Analisis Cerpen  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

APRESIASI PROSA LAMA “ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA PADA CERPEN BERTOPENG GINCU”



Oleh Kelompok 5 Alya Selsa Meyriska (1913041053) Candra Dinata (2013041023) Dewi Nur Azizah (2013041035) Hendri Firmansyah (2013041033) Septa Ahmad Santoso (2013041039)



Mata Kuliah



: Apresiasi Sastra Indonesia



Dosen Pengampu



: Dr. Munaris, M.Pd



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, makalah dengan judul APRESIASI PROSA LAMA “ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA PADA CERPEN BERTOPENG GINCU”



disusun dalam rangka memenuhi suatu tugas mata kuliah



Apresiasi Sastra Indonesia yang diampu oleh Bapak Dr. Munaris, M.Pd.



Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini sehingga tugas ini selesai tepat waktu. Semoga amal kebaikan dapat menjadi pahala dan mendapatkan balasan oleh Allah SWT, aamiin.



Kami menyadari dalam makalah ini terdapat banyak sekali kekurangan, baik dari segi penulisan, tata bahasa dan lain sebagainya yang belum sesuai dengan aturan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran agar dapat membangun makalah ini menjadi lebih baik lagi.



Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil ilmu dala makalah ini. Dan semoga makalah ini berguna bagi penulis dan terutama bagi pembaca.



Bandar Lampung, 27 Juni 2021



Penulis



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii DAFTAR ISI............................................................................................................. iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 1 1.3 Tujuan Masalah ...................................................................................................... 1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Psikologi Sastra ..................................................................................................... 2 2.2 Teori Psikoanalisis Menurut Sigmund Freud ...................................................... 3 2.3 Cerpen Bertopeng Gincu........................................................................................ 5 2.4 Analisis Tokoh ..................................................................................................... 10 2.5 Simpulan Hasil Analisis Tokoh ........................................................................... 12



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 13



DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah salah satu sarana untuk mengungkapkan masalah manusia dan kemanusiaan melalui karya sastra itu sendiri. Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Selain itu, sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada fiksi (Wellek dan Werren,1993:3-11)



Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peran studi psikologi. Artinya psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupin pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian para pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra. Jadi, secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan pskologi sastra.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu psikologi sastra? 2. Apa itu teori psikoanalisis menurut Sigmund Freud? 3. Bagaimana psikoanalisis pada sastra cerpen Bertopeng Gincu Karya Muhamad Nasir?



1.3 Tujuan Makalah Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini adalah : 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi sastra 2. Mengetahui struktur kepribadan menurut Sigmund Freud 3. Mengetahui psikoanalisis dalam cerpen tersebut



1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Psikologi Sastra Psikologi secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Sedangkan sastra adalah ilmu tentang karya seni dengan tulis-menulis. Maka jika diartikan secara keseluruhan, psikologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra dari sudut kejiwaannya. Menurut Wellek dan Austin (1989:90), Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). Pendapat Wellek dan Austin tersebut memberikan pemahaman akan begitu luasnya cakupan ilmu psikologi sastra. Psikologi sastra tidak hanya berperan dalam satu unsur saja yang membangun sebuah karya sastra. Mereka juga menyebutkan, “Dalam sebuah karya sastra yang berhasil, psikologi sudah menyatu menjadi karya seni, oleh karena itu, tugas peneliti adalah menguraikannya kembali sehingga menjadi jelas dan nyata apa yang dilakukan oleh karya tersebut”. Menurut Ratna (2004:350), “Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis”. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra.. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”. Artinya, dengan meneliti sebuah karya sastra melalui pendekatan Psikologi Sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan psikologi karena dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut.



