tidak tersentuh dengan perkawinan. 2. Untuk melegalkan “ Anak yang lahir diluar perkawinan “ secara hukum adalah dengan terlebih dahulu melakukan pengesahan (isbat nikah) di Pengadilan dan dilanjutkan dengan pengesahan anak di Pengadilan yang sama. Dengan telah adanya pengesahan anak dari Pengadilan maka anak yang lahir diluar perkawinan sudah seutuhnya sama dengan anak yang lahir dalam atau akibat perkawinan yang sah. 3. Anak yang lahir tanpa perkawinan (anak hasil zina) tidak dapat dilegalkan secara hukum, karena disamping tidak ada lembaga pengesahan zina juga perbuatan zina adalah merupakan perbuatan yang melanggar hukum yang tidak layak mendapat legalisasi hukum.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



28 4. Walaupun anak hasil zina tidak layak mendapat legalisasi hukum bukanlah penerima dosa warisan, karena hukuman bagi pelaku zina tidak diwariskan pada anak biologinya, namun Undang-Undang tetap melindunginya melalui Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan diperlakukan sama dengan anak Indonesia lainya dalam hal perlindungan anak baik kedudukannya maupun hak hak lainya, sehingga tidak benar anak hasil zina dinyatakan terlantar. Jika kita perhatikan secara umum anak yang terlantar itu kebanyakan anak lahir secara sah yang orang tuanya miskin, bukan anak hasil perzinahan saja. 5. Jika pengertian anak lahir diluar perkawinan sama dengan anak lahir tanpa perkawinan (anak zina), maka berarti anak yang lahir di Indonesia menjadi anak sah semuanya dan perkawinan tidak lagi memerlukan Undang-Undang karena kawin atau tidak tidak kawin, jika punya anak tetap sama-sama menjadi anak sah. Dengan demikian sudah terjadi tsunami hukum perkawinan di Indonesia. 6. Kelahiran anak dapat diperoleh dari perkawinan yang sah, dan dapat juga diperoleh dari perbuatan tanpa perkawinan (perzinahan). Perkawinan itu adalah ibadah, jika lahir anak, maka anaknya menjadi anak sah, sebaliknya perzinahan itu perbuatan maksiat, jika lahir anak maka anaknya menjadi anak zina (tidak sah), itu jelas sekali perbedaannya. Dapatkah diterima akal, antara ibadah dan maksiat itu sama ? dan hasilnya juga sama yaitu sama-sama anak sah ?. Pada gilirannya setan akan protes : mengapa hasil karya kami bangsa setan yang selalu mendorong untuk berbuat zina tidak diperhitungkan sebagai perbuatan maksiat ? Aku diperlakukan secara tidak adil ! Kawanku akan banyak hilang di neraka nanti, yang akhirnya setansetan berdoa : Ya Allah perlakukanlah kami (bangsa setan)



secara



adil, jadikanlah orang-orang yang berzina menjadi kawan kami yang



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



29 setia, janganlah kawan-kawan kami di neraka nanti dikurangi, garagara pemahaman yang salah terhadap Putusan MK Nomor 46/PUUVIII/2010 tanggal 17 Februari 2012. Semoga pemahaman penulis ini benar, walaupun benar para pembaca boleh setuju, boleh juga tidak. Jika tidak setuju penulis tidak marah. Kepada Allah SWT, penulis menyembah dan kepada-Nya juga memohon pertolongan. Amien.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



30 Daftar Pustaka : Al-Qur’an dan Terjemahannya, 1983,



Departemen Agama, Proyek



Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an, Jakarta. Ahmad Amrullah, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional (Mengenang 65 tahun Prof. Dr. Bustanul Arifin, S.H), Jakarta: Gema Insani Press, 1996. _____________, Buah Simalakama Putusan MK dalam Harian Surat Kabar Jawa Pos, Rabu, 28 Maret 2012 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 1998. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan islam Di Indonesia Antara Figh



Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, Kencana, Jakarta. 2007 Chatib Rasyid, Anak Lahir Di Luar Nikah (Secara Hukum) Berbeda Dengan



Anak Hasil Zina, Kajian Yurisid Terhadap Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010. Makalah Pada Seminar Nasional di IAIN Walisongo Semarang tanggal 10 April 2012. Dadang Hawari, Marriage Counseling (Konsultasi Perkawinan), Jakarta: FKUI, 2006. Fathurrahman Djamil, “ Pengakuan Anak Luar Nikah dan Akibat



Hukumnya", dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary, Problematika Hnkum Islam Komtemporer, Buku Pertaama, Jakarta: Firdaus, 2002. Ibnu Hajar. Al-Asqolani, Bulughul Marom, Terjemahan A. Hasan,



Diponegoro, Bandung Cet. XXVII . Imam An-Nawawi, Arbain Nawawi, tt, Thoha Putra, Semarang. Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan



31 Mukhlisin Muzarie, Kontroversi Perkawinan Wanita Hamil, Yogyakarta: Pustaka Dinamika, 2002. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung: Sumur, 2010. Moh Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-undang Nomor. 1



Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002. M. Quraish Shihab, Perempuan, Jakarta: Lentera Hati, 2006. Undang-undang Dasar RI Tahun 1945. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang



Nomor



23



Tahun



2006



Tentang



Administrasi



Kependudukan Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010, tanggal 17 Febuari 2012. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam. Sandingan Undang-undang Peradilan Agama (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006.



Memahami Makna Anak Lahir Di Luar Perkawinan