2



2.2 Teori Psikoanalisis Menurut Sigmund Freud Sigmund



Freud



adalah



psikolog



pertama



yang



menyelidiki



aspek



ketidaksadaran dalam jiwa manusia. Freud semakin terfokus perhatiannya pada masalah psikologi tokoh. Dia juga dapat menganalogikan tokoh-tokoh dalam karya sastra. Teori Freud dimanfaatkan untuk menggungkapkan berbagai gejala psikologis di balik gejala bahasa (Endraswaran 2008:4). Freud menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasaan secara tidak langsung. Mimpi seperti tulisan merupakan sistem tanda yang menunjukkan pada sesuatu yang berbeda, yaitu merupakan sistem tanda-tanda itu sendiri. Freud membedakan kepribadian menjadi tiga macam yaitu id, ego dan super ego (Endraswara 2008: 2). Teori psikoanalisis Freud tampaknya yang banyak mengilhami para pemerhati psikologi sastra. Dia membedakan kepribadian menjadi tiga macam Id, Ego, dan Super Ego. Ketiga ranah psikologi ini tampaknya yang menjadi dasar pijakan penelitian psikologi sastra. Berikut ini penjelasan mengenai komponen struktural tingkat kesadaran yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, yaitu: 1) Id Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerahunansdous, mewakili subjektivitas yang tidak pemah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Jadi ketika ada stimuli yang memicu enerji untuk bekerja – timbul tegangan enerji – id beroperasi dengan prinsip kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan din ke tingkat energi yang rendah. Pleasure principlediproses dengan dua cara, tindak refleks (reflex 3



actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata – dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan atau mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Proses membentuk gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan, disebut pemenuhan hasrat (nosh fulfillment), misalnya: mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik. 2) Ego Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Prinsip realita itu dikerjakan melalui proses sekunder (secondary process), yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses pengujian itu disebut uji realita (reality test) melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah difikirkan secara realistik. Dari cara kerjanya dapat difahami sebagian besar daerah operasi ego berada di kesadaran, namun ada sebagian kecil ego beroperasi di daerah prasadar dan daerah tak sadar .Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. 3) Superego Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealisticprinciple) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari Ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang diperjuangkannya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).



4



2.3 Cerpen Bertopeng Gincu Karya Muhammad Nasir



Bertopeng Gincu Muhamad Nasir Tubuhnya memang lumayan ramping. Putih dengan sedikit bakat. Itu pun hanya di tulang kering, kenangan masa kecil yang nakal, dan sedikit tomboy. Saat mandi hujan bersama anak seumuran, terjatuh. Terus berlari dan tak terasa kalau ada pecahan beling menyentuh tulang keringnya. Ketika hujan berhenti, barulah diketahui banyak darah mengucur dri lukanya. Akibat nakal, luka itu terus menganga dan bernanah akhirnya menjadi koreng. Orang tuanya yang Ketua RT tidak tahu kalau anaknya, Lia atau nama lengkapnya Sri Meliawati terluka saat mandi hujan. Sepengetahuannya, anak nomor duanya itu tidur siang ketika petir dan kilat begitu ramai sebelum hujan turun. Begitupun ibunya, yang berjualan ikan di pasar pagi Pasar 16 yang kini menganggur karena lokasi berjualannya telah digusur, sementara untuk pindah di Jakabaring, rasanya tak mampu karena sepi pembeli. Yang banyak justru pedagang yang termangu menunggu pembeli. Jangankan menawar, batang hidungnya pun sangat jarang terlihat. Ibunya tak tahu kalau anaknya yang berhidung mancung dengan alis lebat itu punya luka di tulang keringnya. Apalagi, memang meski masih kelas I sekolah dasar, Lia tergolong mandiri. Mulai dari mandi sampai mencuci dia lakukan. Bahkan, pakaian kakaknya yang sulung dan adiknya yang belum sekolah pun terkadang dia yang mencuci. Karenanya, wajar kalau kedua orang tuanya tak begitu memperhatikan jalannya yang sedikit pincang. Karena selama ini ditegarkan ketika melewati ayahnya yang sedang menerima tamu yang mengurusi soal jual beli beras untuk rakyat miskin, saat mau pergi sekolah. Luka itu memang lumayan besar. Terkadang nanah meleleh. Lalat tampak mengerubungi nanah yang menembus kaos kaki putih yang membungkus luka itu. Kalau saja tidak ditutup kaos kaki yang mengakibatkan lengket dan saat melepas kaos kaki kembali koreng itu menganga, mungkin tidak akan membusuk. Begitupun kalau diberi obat salep atau antibiotik, mungkin hanya seminggu sudah sembuh.



5



Tetapi, Lia bisa menyimpan luka itu hampir tiga bulan. Dan orang tuanya tak tahu. Kalaupun akhirnya sembuh, itu lebih karena tubuhnya yang kecil masih memiliki antibody dan sekolahnya libur. Hingga ahirnya luka itu mengering karena dia tak perlu lagi mengenakan kaos kaki. Alih-alih, dia mengenakan celana panjang terus biar tidak dilihat orang tuanya. Melihat dia sering mengenakan celana panjang, ibunya tampak senang karena berpikir anaknya sudah besar. Sayang dia tidak berjualan lagi sehingga tidak bisa membelikan celana panjang baru. Prestasi belajar Lia sesungguhnya biasa saja. Yang menarik mungkin hanya kepandaiannya membuat topeng. Saat pelajaran keterampilan, dia dinilai sangat bagus oleh gurunya. Karena karya topeng kertasnya lumayan bagus. Dan topeng itu pun dikenakannya. Dia tampak lebih dewasa menganakan topeng itu. Apalagi, dengan gincu milik ibunya, gambaran bibir di kertas itu tampak sangat menyala. Merahnya memang sangat merah. Lia tidak tahu kalau gincu itu dikenakan ibunya setahun sekali. Dan olehnya, ketika membuat topeng, gincu yang dibalut plastik warna biru itupun tinggal separo. Ibunya yang baru pulang berjualan sempat terkejut ketika masuk rumah melihat orang yang mengenakan topeng. Dia mengira anak kecil yang duduk di ruang tamu itu anak tetangganya yang kemarinnya mencuri uang di dompetnya. Hampir saja dia beraksi. Kalau saja Lia tidak membuka topeng, mungkin cubitan sudah mampir di pinggangnya. Begitu juga dengan ayahnya, yang sedang sibuk menghitung angka fiktif penyaluran beras untuk rakyat miskin, sempat mengelus dada ketika menoleh ada orang mengenakan topeng. Dikiranya anak tetangga yang dua hari sebelumnya menangis minta bagian beras yang memang hak mereka. Namun, dijawabnya bahwa beras sudah habis disalurkan. Padahal, sebagian besar dijualnya ke warung langganan. Tangan kirinya yang memegang rokok kretek yang hampir habis, sempat tersentak dan jatuhlah potongan rokok yang sebenarnya masih sangat nikmat untuk diisap. Tangan kanannya menutupi angka-angka jumlah beras. Kesalnya seperti sudah di ubun-ubun, ingin



6



mengambil puntungan rokok yang masih dua hisapan lagi jelas tak bisa karena kedua tangannya difungsikan untuk pekerjaan lain. Memastikan itu anaknya, dia pun hanya menggelengkan kepala sembari mengambil puntungan rokok yang masih menyala dan jatuh di sendal jepitnya. Sayang, puntungan rokok itu membakar sendal dan apinya telah padam. Tak bisa dirokok lagi karena lelehan karet melekat kuat di atas bekas bara api di ujung rokok yang ukurannya sudah sangat pendek. Dia pun menarik topeng yang dikenakan Lia. Karetnya putus. Topengnya robek. "Anak nakal mengagetkan orang tua saja. Nih belikan bapak rokok," ujarnya sedikit geram. Lia langsung memerah matanya. Entah karena disuruh membei rokok atau topengnya yang dirusak. Yang jelas, dia mengambil uang lalu berlari. Dan taklama kemudian kembali dengan setengah bungkus rokok di tangannya. Di tangannya masih tersisa robekan topeng. Tampak tanda tangan gurunya dan coretan nilai 9 di topeng itu juga ikut terkoyak. "Yah," gumamnya lemah. Sampai menamatkan SMA, Lia memang tergolong anak yang penurut. Tak diberi ongkos untuk sekolah, dia berjalan kaki ke sekolahnya yang lumayan jauh. Untung memang temantemannya banyak juga yang berjalan kaki. Tubuhnya berkembang bagus. Meski sering berjalan kaki ke sekolah, betisnya tidak besar. Ramping dan tetap mulus. Soalnya, di bawah rok seragamnya, dia rajin menutupinya dengan kaos kaki. Di kelas tiga, dia mulai mengenal perasaan menyenangi lawan jenis. Beruntung, sang cowok, Gandi ternyata juga memang sering meliriknya. Jadilah mereka pun sering belajar bersama. Kalau ada pekerjaan rumah selalu dikerjakan bersama. Kalau tidak di rumahnya, ya di kosannya Gandi. Saling senyum, saling lirik dan saling bantu memecahkan sulitnya pekerjaan rumah ataupun tugas dari guru, membuat keduanya tanpa disadari mengenal ciuman. Lalu raba-rabaan. Sampai akhirnya, tak sengaja keduanya pun melakukan hal yang sebenarnya tak boleh dilakukan.Itu semua berlangsung tanpa rencana. Lia pun tak menyesal. Karena dia merasa Gandi selalu meperhatikannya. Hingga pengumuman kelulusan, keduanya masih terlihat 7



berduaan. Sampai akhirnya, Gandi yang merantau dipanggil orang tuanya untuk kembali ke kotanya di Tanjungkarang, Lampung. Hubungan melalui surat masih berlangsung hingga bulan ketiga keduanya berpisah,. Sampai akhirnya, mulai jarang dan tak ada sama sekali komunikasi. Lia sendiri tak lagi mempersoalkan Gandi. Apalagi kini dia telah sibuk dengan pekerjaan barunya, di counter hand pone. Gajinya lumayan kecil. Untuk kebutuhannya sebenarnya tidak cukup. Tapi tepas saja dilakoninya. Di kesibukannya dia berkenalan dengan seorang pegawai negeri yang cukup royal. Yang selalu memberi uang lebih saat membeli pulsa. Kembali Lia tersentuh dan dia pun tak menampik bantuan dan harapan sang PNS, Imam. Ternyata gaung bersambut. Seiring mengalirnya bantuan berupa uang maupun hadiah lainnya, rayuan Imam pun semakin maut. Bisa ditebak, keduanya pun berpagutan. Lia tak serius lagi bekerja, waktunya lebih banyak untukImam. Dia pun akhirnya memilih berhenti bekerja. Setiap hari dia masih pergi kerja. Tetapi kakinya kini mengarah ke rumah yang disewa Imam. Kedunya ibarat pengantin baru. Lingkungan di rumah susun tempat keduanya menyewa, termasuk tak pedulian. Sampai akhirnya terjadi ribut besar di rumah sewa mereka. Ketika seorang wanita datang diam-diam dan bersuara lantang beberapa menit kemudian. Yang mengejutkan para tetangga dan Ketua RT setempat. Baik Lia maupun Imam tak bisa lagi berkata-kata. Pak RT pun mendamaikan. Mereka tak menyangka kalau keduanya belum menikah. "Saya kira mereka sudah menikah. Abis kayak pengantin baru," ujar Pak RT lemah. Lia pucat. Apalagi kemudian orang tuanya diminta didatangkan untuk menyelesaikan persoalan itu di kantor polisi. Ternyata tak cukup hanya di tangan Pak RT.



8



Sebagai istri Imam, ternyata wanita itu tak menerima perbuatan sang suaminya. Dia bahkan telah melapor polisi. Di hadapan orng tuanya, Lia hanya terdiam di sudut ruangan. Dia tak berani menatap mata ibunya. Apalagi memeluknya untuk mencurahkan perasaan. Terlebih kepada ayahnya yang ternyata saling kenal dengan Ketua RT. Karena mereka sering ketemu saat demo menuntut tunjangan ketua RT di kantor Walikota. Ayah dan ibunya diam dalam geram. Tak bisa menerima kenyataan yang ada. "Habis saya, kalau begini. Aku tak bisa menerima," hanya itu yang terdengar dari mulut ayah Lia. Dia sempat bersitegang dengan istrinya ketika pulang tanpa Lia. Tetapi, sang istri hanya menurut. "Ayo pakai gincu dan bedakmu. Masak polos begitu. Ada job tu," ujar seorang wanita yang menjabat GM di kosan mentereng tak jauh dari kampus perguruan tinggi swasta di Palembang. Lia pun terkejut. Lamunannya lepas. Kini dia telah siap mengenakan topengnya, ditambah gincu. Apapun yang dialaminya dia harus tersenyum. Suka atau tak suka. Nanti lembaran uang pun akan mengalir ke kantongnya setelah dipotong oleh GM untuk ongkos taksi dan biaya tetek-bengek lainnya. Topeng itu telah menyatu dengan dirinya. Saat dia berbelanja di mal menghamburhamburkan uang, orang pun tak menyangka dia mengenakan topeng. Kecuali lelaki yang pernah tidur dengannya. Jelas sekali, kepolosan di tubuhnya sekalipun. Apalagi, ketika memorinya terbayang ke kamar hotel tempat mereka pernah bergumul. Hanya ketika di kamar sendirian, Lia terkadang menangis. Dia masih berpikir untuk sujud ke kaki orang tuanya. Lalu sujud di sejadah meminta ampun di hadapan Allah SWT. Namun entah kapan. Meskipun dia masih pandai mengaji dan fasih bacaan salat. Serta hapal jalan ke rumahnya.



9



2.4 Analisis Tokoh 1. Id Id adalah bagian yang tidak rasional, instigtual,tidak diketahui dan tidak disadari oleh jiwa kita. Berisi keinginan rahasia kita, keinginan tergelap dan ketakutan yang paling kuat. Id hanya memenuhi dorongan prinsip kesenangan. Id merupakan sistem kepribadian dasar atau asli dari manusia. Id merupakan sistem representasi psikis kebutuhan biologis yaitu nafsu dan dorongan emosi. Tidak dapat menghambat atau memodifikasi ego. Tempat ego dan superego berkembang. Id dalam cerpen ini terlihat pada diri tokoh lia yang saat kecil tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya, dia selalu mengerjakan sesuatu sendiri. Berikut kutipannya : “Orang tuanya yang Ketua RT tidak tahu kalau anaknya, Lia atau nama lengkapnya Sri Meliawati terluka saat mandi hujan. Sepengetahuannya, anak nomor duanya itu tidur siang ketika petir dan kilay begitu ramai sebelum hujan turun.” “Begitupun ibunya, yang berjualan ikan dipasar pagi Pasar 16 yang kini menganggur karena lokasi berjualannya telah digusur, sementara untuk pindah di Jakabaring rasanya tak mampu karena sepi pembeli. Yang banyak justru pedagang yang termangu menunggu pembeli. Jangankan menawar, batang hidungnya pun sangat jarang terlihat. Ibunya tak tahu kalau anaknya yang berhidung mancung dengan alis lebat itu punya luka di tulang keringnya.” “Dia pun menarik topeng yang dikenakan Lia. Karetnya putus. Topengnya robek. "Anak nakal mengagetkan orang tua saja. Nih belikan bapak rokok," ujarnya sedikit geram.” “Lia langsung memerah matanya. Entah karena disuruh membei rokok atau topengnya yang dirusak. Yang jelas, dia mengambil uang lalu berlari. Dan taklama kemudian kembali dengan setengah bungkus rokok di tangannya.”



2. Ego Sebagai kepribadan yang bertindak sebagai pengaruh atau penghubung Id dengan realitas dunia (kenyataan) atau prinsip realitas melalui alam sadar yang ia tempati. Ego sebagai upaya memuaskan atau mengurangi ketegangan dengan proses skunder, ego memformulasikan rencana dengan mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan dan nafsu yang dimunculkan oleh Id dan menguji apakah dapat dilaksanakan atau tidak. Sehingga melibatkan fungsi psikologis yang tinggi. 10



Ego yang ada dalam cerepen ini saat Lia ingin mendapatkan perhatian orang tuanya saat kakinya terluka, tetapi kedua orang tuanya tidak mengetahuinya. Dan tokoh Lia pun menginginkan kebebasan. Berikut kutipan dalam cerpen tersebut : “Tetapi, Lia bisa menyimpan luka itu hampir tiga bulan. Dan orang tuanya tak tahu. Kalaupun akhirnya sembuh, itu lebih karena tubuhnya yang kecil masih memiliki antibody dan sekolahnya libur. Hingga ahirnya luka itu mengering karena dia tak perlu lagi mengenakan kaos kaki. Alih-alih, dia mengenakan celana panjang terus biar tidak dilihat orang tuanya. Melihat dia sering mengenakan celana panjang, ibunya tampak senang karena berpikir anaknya sudah besar.” “Lia tak serius lagi bekerja, waktunya lebih banyak untukImam. Dia pun akhirnya memilih berhenti bekerja. Setiap hari dia masih pergi kerja. Tetapi kakinya kini mengarah ke rumah yang disewa Imam.” “Kedunya ibarat pengantin baru. Lingkungan di rumah susun tempat keduanya menyewa, termasuk tak pedulian.” “Sampai akhirnya terjadi ribut besar di rumah sewa mereka. Ketika seorang wanita datang diam-diam dan bersuara lantang beberapa menit kemudian.” “Ayah dan ibunya diam dalam geram. Tak bisa menerima kenyataan yang ada. "Habis saya, kalau begini. Aku tak bisa menerima," hanya itu yang terdengar dari mulut ayah Lia.”



3. Superego Sistem kepribadian yang bertindak sebagai internal yang menyebabkan kita membuat penilaian moral dari aspek sosiologis. Berbeda dengan ID, superego beroperasi sesuai dengan prinsip moralitas dan berfungsi terutama untuk melindungi masyarakat dan diri kita dari ID. Tokoh Lia sebenarnya menyadari bahwa tindakannya itu tidak bai. Hal ini terdapat pada kutipan : “Hanya ketika di kamar sendirian, Lia terkadang menangis. Dia masih berpikir untuk sujud ke kaki orang tuanya. Lalu sujud di sejadah meminta ampun di hadapan Allah SWT. Namun entah kapan. Meskipun dia masih pandai mengaji dan fasih bacaan salat. Serta hapal jalan ke rumahnya.”



11



2.5 Kesimpulan Analisis Tokoh Kesimpulannya, dalam cerpen ini menceritakan tentang kehidupan tokoh Lia yang ingin diperhatikan dan mendapatkan kebebasan dari kedua orang tuanya. Tetapi, ketika mendapatkan kebebasan tokoh Lia terjerumus dalam pergaulan yang bebas. Dapat dikatakan bahwa tokoh Lia menjadi wanita panggilan, hidupnya sangat terhina dan tidak patut untuk ditiru. Hal ini terjadi karena tokoh Lia kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Tokoh Lia menarik perhatian orang tuanya dengan cara yang salah. Sebenarnya, tokoh Lia menyadari hal yang ia lakukan tidak baik, iapun sangat menyesal dan ingin kembali kejalan yang bener walaupun tak tahu kapan waktunya.



12



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Psikologi secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Sedangkan sastra adalah ilmu tentang karya seni dengan tulis-menulis. Maka jika diartikan secara keseluruhan, psikologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra dari sudut kejiwaannya. Freud membedakan kepribadian menjadi tiga macam yaitu id, ego dan super ego (Endraswara 2008: 2). Teori psikoanalisis Freud tampaknya yang banyak mengilhami para pemerhati psikologi sastra. Dia membedakan kepribadian menjadi tiga macam Id, Ego, dan Super Ego. Ketiga ranah psikologi ini tampaknya yang menjadi dasar pijakan penelitian psikologi sastra. Id adalah bagian yang tidak rasional, instigtual,tidak diketahui dan tidak disadari oleh jiwa kita. Berisi keinginan rahasia kita, keinginan tergelap dan ketakutan yang paling kuat. Id hanya memenuhi dorongan prinsip kesenangan. Id merupakan sistem kepribadian dasar atau asli dari manusia. Ego sebagai upaya memuaskan atau mengurangi ketegangan dengan proses skunder, ego memformulasikan rencana dengan mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan dan nafsu yang dimunculkan oleh Id dan menguji apakah dapat dilaksanakan atau tidak. Sehingga melibatkan fungsi psikologis yang tinggi.



Superego sebagai sistem kepribadian yang bertindak sebagai internal yang menyebabkan kita membuat penilaian moral dari aspek sosiologis. Berbeda dengan ID, superego beroperasi sesuai dengan prinsip moralitas dan berfungsi terutama untuk melindungi masyarakat dan diri kita dari ID.



13



DAFTAR PUSTAKA Nasir, muhamad. Bertopeng gincu. 2007 (http://midangmusi.blogspot.com › c...midang musi) Nur Halisa, Nur Ika Maulida https://osf.io › downloadPDF Hasil web ANALISIS ID, EGO, DAN SUPEREGO NOVEL ... – OSF (Diakses pada tanggal 24 April 2021)



Suryabrata,Sumadi.2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.



Wulandari,Ari. PERWATAKAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL CINTRONG PAJU-PAT KARYA SUPARTO BRATA (Sebuah Kajian Psikologi Sastra). 2013. Universitas Negeri Yogyakarta